Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok)

(1)

RESISTENSI MASYARAKAT TERHADAP ORGANISASI

KEPEMUDAAN

(Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok)

D I S U S U N OLEH:

OKTA VIRNA SARAGIH 080901035

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok). Peneliti tertarik melakukan penelitian ini karena terjadinya pergeseran nilai dan orientasi pada organisasi kepemudaan di Desa Perkebunan Bukit Lawang, sehingga masyarakat mempunyai prasangka yang buruk tentang organisasi kepemudaan tersebut. Pada dasarnya organisasi kepemudaan merupakan salah satu wadah untuk meningkatkan kualitas diri, kelompok, dan juga masyarakat serta mengamalkan kemampuannya untuk kesejahteraan kelompok dan masyarakat sekaligus membangun masa depan yang lebih baik bagi diri anggota serta lingkungannya.

Metode dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah 11 orang yang menetap lebih dari 15 tahun serta mengalami konflik antara masyarakat dengan anggota organisasi Pemuda Pancasila.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa perlawanan yang dilakukan masyarakat Bukit Lawang terhadap Organisasi Pemuda Pancasila adalah perlawanan terbuka. Munculnya perlawanan ini karena masyarakat mulai merasa resah dan tidak nyaman akan keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila. Anggota Organisasi Pemuda Pancasila pada saat itu melakukan hal-hal yang merugikan masyarakat dan juga pengunjung yang datang ke Bukit Lawang, seperti adanya rencana membuat tarif parif dihitung perjamnya, pungutan liar, pemberian kong (pajak getah), anggota organisasi PP yang terkesan premanisme, sering terjadi bentrokan, juga bentrokan yang terjadi antara anggota organisasi PP dengan anggota organisasi kepemudaan yang lainnya. Namun hal yang fatal adalah saat anggota Organisasi Pemuda Pancasila melakukan penyerangan tiba-tiba terhadap masyarakat, masyarakat saat itu sangat terkejut dan untungnya tidak ada korban. Puncaknya adalah saat anggota Organisasi Pemuda Pancasila melakukan pertemuan di salah satu penginapan Bukit Lawang, masyarakat yang mendengar hal tersebut berkumpul dan langsung menyerang anggota organisasi PP bermaksud untuk mengusir mereka dari Bukit Lawang. Anggota Organisasi Pemuda Pancasila bersembunyi di penginapan tersebut dan tidak berani keluar mengingat jumlah mereka yang tidak seimbang dengan masyarakat. Beberapa jam kemudian akhirnya bantuan dari aparat pun datang untuk meredakan masyarakat ini. Penyelesaian konflik dilakukan dengan kesepakatan antara masyarakat Bukit Lawang dengan anggota organisasi PP yang saat itu juga diikuti oleh aparat sebagai orang ketiga. Kesepakatan bersama tersebut adalah Organisasi Pemuda Pancasila tidak diijinkan lagi berdiri di Bukit Lawang Anggota organisasi Pemuda Pancasila (PP) bisa menerima keputusan itu karena memang anggota organisasi Pemuda Pancasila lah yang memulai konflik dengan masyarakat.


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok), disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini menjelaskan mengenai penyebab terjadinya penolakan organisasi kepemudaan dan bagaimana bentuk-bentuk penolakan pada organisasi kepemudaan di Bukit Lawang.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan terselesaikan, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan tiada henti-hentinya penulis ucapkan kepada orangtua tercinta almarhum ayahanda K. Saragih dan ibunda M. Pakpahan yang telah merawat dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang dan ketulusan yang mendalam serta mendidik penulis dengan kesabaran, semangat dan doa yang begitu suci dan ikhlas kepada penulis. Terima kasih sebesar-besarnya kepada kakak dan abang tersayang Rumi Saragih, Berman Saragih, Hendru Saragih, Ns. Henny Saragih, dan Mondang Marpaung atas semangat, dukungan dan doanya. Begitu juga abang ipar dan kakak ipar L.


(4)

Purba, L. Hutapea, M. Marpaung juga ketiga keponakan Andre, Yoland, dan Pauline, terima kasih atas dukungan dan doanya.

Melalui penulisan ini penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan terima kasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku Ketua Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan sebagai ketua penguji ujian meja hijau penulis yang telah memberikan masukan-masukan dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Ria Manurung, M.Si sebagai penguji dalam ujian seminar proposal serta ujian meja hijau penulis yang selalu memberikan masukan-masukan dalam penulisan skripsi ini.

4. Rasa hormat dan terima kasih yang tidak dapat penulis ucapkan dengan kata-kata kepada Bapak Drs. Junjungan SBP Simanjuntak, M.Si selaku dosen pembimbing sekaligus dosen wali penulis yang telah banyak mencurahkan waktu, tenaga, ide-ide dan pemikiran dalam membimbing penulis dari awal perkuliahan hingga penyelesaian penulisan skripsi ini. 5. Segenap dosen, staf dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara, terutama kepada Kak Fenni Khairifa dan Kak Nurbaiti yang telah cukup banyak membantu penulis selama masa perkuliahan dalam hal administrasi.


(5)

6. Saudara-saudara dan sahabat-sahabat Sosiologi 2008 (“Nalar Cepat, Mental Kuat”) yang sangat penulis sayangi buat Riama Siringo S.Sos, Belman Siagian S.Sos, Shanty J.V.N, Vanny Virgita S.Sos, Nari Boang Manalu S.Sos, Robby Surya Sitompul S.Sos, Frisillia Pardosi, Fitri Aprillia, Richard Rajagukguk S.Sos, Bresman Simamora S.Sos, Desi R.P.M S.Sos, Lenny Nababan S.Sos, Sondang F.Y.H S.Sos, Heberlin Tinambunan, Hendra Hutagalung, Amos Pasaribu S.Sos, Alexander Giovanni Simamora, Ricky, Radja Bako, Arman Silalahi, Yan Berlianta S.Sos, Salmen S.Sos, Eninta S.Sos dan banyak lagi yang belum penulis sebutkan yang selalu bersama-sama selama perkuliahan hingga sampai saat ini dan masa yang akan datang.

7. Pak Tua S. Ginting dan Mak Tua B. Pakpahan atas nasehat, motivasi juga doa kepada penulis selama ini.

8. Sepupuku Nita, Bang Jalich, Kak Yuni, May, Bang Edwin, William, Gina, Kak Lia, Bang Echo, Kak Ona, Windi, Della, Tina dan adik tersayang Odi atas dukungan, motivasi dan doanya kepada penulis selama ini.

9. Sahabat dan teman-teman penulis Santrie Pakpahan, Gustina Manurung, Tien, Mericurie yang selalu memberi motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Para informan, yaitu masyarakat Bukit Lawang yang telah bersedia memberikan waktu dan kesempatan untuk memberikan informasi yang sangat dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi terdapat berbagai kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan


(6)

saran-saran yang sifatnya membangun demi kebaikan tulisan ini. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca dan akhir kata dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Medan, 14 April 2014 Penulis

Okta Virna Saragih NIM: 080901035


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 6

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.4 Manfaat Penelitian... 7

1.4.1 Manfaat Teoritis... 7

1.4.2 Manfaat Praktis... 7

1.5 Definisi Konsep... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Organisasi Kepemudaan... 10

2.2 Keberadaan Organisasi Kepemudaan di Masyarakat... 12

2.3 Prasangka……... 14

2.4 Konflik dalam Kelompok Sosial……….. 16

2.5 Bentuk-Bentuk Resistensi Masyarakat……….... 20

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian... 22

3.2 Lokasi Penelitian... 22


(8)

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 24

3.5 Interpretasi Data... 25

3.6 Jadwal Kegiatan... 26

3.7 Keterbatasan Penelitian... 27

BAB IV DESKRIPSI DAN HASIL INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 28

4.1.1 Keadaan Geografis... 29

4.1.2 Jumlah Penduduk………... 30

4.1.3 Mata Pencaharian Masyarakat………... 32

4.1.4 Sarana dan Prasarana………... 33

` 4.1.5 Sejarah Singkat Berdirinya Organisasi Pemuda Pancasila…. 40

4.2 Profil Informan... 32

BAB V TEMUAN DAN INTERPRETASI DATA 5.1 Pandangan Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan... 79

5.2 Keberadaan Organisasi Kepemudaan Sebelum Konflik………… 81

5.3 Konflik Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan Pemuda Pancasila………. 83

5.3.1 Faktor-Faktor Penolakan Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Pemuda Pancasila)……….…. 87

5.3.2 Penyelesaian Konflik………. 96


(9)

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan... 103 6.2 Saran... 103 DAFTAR DUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan dan Laporan Penelitian……….. 26

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Bukit Lawang……….. 30

Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama……….. 31

Tabel 4.3 Komposisi Penduduk berdasarkan Suku/Etnis………. 31

Tabel 4.4 Komposisi Mata Pencaharian……… 32

Tabel 4.5 Jumlah Sarana dan Prasaran Kesehatan……… 35

Tabel 4.6 Jumlah Sarana dan Prasarana Olah Raga……….. 37


(11)

ABSTRAKSI

Penelitian ini berjudul Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok). Peneliti tertarik melakukan penelitian ini karena terjadinya pergeseran nilai dan orientasi pada organisasi kepemudaan di Desa Perkebunan Bukit Lawang, sehingga masyarakat mempunyai prasangka yang buruk tentang organisasi kepemudaan tersebut. Pada dasarnya organisasi kepemudaan merupakan salah satu wadah untuk meningkatkan kualitas diri, kelompok, dan juga masyarakat serta mengamalkan kemampuannya untuk kesejahteraan kelompok dan masyarakat sekaligus membangun masa depan yang lebih baik bagi diri anggota serta lingkungannya.

Metode dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah 11 orang yang menetap lebih dari 15 tahun serta mengalami konflik antara masyarakat dengan anggota organisasi Pemuda Pancasila.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa perlawanan yang dilakukan masyarakat Bukit Lawang terhadap Organisasi Pemuda Pancasila adalah perlawanan terbuka. Munculnya perlawanan ini karena masyarakat mulai merasa resah dan tidak nyaman akan keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila. Anggota Organisasi Pemuda Pancasila pada saat itu melakukan hal-hal yang merugikan masyarakat dan juga pengunjung yang datang ke Bukit Lawang, seperti adanya rencana membuat tarif parif dihitung perjamnya, pungutan liar, pemberian kong (pajak getah), anggota organisasi PP yang terkesan premanisme, sering terjadi bentrokan, juga bentrokan yang terjadi antara anggota organisasi PP dengan anggota organisasi kepemudaan yang lainnya. Namun hal yang fatal adalah saat anggota Organisasi Pemuda Pancasila melakukan penyerangan tiba-tiba terhadap masyarakat, masyarakat saat itu sangat terkejut dan untungnya tidak ada korban. Puncaknya adalah saat anggota Organisasi Pemuda Pancasila melakukan pertemuan di salah satu penginapan Bukit Lawang, masyarakat yang mendengar hal tersebut berkumpul dan langsung menyerang anggota organisasi PP bermaksud untuk mengusir mereka dari Bukit Lawang. Anggota Organisasi Pemuda Pancasila bersembunyi di penginapan tersebut dan tidak berani keluar mengingat jumlah mereka yang tidak seimbang dengan masyarakat. Beberapa jam kemudian akhirnya bantuan dari aparat pun datang untuk meredakan masyarakat ini. Penyelesaian konflik dilakukan dengan kesepakatan antara masyarakat Bukit Lawang dengan anggota organisasi PP yang saat itu juga diikuti oleh aparat sebagai orang ketiga. Kesepakatan bersama tersebut adalah Organisasi Pemuda Pancasila tidak diijinkan lagi berdiri di Bukit Lawang Anggota organisasi Pemuda Pancasila (PP) bisa menerima keputusan itu karena memang anggota organisasi Pemuda Pancasila lah yang memulai konflik dengan masyarakat.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan masyarakatnya yang memiliki banyak suku, bahasa, agama, etnis, dan ras. Keberagaman latar belakang itu merangsang tumbuhnya kelompok-kelompok di dalam masyarakat. Selain itu timbulnya kepentingan masyarakat yang sama serta jiwa gotong royang yang kuat juga menyebabkan masyarakat membentuk kelompok atau badan yang bertujuan untuk mencapai tujuan tersebut secara gotong royong. Di antara keberagaman latar belakang ini tumbuhlah organisasi-organisasi untuk menyatukan orang-orang yang mempunyai paham atau pandangan hidup yang sama. Selanjutnya, secara resmi menjelma menjadi sebuah organisasi yang mempunyai visi dan misi tertentu. Basis organisasi ini ada yang di kampus, di kampung, di kecamatan, di gereja, di tempat kerja, dan di tempat-tempat lainnya. Ragam asas yang ada dalam organisasi pun ada yang berdasarkan agama, keyakinan, suku, ras, lingkup kerja, sudut pandang, gender, ketokohan, dan lain-lain.

