Kedudukan Pekerja dan Peningkatan Jumlah Pekerjaan di Luar Pertanian:
Tabel 16. Kedudukan Pekerja dan Peningkatan Jumlah Pekerjaan di Luar Pertanian:
Indonesia 1971-1976
(A)
(B)
Pekerja Swausaha dan Bagian Pekerja dalam Lingkungan
Orang yang dalam Dipekerjakan dan Keluarga Tanpa Upah
Pertumbuhan
(ribuan)
Majikan (ribuan) (persen)
han Perdagangan
an
-194 109 -9 Manufaktur
834 28 72 Jum1ah
720 83 17 Catatan: Data mengenai "orang yang dipekerjakan" untuk tahun 1971 diperoleh dengan mengambil data mengenai orang "yang dari segi ckonomi masih aktif" dalam
10 Diambil dari daftar kesimpulan Donald Snodgrass, "Patterns and Trends in SmallScale Manufacturing, 1971-1976," stensilan, Cambridge, Mass.: Havard
Institute of International Development, 1978.
Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998 | 207 Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998 | 207
Sumber: Sensus 1971, Survei Penduduk, Antarsensus, Maret 1976.
Perusahaan-perusahaan yang sangat kecil inilah yang paling banyak menampung tenaga kerja swausaha dan tenaga kerja tak berubah dalam lingkungan keluarga. Pada tahun 1974- 1975, usaha seperti ini mencakup lebih dari delapan di antara setiap sepuluh pekerja dalam bidang manufaktur, tetapi nilai tambahnya kurang dari seperempat. Dengan kata lain nilai tambah untuk setiap orang pekerja sama dengan 5% nilai tambah pada perusahaan besar dan menengah. Perusahaan besar dan menengah menyediakan sebagian besar kesempatan kerja bagi pekerja upahan, tetapi jenis pekerjaan itu hanya bertambah sebanyak 1,5% setahun, sedangkan hasil yang mereka peroleh bertambah lebih dari 12% setahun. Karena itu, pada tahun 1971-1976 kenaikan yang paling besar tampaknya terjadi pada pekerjaan dengan produktivitas rendah yang mudah dimasuki, dan menyebabkan peningkatan jumlah kesempatan kerja. Kenaikan jumlah pekerja yang begitu cepat menyebabkan hasil produksi rata-rata untuk setiap orang pekerja turun sekitar sepertiga. Perusahaan yang lebih besar dengan tingkat produktivitas tinggi paling banyak menyumbang terhadap hasil produksi tetapi sedikit sekali menciptakan kesempatan kerja yang baru.
Kecenderungan peningkatan kesempatan kerja dalam bidang manufaktur antara tahun 1961 dan 1971 lebih tidak pasti lagi. R.M. Sundrum berpendapat bahwa pada masa itu mungkin terjadi peningkatan kesempatan kerja yang sehat dalam bidang
208 | Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998 208 | Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998
Menurut saya, pendapat ini kurang meyakinkan sepanjang ia berusaha membuktikan bahwa pertumbuhan permintaan merupakan faktor penyebab utama dalam perubahan yang dilihat
Sundrum. 12 Dalam masa sepuluh tahun itu, konsumsi swasta hanya bertambah 40%, dan pertanian kecil-kecilan hanya bertambah 34%, yang menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan perusahaan manufaktur hanya mencapai 35-40%. Hal ini tidak sesuai dengan pertambahan kesempatan kerja sebesar 67%, apabila produktivitas setiap pekerja tetap sama. Kurangnya perhitungan mengenai industri kecil memperlihatkan pertumbuhan hasil produksi hanya sebesar 26% dalam sepuluh tahun itu. Kenyataan ini dilihat oleh Sundrum tetapi tidak
11 R.M.. Sundrum, "Manufacturing Employment, 1969-1971," BIES 15, Maret 1979, hlm. 59-65. Lihat Peter McCawley dan Maree Tait, "New Data on
Employment in Manufacturing," dalam BIES 15 Maret 1979, hlm. 125-136, untuk pandangan yang bertentangan dengan Snodgrass; dan komentar oleh Donald Snodgrass dan David Dapice, "Employment in Manufacturing. 1970-
77: A Comment," dalam BIES., 15, Maret 1979, hlm. 80-92. 12 Kesimpulan yang sangat baik, mengenai kesulitan yang ditemukan dalam
usaha membandingkan data pekerjaan tahun 1961 dan 1971 terdapat dalam Gavin Jones, "Sectoral Employrnent-Output Coefficients in Indonesia Since 1961," dalam B.I.E.S., 15, Maret 1979, hlm. 80-92.
Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998 | 209 Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998 | 209
Kesimpulan yang berarti mengenai meningkatnya permintaan akan tenaga kerja tidak dapat diambil hanya dengan melihat angka untuk pekerja yang konon memperoleh kesempatan kerja pada tahun-tahun yang berbeda. Mungkin sekali terjadi peningkatan hasil produksi dan kesempatan kerja secara pesat, sementara persediaan kesempatan kerja yang menawarkan upah di atas garis kemiskinan meningkat lambat. Desakan untuk memperoleh pendapatan bisa menerangkan mengapa terjadi sebagian kesempatan kerja "tambahan" itu. Sukar sekali untuk mengetahui secara tepat apa yang terjadi antara tahun 1961 dan 1971, meskipun hampir semua peninjau sependapat bahwa situasi antara tahun 1967 hingga 1971 sudah lebih baik, karena upah nyata naik dan ekonomi kembali berfungsi secara lebih normal. Sejak tahun 1971 hingga 1976, data yang tersedia lebih baik, dan menunjukkan lambatnya tingkat pertumbuhan persediaan kesempatan kerja yang baik. Juga ada bukti yang cukup banyak mengenai begitu banyaknya orang yang bekerja pada hidang- hidang pekerjaan yang kurang menguntungkan.
