Kondisi tapak tempat tumbuh di lahan
3.1. Kondisi tapak tempat tumbuh di lahan
2. Metode
pantai berpasir
2.1. Waktu dan lokasi penelitian
Hal penting dalam penanaman tanaman adalah
Penelitian dilakukan di lahan sepadan pantai
faktor tanah sebagai tempat hidup tanaman.
pangandaran yang secara administratif
Berdasarkan hasil analisis tanah dari lokasi
termasuk wilayah Desa Babakan, Kecamatan
penelitian didapatkan sifat fisik dan kimia
Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Provinsi
tanah seperti disajikan pada Tabel 1.
Jawa Barat. Penelitian ini di lakukan selama
Sifat fisik tanah pada lokasi penelitian
±17 bulan mulai Desember 2010 sd April 2012.
menunjukkan bertekstur pasir dengan agregat tidak mantap dengan persentase pasir 95,25.
2.2. Bahan dan alat
Tanah dengan kondisi tersebut sukar mengikat
Bahan penelitian yang diperlukan dalam
menyimpan air karena porositas tinggi.
penelitian ini adalah bibit nyamplung, benih
Pencucian unsur hara sangat mungkin terjadi
kacang tanah, pupuk kandang, pupuk kimia
dengan permeabilitas tanah yang tinggi.
dan bambu. Alat penelitian yang diperlukan
Kondisi tempat tumbuh yang berpasir dengan
dalam penelitian ini adalah drum, ember, GPS,
porositas yang tinggi menyebabkan unsur hara
cangkul, parang, alat tulis, kamera, alat ukur
sangat mudah larut kebawah oleh air hujan.
tinggi dan alat ukur diameter, ember,
Tipe tanah ini tidak baik untuk usaha
timbangan, kamera digital dan lain-lain.
pertanian, kecuali usaha tani tanah kering
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
dengan penyinaran matahari cukup panjang
(Kartasapoetra et. al, (2005). Tanah berpasir 0 dengan temperatur udara rata-rata >30
C dan
berpeluang tinggi sebagai penyebab rendahnya
pada siang hari kelembaban rata-rata 59
unsur hara yang tersedia bagi tanaman
yang potensial menyebabkan tanaman kering
disebabkan daya serap tanah rendah dengan
(Hani et.al., 2010). Laporan (Harjadi dan
melololoskan air tinggi (Supardi, 1979 dalam
Miardini, 2010) menyebutkan bahwa kondisi
Anwar, 2007). Persen tumbuh penanaman
biofisik di daerah pantai berpasir lahan
Rhizophora stylosa Griff pada tapak berpasir
marginal : unsur hara NPK rendah, uap air
berbanding terbalik dengan kandungan pasir
garam-garaman dari laut, erosi angin, abrasi,
tetapi berbanding lurus dengan kandungan
kering, panas dan iklim yang ekstrim (suhu 33-
O
debu, liat, karbon, nitrogen dan KTK (Anwar,
37 C) dengan kelembaban rendah (35-85).
Kondisi pasir yang marginal dengan struktur
Sifat kimia tanah pada lokasi penelitian
lepas, salinitas tinggi, kelembaban yang
dengan kandungan C-organik sangat rendah.
rendah serta temperatur yang relatif tinggi
Kandungan C-organik yang sangat rendah
merupakan faktor pembatas utama bagi
menunjukkan bahwa jumlah bahan organik
tanaman (Mile, 2007).
dalam tanah rendah. Kandungan unsur makro
N tersedia sedang dan P tersedia pada tingkat
3.2. Hasil produksi kacang tanah dan
sangat rendah serta K kategori rendah dengan
pertumbuhan nyamplung
pH agak alkalis (basa). Dengan rendahnya
Evaluasi pertumbuhan tanaman nyamplung
bahan organik pada tanah berpasir maka relatif
dan produktivitas kacang dalam pola
kemampuan menyimpan air rendah sehingga
agroforestry pada kondisi tanah tempat tumbuh
menjadikan tanah relatif kering.
dapat menjadi acuan efektivitas penggunaan lahan tersebut. Berdasarkan hasil panenan
kacang tanah selama 3 kali penanaman maka
Tabel 1. Penilaian tanah pada lokasi plot
didapatkan produksi berat basah polong
penelitian
kacang tanah seperti disajikan pada Gambar 1.
No Sifat Tanah
Hasil Penilaian
1 C-organik ()
0,95 Sangat rendah
2 Ntsd (ppm)
3 Ptsd (ppm)
3,59 Sangat rendah
ah kg1512
kg1512
4 KTK (me 100 g-1) 5,71
Rendah
m 2 g (1,388 m 2 as (1,653
5 K tersedia (me tonha) 0,28
6 Tekstur 0 (Kacang Pasir iB g n 100
u ks ca mati)
Daur I
Daur II Daur III
7 pH
Agak basa
Daur Penanaman Kacang Tanah
8 BV (gcm3)
Sumber : Data primer diolah tahun 2011
9 BJ (gcm3)
Gambar 1. Produksi kacang tanah pada
10 Agregat
- Tidak mantap
agroforestry nyamplung+kacang tanah
Sumber : Data primer hasil analisis tanah tahun
2011 di Laboratorium Tanah UGM
Pada daur I dan III kacang tanah yang
Kondisi iklim mikro pantai berpasir
ditanam pada saat musim hujan menghasilkan
umumnya sangat ekstrim yaitu temperatur 2 berat basah kacang polong 210 kg1512 m tanah yang tinggi disiang hari, cahaya yang 2 atau 1,388 tonha dan 250 kg1512 m atau
sangat terik serta tiupan angin yang
1,653 tonha. Produktivitas kacang di
mengandung uap air garam dengan tingkat
Indonesia rata-rata mencapai 1,8-2 tonha
salinitas yang tinggi (Webster, 2003).