Organisasi merupakan pilihan dari kebanyakan orang yang ingin belajar untuk lebih mengetahui beberapa hal, belajar untuk mengemukakan pendapat, dan memberikan sesuatu kepada orang lain sebagai sasaran dari setiap acara yang akan dilakukan. Organisasi yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa, lebih sempitnya lagi pedesaan ataupun perkampungan adalah organisasi kepemudaan. Pemuda merupakan elemen yang sangat penting dalam pembangunan dan mampu mendorong keberhasilan daerah. Pemuda atau generasi


(13)

muda adalah kelompok manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan mengisi pembangunan yang kini telah berlangsung. Pemuda juga dapat diartikan sebagai generasi yang memiliki tanggung jawab yang besar. Dan pada dirinya dibebani berbagai macam-macam harapan, terutama dari generasi sebelumnya. Posisi generasi muda dalam masyarakat adalah sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa, masa depan suatu bangsa ini terletak pada generasi muda sebab generasi muda yang nantinya menggantikan generasi sebelumnya dalam memimpin bangsa.

Salah satu wadah untuk mengembangkan dan membentuk pemuda yang berkarakter adalah melalui organisasi kepemudaan. Pemuda yang diharapkan oleh masyarakat adalah pemuda yang inovatif dan kreatif, melalui organisasi kepemudaan, pemuda dapat membentuk dirinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Organisasi kepemudaan adalah organisasi atau golongan manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan ke arah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan mengisi pembangunan yang kini telah berlangsung. Organisasi kepemudaan sangat berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat, organisasi ini berfungsi untuk mengatur aspirasi pemuda dalam suatu kehidupan bermasyarakat. Kedudukan organisasi pemuda dalam masyarakat adalah sebagai mahluk moral, mahluk sosial. Artinya beretika, bersusila, dijadikan sebagai barometer moral kehidupan bangsa dan pengoreksi. Sebagai mahluk sosial artinya pemuda tidak dapat berdiri sendiri, hidup bersama-sama, dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma, kepribadian, dan pandangan hidup yang dianut masyarakat. Sebagai mahluk individual artinya tidak melakukan kebebasan sebebas-bebasnya, tetapi disertai ras tanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat, dan terhadap

Tuhan Yang maha Esa

April


(14)

Organisasi kepemudaan di Sumatera Utara cukup diterima masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya organisasi kepemudaan yang berkembang dan memiliki cabang di berbagai daerah di Sumatera Utara. Salah satu contoh bukti dari berkembangnya organisasi kepemudaan dapat dilihat dari perkembangan organisasi Pemuda Pancasila yang akhir-akhir ini berkembang pesat dan membuat organisasi Pemuda Pancasila dikenal di tengah-tengah masyarakat sebagai salah satu Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) di bawah naungan KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) sebagai induk organisasi kepemudaan di Indonesia, begitu juga di Sumatera Utara. Organisasi Pemuda Pancasila di Sumatera Utara banyak membantu masyarakat dalam memecahkan berbagai masalah yang timbul dan organisasi ini juga dianggap sebagai motor penggerak di setiap kegiatan di masyarakat, baik dalam bidang sosial, ekonomi, maupun bidang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas).

Bukit Lawang merupakan salah satu daerah wisata yang terletak di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Panorama alam yang indah, sungai yang jernih, kawasan hutan yang membukit, keanekaraganam pohon serta keberadaan Orangutan Sumatra menjadi daya tarik utama bagi para wisatawan baik lokal maupun mancanegara untuk datang berkunjung ke Bukit Lawang. Bukit Lawang merupakan kawasan konservatif dari hutan dan hewan langka di dalam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Mayoritas masyarakat Desa Bukit Lawang adalah bersuku Jawa, suku lain adalah suku Melayu, Batak Toba, Batak Karo, Padang, Aceh, dan lain-lain. Pariwisata merupakan mata pencaharian utama bagi penduduk Desa Bukit Lawang, baik sebagai pemilik penginapan, pemandu wisata, penjual cenderamata dan sebagainya. Mata


(15)

pencaharian sebagai pedagang juga banyak dilakukan oleh masyarakat, yaitu sebagai pedagang makanan, pedagang kelontong, dan pedagang di pasar. Selain itu mata pencaharian di bidang pertanian, baik itu petani dan juga buruh tani. Serta mata pencaharian lain seperti, guru sekolah, pengrajin, buruh bangunan dan penjahit.

Sebagian besar pemuda di Bukit Lawang aktivitasnya adalah sebagai pemandu wisata dan juga sebagai asisten pemandu wisata yang membantu pemandu wisata dalam melayani wisatawan, seperti mengangkat barang-barang wisatawan. Beberapa pemuda Bukit Lawang biasanya menghabiskan waktu luangnya dengan berkumpul bersama dan melakukan kegiatan olahraga bersama seperti bermain tenis meja. Hal ini terjadi hampir setiap sore sampai malam hari. Selain itu, setiap Sabtu biasanya para pemuda menghadiri acara live music di salah satu cafe di Bukit Lawang, yaitu Cafe Indra Valley. Disini mereka mempertunjukkan bakat musik mereka, mereka juga membentuk sebuah band. Masyarakat Desa Bukit Lawang juga mengikuti organisasi, antara lain organisasi PKK, KUD, HPI. Namun yang paling menonjol adalah organisasi HPI. HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia) adalah kumpulan pemandu wisata yang ada di Desa Bukit Lawang. HPI merupakan organisasi yang didominasi oleh pemuda-pemudi setempat yang berupaya menciptakan kelestarian lingkungan melalui bidang pariwisata..

Organisasi kepemudaan pada dasarnya merupakan salah satu wadah untuk meningkatkan kualitas diri, kelompok, dan juga masyarakat, serta mengamalkan kemampuannya untuk kesejahteraan kelompok dan masyarakat sekaligus membangun masa depan yang lebih baik bagi diri anggota serta lingkungannya.


(16)

Dalam penerapannya nilai-nilai organisasi sering tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tertentu. Organisasi juga terkadang mengalami banyak pergeseran nilai dan orientasi karena makin berkurangnya pemahaman dan pengetahuan mengenai visi dan misi organisasi tersebut. Keadaan ini membuat sebagian masyarakat mempunyai prasangka yang buruk tentang organisasi kepemudaan.

Di Desa Bukit Lawang tidak ditemukan adanya organisasi kepemudaan, hal ini karena adanya anggapan dari masyarakat, bahwa organisasi kepemudaan yang mereka kenal tidak bersahabat dengan masyarakat. Padahal organisasi ini berperan penting terhadap pembangunan yang berkarakter (character building) bagi masyarakat di Desa Bukit Lawang, terutama bagi pemuda. Organisasi kepemudaan adalah sebagai wadah tuntutan dan penyaluran aspirasi generasi muda. Namun, walaupun organisasi kepemudaan seperti ini tidak ada, masyarakat Bukit Lawang tetap berpartisipasi dalam kegiatan sosial seperti gotong rotong.

Keindahan dan keunikan panorama Bukit Lawang sempat terusik dengan adanya konflik yang terjadi di Bukit Lawang pada tahun 2001. Konflik yang terjadi antara masyarakat dengan organisasi kepemudaan dan antar organisasi kepemudaan. Kondisi inilah yang pada saat itu membuat pariwisata Bukit Lawang mengalami kendala dalam mengembangkan dan memajukan pariwisata di daerah tersebut.

“Pada tahun 2001 terjadi pertikaian antara warga dan organisasi Pemuda Pancasila (PP) di Bukit Lawang dan dua warga yang terlibat dalam pertikaian menjadi korban. Pertikaian ini terjadi tanggal 9 Juli 2001, berawal ketika Pemuda Pancasila (PP) nekat mengadakan musyawarah daerah luar biasa (musdalub) yang semula warga sekitar sudah mengingatkan agar organisasi masyarakat tersebut tidak melaksanakan acara di tempat tersebut. Dua kelompok ini ternyata tidak pernah cocok. Selama ini, warga sekitar yang banyak


(17)

berprofesi sebagai pedagang di kawasan wisata itu merasa keberatan dengan kutipan yang harus diberikan kepada PP, yang memang menguasai keamanan dan lahan parkir di kawasan itu. Namun, peringatan itu tidak digubris panitia penyelenggara musdalub. Akibatnya, penduduk setempat marah dan mengepung lokasi tersebut. Tidak sekadar mengepung, warga yang dibakar emosi itu kemudian membakar kendaraan, sedikitnya tiga mobil peserta”. (http ://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2001/07/16/DH/mbm.20010 20.45 WIB)

Hal diatas memperlihatkan bahwa masyarakat pernah menolak adanya organisasi kepemudaan di Desa Bukit Lawang. Sampai sekarang pun di Desa Bukit Lawang tidak ditemukan adanya organisasi kepemudaan. Berdasarkan latar belakang masalah inilah peneliti tertarik untuk melihat persoalan mengenai penolakan masyarakat terhadap organisasi kepemudaan.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengapa terjadi penolakan pada organisasi kepemudaan di Desa Bukit Lawang?

b. Bagaimana bentuk-bentuk penolakan pada organisasi kepemudaan di Desa Bukit Lawang?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui mengapa terjadi penolakan pada organisasi kepemudaan di desa Bukit Lawang.


(18)

b. Untuk mengetahui bentuk-bentuk penolakan pada organisasi kepemudaan di desa Bukit Lawang.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Untuk melatih kemampuan akademis sekaligus penerapan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh.

b. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini nantinya dapat dimanfaatkan sebagai referensi bagi perkembangan ilmu sosiologi.

c. Sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya yang mempunyai keterkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.

1.4.2 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan suatu informasi yang berisikan tentang penolakan masyarakat Bukit Lawang terhadap organisasi kepemudaan, dan informasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh para masyarakat dan pemerintah.

1.5 Definisi Konsep

Berdasarkan uraian di atas dan berdasarkan topik permasalahan yang diangkat alam penelitian ini maka dapat diambil batasan dalam konseptul, yaitu sebagai berikut:


(19)

berasal dari kata resist + ance adalah menunjukan pada posisi sebuah sikap untuk berperilaku bertahan, berusaha melawan, menentang atau upaya paham yang jelas tanggal 12 Juli 2012, pukul 19.25 WIB).

