Perubahan pada Bagian Hasil Produksi Sektoral 1960-1977 (%)
Tabel 19. Perubahan pada Bagian Hasil Produksi Sektoral 1960-1977 (%)
Sektor Harga Sekarang 1960
Harga Konstan 1960
216 | Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998
Sektor Harga Sekarang 1960
Harga Sekarang 1960
18,3 Modal Kotor
Harga Konstan 1960
15,5 21,4 Modal Kotor
Catatan: Tanda bintang (*) berarti bahwa harga konstan tahun 1973 digunakan; unsur-unsur yang tidak diberi tanda bintang menggunakan harga konstan tahun 1960. "Tabungan sama dengan penanaman modal kotor ditambah ekspor dikurangi impor. Kata "tabungan" diberi tanda kutip (“...”) baik karena nilainya mutlak dapat dipastikan karena cara perhitungannya yang residual, maupun karena dana untuk membiayai impor dapat dikatakan tidak dikurangi dengan cara yang benar dari penanaman modal. Sumber: Biro Pusat Statistik.
Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998 | 217 Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998 | 217
Hal ini mungkin sekali merupakan paradoks nyata, yang tidak hanya disebabkan oleh data yang kurang lengkap. Ulasan statistik mengenai investasi oleh Pertamina menjadi semakin kurang dalam pertengahan tahun 1970-an, dan perbaikan kemencongan (bias) semakin memperkuat penemuan itu dan bukan memperlemahnya. Beralihnya pemerintah ke proyek- proyek yang lebih bersifat pada modal dan berjangka panjang, di samping pembiayaan dan perundingan yang kurang baik untuk proyek-proyek ini, mengakibatkan kenaikan yang mencolok pada perbandingan modal hasil produksi. Pada dasarnya, meskipun investasi selama masa persiapan ditingkatkan, masih diperlukan investasi sesudah masa keuntungan besar dari jumlah yang cukup besar untuk "membeli" peningkatan pertumbuhan yang sama seperti dicapai investasi sebelum masa keuntungan besar dari minyak itu. Jumlah yang diperlukan tidak jelas, tetapi sudah pasti harus berkisar antara 50% sampai 80% lebih investasi untuk setiap satuan pertumbuhan hasil produksi. Dengan demikian, pemerintah memilih jalan mengurangi laju pertumbuhan dan tidak berusaha memperbaiki keadaan kesempatan kerja.
Pengeluaran Pemerintah
Selama tahun 1960-an dan 1970-an, nilai nyata pengeluaran pemerintah Indonesia mengalami fluktuasi besar- besaran. Selama sebagian besar tahun 1960-an, inflasi yang cepat dan pemungutan pajak yang lambat mengakibatkan kemerosotan nyata pada pengeluaran yang hanya sebagian saja bisa ditutup dengan pengeluaran defisit (deficit spending). Pada tahun 1967, pada dasarnya sudah tidak terjadi lagi defisit. Pengeluaran dan penghasilan sesudah itu naik, tetapi baru pada tahun fiskal 1970-
218 | Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998
1971 pengeluaran nyata tersebut dapat disamakan dengan pengeluaran nyata tahun 1961, yang merupakan puncak pengeluaran sebelumnya. Sejak tahun 1970-1971 hingga tahun 1978-1979, pengeluaran nyata telah naik empat kali lipat, dengan pengeluaran rutin naik lebih dari tiga kali lipat dan pengeluaran untuk pembangunan empat kali lipat. Bagian anggaran pembangunan dalam seluruh pengeluaran naik dari 30% pada tahun 1968 menjadi lebih dari 50% pada tahun 1978-1979. Tabel
1.7 memberi kesimpulan singkat mengenai perubahan pada pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Arti pengeluaran pemerintah dalam konteks ini perlu dijelaskan. Pengeluaran pemerintah mencakup semua pengeluaran pemerintah pusat, termasuk sumbangan kepada pemerintah daerah, dan sumbangan saham (equity contributions) kepada perusahaan semi-publik (quasi-public). Akan tetapi, pengeluaran ini tidak mencakup semua pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah, dan juga tidak mencakup pengeluaran modal oleh perusahaan: semi-pemerintah (quasi -government). Khususnya, pengeluaran oleh Pertamina, yaitu Perusahaan Minyak Negara, tidak dimasukkan kecuali sumber-sumber pengeluaran tersebut berasal dari sumbangan saham dari pemerintah. Karena banyak pinjaman kepada perusahaan milik negara memerlukan dukungan pemerintah anggaran belanja pembangunan tidak memberi gambaran lengkap mengenai alokasi sumber daya yang dilakukan pemerintah. Lebih dari itu, pembedaan antara pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan tidak sejelas yang dikehendaki. Hal ini tidak sesuai dengan anggaran belanja yang berlaku dan anggaran modal; dan meskipun beberapa perhitungan (entries) dapat dipindahkan ke salah satu di antara kedua anggaran belanja ini, pada akhirnya, anggaran belanja yang berlaku, kalau itu tersedia, akan lebih besar daripada pengeluaran rutin.
Tingkat pengeluaran yang rendah pada pertengahan tahun I 960- an mempunyai pengaruh yang merusak terhadap birokrasi. karena gaji nyata turun sampai di bawah tingkat subsistensi, timbullah praktekpraktek seperti mengerjakan pekerjaan tambahan di luar
Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998 | 219 Ekonomi Pembangunan: Overview Indonesia Masa Krisis 1998 | 219
berupa korupsi dan prestasi kerja yang kurang baik. 13 Masalah- masalah ini bagaimanapun juga sudah dan akan tetap ada karena
kurangnya pegawai negeri yang berpengalaman dan berpendidikan untuk jabatan tinggi dan menengah. Dan karena meningkatnya pengeluaran nyata, pengaruh tahun 1960-an semakin mempertajam kesukaran-kesukaran yang sudah ada.
Struktur pengeluaran pada anggaran rutin hanya sedikit mengalami perubahan, meskipun pada tahun-tahun di mana diperlukan subsidi besar-besaran untuk bahan pangan, bagian yang disediakan untuk pengeluaran rutin bagi pegawai dan untuk kebutuhan material menurun. Secara khusus, hanya sedikit di atas 40% dari anggaran rutin disediakan untuk pengeluaran bagi pegawai, 10-15% dipakai untuk membayar hutang (debt services), dan selebihnya digunakan untuk hal-hal seperti subsidi pangan atau bensin dan pengeluaran untuk pemilihan umum.
13 Lihat Clive Gray, "Civil Service Compensation in Indonesia," dalam BIES, 15, Maret 1979, film. 8S-113; H.w. Arndt dan RM Sundrum, "Civil Service