(Purwono dan Purnamawati, 2011). Produktivitas
Intensitas cahaya pada siang hari di lahan
kacang tanah pada daur I < daur III karena
pantai Sindangjaya, Kecamatan Cikalong,
terdapat sebagian tanaman kacang tanah pada
Kabupaten Tasikmalaya yang masih sederet
daur I terserang hama tikus sehingga produksi
dengan pantai pangandaran 3.605.000 lux
kacang tanah berkurang.Selain hama tikus, hal
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012 Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
n 80,00
lu 70,00 p
m 60,00 ya 50,00
n 40,00 an 30,00
Umur Tanaman (Bulan)
Sumber : Data primer diolah tahun 2011
Gambar 2. Pertumbuhan nyamplung dalam pola tanam agroforestry
lain yang perlu diwaspadai adalah terjangan
Nopember Desember sd Mei dapat dilakukan
gelompangombak pasang air laut yang dapat
penaman kacang tanah karena diluar bulan
merusak tanaman karena lokasi penelitian
tersebut kacang tanah akan mati. Penelitian
hanya berjarak sekitar 50-100 meter dari
Harjadi dan Miardini (2010) menyebutkan
pantai. Faktor penting dalam penanaman
bahwa pada lahan pantai berpasir di Desa
kacang tanah di lahan pantai berpasir adalah
Petanahan, Kecamatan Petanahan, Kabupaten
pada saat musim hujan dan waktu sebelum
Kebumen dengan penanaman bulan September
angin timur muncul yaitu menjelang musim
dan Januari tanaman dapat tumbuh sebanyak
kemarau yang dapat mematikan tanaman
80 karena curah hujan masih tinggi sampai
karena bersifat kering dan mengandung garam.
dua bulan berikutnya. Mengacu pada musim
Daur I kacang tanah (Januari-Mei 2011) dan
hujan tahun sebelumnya yaitu tahun 2010 di
daur III (Desember 2011 sd April 2012)
Desa Sindanglaya, Kecamatan Cikalong
merupakan musim hujan sehingga kacang
menunjukkan bahwa pada pertengahan Juni
tanah dapat tumbuh dengan baik.
sd akhir Oktober jumlah hujan bulanan sangat
Penanaman kacang tanah daur II (mulai mei
tinggi (Hani dkk, 2010). Hal ini menunjukkan
2011) terjadi pada peralihan musim penghujan
bahwa terdapat perubahan musim hujan antara
ke musim kemarau sehingga masih terdapat
tahun 2010 dengan tahun 2011 yang
hujan. Pada 1 bulan pertama kacang tanah
mengakibatkan sulitnya menentukan musim
dapat tumbuh dengan baik tetapi kemudian
tanam yang tepat. Pada satu musim hujan
mengalami kematian akibat terserang angin
sekitar 5 bulan, masyarakat pesisir pantai di
timur. Angin timur mulai muncul bersamaan
Kabupaten Kulonprogo, Propinsi Daerah
dengan datangnya musim kemarau yaitu
Istimewa Yogyakarta berhasil memanfaatkan
sekitar bulan Juni 2011 dan berakhir
lahan pantai yang berjarak 50 meter dari garis
bersamaan awal musim hujan sekitar bulan
pantai dengan menanam tanaman sawi disela-
Nopember 2011. Angin timur yang bersifat
sela tanaman cabai (Kompas, 2008).
kering dan mengandung garam dapat
Pertumbuhan nyamplung pada lahan pantai
mematikan tanaman budidaya. Kecepatan
berpasir dengan pola tanam agroforestry
angin di pantai dapat mencapai 6,3 mdetik
menghasilkan diameter (18,10 mm) dan tinggi
atau 22,68 kmjam dan yang berbahaya adalah
(72,43 cm) pada umur 16 bulan. Walaupun di
jika angin datang dari timur yang
habitatnya, pertumbuhan nyamplung relatif
menyebabkan kekeringan yang panjang
lambat yang disebabkan kondisi lahan pantai
(Harjadi dan Miardini, 2010.).
berpasir relatif ekstrim yang menjadi faktor
Kacang tanah hanya dapat ditanam pada
pembatas bagi pertumbuhan tanaman. Upaya
saat tidak terdapat angin timur dan pada saat
rehabilitasi lahan pantai dengan jenis
nyamplung bertujuan sebagai perlindungan
menunjukkan bahwa hanya pada sekitar bulan
pantai dari abrasi, tanggul angin, perbaikan
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
2) Teknologi baru dalam rehabilitasi lahan
secara keseluruhan. Selain itu keberadaan
pantai
semestinya
lebih dapat
nyamplung dalam pola tanam agrofrestry dapat
mengoptimalkan
lahan untuk dapat
menjadi tanggul angin yang potensial
memberikan manfaat sosial, ekonomi dan
meningkatkan produktivitas tanaman bawah.
perbaikan lingkungan sehingga dapat
Keberadaan tanaman bawah dalam pola
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
agrofrestry dapat berfungsi bagi peningkatan
mencapai budidaya berkelanjutan.
Pemeliharaan tanaman nyamplung dapat
5. Daftar pustaka
dilakukan bersamaan dengan tanaman bawah
Anwar. C, 2007. Pertumbuhan Tanaman
sehingga keberhasilan penanaman nyamplung
Mangrove Pada Berbagai Kondisi Tapak
lebih tinggi. Hal ini memberikan peluang
Berpasir Pasca Tsunami di Aceh. Vo IV.
untuk meningkatkan keberhasilan kegiatan
No 2. P3HKA. Bogor.
rehabilitasi lahan pantai dengan melibatkan masyarakat lokal. Beberapa tanaman bawah
Badan Ketahanan Pangan Nasional.2008. Slide
sebagai
alternatif pengembangan
pola
Power Point. Materi Dipresentasikan di
agrofrestry di lahan pantai adalah kacang
Balai Penelitian Teknologi Agroforestry.
tanah, kacang panjang, pandan, semangka,
Ciamis
terong, sawi, bawang merah, jagung, cabai
Dahuri, R ; J. Rais; S P. Ginting dan M.J.
merah keriting, anggur, jarak pagar dan buah
Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya
naga. (Kompas, 2008; Sukresno, 2007).