2. Masyarakat

Yaitu sekumpulan orang atau manusia yang hidup berkelompok dan bertempat tinggal dalam satu wilayah tetap dan saling berinteraksi. Masyarakat juga merupakan suatu sistem dan kebiasaan, dan tata cara demi wewenang dan kerja sama atau kelompok dan penggolongan demi pengawasan tingkah laku serta kebiasaan manusia.

3. Organisasi

Yaitu unit sosial yang sengaja didirikan untuk jangka waktu yang relatif lama, beranggotakan dua orang atau lebih yang bekerja bersama-sama dan terkoordinasi, mempunyai pola kerja tertentu yang terstruktur, dan didirikan untuk mencapai tujuan bersama atau satu set tujuan yang telah ditentukan sebelumnya (Sobirin, 2007:5).

4. Organisasi kepemudaaan

Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2011 menyatakan bahwa kepemudaan adalah berbagai hal yang berkaitan dengan potensi, tanggung jawab, hak, karakter, kapasitas, aktualisasi


(20)

diri, dan cita-cita pemuda. Organisasi kepemudaan yaitu organisasi atau golongan manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan ke arah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan mengisi pembangunan yang kini telah berlangsung.

5. Konflik

Yaitu suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Organisasi Kepemudaan

Kata “organisasi” mempunyai dua pengertian umum. Pengertian pertama menandakan suatu lembaga atau kelompok fungsional seperti organisasi perusahaan, rumah sakit, perwakilan pemerintah atau suatu kumpulan olahraga. Pengertian kedua berkenaan dengan proses pengorganisasian, sebagai suatu cara dimana kegiatan organisasi dialokasikan dan ditugaskan di antara para anggotanya agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien (Handoko 2000: 167). Menurut James A.F. Stoner (1996: 6), organisasi adalah dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam cara yang terstruktur untuk mencapai sasaran spesifik atau sejumlah sasaran. Jadi organisasi merupakan sekumpulan orang yang bekerja sama dengan sistem tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan.

Sebuah organisasi dapat terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti penyatuan visi dan misi serta tujuan yang sama dengan perwujudan eksistensi sekelompok orang tersebut terhadap masyarakat. Organisasi yang dianggap baik adalah organisasi yang dapat diakui keberadaannya oleh masyarakat disekitarnya, karena memberikan kontribusi seperti; pengambilan sumber daya manusia dalam masyarakat sebagai anggota-anggotanya sehingga menekan angka pengangguran.

Berdasarkan data Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2005-2025 yang dilakukan BPS berdasarkan pada SUPAS 2005, jumlah pemuda tahun 2009 mengalami pasang surut. Pada tahun 2009, jumlah pemuda sebanyak 62,77 juta jiwa. Angka tersebut terus mengalami kenaikan sampai dengan tahun 2011 menjadi 62,92 juta jiwa (kppo.b appenas.go.id/files/-1Proyeksi%20Jumlah%20Pemuda.pdfm diakses pada tanggal 1 April 2012, pukul 15.37 WIB).


(22)

Dengan jumlahnya yang mencapai 62,92 juta jiwa, pemuda merupakan salah satu kekuatan terbesar bagi bangsa Indonesia. Jumlah ini merupakan populasi yang sangat besar, karena itu pemuda memiliki posisi yang strategis bagi bangsa Indonesia. Dengan jumlah sebesar itu, pemuda terbagi dalam berbagai organisasi, baik organisasi kepemudaan seperti KNPI yang telah tersusun rapi dari tingkat pusat hingga ke daerah maupun yang lainnya (Sholehuddin 2008: 10).

Organisasi kepemudaan adalah lembaga nonformal yang tumbuh dan eksis dalam masyarakat antara lain ikatan remaja masjid, kelompok pemuda (karang taruna) dan sebagainya (Warastuti, 2006). Pengertian lain menyatakan organisasi kepemudaan adalah organisasi sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh, dan untuk masyarakat terutama generasi muda di desa/kelurahan atau komunitas adat sederajat yang bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial.

Organisasi kepemudaan diorientasikan untuk menjadi organisasi pelayanan kemanusiaan penyelenggara usaha kesejahteran sosial yang memiliki pendekatan dan standar pada pendekatan pekerja sosial yang memadai 20.05 WIB).

Pada dasarnya organisasi kepemudaan memiliki tujuan terarah yang sesuai dengan program kerja dari organisasi tersebut, namun secara khusus yang terlihat pada saat sekarang sangat berbeda bila dibandingkan dengan tujuan dari organisasi kepemudaan yang ada pada awal kemerdekaan. Hal ini sesuai dengan kemajuan zaman yang dinamis dengan kinerja dan program pemerintah yang bekuasa. Satu organisasi terbentuk berdasarkan atas suatu perencanaan yang memiliki visi dan misi serta memiliki aturan yang mengikat atau berbadan hukum


(23)

yang diakui. Dalam organisasi juga tercantum suatu tujuan yang harus dicapai sesuai dengan bentuk organisasi tersebut bergerak pada bidang apa dan bagaimana cara kerjanya.

Bila dilihat dari tujuan organisasi kepemudaan yang ada pada saat awal kemerdekaan, suatu organisasi pemuda hanya bergerak dalam pendidikan dan seni budaya dan tidak terlalu jauh dari pada itu. Seperti halnya pada organisasi Boedi Oetomo yang direkrut sebagai angota hanya terbatas dalam suatu wilayah. Namun seiring dengan berjalanya waktu suatu oraganisasi berubah dan berkembang tujuannya dan terbuka mengenai hal-hal yang mersifat umum, namun suatu oraganisasi di tuntut untuk sangat peka terhadap lingkungan, kebijakan pemerintah, aparatur Negara, sosial dan keagamaan.

2.2 Keberadaan Organisasi Kepemudaan di Masyarakat

Secara umum organisasi kepemudaan mempunyai tujuan sebagai berikut :

1.Merangkul setiap pemuda untuk bersatu.

2.Memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempererat persaudaraan.

3.Mengembangakan pola pikir para pemuda untuk peka terhadap segala hal, baik itu lingkungan secara fisik maupun nonfisik.

4.Melatih dan mempersiapkan skil para pemuda.

5.Ikut membantu dan mengoreksi setiap kebijakan pemerintah.

Sedangkan secara khusus organisasi kepemudaan mempunyai tujuan tersendiri yaitu tujuan untuk kepentingan organisasi itu sendiri seperti:

1.Memajukan dan membesarkan nama organisasi. 2.Mengutamakan kesejahteraan anggota organisasi.


(24)

3.Mendapatkan pengakuan dari pemerintah dan masyarakat (http://e nggangborneor WIB).

Organisasi kepemudaan diharapkan menjadi wadah komunikasi dan pemersatu generasi muda, sebagai wadah penempatan diri bagi para pemuda dalam rangka persiapan memasuki kehidupan yang sebenarnya di tengah-tengah masyarakat, wadah untuk memberdayakan potensi dan mendukung kepentingan nasional, serta sebagai wadah untuk mengembangkan kepemimpinan, kewirausahaan, dan kepeloporan.

Namun dalam beberapa hal organisasi kepemudaan kadang-kadang mengabaikan tugas dan kewajibannya. Bila dilihat dalam kehidupan sehari-hari organisasi pemuda tidak dimanfaatkan oleh pemuda sebagai wadah pembinaan dan pengembangan bagi para kaula pemuda dan juga jarang digunakan sebagai wadah penempatan diri bagi para pemuda dalam rangka persiapan memasuki kehidupan yang sebenarnya di tengah-tengah masyarakat. Organisasi kepemudaan seringkali digunakan sebagai wadah untuk melakukan hal-hal yang negatif yang dapat meresahkan masyarakat misalnya terjadi perkelahian antara masyarakat dengan organisasi kepemudaan yang mengambil korban jiwa, juga perkelahian antara organisasi kepemudaan yang satu dengan organisasi lainnya. Organisasi kepemudaan seolah-olah digunakan sebagai wadah memamerkan kekuatan. Sebagian masyarakat menganggap bahwa organisasi kepemudaan itu tempat kumpulan orang-orang yang brutal yang membuat keresahan masyarakat dan merusak generasi muda (Jhon 2008: 19)


(25)

2.3 Prasangka

Prasangka (prejudice) merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin. Prae berarti sebelum dan Judicium berarti keputusan. Prasangka merupakan sikap negatif terhadap sesuatu, yang lebih berada pada taraf individual. Disebut individual karena pada dasarnya yang berprasangka itu adalah manusia individu, dan bukan manusia sebagai kelompok. Namun bila semakin banyak orang dalam kelompok dihinggapi prasangka yang sama, atau dengan kata lain, prasangka tadi semakin meluas di kalangan masyarakat, maka prasangka tadi disebut prasangka sosial (Atoshoki, 2002: 166). Prasangka (prejudice) ialah stereotip negatif dan ketidaksukaan atau kebencian yang kuat dan tidak rasional terhadap suatu kelompok (Wade 2008: 314). Prasangka juga dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat emosional, yang akan mudah sekali menjadi motivator munculnya ledakan konflik.

Pada umumnya prasangka itu bersifat negatif. Yang menjadi korban adalah individu atau kelompok yang dikenai prasangka. Orang tidak begitu saja secara otomatis berprasangka terhadap orang lain. Tetapi ada faktor-faktor tertentu yang menyebabkan ia berprasangka. Ada beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya prasangka yaitu:

a. Prasangka timbul karena kesan yang menyakitkan atau pengalaman yang tidak menyenangkan.

b. Prasangka timbul karena adanya anggapan yang sudah menjadi pendapat umum atau kebiasaan di dalam lingkungan tertentu.


(26)

c. Prasangka timbul karena adanya perbedaan, dimana perbedaan ini menimbulkan perasaan superior. Perbedaan disini bias meliputi:

- Perbedaan fisik/biologis, ras. - Perbedaan lingkungan/geografis. - Perbedaan kekayaan.

- Perbedaan status sosial.

- Perbedaan kepercayaan/agama. - Perbedaan norma sosial.

d. Orang berprasangka dalam rangka mencari kambing hitam. Dalam berusaha, seseorang mengalami kegagalan atau kelemahan. Sebab dari kegagalan itu tidak dicari pada dirinya sendiri tetapi pada orang lain. Orang lain inilah yang dijadikan kambing hitam sebagai sebab kegagalannya.

e. Orang berprasangka, karena memang ia sudah dipersiapkan dalam lingkungannya atau kelompoknya untuk berprasangka (Ahmadi, 2007: 195).

Prasangka juga umumnya lahir dalam kondisi dimana jarak sosial yang ada diantara berbagai kelompok cukup rendah. Apabila dua etnis dalam suatu wilayah tidak berbaur secara akrab, maka kemungkinan terdapat prasangka dalam wilayah tersebut cukup besar. Demikian juga jika antara pemeluk agama tidak bergaul cukup akrab, maka prasangka antar pemeluk agama akan cukup besar. Prasangka juga menyebabkan adanya jarak sosial. Semakin besar prasangka yang timbul maka semakin besar jarak sosial yang terjadi. Seseorang tentu tidak ingin berakrab ria dengan orang lain yang dia prasangkai. Jadi antara prasangka dan jarak sosial terjadi lingkaran.