Banyak pendapat yang tidak dilanjutkan dalam bagian ini akan dibahas lebih lanjut dalam pembicaraan mengenai pembagian pendapatan. Misalnya, mengapa tidak ada bukti sistematis mengenai upah nyata yang merosot sejak tahun 1971
210 | Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998 210 | Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998
Hasil Produksi: Perubahan Tingkat dan Struktur
Arti keberhasilan pemerintahan Soeharto seharusnya tidak berkurang karena adanya masalah-masalah besar dalam bidang kesempatan kerja. Sejak tahun 1960 hingga tahun 1967 hasil produksi nyata Indonesia meningkat dengan kecepatan yang kurang lebih sama dengan meningkatnya jumlah penduduk. Sejak itu hasil produksi nyata berlipat ganda dalam jangka waktu satu dasawarsa. Hasil produksi nyata per kapita naik lebih dari 75%. Sungguh suatku prestasi yang penting jika suatku ekonomi kacau dan stagnan (stagnan) dikembangkan sampai mengalami satu pertumbuhan pesat selama suatku dasawarsa. Tanpa pertumbuhan, kemiskinan mungkin lebih bisa diterima karena semua orang mengalami kemiskinan itu, tetapi kenyataan adanya kemiskinan itu sendiri tidak dapat dikurangi.
Jangka waktu yang ditinjau ini sebaiknya dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, sejak tahun 1960 hingga 1967, mencakup masa keguncangan dan stagnasi pertumbuhan per kapita. Kedua, sejak tahun 1967 hingga 1971, meliputi pemulihan perekonomian dan berkurangnya inflasi. Jangka waktu ketiga, dari 1971 hingga 1977 (kebetulan pada waktu itu data nasional diperbaiki) meliputi masa ion bom (keuntungan besar dari minyak bumi) dan pengaruh-pengaruhnya yang meluas.
Ada beberapa cara untuk mengemukakan data mengenai hasil produksi sektoral. Pertanian (tidak termasuk kehutanan), perdagangan, dan jasa-jasa disatukan dalam kelompok yang sama karena bidang-bidang ini meliputi 85% dari angkatan kerja dan pertumbuhannya lebih lambat daripada pertumbuhan hasil produksi keseluruhan pada tahun - tahun terakhir ini. Kehutanan, pertambangan., manufaktur, konstruksi, administrasi negara, dan
Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998 | 211 Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998 | 211
Peringatan yang sudah menjadi kebiasaan mengenai mutu data yang tersedia juga perlu diulang di sini. Sejumlah besar perkiraan sektoral sangat kasar sifatnya. Data investasi tidak mencakup berbagai unsur, dan konsumsi masyarakat dihitung sebagai sisa. Perkiraan tahun 1967 mungkin agak rendah karena pengaruh inflasi dan kekacauan sipil yang mengganggu, serta hambatan-hambatan tidak resmi terhadap perdagangan. Cara yang jauh lebih tepat adalah mendaftarkan tingkat pertumbuhan berdasarkan angka keseluruhan yang paling mendekati kebenaran, tetapi cara ini pun akan menimbulkan keragu-raguan mengenai ketepatan hasil perhitungannya.
Mengingat hal itu, tidak dapat disangkal bahwa pertumbuhan ekonomi berjalan lambat selama masa pertama, sedangkan selama masa kedua dan ketiga sudah semakin cepat. Pertumbuhan investasi selama tiga atau empat bulan dalam masa kedua, sama cepatnya dengan pertumbuhan selama tujuh tahun dalam masa pertama. Konsumsi masyarakat tampaknya meningkat lebih lambat dibandingkan dengan hasil produksi. Dan jika investasi kurang diperhitungkan karena tidak ada data pasar saham, maka peningkatan investasi dan tabungan kiranya jauh lebih tinggi daripada yang diberikan di sini. Semua sektor tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Sektor jasa, yaitu sektor yang paling lamban pertumbuhannya, mungkin keliru, karena sangat tidak mungkin bahwa hasil produksi sektor ini begitu jauh tertinggal oleh pertumbuhan pada konsumsi. Yang lebih mungkin adalah bahwa pertumbuhan sektor jasa sebanding dengan laju pertumbuhan konsumsi masyarakat, yaitu sekitar 5-7% setahun. (Apabila jasa memang meningkat sebanyak 5% setahun pada masa 1967-1977, subtotal yang mencakup sektor ini akan mempunyai tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 0,20%.) Kenyataan lain yang menonjol pada Tabel 1.4 ini adalah jurang yang semakin lebar antara pertumbuhan tingkat impor dan tingkat ekspor dalam masa ketiga.
212 | Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998
Sebelum itu, keduanya hampir sama. Pada tahun 1971-1977 impor mengalami pertumbuhan hampir 18% setahun (dalam harga konstan), sedangkan ekspor hanya mengalami kenaikan 10% dalam harga konstan. Ini diakibatkan oleh harga minyak yang tidak konstan, dan lebih banyak impor yang dapat diperoleh dengan volume ekspor yang ada. Karena ekspor, terutama ekspor minyak, menjadi begitu penting bagi ekonomi ini, pengaruhnya perlu dibahas lebih lanjut. Sejak tahun 1972 hingga 1977 semua ekspor naik dari Rp 754 miliar menjadi Rp 4.119 miliar, yaitu kenaikan sebesar 44%. Harga-harga impor juga berlipat ganda, dan karena itu, pendapatan ekspor nyata (dideflasikan, dengan harga impor) naik sebanyak 180% selama masa itu.