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradanya Paramita. Jakarta.
4. Kesimpulan dan saran
4.1. Kesimpulan
Harjadi dan Miardini, 2010. Penanaman
1) Lahan pantai mempunyai kondisi ekstrim
Cemara Laut (Casuarina equisetifolia
dengan tanah berpasir dan miskin unsur
LINN) sebagai upaya Pencegahan Abrasi
hara, intensitas sinar matahari dan
di Pantai Berpasir. Jurnal Pusat Litbang
temperatur tinggi dan angin mengandung
Hutan dan Konservasi Alam Vol VII. No
garam serta ancaman abrasi pantai menjadi
5. Bogor. 2010.
faktor-faktor pembatas
utama bagi
Hani, A.; B. Achmad; W. Handayani; S.
pertumbuhan tanaman.
Mulyana. 2010. Pemanfaatan Lahan
2) Agroforestry nyamplung+kacang tanah
Pantai Untuk Pengembangan Agroforestry
pada lahan pantai berpasir menghasilkan
Berbasis
Nyamplung (Calophylum
produksi berat basah polong kacang sebesar
Inophylum). Laporan Penelitian. Tidak
1,388- 1,653 tonha dan pertumbuhan
Dipublikasikan.
Balai Penelitian
nyamplung relatif lambat dengan tinggi
Kehutanan Ciamis. Ciamis
(72,43 cm) dan diameter (18,10 mm) sampai umur 16 bulan.
Kartasapoetra,G., A.G. Kartasapoetra., M.
3) Pola tanam agroforestry nyamplung +
Sutedjo, 2005. Teknologi Konservasi
kacang tanah dalam rehabilitasi lahan
Tanah Dan Air. PT Rineka Cipta. Jakarta.
pantai potensial memberikan manfaat
Leksono. B. dan A.Y.P.B.C. Widyatmoko,.
lingkungan (perbaikan kondisi tanah,
2010. Strategi Pemuliaan Nyamplung
tanggul angin, pelindung dari abrasi pantai
(Calophyllum Inophyllum) Untuk Bahan
dan perbaikan ekosistem pantai) dan dapat
Baku Biofuel. Seminar Nasional Sains
memberikan manfaat bagi masyarakat lokal
dan Teknologi III. 18-19 Oktober 2010.
dengan peningkatan ketersediaan pangan
Lembaga
Penelitian Universitas
serta penyedia bahan baku biofuel.
Lampung.
4.2. Saran
Mile, M.Y., 2007. Pengembangan species
1) Pengembangan agroforestry nyamplung +
tanaman pantai untuk rehabilitasi dan
kacang tanah potensial digunakan dalam
perlindungan kawasan pantai, Info teknis
upaya meningkatkan keberhasilan kegiatan
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan
rehabilitasi lahan pantai dengan melibatkan
Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta
masyarakat lokal.
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
Purwono dan H. Purnamawati., 2011.
Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.
Swadaya. Jakarta. Sukresno, 2007. Reklamasi Lahan Pantai
Berpasir : Studi Kasus Di Pantai Samas Kabupaten Bantul Provinsi DIY.Prosiding Gelar Teknologi. Pemanfaatan Iptek Untuk
Kesejahteraan
Masyarakat.
Purworejo. 30-31 Oktober 2007. P3HKA. Bogor
Webster, I.T., P.W.Ford., B. Robson.,
Margvellivili.,
J.P Parstow. 2002.
Conceptual Models of the hydrodinamics, Fine Sediment dinamicss, bio chemestry and primary production, Fitzroy estuary, Final report, Coastal CRD Project CSIRO, Canberra.
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
319
SOSIAL, EKONOMI DAN KEBIJAKAN
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
AGROFORESTRI DI MATA PETANI: STUDI KASUS DI SUMATRA DAN SULAWESI
Endri Martini, Jusupta Tarigan, Horas Napitupulu, James Roshetko
World Agroforestry Centre (ICRAF), Jl. Cifor Situgede, Sindang barang, Bogor Telpon: +62-251-8625415; E-mail: endri.martinigmail.com
ABSTRACT
Different with the agroforestry system in other country, where agriculture is not the basic source of income, agroforestry in Indonesia is a tree based landuse system with farmer as the main actor in its management. Thus, type and sustainability of the agroforestry system will greatly depend on farmers decision in managing the land. Hence, it would be interesting to know how exactly farmers perspective on agroforestry? What are farmers preferences in utilizing agroforestry system in their livelihood? And to answer those questions, qualitative analysis strengthened by secondary data was conducted to the experiences interacting directly with farmers in some action research that had and have been done by ICRAF in Bungo-Jambi, Batang Toru-North Sumatra, Bantaeng-South Sulawesi and Konawe-South East Sulawesi. From the analysis, farmers are more interesting with 3 major research topics, i.e. i) combination of multi-strata trees, ii) pest and disease management, and iii) market which is related to the price of agroforestry products. Lack of knowledge in those 3 topics will made farmers changing their agroforestry system into more monocultural system. The results of this study is useful as reference to develop agroforestri action research that can be useful for farmers in selecting best agroforestry management system that can contribute positively to the livelihood enhancement and good environmental condition.
Key words: multi-strata, market, pest and disease management, knowledge, action research.