(27)

Jarak sosial melahirkan prasangka, dan prasangka melahirkan jarak sosial, begitu seterusnya. Salah satu contoh masih adanya jarak sosial yang tinggi antar kelompok adalah masih mudah ditemui adanya keengganan orangtua bila anak-anaknya menikah dengan orang yang berbeda kelompok, misalnya berbeda kelompok etnik 15 April 2012, pukul 20.00 WIB).

Robert Park dan Ernst Burgess mendefinisikan jarak sosial sebagai kecenderungan untuk mendekat atau menjauhkan diri pada suatu kelompok. Apabila individu anggota kelompok menaruh simpati terhadap suatu kelompok (misalnya kelompok A) maka kelompok A ini akan ditempatkan dalam posisi yang dekat dengannya, sedangkan kelompok B dimana tidak dikenal simpati tetapi bahkan antipati maka kelompok B ini akan ditempatkan pada posisi yang jauh darinya. Semakin bertentangan atau bermusuhan bahkan saling membenci di antara 2 kelompok itu maka makin jauh jarak sosial. Apabila situasi ini berlangsung cukup lama, jarak sosial ini akan menjadi norma di dalam kelompok. Jarak sosial yang sudah menjadi norma di dalam kelompok akan dapat menimbulkan suatu kejadian bahwa orang berprasangka tanpa bergaul dulu dengan individu atau kelompok yang dikenai prasangka itu (Ahmadi, 2007: 197).

2.4 Konflik dalam Kelompok Sosial

Menurut Muzafer Sherif, kelompok sosial adalah suatu kesatuan sosial yang terdiri dari dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma-norma tertentu (Santosa, 2009:36). Adapun persyaratan kelompok sosial (Soekanto, 2003:166) adalah :


(28)

1. Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan sebagian dari kelompok yang bersangkutan.

2. Adanya hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan yang lain. 3. Terdapat suatu faktor yang dimilki bersama oleh anggota-anggota kelompok

itu, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat. Faktor tadi dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama, ideologi yang sama dan lain-lain.

Kelompok-kelompok sosial merupakan himpunan atau kesatuan-kesatuan manusia yang hidup bersama. Hubungan tersebut antara lain menyangkut kaitan timbal-balik yang saling pengaruh-mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling tolong-menolong. Suatu kelompok sosial cenderung untuk tidak menjadi kelompok yang statis, akan tetapi selalu berkembang serta mengalami perubahan-perubahan baik dalam aktivitas maupun bentuknya. Kelompok tadi dapat menambahkan alat-alat perlengkapan untuk dapat melaksanakan fungsi-fungsinya yang baru di dalam rangka perubahan-perubahan yang dialaminya, atau bahkan sebaliknya dapat mempersempit ruang lingkupnya (Soekanto, 2003:115). Dalam setiap kelompok sosial selalu ada benih-benih pertentangan antara individu-individu, kelompok dan kelompok, individu atau kelompok dengan pemerintah. Pertentangan ini biasanya berbentuk nonfisik, tetapi dapat berkembang menjadi benturan fisik, kekerasan, dan tidak berbentuk kekerasan.

Konflik merupakan suatu kenyataan hidup yang tidak akan dapat terhindarkan dan bersifat kreatif. Konflik berasal dari kata kerja Latin, yaitu configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok)


(29)

dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi, perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya

Menurut Karl Marx, didalam masyarakat senantiasa ada konflik. Konflik ini adalah gejala yang melekat dan bersifat kekal pada masyarakat. Setiap masyarakat disusun berdasarkan diferensiasi sosial atau sistem bertingkat-tingkat (sistem kelas-kelas). Kondisi tersebut memungkinkan munculnya perbedaan-perbedaan yang dapat melahirkan kepentingan yang berbeda kelas antar kelas (Doyle, 1986 : 122). Dahrendorf dalam Johnson (1986:194) menjelaskan bahwa: 1. Setiap masyarakat kapan saja tunduk pada proses perubahan; perubahan

sosial ada di mana-mana.

2. Setiap masyarakat kapan saja memperlihatkan perpecahan dan konflik; konflik sosial ada dimana-mana.

3. Setiap elemen dalam masyarakat menyumbang disintegrasi dan perubahan. 4. Setiap masyarakat didasarkan pada paksaan dari beberapa anggotanya atas

orang lain.

Kekuasaan dan wewenang senantiasa menempatkan individu pada posisi atas dan posisi bawah dalam setiap struktur. Karena wewenang itu adalah sah, maka setiap individu yang tidak tunduk terhadap wewenang yang ada akan terkena sanksi. Dengan demikian masyarakat disebut oleh Dahrendof sebagai persekutuan yang terkoordinasi secara paksa (imperatively coorninated


(30)

associtations). Beda antara kekuasaan dan wewenang adalah bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain dapat dinamakan kekuasaan. Sedangkan wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang, yang mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat (Soekanto, 2003:266).

Adanya perbedaan peran dan status di dalam masyarakat menyebabkan adanya golongan penguasa dan yang dikuasai. Kekuasaan selalu memisahkan dengan tegas antara penguasa dan yang dikuasai maka dalam masyarakat selalu terdapat dua golongan yang saling bertentangan. Masing-masing golongan dipersatukan oleh ikatan kepentingan nyata yang bertentangan secara substansial dan secara langsung diantara golongan-golongan itu. Pertentangan itu terjadi dalam situasi dimana golongan yang berkuasa berusaha mempertahankan status-quo sedangan golongan yang dikuasai berusaha untuk mengadakan perubahan-perubahan. Pertentangan kepentingan ini selalu ada setiap waktu dan dalam setiap unsur.

Dahrendorf membedakan golongan yang terlibat konflik atas tiga tipe kelompok, yaitu kelompok semu (quasi group) atau sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan yang sama atau merupakan kumpulan dari para pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan (Dahrendorf, 1959:180). Kelompok yang kedua adalah kelompok kepentingan (interest group). Kelompok kepentingan terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas, mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan serta anggota yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat (Ritzer, 2007:27).


(31)

Dari berbagai jenis kelompok kepentingan inilah muncul kelompok konflik atau kelompok yang terlibat dalam konflik kelompok aktual (Ritzer, edisi keenam 2008:156). Konflik yang terjadi menyebabkan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Segera setelah kelompok konflik muncul, kelompok tersebut akan melakukan tindakan yang menyebabkan perubahan dalam struktur sosial. Bila konflik itu hebat, perubahan yang terjadi adalah perubahan yang radikal, bila konflik itu disertai dengan tindakan kekerasan, akan terjadi perubahan struktur secara tiba-tiba (Ritzer, edisi keenam 2008:157).

2.5 Bentuk-Bentuk Resistensi Masyarakat

Scott mendefinisikan perlawanan sebagai segala tindakan yang dilakukan oleh kaum atau kelompok subordinat yang ditujukan untuk mengurangi atau menolak klaim (misalnya harga sewa atau pajak) yang dibuat oleh pihak atau kelompok superdinat terhadap mereka. Scott membagi perlawanan tersebut menjadi dua bagian yaitu:

a. Perlawanan tertutup atau tersembunyi (hidden transcript) b. Perlawanan terbuka atau publik (public transcript)

Kedua kategori tersebut oleh Scott dibedakan atas artikulasi perlawanan; bentuk, karakteristik, wilayah sosial dan budaya (http://www.scribd.com/doc/76690453/6/

Perlawanan tertutup atau tersembunyi dikarakteristikan oleh adanya interaksi tertutup, tidak langsung antara kelas-kelas subordinat dengan kelas-kelas superdinat. Perlawanan tertutup disebut juga perlawanan simbolis atau ideologis


(32)

seperti gossip, fitnah, penolakan terhadap kategori-kategori yang dipaksakan kepada masyarakat, dan penarikan kembali rasa hormat kepada pihak penguasa (Scott, 1993: 303). Perlawanan tertutup dapat dicirikan sebagai perlawanan yang bersifat: a) tidak terorganisasi, tidak sistematis dan individual, b) bersifat untung-untungan dan ‘berpamrih’ (nafsu akan kemudahan), c) tidak mempunyai akibat-akibat revolusioner, dan/ atau d) dalam maksud dan logikanya mengandung arti penyesuaian dengan sistem dominasi yang ada (Scott, 1993: 305). Perwujudan dari perlawanan tertutup yaitu kejahatan-kejahatan seperti pencurian kecil-kecilan, hujatan, makian, bahkkan pura-pura patuh (tetap di belakang membangkang).

Perlawanan terbuka atau publik dikarakteristikan oleh adanya interaksi terbuka antara kelas- kelas subordinat dengan kelas- kelas superdinat. Scott mencirikan perlawanan terbuka sebagai perlawanan yang bersifat: a) terorganisasi, sistematis, dan kooperatif, b) berprinsip atau tanpa pamrih, c) mempunyai akibat-akibat revolusioner, dan/atau d) mengandung gagasan atau tujuan yang meniadakan dasar dari dominasi itu sendiri (Scott, 1993: 305). Manifestasi dari bentuk perlawanan ini adalah digunakannya cara-cara kekerasan seperti pemberontakan.


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini digunakan metode penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Menurut Yin, studi kasus merupakan suatu strategi penelitian empiris yang dipilih berkenaan pertanyaan “bagaimana” atau mengapa sedang diajukan, bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) dalam konteks kehidupan nyata (Yin, 2003:1)

Pendekatan kualitatif adalah (Moleong, 2006:3) prosedur penelitian yang mengahasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sementara itu Kirk dan Miller mendefinisikan bahwa pendekatan kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat. Adapun yang menjadi alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah Desa Bukit Lawang merupakan salah satu wilayah dimana masyarakatnya menolak untuk bergabung dengan organisasi kepemudaan.


(34)

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 1998:2). Unit analsis masalah kualitatif tediri dari tingkat yang sangat mikro, yaitu pikiran dan tindakan individu, sampai dengan konteks yang paling makro. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Desa Bukit Lawang.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang yang diwawancarai, diminta informasi oleh peneliti. Informan merupakan orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data, informasi, ataupun fakta dari suatu objek penelitian (Bungin, 2007: 108).

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah: Informan Kunci :

- Perangkat desa - Tokoh-tokoh agama - Tokoh-tokoh pemuda - Ketua-ketua lembaga - Tokoh-tokoh adat - Pengusaha setempat

Informan Biasa :


(35)

Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 11 orang. Informan kunci berjumlah 7 orang yaitu MS, HT, PBS, JPM, GR, LW, MPA. Jumlah informan biasa ada 4 orang yaitu JN, DL, AS, VC.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah: 1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data primer adalah dengan cara:

a. Wawancara mendalam, yaitu suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan, denngan maksud mendapatkan gambaran lengkap tentang topik yang diteliti (Bungin, 2007: 110).

b. Observasi merupakan suatu bentuk pengamatan dari obejk penelitian dimana peneliti hanya menjadi pengamat yang pasif. Observasi dilakukan untuk memperoleh data pendukung hasil wawancara.

2. Data sekunder

Data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari berbagai buku-buku referensi, dokumen dan internet yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.


(36)

3.5 Interpretasi Data

Analisa data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memfokuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain. (Bogdan & Biklan, 1982 dalam Moleong, 2006: 280-281). Akhirnya perlu dikemukakan bahwa analisis data dilakukan dalam proses. Proses berarti pelaksanaannya sudah mulai dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif sesudah meninggalkan lapangan penelitian.


