Pengeluaran Rutin dan Pembangunan, 1961-1979
Tabel 20. Pengeluaran Rutin dan Pembangunan, 1961-1979
Indeks Pengeluaran Nyata
Miliar Rp. Sekarang
(1969-1970 = 100)
Rutin Pembangunan Jumlah 1961
Rutin Pembangunan
548 n.a = tidak ada data Catatan: Deflasi menurut Indeks Harga Konsumen Jakarta. Kecuali untuk tahun 1978-1979, semua angka merupakan angka nyata; angka untuk tahun 1978-1979 merupakan perkiraan anggaran. Sumber: Pengeluaran yang terealisir untuk tahun 1951 diambil dari 1968-1969 Statistical Pocketbook; pengeluaran yang terealisir untuk tahun 1966 sampai dengan 1978-1979 diambil dari Indikator Ekonomi April 1979, hlm. 83; anggaran 1980-1981 diambil dari Indonesia Development News, Vol. 3, No. 4-5, hlm. l, Desember 1979-Januari 1980; tingkat inflasi diperkirakan dari indeks biaya hidup di Jakarta, kecuali untuk tahun 1980-1981 yang diperkirakan mencapai 15%.
Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998 | 221
Anggaran pembangunan mengalami perubahan yang lebih berarti. Sayangnya, hanya sejak tahun 1974-1975 tersedia perincian. sektoral, tetapi. dana proyek. Sebelum itu, anggaran belanja daerah dalam; nilai rupiah diperinci, tetapi dana proyek tidak. Akan tetapi, dalam: masa sebelumnya, penerimaan daerah dan dana program pembangunan 'daerah mencakup 75-80% dari anggaran pembangunan seluruhnya sehingga kesan yang diperoleh cukup tepat. Pada Tabel 1.8 dipaparkan bagian; sektoral pembangunan untuk jangka waktu 1969-1970 hingga 1973-1974, yang mencakup Pelita I, Rencana Pembangunan Lima Tahun 'pertama, dan untuk tahun 1974-1975 sampai dengan tahun 1978- 1979, Yaitu masa Rencana Pembangunan Lima tahun Kedua. Perkiraan anggaran 1979-1980, yaitu tahun pertama Pelita III, juga disajikan.
Kecenderungan yang terlihat pada Tabel 1.8 memerlukan penjelasan. Misalnya, pengeluaran untuk "pertanian dan pengairan" mencakup pembayaran yang tidak tetap jumlahnya tetapi cukup besar untuk subsidi impor Pupuk. Subsidi ini rata- rata mencakup 30% dari pengeluaran pemerintah untuk sektor tersebut selama lima tahun terakhir, tetapi naik sampai 83% pada tahun 1974-1975, ketika bagian sektor ini mencapai 31% dari pengeluaran pembangunan seluruhnya. "Industri dan pertambangan" tidak mencakup investasi yang dilakukan Pertamina. "Pengangkutan, perhubungan, dan pariwisata" mencakup pembangunan sistem satelit yang sangat mahal dan baru selesai, yang menaikkan bagian pengeluaran sektor ini ketika sistem tersebut sedang dipasang. Bagian pengeluaran yang berkurang dan yang paling perlu diperhatikan adalah bagian pengeluaran untuk pembangunan daerah, yang pada dasarnya terdiri dari pemberian dana kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah dalam kategori pengeluaran yang sudah ditentukan seperti misainya, perbaikan jalan dan pengeringan. Akan tetapi, bagian pengeluaran yang berkurang pada masa tersebut hanya berarti tingkat pertumbuhan sedang dalam pengertian mutlak. Misalnya, meskipun bagian pengeluaran untuk pembangunan daerah berkurang sampai
222 | Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998 222 | Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998
Sayang sekali tidak ada data dasar untuk menyusun anggaran investasi yang dikonsolidasikan untuk sektor umum. Anggaran pembangunan itu sendiri memang bisa diterima: sepertiga dari anggaran tersebut untuk pertanian, pembangunan daerah, dan transmigrasi; seperenam untuk pendidikan, kesehatan, dan perumahan; sepertiga untuk industri, listrik, pengangkutan, dan perhubungan; dan selebihnya untuk bidang-bidang lain. Apabila dimasukkan pula perusahaan semi-pemerintah, maka gambaran ini mulai condong ke arah proyek-proyek besar yang padat-modal. Sebagian pola alokasi ini merupakan peninggalancara kerja Pertamina masa lampau. Pada tahun 1976, Pertamina menegosiasikan sejumlah proyek besar yang mahal sekali karena terjadi korupsi di dalamnya, dengan pembiayaan dari pinjaman besar-besaran yang diperoleh tanpa izin resmi. Ketika pinjaman- pinjaman itu dijumlahkan, ternyata hutang Pertamina melebihi jumlah hutang pemerintah, termasuk hutang yang dibuat selama masa Soekarno. Akan tetapi, masa lampau tidak lagi merupakan antaranya tampaknya tidak lagi merupakan prioritas dan tidak menguntungkan untuk menciptakan kesempatan kerja, menghasilkan devisa, atau keuntungan yang diperkirakan dengan tepat. Mungkin sekali, proyek-proyek ini dimungkinkan karena penjelasan yang memadai bagi proyek-proyek baru yang tengah dibicarakan dan kadang-kadang disetujui, yang banyak di tekanan dari birokrasi dan politik yang mempengaruhi Keputusan mengenai anggaran.
Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998 | 223