1. Pendahuluan
Oleh karena itu, kajian ini dilakukan
Berbeda dengan sistem agroforestri di negara
dengan tujuan untuk mengetahui persepsi dan
yang tidak berbasis pertanian untuk sumber
preferensi petani terhadap agroforestri bagi
pendapatannya, agroforestri di Indonesia dan
penghidupannya dan kelestarian lingkungan di
negara lainnya di Asia Tenggara merupakan
sekitarnya. Sumatra dan Sulawesi dipilih dalam
suatu tipe penggunaan lahan berbasis
kajian ini karena kedua pulau ini termasuk ke
pepohonan dengan petani sebagai aktor utama
dalam 5 pulau terbesar di Indonesia yang
dalam setiap kegiatannya (Gunasena dan
didominasi oleh sistem kebun campuran atau
Roshetko, 2000). Sehingga bentuk dan
agroforestri. Akan tetapi penelitian tentang
keberlanjutan sistem agroforestri akan sangat
agroforestri yang dilakukan oleh beberapa
dipengaruhi oleh keputusan petani dalam
lembaga lebih banyak terkonsentrasi di
pengelolaan lahan (de Foresta et al, 2000).
Sumatra, sehingga menarik untuk melakukan
Akan tetapi, bagaimana sebenarnya petani
perbandingan antara persepsi dan preferensi
memandang sistem agroforestri? Apa preferensi
petani di Sumatra dan Sulawesi terhadap
mereka terhadap keberlangsungan sistem
agroforestri.
agroforestri yang mereka pilih untuk penghidupannya? Informasi tentang persepsi
2. Metode
dan preferensi petani terhadap agroforestri
Kajian kualitatif dilakukan terhadap pengalaman
perlu diketahui untuk menghasilkan penelitian-
penulis berinteraksi langsung dengan petani
penelitian agroforestri yang dapat digunakan
disertai dengan beberapa analisis terhadap data
petani dalam mengambil keputusan terkait
sekunder yang dihasilkan dari beberapa
pada keberlangsungan sistem agroforestri yang
program aksi penelitian yang dilakukan ICRAF
bisa berkontribusi positif terhadap penghidupan
di 4 lokasi, yaitu:
dan lingkungan.
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
campuran karet, sedangkan Hutagurgur dan
dalam program konservasi orangutan dan
WEK 1 berbasis pada kebun agroforestry karet
peningkatan penghidupan masyarakat yang
dan coklat.
didanai oleh United States Agency for International Development (USAID) pada
3.3.Kabupaten bantaeng, provinsi Sulawesi
tahun 2005-2007,
Selatan
b) Kabupaten Bungo, Jambi dalam program
Kabupaten Bantaeng terletak di bagian selatan
Landscape Mosaic yang didanai oleh Swiss
dari provinsi Sulawesi Selatan. Bentang
Agency for Development and Cooperation
alamnya dari laut langsung ke bukit. Sumber
(SDC) pada tahun 2008-2010,
penghidupan petaninya terbagi 2, yaitu dari
c) Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan
laut untuk petani yang berada di pesisir pantai
dalam program Agroforestry and Forestry
dan dari kebun sayuran serta kebun campuran
(AgFor) for Sulawesi yang didanai oleh
jagung dan coklat untuk petani yang berada di
daerah bergunung (BPS Kabupaten Bantaeng,
Agency (CIDA) pada tahun 2011-2016.
2010). Untuk studi kali ini, analisis dilakukan
d) Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara
dari hasil interaksi dengan petani-petani yang
dalam program AgFor pada tahun 2011-2016.
berada di Desa Kayu Loe, Desa Bonto
Selanjutnya informasi dan data yang
Karaeng, Desa Pattaneteang dan Desa
terkumpul, dianalisis secara deskriptif.
Campaga. Penghidupan di Kayu Loe dan Bonto Karaeng rata-rata berbasis jagung,
3. Gambaran lokasi penelitian
sedangkan masyarakat di Pattaneteang dan
3.1. Kabupaten bungo, Provinsi Jambi
Campaga rata-rata berbasis pada kebun
Kabupaten Bungo berlokasi di tengah-tengah
campuran kopi, coklat dan juga dari sawah.
provinsi Jambi dengan sumber penghidupan utama petaninya
berasal dari
kebun
3.4.kabupaten konawe, provinsi Sulawesi
agroforestri karet, kebun karet monokultur dan
Tenggara
kebun sawit (Adnan et al, 2009). Jenis tanaman
Di Sulawesi Tenggara, Kabupaten Konawe
lainnya yang juga ditanam atau dipelihara
berada di tengah-tengah provinsi dengan 60
adalah jenis buah-buahan seperti durian, duku,
dari total luas lahan kabupaten ini, termasuk ke
petai dan jengkol. Untuk studi kali ini, analisis
dalam hutan negara (BPS Kabupaten Konawe,
dilakukan dari hasil interaksi dengan petani-
2010). Sumber-sumber pendapatan petani
petani yang berada di Desa Lubuk Beringin,
setempat rata-rata berasal dari kebun campuran
Desa Danau, dan Desa Tebing Tinggi.
coklat dan kebun kelapa. Untuk studi kali ini,
Penghidupan di Lubuk Beringin dan Tebing
analisis dilakukan dari hasil interaksi dengan
Tinggi berbasis pada agroforestri karet,
petani-petani yang berada di Desa Wonuahoa,
sedangkan di Desa Danau bervariasi antara
Desa Ambondiaa, UPT Asinua Jaya dan Desa
kebun sawit dan kebun karet agroforestri
Lawonua.
Penghidupan
di Wonuahoa,
(Martini et al., 2010).
Ambondiaa dan Lawonua rata-rata adalah dari kebun campuran coklat, sedangkan di UPT
3.2. Bentang alam batang toru, Provinsi
Asinua Jaya yang calon desa yang baru saja
Sumatra Utara
berdiri selama 3 tahun sumber penghidupan
Bentang Alam Batang Toru melingkupi 3
utamanya dari kebun pisang dan buah-buahan
kabupaten, yaitu Kabupaten Tapanuli Utara,
serta dari pembuatan arang.
Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah. Petani di ketiga kabupaten ini memiliki sumber
4. Hasil dan pembahasan
penghidupan yang beragam, seperti kebun
4.1. Persepsi petani di Sulawesi dan Sumatra
karet campuran, kebun coklat campuran, kebun
tentang agroforestri
kemenyan campuran, sawah dan kebun durian
Berdasarkan hasil diskusi dengan petani di
campuran (Roshetko et al., 2007). Untuk studi
keempat lokasi penelitian ICRAF, baik petani
kali ini, analisis dilakukan dari hasil interaksi
di Sumatra maupun di Sulawesi tidak memiliki
dengan petani-petani yang berada di Desa
perbedaan persepsi yang nyata terhadap
Sibulan-bulan, Desa Sitandiang, Desa WEK 1,
agroforestri,
yang
membedakan adalah
Desa Hutagurgur dan Desa Aek Nabara.
komoditas utama yang mereka unggulkan
Penghidupan di Sibulan-bulan, Sitandiang dan
dalam kebun agroforest mereka, hal ini
Aek Nabara berbasis pada sawah dan kebun
tentunya terkait dengan kesesuaian lahan
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012 Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
4.2. Pengetahuan petani tentang agroforestri
Petani memandang kebun campuran atau
Dari
segi pengetahuan,
hal-hal yang
agroforestri sebagai tipe penggunaan lahan
mempengaruhi pengambilan keputusan petani
yang mereka gunakan untuk menanam atau
untuk mengubah sistem agroforestri mereka
memelihara beberapa jenis tanaman bernilai
juga dipengaruhi oleh beberapa pertanyaan
ekonomis dengan memadukan jenis-jenis
yang kerap kali muncul ketika kami melakukan
lainnya dalam suatu lahan. Ada beberapa
sosialiasasi tentang agroforestri di keempat
alasan petani melakukan praktek agroforestri
lokasi penelitian tersebut, yaitu: 1) jenis
diantaranya terbatasnya lahan kebun yang
tanaman apa yang cocok ditanam atau dicampur di kebun kami?; 2) bagaimana
dimiliki, sementara ingin menanam lebih dari
pengendalian hama dan penyakit?; dan 3)
satu jenis tanaman yang diharapkan bisa
bagaimana caranya agar harga komoditas
berkontribusi terhadap penghidupan. Walaupun
tertentu stabil?.
berdasarkan hasil penelitian agroforestri baik
Oleh karena itu, selain faktor modal,
untuk lingkungan dan juga menjaga kestabilan
keputusan petani untuk mempertahankan
pendapatan petani melalui beragam komoditas
kebun campurannya akan sangat dipengaruhi
yang ada di dalamnya (Steffan-Dewenter et al.,
oleh pengetahuan mereka tentang:
2007), pada kenyataannya petani akan merubah
a) Teknik
mengkombinasikan jenis-jenis
kebun agroforest mereka ke sistem lain yang
tanaman yang bisa tumbuh di dalam petak
lebih menguntungkan.
lahan yang mereka miliki. Terutama
Perubahan kebun agroforest menjadi sistem
kombinasi dengan jenis-jenis yang bisa
lain yang menguntungkan terjadi di keempat
cepat atau yang bisa dipanen setiap hari
lokasi penelitian. Ketersediaan lahan di Bungo,
atau setiap dua minggu, seperti karet untuk
Provinsi Jambi semakin menyempit dan harga
kasus di Bungo dan Batang Toru, coklat
karet serta sawit meningkat sehingga petani
untuk kasus di Konawe dan jagung untuk
harus memaksimalkan nilai pendapatan dari
kasus di Bantaeng. Selain itu perlu juga
kebun dengan mengubahnya menjadi kebun
diperkenalkan jenis-jenis tanaman yang
karet monokultur atau sawit monokultur. Di
berguna baik bagi petani maupun bagi
Bantaeng, Sulawesi Selatan hasil yang
lingkungan.
diperoleh dari kebun campur kemiri dan kapuk
b) Pengetahuan tentang pengendalian hama dan penyakit. Saat ini hama dan penyakit
tidak dapat menjamin ketersediaan pendapatan
pada tanaman tertentu semakin beragam,
harian, sehingga mereka beralih ke jagung
contohnya untuk tanaman coklat baik itu di
yang memiliki siklus panen lebih singkat dari
Batang Toru, Konawe maupun di Bantaeng.
kemiri. Sementara di Konawe, Sulawesi
Juga penyakit tanaman karet di Bungo.
Tenggara ketersediaan lahan masih cukup luas
Ketika tingkat hama dan penyakit yang
dibandingkan dengan jumlah penduduk
diderita oleh pohon sudah semakin tinggi,
maka petani akan merubah sistem
mempertahankan sistem kebun agroforest
penggunaan lahan ke sistem yang sama tapi
mereka. Berbeda dengan ketiga lokasi lainnya,
dengan komoditas yang berbeda atau ke
untuk kasus Batang Toru perubahan lahan dari
sistem lain juga dengan komoditas yang
agroforestri ke bentuk lainnya relatif sedikit,
berbeda pula.
hal ini disebabkan karena tingkat diversifikasi
c) Pengetahuan dan akses ke pasar, terutama
pendapatan masyarakatnya dari sektor non-
yang terhubung dengan harga yang diterima
agroforestri (seperti sawah) masih bisa
petani untuk komoditas agroforestri
memenuhi pendapatan harian penduduk
tertentu. Petani biasanya akan segera
setempat.
menanam jenis tanaman yang dikabarkan
Jika dilihat dari kasus-kasus di keempat
memiliki nilai ekonomi, sebagai contoh di
lokasi penelitian seperti yang diceritakan di
Konawe untuk jenis tanaman nilam, petani
atas, maka perubahan-perubahan yang dilakukan
berbondong-bondong
menanam nilam
oleh petani dalam sistem agroforestri diantaranya
dengan harapan bisa mendapatkan harga Rp 7000kg, tapi ketika petani memanen
dipengaruhi oleh ketersediaan lahan dan
mereka hanya mendapatkan harga Rp
tingkat diversifikasi pendapatan.