(37)

3.6 Jadwal Kegiatan

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian

No. Kegiatan Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Pra proposal 

2. ACC penelitian 

3. Penyusunan proposal

penelitian

 

4. Seminar proposal penelitian 

5. Revisi proposal penelitian 

6. Penelitian lapangan    

7. Pengumpulan data dan analisa data

   

8. Bimbingan skripsi    

9. Penulisan laporan akhir  


(38)

3.7 Keterbatasan Peneliti

Keterbatasan dalam penelitian ini disebabkan oleh keterbatasan tentang metode ilmiah dan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh para informan. Peneliti sering kali tidak tepat waktunya bagi informan ketika mewawancarai informan tersebut, ini disebabkan karena aktivitas informan yang tidak memiliki jadwal pasti. Jadi peneliti menyiasatinya dengan melakukan penelitian ketika informan sedang beristirahat di warung-warung.

Adapun yang menjadi kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan penelitian ini adalah masalah jarak dan waktu yang lumayan jauh. Keterbatasan lainnya dalam penelitian ini adalah kurangnya pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian ilmiah. Peneliti mengalami kesulitan dalam melakukan deskripsi data maupun menginterpretasikan data-data yang diperoleh, baik melalui wawancara maupun observasi. Selain itu referensi buku maupun jurnal yang dikuasai peneliti pun sangat sedikit. Walaupun demikian peneliti tetap berusaha dalam melakukan penelitian ini dengan maksimal agar data yang diperoleh menjawab permasalahan dalam penelitian ini dan penelitian ini dapat selesai.


(39)

BAB IV

TEMUAN DATA DAN INTEPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Keadaan Geografis

a. Letak

Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Perkebunan Bukit Lawang, merupakan daerah yang berada di wilayah Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat. Letak geografis desa ini adalah 2˚55’ -4˚05’ LU dan 98˚30’BT. Ketinggian Desa Perkebunan Bukit Lawang adalah 108 m di atas permukaan laut. Secara geogarafis Desa Perkebunan Bukit Lawang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Air Tenang. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Bungara. c. Sebelah Timur berbatasan dengan Timbang Lawan. d. Sebelah Barat berbatasan dengan T.N.G.L.

b. Luas Wilayah

Luas wilayah Desa Perkebunan Bukit Lawang adalah 1926, 60 Ha. Yang terdiri dari 7 dusun yaitu Dusun Pondok Bawah, Dusun Pondok Atas, Dusun Pondok Enam, Dusun Pondok Sepuluh, Dusun Gotong Royong, Dusun Kampung Seberang, dan Dusun Perumahan Wisata. Sebagian besar wilayah Desa


(40)

Perkebunan Bukit Lawang adalah lahan perkebunan, pertanian, hutan dan sebagian yang lain adalah adalah sungai dan pemukiman.

Jarak Desa Perkebunan Bukit Lawang dengan ibukota Kecamatan Bahorok 12 Km yang dapat ditempuh selama 20 menit perjalanan. Jarak dengan ibukota Kabupaten Langkat 88 Km yang dapat ditempuh dengan ± 3 jam dengan menggunakan angkutan. Sedangkan dengan ibukota Provinsi Sumatera Utara 98 Km yang dapat ditempuh 3 jam dengan menggunakan bus atau angkutan kota. Sistem pemerintahan Desa Perbukitan Bukit Lawang dikepalai oleh Kepala Desa yang dijabat oleh Bapak Suratna dan dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang Sekretaris Desa yaitu Bapak Muis.

4.1.2 Jumlah Penduduk

Berdasarkan data kependudukan tahun 2012 Desa Perkebunan Bukit Lawang memiliki 712 kepala keluarga. Jumlah penduduk yang terdata adalah 2606 jiwa yang terdiri dari 1296 orang laki-laki dan 1310 orang perempuan. Desa Perkebunan Bukit Lawang terdiri dari 7 dusun. Untuk mengetahui lebih jelas jumlah penduduk Desa Perkebunan Bukit Lawang dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut:


(41)

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Bukit Lawang

DUSUN JLH KK L P JLH

Dusun I Pondok Bawah 77 137 145 282 Dusun II Pondok Atas 96 189 183 372

Dusun III Pondok Enam 40 74 67 141

Dusun IV Pondok Sepuluh 60 118 110 228 Dusun V Gotong Royong 97 148 154 302 Dusun VI Kampung Seberang 30 56 60 116 Dusun VII Perumahan Wisata 312 574 591 1165

JUMLAH 712 1296 1310 2606

Sumber: Data Kependudukan Desa Perkebunan Bukit Lawang Thn 2012

Komposisi penduduk Bukit Lawang dapat dibagi berdasarkan beberapa aspek sebagai berikut:

a. Komposisi Penduduk Menurut Agama

Dari segi agama, penduduk Desa Perkebunan Bukit Lawang terbagi dalam dua agama besar yaitu Islam dan Kristen. Tetapi dari kedua agama ini yang terbesar dianut penduduk Desa Perkebunan Bukit Lawang adalah agama Islam. Berikut komposisi penduduk menurut agama yang dianutnya.


(42)

Tabel 4.2

Komposisi penduduk berdasarkan Agama

NO. Agama Jumlah

1. Islam 2467

2. Kristen 139

Jumlah Total 2606

Sumber: Data Kependudukan Desa Perkebunan Bukit Lawang Thn 2012

b. Komposisi Penduduk Menurut Suku

Desa Perkebunan Bukit Lawang adalah desa yang memiliki beraneka ragam suku. Perbedaan suku di desa ini tidak pernah membuat penduduk bermasalah ataupun bertengkar, penduduk Bukit Lawang menjalani kehidupan dengan saling menghargai dan menghormati.

Tabel 4.3

Komposisi Penduduk berdasarkan Suku/Etnis

No. Suku Jumlah

1. Jawa 2064

2. Melayu 138

3. Karo 59

4. Batak 223

5. Padang 28

6. Lain-lain 94

Jumlah Total 2606


(43)

Dilihat dari tabel di atas menunjukkan bahwa dari total keseluruhan penduduk yang ada di Desa Perkebunan Bukit Lawang, penduduk yang bersuku jawa sangat mendominasi dibanding suku yang lainnya. Di urutan kedua ada suku batak dengan jumlah penduduk 223, suku melayu sebanyak 138 jiwa, suku karo ada 59 jiwa, dan suku padang sebesar 28 jiwa, serta suku yang lainnya sebanyak 94 jiwa.

4.1.3 Mata Pencaharian Masyarakat Bukit Lawang

Mata pencaharian adalah sumber pendapatan penduduk berupa pekerjaan yang dilakukan secara rutin untuk memenuhi kebutuhan. Beragam pekerjaan dilakukan oleh masyarakat Desa Perkebunan Bukit Lawang. Namun yang paling mayoritas adalah jenis pekerjaan sebagai karyawan, petani/buruh dan guide (pemandu wisata). Berikut daftar mata pencaharian Desa Perkebunan Bukit Lawang :

Tabel 4.4

Komposisi Mata Pencaharian No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah

1. Karyawan 265

2. Petani/ Buruh 155

3. Pedagang 86

4. Peternak sapi 57

5. Guide 125

6. Pengrajin 2


(44)

8. TNI/ POLRI 12

9. PNS 19

10. Dokter 2

11. Perawat 6

12. Lain-lain 1836

Jumlah Total 2606

Sumber: Data Kependudukan Desa Perkebunan Bukit Lawang Thn 2012

4.1.4 Sarana dan Prasarana

Secara umum, sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan public, karena apabila kedua hal ini tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana.

a. Sarana dan Prasarana Transportasi

Salah satu sarana dan prasarana pokok dan penting untuk mengembangkan potensi daerah terutama daerah pariwisata adalah prasarana transportasi (seperti jalan raya, jembatan, prasarana transportasi sungai, danau, laut, dan uadara) dan sarana transportasi (seperti mobil, sepeda motor, perahu, kapal laut, pesawat udara, dan sebagainya). Ketersediaan prasarana dan sarana transportasi yang memadai akan mendukung arus orang dan barang yang keluar dan masuk ke suatu daerah. Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi darat yang memegang peranan penting dalam sektor perhubungan terutama untuk mengembangkan potensi daerah serta menunjang pertumbuhan ekonomi. Desa Perkebunan Bukit


(45)

Lawang merupakan daerah pariwisata di Sumatera Utara yang sering dikunjungi oleh wisatawan, bukan hanya dari wisatawan dalam negeri tetapi juga wisatawan asing dan jalan adalah salah satu hal yang penting dalam menunjang pariwisata. Keadaan desa ini secara umum baik dan desa ini juga telah terhubung dengan daerah lain melalui jalan yang beraspal.

Sepeda motor adalah sarana transportasi yang cukup banyak digunakan oleh masyarakat. Selain itu tersedia juga transportasi umum seperti bus, mikrolet, becak motor. Becak motor cukup banyak ditemukan di desa ini, masyarakat banyak mengandalkan transportasi ini menjadi alat untuk mencari nafkah. Dari terminal Gotong Royong ke lokasi pariwisata dengan menggunakan becak motor membutuhkan tarif Rp.3000,- perorang.

b. Sarana dan Prasarana Penerangan dan Air Bersih

Sarana penerangan berupa PLN (Perusahaan Listrik Negara) telah tersedia di Desa Perkebunan Bukit Lawang. Semua rumah tangga menggunakan tenaga listrik untuk memenuhi keperluan penerangan dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Sejauh ini sumber daya listrik sudah didistribusikan dengan baik dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat di samping untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sendiri, juga telah dimanfaatkan untuk memenuhi keperluan wisawatan. Ada juga beberapa masyarakat yang menggunakan gengset sebagai sarana penerangan, khususnya bagi masyarakat yang mempunyai pemukiman atau penginapan di areal hutan.

Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Masyarakat memperoleh air bersih dari sumur gali (sumur bor) dan


(46)

beberapa rumah tangga juga semakin banyak yang menggunakan pompa listrik untuk mengambil air dari sumur tersebut. Secara umum kualitas aie yang tersedia dan dikonsumsi masyarakat baik yang bersumber dari pegunungan maupun dari sumur bor cukup baik.

c. Sarana dan Prasarana Kesehatan

Jika pada suatu daerah tidak terdapat sarana dan prasarana kesehatan atau tenaga medis, maka masyarakat di daerah tersebut tidak dapat memperoleh kesehatan yang memadai. Desa Perkebunan Bukit Lawang memiliki sarana dan prasarana kesehatan yang cukup memadai.

Sarana dan prasarana kesehatan yang ada di Desa Perkebunan Bukit Lawang adalah 1 unit Rumah Sakit Umum, 2 unit puskesmas, 1 unit balai pengobatan, 1 unit toko obat dan 1 unit tempat praktek dokter, serta 1 orang bidan desa. Selain itu, masyarakat juga memiliki 1 tempat dukun terlatih atau lebih dikenal dengan dukun patah. Saat ini, di desa Bukit Lawang juga terdapat 4 unit posyandu untuk kesehatan anak-anak.

Tabel 4.5

Jumlah Sarana dan Prasaran Kesehatan

No. Jenis Jumlah

1. Rumah sakit 1

2. Puskesmas 2

3. Posyandu 4


(47)

5. Toko Obat 1

6. Praktek Dokter 1

7. Praktek Bidan 1

8. Dukun terlath (Dukun patah) 1

Jumlah Total 12

Sumber: Data Kependudukan Desa Perkebunan Bukit Lawang Thn 2012

d. Sarana dan Prasarana Pendidikan

Pendidikan merupakan kunci utama untuk merubah sistem nilai, sikap, sekaligus faktor pendorong bagi peningkatan sumber daya manusia dalam melaksanakan pembangunan. Semakin maju pendidikan akan membawa pengaruh positif bagi masa depan. Salah faktor yang mendukung keberhasilan program pendidikan dalam proses pembelajaran yaitu sarana dan prasarana. Prasarana dan sarana pendidikan adalah salah satu sumber daya yang menjadi tolok ukur mutu sekolah dan perlu peningkatan terus menerus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup canggih.

Prasarana pendidikan di Desa Perkebunan Bukit Lawang yaitu 1 unit PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), 1 unit TK (Taman Kanak-Kanak), 1 unit SD (Sekolah Dasar) unit, dan 1 unit MIS (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama). Namun untuk tingkat SMU (Sekolah Menengah Umum) masih belum tersedia. Dan juga tersedia “Bukit Lawang English School” yaitu sarana pendidikan nonformal bagi anak-anak Desa Perkebunan Bukit Lawang untuk belajar bahasa inggris.


(48)

e. Sarana dan Prasarana Olahraga

Sarana prasarana olahraga adalah sumber daya pendukung yang terdiri dari segala bentuk jenis bangunan/tanpa bangunan yang digunakan untuk perlengkapan olah raga. Sarana prasarana olahraga yang baik dapat menunjang pertumbuhan masyarakat yang baik. Prasarana olahraga yang tersedia di Desa Perkebunan Bukit Lawang yaitu:

Tabel 4.6

Jumlah Sarana dan Prasarana Olah Raga No. Prasarana Olahraga Jumlah 1. Lapangan bola kaki 2

2. Lapangan volley 4

3. Lapangan bulu tangkis 5 4. Lapangan sepak takraw 5

Jumlah Total 16

Sumber: Data Kependudukan Desa Perkebunan Bukit Lawang Thn 2012

f. Sarana dan Prasarana Ibadah

Tempat ibadah adalah sebuah tempat yang digunakan oleh umat beragama untuk beribadah menurut ajaran agama mereka masing-masing. Dan tempat ibadah adalah prasarana yang sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat pada umumnya.


(49)

Tabel 4.7

Jumlah Sarana dan Prasarana Ibadah No. Prasarana Tempat Ibadah Jumlah (Unit)

1. Mesjid 5

2. Langgar/Musholla 1

3. Gereja 1

Jumlah Total 7

Sumber: Data Kependudukan Desa Perkebunan Bukit Lawang Thn 2012

Masyarakat Desa Perkebunan Bukit Lawang yang beragama Islam dapat memenuhi sholat di masjid yang telah tersedia, ada 5 unit masjid dan 1 unit mushola. Dan bagi masyarakat yang beragama kristen dapat beribadah di gereja adat yang terdapat di Gotong Royong. Dari sarana ibadah yang terdapat di Desa Perkebunan Bukit Lawang menunjukkan kebenaran bahwa mayoritas penduduk beragama Islam.

g. Sarana dan Prasarana Rekreasi

Bukit Lawang merupakan salah satu tempat wisata di Kabupaten Langkat, sehingga di tempat ini terdapat banyak sarana rekreasi. Selain pemandangan sungai yang mengalir dengan jernihnya, pemandangan alamnya juga sangat menarik. Belum lagi perjalanan menuju Taman Nasional Gunung Leuser yang menyegarkan, karena kita dapat memandangi hijaunya pepohonan di pagi hari dengan udara yang segar, serta keramahan masyarakat sekitar membuat kita lebih santai. Di Taman Nasional Gunung Leuser kita dapat melihat orangutan dan berbagai jenis binatang hutan lainnya.


(50)

Kegiatan wisata yang dapat dilakukan wisatawan antara lain, berenang, mengikuti arus sungai dengan menggunakan ban (rafting dan tubing), melakukan perjalanan ke dalam hutan melalui jalur-jalur yang sudah ada dengan didampingi oleh guide atau pemandu wisata, camping di dalam hutan maupun di pinggiran sungai, menjelajahi gua serta menemui habitat asli orang utan. Untung mendukung kegiatan wisata, masyarakat Bukit Lawang memberikan penawaran wisata seperti penyediaan penginapan, restoran, warung makan, souvenir shop, pondok-pondok peristirahatan di tepi sungai, penyewaan ban, dan jasa guide atau pemandu.

Orangutan adalah salah satu hal yang menarik perhatian wisatawan. Hampir setiap hari wisatawan lokal ataupun asing datang mengunjungi konservasi orangutan ini. Wisatawan terutama wisatawan asing sangat tertarik dengan keberadaan orangutan, hal ini mungkin dikarenakan di negara meraka tidak terdapat orangutan, hanya di Indonesialah orangutan terdapat. Menurut data ada sekitar 18 ekor orangutan yang masuk kawasan konservasi atau yang sering disebut dengan TNGL. Untuk masuk ke kawasan TNGL, kita dapat berjalan kaki menyusuri pinggiran sungai menuju hulu sungai. Setelah sampai di depan pintu masuk Taman Nasional, kita dapat menggunakan jasa perahu untuk penyebrangan ke TNGL. Biaya yang di keluarkan Rp 5.000 /orang untuk wisatawan lokal, sedangkan untuk wisatawan asing biaya yang dikenakan adalah Rp 15.000 atau lebih. Bertemu dengan orangutan adalah satu pengalaman dan kebanggaan bagi wisatawan yang datang.


(51)

h. Sistem Telekomunikasi

Sistem telokomunikasi dan media komunikasi sangat diperlukan di daerah pariwisata. Dengan adanya persaingan di antara operator telepon seluler sangat menguntungkan konsumen. Demikian halnya di daerah objek wisata yaitu Bukit Lawang. Sistem telekomunikasi di daerah ini sudah tersedia baik telepon kabel maupun telepon tanpa kabel sudah tersedia dan lengkap. Fungsi lain media komunikasi misalnya internet, sekarang ini lebih banyak digunakan sebagai media promosi dan memperoleh informasi secara online. Bukit Lawang juga sudah memiliki akses untuk menggunakan internet, hal ini sangat memudahkan masyarakat untuk lebih memperkenalkan dan mengembangkan objek wisata Bukit Lawang.

4.3 Sejarah Singkat Berdirinya Organisasi Pemuda Pancasila

Organisasi Pemuda Pancasila berdiri pada tanggal 28 Oktober 1959 yang berkedudukan dalam Wilayah Kesatuan Republik Indonesia. Organisasi Pemuda Pancasila berazaskan Pancasila dan bertujuan untuk melestarikan NKRI dan mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera materiil dan sprituil yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga mewujudkan ide dasar perjuangan wujud manifestasi peran serta Organsisai Pemuda Pancasila dalam pembangunan bangsa dan menetapkan arah/target kebijakan umum program, sasaran dan pola implementasi salam mewujudkan pengabdian lima tahun ke depan.

Organisasi Pemuda Pancasila bersifat terbuka tanpa membeda-bedakan ras, suku, agama, dan latar belakang sosial politik serta berbasis sosial


(52)

kemasyarakatan. Organisasi Pemuda Pancasila bersifat mandiri, pergerakan yang militant, persaudaraan, patriotik, inovatif, kreatif, dan kepemimpinan yang konsekuen.


(53)

Profil Informan

1. Nama : MS Umur : 51

Suku/Agama : Mandailing/Islam Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Sekdes/Wiraswasta Pendidikan : SLTA

Pak MS merupakan sekretaris desa di Bukit Lawang, beliau juga merupakan orang yang dituakan di desa ini. Selain menjabat sebagai sekdes, beliau juga membuka usaha warung yang membantu perekonomiannya. Sifat beliau yang ramah dan menyenangkan memudahkan untuk mendapat informasi tentang Bukit Lawang. Beliau sangat antusias ketika diwawancarai dan banyak informasi yang saya dapat dari beliau.

Pak MS bukan karena tidak setuju dengan adanya organisasi kepemudaan seperti PP atau IPK ada di Bukit Lawang, tetapi daripada menimbulkan keributan antara masyarakat dengan anggota kepemudaaan tersebut, beliau berpendapat lebih baik organisasi kepemudaan tersebut tidak ada di Bukit Lawang. Semenjak organisasi kepemudaan seperti IPK atau PP tidak ada, kondisi Bukit Lawang lebih aman dan tenang. Kalau dulu sewaktu organisasi kepemudaan tersebut masih ada, setiap malam minggu sering terjadi kegaduhan, sering ribut antara anggota dengan masyarakat.

Beliau menceritakan bahwa ada tiga kali perkelahian antara masyarakat dengan anggota organisasi PP semenjak organisasi ini ada di Bukit Lawang. Kejadian pertama terjadi pada Sabtu sore sekitar jam 1 mulai ribut antara anggota


(54)

organisasi PP dengan masyarakat namun puncaknya sekitar jam 5, pada saat itu Pak MS dengan mengenakan pakaian dinasnya masih berada di kantor. Mendengar keributan, beliau keluar dari kantor dan melihat polisi menembak ke arah atas bermaksud untuk memisahkan anggota PP dengan masyarakat yang saling melempar dan gebuk-gebukan. Untung pada saat itu Pak MS memakai pakaian dinas, jika tidak mungkin beliau menjadi sasaran lemparan oleh anggota PP. Anggota Koramil berdatangan untuk mengamankan sampai pada saat kejadian tersebut lampu dipadamkan. Namun untung kejadian ini masih bisa diredam.

Kejadian kedua terjadi di hari yang sama dengan kejadian pertama namun pada jam 10 malam, anggota PP yang saat itu membawa kelewang menyerang masyarakat Bukit Lawang yang saat itu juga siap menghadang, ada yang pakai batu, pakai drum, beratus-ratus botol dipecahkan. Menurut beliau perkelahian ini sangat menegangkan bahkan ada yang menggunakan panah beracun. Polisi sampai kalang kabut yang kebetulan pos polisi dekat dengan tempat kejadian. Bukan hanya itu saja, anggota organisasi PP juga ada yang bawa bensin berencana untuk membakar terminal dan motor-motor yang terparkir. Jumlah anggota organisasi PP yang banyak dibanding dengan masyarakat pada saat itu, sempat membuat masyarakat menjadi resah. Bahkan ada niat anggota organisasi PP untuk membakar Bikit Lawang saat itu. Namun untung saja tidak terjadi bakar-membakar tersebut, perang masih dapat diredam dan dikendalikan.

Terakhir kejadian ketiga terjadi di penginapan Pak DL. Dulu ada rencana untuk melaksanakan pelantikan anggota orgnisasi PP di aula yang dikelilingi kolam buatan milik Pak DL. Pada saat itu anggota organisasi PP memerlukan tempat yang memadai dan memuaskan untuk melaksanakan pelantikan tersebut.


(55)

Melihat aula milik Pak DL cocok untuk kegiatan tersebut, mereka meminta izin dengan Pak DL. Pak DL menerimanya, maksud beliau menyewakan aula tersebut adalah baik mengingat tujuan organisasi tersebut untuk tempat pelantikan anggotanya, bukan karena kesempatan. Mendengar ada pelantikan di aula Pak DL, seluruh masyarakat Bukit Lawang berkumpul di penginapan Pak DL dan mengusir anggota organisasi PP. Perang pun terjadi dan tidak terelakkan dan pelantikan PP juga batal. Banyak korban berjatuhan sampai korban yang merupakan salah satu masyarakat Kecamatan Bahorok tertembak pun ada di kantor polisi.