2500kg.
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
Untuk itu kegiatan-kegiatan yang terkait
Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi
dengan aspek-aspek tersebut di atas, diharapkan
Selatan.
bisa membantu petani mengoptimalkan lahan
Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Konawe.
agroforestri melalui peningkatan pengetahuan
2010. Konawe Dalam Angka 2010. BPS
dan juga peningkatan diversifikasi sumber-
Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi
sumber penghidupan berbasis agroforestri,
Tenggara.
sehingga manfaat positif dari agroforestri bisa
de Foresta H, A Kusworo, G Michon dan WA
terjaga keberlangsungannya, baik untuk petani
Djatmiko. 2000. Ketika kebun berupa
maupun untuk lingkungan.
hutan-Agroforest khas Indonesia-Sumbangan
masyarakat bagi pembangunan berkelanjutan.
5. Kesimpulan
International Centre for Research in
Di antara penelitian tentang agroforestri yang
Agroforestry, Bogor, Indonesia; Institut de
saat ini banyak dilakukan oleh multipihak,
Recherche pour le Développement, France;
penelitian aksi yang dilakukan bersama-sama
dan Ford Foundation, Jakarta, Indonesia.
masyarakat adalah bentuk penelitian yang bisa berkontribusi
terhadap
pengembangan
Gunasena, HPM, and Roshetko JM. 2000. Tree
pengetahuan dan juga berkontribusi terhadap
Domestication in South East Asia: Results
peningkatan pengetahuan petani. Tiga topik
of a Regional Study on Institusional Capacity
utama yang menarik untuk digali bersama petani
for Tree Domestication in National Programs.
dalam mengoptimalisasikan lahan mereka
Bogor. ICRAFWinrock International. 86p.
adalah: a) penelitian tentang kombinasi jenis-
Martini E, Akiefnawati R, Joshi L, Dewi S,
jenis tanaman yang bisa berkontribusi terhadap
Ekadinata A, Feintrenie L, van Noordwijk
keberlangsungan penghidupan dan lingkungan;
M. 2010. Rubber agroforests and
b) penelitian tentang pengendalian hama dan
governance at the interface between
penyakit; c) penelitian atau aksi untuk
conservation and livelihoods in Bungo
meningkatkan akses petani terhadap pasar. Secara
district, Jambi province, Indonesia. Working
konkrit kegiatan pembuatan demplot penelitian
paper nr 124. World Agroforestry Centre.
di kebun petani atau kegiatan pendampingan
Bogor, Indonesia. 48p.
petani akan memperkaya pengetahuan petani,
Roshetko JM, Martini E, Tarigan J, Manurung
terutama dalam pengambilan keputusan yang
G, Budidarsono S, Wijaya K, Tukan JC,
terkait dengan
keberlangsungan
kebun
Kurniawan I, Galudra G, Nugroho DK,
campuran atau kebun agroforestri mereka.
Ekadinata A, Dewi S, Harja D, Lusiana B, Purba J, and van Noordwijk M. 2007.
6. Ucapan terima kasih
Agroforestry on the Interface of
Studi ini terlaksana atas pendanaan yang
Orangutan Conservation and Sustainable
dilakukan oleh United States Agency for
Livelihoods in Batang Toru (North
International Development (USAID), Swiss
Sumatra). Working Paper number 56.
Agency for Development and Cooperation
Bogor, Indonesia, World Agroforestry
(SDC), Canadian International Development
Centre - ICRAF, SEA Regional Office.
Agency (CIDA). Ucapan terima kasih
Steffan-Dewenter I, M Kessler, J Barkmann, M
disampaikan pada para petani di Bungo,
M. Bos, D Buchori, S Erasmi, H Faust, G
Batang Toru, Bantaeng dan Konawe atas
Gerold, K Glenk, S. R Gradstein, E
kerjasamanya.
Guhardja, M Harteveld, D Hertel, P Höhn, M Kappas, S Köhler, C Leuschner, M
7. Daftar pustaka
Maertens, R Marggraf, S Migge-Kleian, J
Adnan H, Tadjudin D, Yuliani EL, Komarudin
Mogea, R Pitopang, M Schaefer, S
H, Lopulalan D, Siagian YL and
Schwarze, S G. Sporn. 2007. Tradeoffs
Munggoro DW,eds. 2008. Belajar dari
between Income, Biodiversity, and
Bungo: Mengelola Sumberdaya Alam di
Ecosystem Functioning during Tropical
Era Desentralisasi. Bogor, Indonesia.
Rainforest Conversion and Agroforestry
Center for International Forestry Research
Intensification. Proceedings of the
(CIFOR). P. 257-270.
National Academy of Sciences of the
Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bantaeng.
United States of America, Vol. 104(12):
2010. Bantaeng Dalam Angka 2010. BPS
4973-4978.
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
AGROFORESTRI PEKARANGAN DAN POTENSINYA DALAM MENDUKUNG PEREKONOMIAN RUMAH TANGGA PETANI DI DESA TEGALRETNO, KECAMATAN PETANAHAN, KABUPATEN KEBUMEN
Devy Priambodo Kuswantoro
Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Jl. Raya Ciamis-Banjar Km. 4 Pamalayan, Po. BOX 5 Ciamis 46201 Email: devylatoryahoo.com
ABSTRACT
The practice of cultivating plants in the homegarden is one of agroforestry patterns, because it combines elements of agricultural crops, horticulture, estate crop, timber, and even ornamental plants. This study aimed to determine patterns of utilization of the farmer‘s homegarden, to identify the type of plants in the homegarden, and to identify the potency of plants in the homegarden to support the economy of households. Thus, the strategy can be obtained by optimizing the use of their homegarden to provide economic benefits and improve the welfare of farmers. The respondent in the Tegalretno village, Petanahan sub-district, Kebumen regency planted timbers, estate crops and horticultural crops that can be a source of family income. Optimization of the homegarden with local commodities in accordance with the land characteristic and agroclimate that is by melinjo and coconut and timbers such as sengon and nyamplung expected to contribute to the economy of farmers. Implementation of forest tending and the support of marketing management will help to increase productivity and profits continuously.