Menurut Pak MS pada kejadian ketiga ini tidak ada korban dari anggota PP karena pada saat kejadian bantuan dari BRIMOB dari Binjai datang untuk mengamankan. Masyarakat Bukit Lawang terutama yang pemuda banyak ditangkap BRIMOB dan langsung dibawa ke mobil. Sekitar 4-5 mobil yang terparkir di depan pintu gerbang aula dibakar oleh masyarakat. Pak DL saat itu cukup membantu karena menghadang masyarakat menyerang anggota organisasi PP yang terkumpul di penginapannya. Mereka selaku penyewa penginapannya adalah merupakan tamu Pak DL dan menjadi tanggung jawabnya. Pak DL adalah orang yang berjasa di Bukit Lawang, dulu Bukit Lawang ramai karena jasanya. Pak DL adalah sosok yang tidak sombong, beliau sering memberi bantuan kepada masyarakat. Apalagi pada saat itu perekonomian Pak DL cukup baik, beliau memiliki penginapan yang luas dan juga kolam. Saat kejadian tersebut, Pak MS tidak menyalahkan Pak DL ataupun anggota organisasi PP nya. Akhirnya bantuan dari Medan pun datang untuk menghentikan penyerangan ini dan dari sinilah semuanya berakhir.


(56)

Menurut beliau, alasan masyarakat mengusir anggota PP adalah karena ribut bukan karena alasan yang lain. Bolak-balik gaduh antara masyarakat Bukit Lawang dengan anggota organisasi PP menyebabkan masyarakat mengusir organisasi PP. Setelah kejadian tersebut Bukit Lawang menjadi aman dan tenteram, tidak pernah adalagi keributan seperti dahulu yang terjadi hampir tiap minggu. Dari kejadian ini, masyarakat akhirnya menyepakati untuk menolak adanya organisasi PP ataupun organisasi kepemudaan yang seperti itu di Bukit Lawang. Beliau juga menolak adanya organisasi PP di Bukit Lawang, menurutnya bukan hanya beliau dan masyarakat saja, mungkin Pak Camat maupun Pak Kapolsek atau Pak Kapolres juga pasti menolak organisasi ini daripada keributan terus terjadi di Bukit Lawang. Masyarakat Bukit Lawang yang sempat menjadi anggota PP akhirnya membubarkan diri dari pada ribut kembali. Tidak ada perlakuan berbeda bagi masyarakat bekas anggota.

Dari seluruh Kabupaten Langkat, kecamatan yang tidak ada organisasi kepemudaan seperti itu sampai sekarang adalah Kecamatan Bahorok. Pendekatan-pendekatan kembali oleh organisasi tersebut dengan masyarakat Bukit Lawang juga belum ada sampai sekarang. Seandainya ada pendekatan-pendekatan kembali oleh organisasi pemuda seperti itu ke Bukit Lawang harus dibicarakan dulu dengan Pak Camat, nanti oleh Pak Camat akan meminta izin dengan Bupati atau kepada Polsek maupun Kapolda. Jangan langsung ke Bukit Lawang karena masyarakat pasti tidak akan mau menerima bahkan mungkin akan ribut lagi. Sekarang Bukit Lawang aman sekali, setelah kejadian tersebut tidak pernah ribut-ribut.


(57)

2. Nama : H.T Umur : 33 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Suku/Agama : Jawa/Islam

Pekerjaan : Wiraswasta/ Pramuwisata Pendidikan : SLTA

HT adalah salah satu pemuda Bukit Lawang yang memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta. Dia adalah pengusaha penginapan “Yusman Guest” dan juga menjadi pemandu wisata di Bukit Lawang. Kepribadiannya yang ramah, baik, suka menolong, dan mudah bergaul menjadi hal yang membuat masyarakat menyukainya. Bukan hanya masyarakat setempat saja, bahkan wisatawan lokal maupun asing yang mengenalnya saat di Bukit Lawang masih menjalin hubungan baik walau wisatawan tersebut tidak di Bukit Lawang lagi. HT juga memiliki orang tua dan saudara angkat di Swiss, dia pernah berkunjung dan tinggal beberapa tahun di rumah keluarga tersebut di Swiss. Bahkan keluarga angkatnya tersebut juga menganggap bahwa Bukit Lawang sudah seperti kampung halamannya, mereka sering berkunjung ke Bukit Lawang bukan sebagai wisatawan tapi menganggap bahwa Bukit Lawang sebagai rumah kedua mereka. Saat diwawancarai Bang HT terlihat santai, ini bukan pertama kali dia diwawancarai, sudah banyak mahasiswa yang melakukan penelitian sebelumnya di Bukit Lawang memilih BTuntuk diwawancarai. Hal ini dikarenakan sifat Bang HT yang peduli.

Sebagai masyarakat Bukit Lawang, HT kurang setuju dengan adanya organisasi kepemudaan seperti PP atau IPK ada di Bukit Lawang, karena


(58)

menurutnya organisasi ini identik dengan premasnisme. Bukit Lawang merupakan daerah pariwisata dan organisasi kepemudaan seperti itu kurang cocok berada di Bukit Lawang. Organisasi PP merupakan organisasi yang sudah resmi, namun menurutnya oknumnya yang melenceng dari peran organisasi tersebut, seperti memanfaatkan seragam mereka untuk menjadi penguasa. Mereka seperti mengandalkan baju organisasi namun dengan kelakuan seperti preman dan kelakuan anggota PP yang tidak baik ini pun sudah terpublikasi. Mereka tidak disenangi masyarakat karena menurut masyarakat kelakuan anggota PP sudah melampaui batas.

Adanya organisasi kepemudaan ini di Bukit Lawang menyebabkan konflik antara anggota dengan masyarakat setempat. Menurutnya pemicu konflik awalnya terjadi karena perebutan wilayah antara organisasi PP dengan organisasi kepemudaan lainnya, namun karena organisasi PP di Bukit Lawang saat itu lebih besar dan lebih mengatasnamakan organisasinya menyebabkan organisasi PP lebih mendominasi. Semakin lama organisasi PP semakin melenceng dari peran sebenarnya, bahkan sudah merambat ke penduduk-penduduk kecil seperti meminta pajak, menguasai lahan parkir, membuat keributan bahkan adanya rencana mereka membuat tarif parkir kira perjam. Hal ini menyebabkan masyarakat Bukit Lawang mengeluh, masyarakat merasa tidak ada kenyamanan lagi di Bukit Lawang.

HT lupa kapan terjadinya konflik pertama antara masyarakat Bukit Lawang dengan anggota PP. Namun yang pasti pertikaian tersebut terjadi sangat menegangkan, masyarakat Bukit Lawang saat itu menggunakan batu juga pecahan botol untuk menyerang sedangkan anggota PP menggunakan panah beracun.


(59)

Untung saja panah beracun tidak sampai mengenai masyarakat karena di jalan sudah banyak pecahan botol yang menyebabkan anggota PP sulit untuk maju menyerang. Masyarakat pantang untung mundur, karena menurutnya jika mereka mundur, Bukit Lawang bisa hancur bahkan mungkin habis terbakar mengingat jumlah penyerang lebih banyak dibanding masyarakat pada saat itu. Akhirnya anggota PP tersebut mundur mengingat mereka tidak dapat maju menyerang dan alat menyerang masyarakat Bukit Lawang semakin bertambah. Saat pertikaian selesai, bukan hanya panah beracun saja yang ditemukan oleh masyarakat bahkan parang bergeletakan di jalan-jalan. Mulai dari pertikaian ini, masyarakat mulai melakukan razia di Bukit Lawang. Pendatang yang datang mulai diperiksa identitasnya, bahkan pemeriksaan ini dimulai dari Bahorok. Bila pendatang tersebut merupakan salah satu anggota PP dan terdapat membawa senjata tajam, masyarakat Bahorok akan memberitahukan dengan masyarakat Bukit Lawang. Jika anggota tersebut lewat dari Bahorok, bagi masyarakat orang tersebut masuk ‘kandang’ dan masyarakat akan menyerangnya.

Sebenarnya peyerangan ini awalnya tidak direncanakan oleh masyarakat Bukit Lawang akan terjadi pada saat itu. Saat itu organisasi PP melakukan pertemuan di salah satu aula di Bukit Lawang. Dari informan lain, masyarakat mendengar bahwa di dalam motor anggota PP tersebut terdapat senjata tajam. Masyarakat mulai curiga dengan senjata tajam yang disembunyikan dan untuk apa senjata tajam tersebut, apakah hal ini sudah direncanakan oleh anggota organisasi PP untuk penyerangan. Kalau seandainya tidak ada rencana seperti itu, mengapa mereka membawa senjata? Karena hal inilah masyarakat Bukit Lawang mengepung anggota PP yang pada saat itu ada di aula, mereka mengusirnya.


(60)

Bukan hanya karena hal ini saja yang menjadi pemicunya, sebelumnya masyarakat Bukit Lawang tidak setuju adanya organisasi PP di Bukit Lawang mengingat penyerangan yang dilakukan oleh anggota organisasi PP sebelumnya sehingga menimbulkan rasa tidak suka terhadap anggota organisasi tersebut.

Penyerangan ini dimulai dari sore hingga pagi, dan HT juga turut serta dalam penyerangan tersebut. Bukan hanya masyarakat Bukit Lawang yang berjenis kelamin laki-laki saja yang turut dalam penolakan organisasi ini. Ibu-Ibu juga turut dalam penyerangan ini, mereka memasakan nasi untuk para laki-laki yang berperang. Amarah masyarakat yang tidak bisa dikendalikan, akhirnya BRIMOB dipanggil untuk melerai. Sebelumnya polisi sudah ada yang melerai, namun tidak cukup untuk mengendalikan masyarakat yang membabi buta. Konflik ini bukan hanya menyebabkan korban luka-luka, tapi juga menyebabkan korban meninggal.

Setelah konflik, tidak ada lagi kejadian yang berlanjut. Ini merupakan ‘peristiwa berdarah’ dan menimbulkan korban dan masyarakat meminta agar pemerintah menanggapi dan menyikapi ini untuk Bukit Lawang, kalau organisasi ini masih tetap ada di Bukit Lawang pasti menimbulkan masalah lagi. Masyarakat sudah tidak setuju dengan keberadaan organisasi PP di Bukit Lawang, bagi mereka organisasi ini ‘sudah cacat’. HT tahu kalau organisasi PP adalah organisasi resmi, namun karena oknum organisasi tersebut menyalahgunakan kekuasaan. Menurutnya organisasi PP sebenarnya baik, hanya saja oknumnya yang tidak baik. Bukit Lawang merupakan daerah pariwisata, masyarakatnya yang banyak berprofesi sebagai pramuwisata tidak identik dengan premanisme.


(61)

Menurut HT, jika organisasi PP datang ke Bukit Lawang tidak masalah bagi masyarakat. Anggota organisasi PP pernah melakukan acara di Bukit Lawang dan masyarakat Bukit Lawang menerimanya. Menurutnya itu merupakan organisasi resmi dan masyarakat menghargainya. Namun jika organisasi tersebut berdiri di Bukit Lawang, masyarakat jelas tidak menyetujuinya. Karena jika organisasi ini berdiri di Bukit Lawang, akan menjadi bumerang bahkan bisa menimbulkan konflik. Dari tahun 2001 (saat konflik terjadi) sampai sekarang, organisasi PP atau organisasi sejenisnya tidak ada di Bukit Lawang.