Key words: homegarden, agroforestry, household, farmer
1. Pendahuluan
seperti buah-buahan, sayuran, bumbu, obat-
Pekarangan merupakan sebidang lahan yang
obatan, produksi ternak dan ikan, serta hasil
berada disekitar rumah tinggal dengan status
kayu dapat
mendukung perekonomian
pemilikan pribadi dan memiliki batas-batas
keluarga skala subsisten yaitu untuk
yang jelas (Arifin, 2010). Sebagai lahan yang
mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
berada di dekat rumah tinggal, pemanfaatannya
Padahal, pola agroforestri di pekarangan
oleh pemilik dapat menjadi lebih optimal dan
apabila dikelola secara optimal dan komersial,
berkelanjutan. Pekarangan dapat berfungsi
dapat menjadi bisnis keluarga yang mampu
sebagai tempat produksi bahan pangan
mendatangkan keuntungan secara ekonomis.
keluarga karena selain sebagai lahan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
penanaman tanaman pangan, juga berfungsi
pola pemanfaatan pekarangan responden petani
sebagai lahan untuk kandang ternak dan kolam
serta mengidentifikasi jenis-jenis tanaman
ikan. Pekarangan juga dapat ditanami tanaman
penyusun pekarangan dan potensinya untuk
tahunan dan kayu-kayuan yang berfungsi
mendukung perekonomian rumah tangga
sebagai tabungan. Arifin (2010) bahkan
petani. Dengan demikian, dapat diperoleh strategi
mencatat bahwa pekarangan terutama yang
optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan
berada di perdesaan juga mempunyai fungsi
untuk memberikan keuntungan secara ekonomis
lain sebagai tempat terselenggaranya aktivitas
dan meningkatkan kesejahteraan petani.
sosial budaya.
Praktik budidaya tanaman di pekarangan
2. Bahan dan metode
merupakan salah satu bentuk agroforestri
Penelitian merupakan studi kasus di Desa
karena memadukan unsur tanaman pertanian,
Tegalretno, Kecamatan Petanahan, Kabupaten
hortikultura, perkebunan, kayu-kayuan, bahkan
Kebumen yang dilakukan pada Bulan Agustus
tanaman hias. Pada umumnya, budidaya di
s.d Oktober 2011. Data dikumpulkan dengan
pekarangan menggunakan input yang relatif
cara survai menggunakan teknik wawancara
rendah namun dapat memberikan produktivitas
dan diskusi kelompok kepada responden petani
lahan yang relatif tinggi. Hasil dari pekarangan
yang dipilih secara terarah. Jumlah responden
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
pendidikannya, mayoritas hanya berpendidikan
terdiri dari 13 orang laki-laki dan 3 orang
dasar sampai dengan Sekolah Dasar saja.
perempuan. Sumber data yang digunakan
Implikasi dari rendahnya pendidikan terhadap
dalam penelitian ini tidak dimaksudkan untuk
usahakegiatan pertanian adalah pengelolaan
mewakili populasinya, tetapi lebih cenderung
lahan
yang
tradisional dan belum
prinsip-prinsip bisnis
penelitian yang dilakukan oleh Cahyono et al.
(komersial) dan budidaya. Contohnya adalah
(2011). Data yang diperoleh dilakukan analisis
pengelolaan hutan rakyat, dimana tanaman
secara deskriptif.
kayu-kayuan sangat jarang mendapatkan pemeliharaan yang cukup. Padahal hasil
3. Hasil dan pembahasan
penelitian menunjukkan bahwa pemeliharaan
3.1. Keadaan umum lokasi penelitian
tanaman mampu meningkatkan produktivitas
Desa Tegalretno mempunyai lahan yang relatif
dari tanaman tersebut (Kuswantoro dan
datar dengan ketinggian rata-rata 6,3 m dpl dan
Suhaendah, 2005).
merupakan desa pesisir. Desa Tegalretno tidak
Sebagian besar responden bekerja sebagai
mempunyai tanah sawah akan tetapi
petani maupun buruh tani. Pertanian lahan
menggunakan lahan kering untuk penanaman
kering menjadi tumpuan hidup responden.
padi gogo dengan produktivitas gabah kering
Disamping itu, petani juga memelihara ternak
giling mencapai 3,61 tonha di tahun 2009.
berupa sapi, kambing, maupun ayam.
Adapun luas lahan kering di Desa Tegalretno
Penguasaan lahan responden terbagi menjadi
adalah 348,20 ha dengan pembagian 100 ha
lahan keringladangkebun yang rata-rata
untuk tegalan, 124,10 ha untuk bangunan dan
seluas 0,36 ha (0,07 ha – 0,7 ha), pekarangan
halaman, serta peruntukan lain-lain seluas
dengan luas rata-rata 0,13 ha (0,028 ha – 0,28
124,10 ha.
ha), dan lahan garapan di pantai dengan luas
Jumlah penduduk di Desa Tegalretno
rata-rata 0,525 ha (0,07 ha – 1,12 ha).
sampai dengan tahun 2009 (BPS Kabupaten
Penguasaan lahan
oleh responden
Kebumen, 2010) sebanyak 1.886 jiwa dengan
termasuk dalam kategori lahan sempit.
pembagian jumlah penduduk laki-laki sebanyak
Perolehan lahan untuk ladangkebun dan
958 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak
pekarangan didapatkan dari warisan orang tua
928 jiwa. Penduduk di Desa Tegalretno
dan pembelian pribadi. Sedangkan lahan
didominasi oleh penduduk usia produktif. Jumlah
garapan di pantai merupakan lahan sewa ke
rumah tangga sebanyak 468 KK dengan
desa. Penggarapan lahan dilakukan dengan
jumlah anggota keluarga rata-rata sebanyak 4
cara sendiri yaitu hanya mengandalkan tenaga
orang. Desa Tegalretno terbagi dalam 10 RT, 4
kerja keluarga saja maupun dapat diburuhkan.