Seandainya organisasi PP melakukan pendekatan kembali tidak akan terpenuhi karena masyarakat Bukit Lawang sudah menyepakati bahwa organisasi PP tidak bisa berdiri di Bukit Lawang. Bukan hanya organisasi PP saja yang masyarakat tolak, organisasi kepemudaan lain seperti AMPI dan IPK juga ditolak. Dulu juga ada organisasi AMPI, IPK di Bukit Lawang, namun sejak peperangan tersebut organisasi PP, IPK dan AMPI tidak berdiri lagi di Bukit Lawang. Organisasi profesi bisa diterima, masyarakat menyetujuinya namun dengan syarat organisasi tersebut diselidiki terlebih dahulu dan mengikuti prosedur atau tutorial Bukit Lawang, hal ini bertujuan agar tidak terjadi lagi konflik yang tidak diinginkan masyarakat.


(1)

Transkrip Wawancara

Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila Di

Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok) Identitas Pribadi :

1. Nama : DL

2. Jenis Kelamin : Laki-laki

3. Usia : 36 tahun

4. Suku/Agama : Batak Karo/Islam 5. Pendidikan Terakhir : SD

6. Pekerjaan : Guide

7. Awal mulanya organisasi PP bisa masuk kesini gimana itu Bang?

Jawab : Dulu masyarakat disini menerimanya organisasi kepemudaan, asal dengan niat yang baik, apalagi dulu organisasi Pemuda Pancasila (PP) udah ada didesa lain, jadi waktu mereka masuk kesini pun terikut-ikut dengan daerah-daerah lain yang sudah ada kian organisasi PP.

8. Apa penyebab masyarakat menolak organisasi PP yang dulu pernah ada di Bukit Lawang?

Jawab : Masyarakat menjadi resah dengan adanya kutipan liar juga kong, kong itu bisa dikatakan pajak getah. Masyarakat sangat dirugikan disini, masyarakat yang punya hasil ladang dipajakkan.

9. Abang ikut tidak waktu konflik terakhir antara masyarakat dengan anggota organisasi PP? Bisa tidak Abang ceritakan mengenai konflik tersebut? Jawab : Bisa dibilang ikut, bisa dibilang tidak. Tidak dibilang ikut, ikut yah memang ikut. Konflik yang terakhir, anggota PP mengadakan Muslub (Musyawarah Luar Biasa) tentang bagaimana organisasi mereka inilah ke depannya di Bukit Lawang di penginapan. Jadi masyarakat yang sebelumnya trauma dengan keberadaaan organisasi ini jelas menentang kedatangan mereka. Aparat datang membantu, aparat awalnya sudah disitu mungkin sudah dikoordinir oleh anggota PP sebelumnya.

10.Ada korban ga Bang?

Jawab : Korbannya ada masyarakat disini juga.

11.Selain masalah kutipan liar itu Bang, apalagi hal yang membuat organisasi PP ini ditolak berdiri disini?

Jawab : Selain masalah kong tadi juga masalah kenyamanan disini lah. Sering terjadi keributan antara masyarakat dengan anggota PP, tiba-tiba menyerang juga mereka pernah. Kebanyakan masyarakat Bukit Lawang tidak ada yang berani keluar dari rumah, masyarakat merasa ga nyaman akibat pertikaian itu. Ibu-ibu yang mau belanja pun jadi ga bisa karena takut keluar rumah.


(2)

ga ada lagi kerusuhan.

13.Abang sendiri setuju organisasi PP ini ditolak di Bukit Lawang?

Jawab : Yah memang kita juga tidak menerima, Abang juga kurang menerima.

14.Pernahkan ga Bang organisasi PP melakukan pendekatan kembali?

Jawab : Ada mereka melakukan pendekatan kembali, cuman kalau untuk daerah Kecamatan Bahorok kebanyakan masyarakat tidak setuju.

15.Memang waktu kejadian itu berapa kecamatan yang menolak organisasi PP Bang?

Jawab : Setelah Kecamatan Bahorok, masuk ke Kecamatan Sei Binge. Kalau Bukit Lawang dulu mengenai tarif parkiran, masalah pajak, juga kenyamanan, di Kecamatan Sei Binge adalah masalah pajak (kong). Mereka meminta kepada agen-agen pajak getah per kg nya itu sebesar Rp 500, -sampai Rp 1000, -. Agen pun jadi menekan harga yang dijual masyarakat, berkuranglah pendapatan masyarakat.


(3)

Transkrip Wawancara

Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila Di

Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok) Identitas Pribadi :

1. Nama : AS

2. Jenis Kelamin : Laki-laki

3. Usia : 40 tahun

4. Suku/Agama : Minang/Islam 5. Pendidikan Terakhir : SMA

6. Pekerjaan : Mocok-mocok

7. Siang Pak, boleh nanya-nanya bentar ga Pak? Bapak pernah ga bergabung ke organisasi seperti PP atau AMPI disini?

Jawab : Ga pernah, yah.. ga suka aja gabung-gabung dengan organisasi seperti itu.

8. Tanggapan Bapak melihat organisasi PP dulu ada disini? Jawab : Yah.. ga senang.

9. Ga senang karena apa Pak?

Jawab : Gara-gara orang itu ‘ngutip-ngutip’, dari orang-orang tukang kebun juga mau dikutip, tamu-tamu juga dipajakin. Wisatawan pun jadi malas datang kesini, jadi ga ada lah penghasilan kami, berkurang.

10.Dulu disini pernah ya Pak terjadi konfik antara masyarakat dengan anggota PP?

Jawab : Pernah, yah gara-gara kutipan tadi jadi marah lah masyarakat, orang itu pengen mengelola Bukit Lawang inilah, menguasai gitu. Karena ini lah kami pun berontak, masyarakat keberatan makanya terjadi perang waktu itu. Dulu di depan kantor kepala desa ini terjadi konfliknya, ramai orang waktu itu, seramlah waktu itu. Puncaknya waktu orang itu ngumpul, lagi ada acara anggota PP nya. Orang Bukit Lawang yang disini yah kesana mau mengusir orang itu, balas dendam lah. Kalau mereka itu kemarin karena ada acara pelantikan, orang luar bukan dari Bahorok ini. Tapi karena mereka juga dari PP, masyarakat sini langsung bergerak lah jumpai mereka. Disitu datang aparat, mereka ngamanin dan jagain anggota PP yang kumpul saat itu lah, kan mereka tamu.

11.Ada korban saat konflik itu?

Jawab : Kurang tau pasti tapi katanya ada korban saat itu. 12.Jadi Bapak setuju organisasi PP ditolak?

Jawab : Yah.. saya setuju sekali itu ditolak, karena apa? Karena merusuh aja orang itu disini, kami pun jadi resah. Kalau ada pun orang datang yang pakai seragam seperti itu, kami langsung lihatin sepanjang jalan, nanti


(4)

terbentuk lagi organisasi kepemudaan yang seperti ini. 14.Organisasi lain ditolak juga?

Jawab : Organisasi seperti HPI, kewisataaan, atau ada organisasi-organisasi kebersihan, lingkungan, atau LSM itu ga masalah, kami senang-senang saja.


(5)

Transkrip Wawancara

Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila Di

Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok) Identitas Pribadi :

1. Nama : VC

2. Jenis Kelamin : Laki-laki

3. Usia : 28 tahun

4. Suku/Agama : Jawa/Islam 5. Pendidikan Terakhir : SMA

6. Pekerjaan : Mocok-mocok

7. Abang saat itu masuk organisasi PP?

Jawab : Ga, saat itu Abang masih sekolah sekitar umur 16 tahun saat itu.

8. Teman-teman Abang dulu ada yang masuk PP?

Jawab : Teman ada. Teman sebaya, teman di atas 3 tahun yang lebih tua lah ada yang masuk PP saat itu.

9. Jadi Abang kemarin kenapa ga ikutan? Jawab : Abang ga tertarik.

10.Tanggapan Abang terhadap organisasi PP saat itu?

Jawab : Negatif, organisasi PP saat itu ga ada sisi positifnya, yah.. kalau disini ya.

11.Abang tahu tahun 2001 terjadi konflik antara masyarakat dengan anggota PP?

Jawab : Yah.. tahulah.

12.Itu kenapa terjadi konflik Bang?

Jawab : Karena anggota PP saat itu minta persen dari hasil semacam pekerja-pekerja yang mengambil getah dan persenan tersebut terlalu besar tidak setimpal dengan pendapatan mereka. Tarif parkir juga retribusi wisatawan untuk masuk ke Bukit Lawang, pertama retribusi dari Pemda habis itu adalagi retribusi dari PP ini. Hal inilah yang buat masyarakat geram, wisatawan jadi akan berkurang kalau banyak pungutan.

13.Bisa ga Abang ceritakan sedikit tentang konflik masyarakat dengan anggota PP?

Jawab : Itu semenjak organisasi PP ada di Bukit Lawang sering terjadi keributan, baik itu antara anggota PP dengan anggota organisasi lain sama


(6)

kami tiba-tiba, mereka mau kami usir.

14.Ada korban jiwa Bang?

Jawab : Meninggal satu orang yaitu orang Bahorok, itu meninggal karena bentrok dengan aparat.

15.Selesai konflik itu gimana Bang?

Jawab : Waktu itu datang bantuan aparat dari Binjai, waktu itu masyarakat belum bubar cuman setelah aparat uda ledakkan senjatanya (peluru karet) barulah masyarakat bubar semua.

16.Jadi Abang setuju organisasi PP ditolak? Jawab : Ya iyalah.

17.Setelah organisasi PP ga ada disini, perbedaannya dengan waktu organisasi PP disini apa Bang?

Jawab : Kerusuhan berkurang, dampak negatif berkurang.

18.Pernah ga Bang organisasi PP melakukan pendekatan kembali disini? Jawab : Setahuku sih enggak.

19.Pernah ga anggota organisasi PP datang ke Bukit Lawang mengenakan atributnya, bagaimana reaksi Abang?

Jawab : Kurasa ga pernah, selagi ga menggagu ya ga apa-apa.

20.Jadi organisasi apa yang bisa diterima disini?


Dokumen yang terkait

Partisipasi Masyarakat Dalam Menjaga Pelestarian Daerah Aliran Sungai Bahorok (Studi Pada Mayarakat Sekitar Sungai Bahorok di Desa Perkebunan Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat)

21 157 59

Persepsi Masyarakat Terhadap Organisasi Sosial Kepemudaan (Studi Deskriptif pada Majelis Pimpinan Cabang Organisasi Pemuda Pancasila di Jl. Rangkuti No.7 Kabupaten Simalungun)

4 97 99

Bukit Lawang (Studi Deskriptif Mengenai Peran Masyarakat Terhadap Kelestarian Hutan Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kec. Bahorok Kabupaten Langkat)

7 91 96

HUBUNGAN OBJEK WISATA BUKIT LAWANG DENGAN KEGIATAN USAHA MASYARAKAT (STUDI KASUS PADA MASYARAKAT BUKIT LAWANG KECAMATAN BAHOROK KABUPATEN LANGKAT).

0 3 27

Partisipasi Masyarakat Dalam Menjaga Pelestarian Daerah Aliran Sungai Bahorok (Studi Pada Mayarakat Sekitar Sungai Bahorok di Desa Perkebunan Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat)

0 0 9

Partisipasi Masyarakat Dalam Menjaga Pelestarian Daerah Aliran Sungai Bahorok (Studi Pada Mayarakat Sekitar Sungai Bahorok di Desa Perkebunan Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat)

1 1 6

B. Daftar Pertanyaan - Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok)

1 1 29

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Organisasi Kepemudaan - Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok)

1 1 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok)

1 1 9

Resistensi Masyarakat Terhadap Organisasi Kepemudaan (Studi Kasus Tentang Keberadaan Organisasi Pemuda Pancasila Di Desa Perkebunan Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok)

0 1 10