RW, dan 3 Kedukuhan. Sebagian besar
Penggarapan lahan dengan cara diburuhkan
penduduk bekerja di sektor pertanian.
dapat menggunakan
dua cara yaitu menggunakan buruh tani sebagai tenaga kerja
3.2.Jati diri dan penguasaan lahan responden
dengan upah Rp. 20.000,- s.d. Rp. 25.000,-
Responden petani yang dipilih adalah anggota
sehari dengan memberikan tambahan makan
Kelompok Tani Karya Sejati yang bergerak
dan minum maupun dengan cara bagi hasil
dalam bidang pertanian dan kehutanan.
produksi yang biasanya dilakukan untuk
Responden petani didominasi usia produktif
budidaya padi. Dengan berbagai cara
yaitu antara 15 tahun sampai dengan 54 tahun.
pengggarapan lahan, petani berupaya untuk
Hal ini sesuai dengan data kependudukan di
mengoptimalkan pemanfaatan lahan dan
Desa Tegalretno, bahwa jumlah penduduk usia
dengan adanya kearifan untuk berbagi, mereka
produktif pada tahun 2009 tercatat sebanyak
saling memberikan penghidupan bagi sesamanya.
1.081 jiwa atau sekitar 57,32. Responden petani juga mempunyai jumlah anggota
3.3. Pola pemanfaatan pekarangan
keluarga yang sesuai dengan saran pemerintah
Pemanfaatan lahan pekarangan, seperti halnya
yaitu sampai dengan 4 orang dalam satu
ladangkebun petani, masih bersifat tradisional.
keluarga. Jumlah anggota keluarga yang kecil
Tipe pemanfaatan lahan seperti ini termasuk
ini berimplikasi pada semakin besarnya
dalam bentuk kebun campuran. Bentuk kebun
pembagian kesejahteraan dari hasil usaha petani.
campuran merupakan bentuk pemanfaatan
Meskipun responden banyak yang berusia
lahan yang secara tradisional sangat mudah
produktif, akan tetapi ditilik dari tingkat
dijumpai di seluruh Indonesia. Martini et al.
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
(2010) mencatat bahwa meskipun hasil dari
mereka. Mereka lebih melihat kepada
kebun campuran biasanya rendah, namun tidak
pemanfaatan lahan kosong di sekitar rumah.
Terlebih ada jenis-jenis tumbuhan yang dibiarkan
mengusahakannya. Beberapa jenis tumbuhan
hidup. Pola tanam yang digunakan bersifat tidak
bahkan ada yang tumbuh sendiri dan dibiarkan
beraturan, dalam arti tidak ada pengukuran
hidup oleh petani. Salah satu jenisnya adalah
jarak tanam dan pengusahaan intensif. Tabel 1
Nyamplung yang berpotensi sebagai sumber
memperlihatkan berbagai jenis tanaman yang
bahan bakar nabati dan tanaman obat. Nyamplung
terdapat di pekarangan responden petani.
dibiarkan tumbuh oleh petani tanpa mereka
Hasil identifikasi jenis tanaman di lahan
perlu mengetahui manfaat dari tumbuhan
pekarangan responden memberikan gambaran
tersebut selama tidak menggangu. Hal ini
bahwa
pekarangan
dapat memberikan
sesuai dengan kajian Martini et al. (2010) yang
kontribusi bagi perekonomian responden.
menyatakan bahwa banyak hasil produk dari
Terbukti bahwa responden menanami lahan
kebun campuran yang belum diketahui benar
pekarangannya dengan berbagai jenis tanaman
potensi kegunaan dan pasarnya oleh petani.
yang laku dijual. Wulandari (2001) dalam
Pemanfaatan lahan pekarangan oleh petani
Arifin et al. (2004) yang mengkaji desa-desa
menjadi bagian tidak terpisahkan dari kegiatan
dekat kawasan konservasi di Lampung, juga
ekonomi yang dilakukannya. Selain tanaman,
menemukan
kenyataan yang serupa.
terdapat pula kandang ternak sapi, kambing,
Keberadaan pekarangan mampu menopang
dan ayam. Bauran berbagai macam tanaman
penghidupan sehari-hari bagi penduduk
dan hewan dalam satu lokasi pekarangan telah
berpenghasilan rendah dengan memanfaatkan
membentuk satu interaksi dalam sistem agroforestri
tenaga kerja sendiri. Keberadaan ternak
atau minimal pola tanam agroforestri. Dengan
memberikan kontribusi dalam memberikan
demikian, disadari ataupun tidak, agroforestri
pupuk untuk pemeliharaan tanaman sehingga
menjadi salah satu solusi pemanfaatan lahan
biaya pemeliharaan dapat ditekan. Dekatnya
untuk kesinambungan pendapatan petani.
jarak antara tanaman dengan rumah tinggal
Hasil wawancara menunjukkan bahwa
juga memberikan keleluasaan waktu bagi
responden tidak secara spesifik menentukan
petani untuk mengurus tanaman tersebut.
jenis tanaman yang ditanam di pekarangan
Tabel 1. Jenis tanaman yang terdapat di pekarangan responden
Responden Luas (ha)
Jenis dan jumlah tanaman
kelapa (10), nyamplung (10), laban (5), johar (5), ketapang (2),melinjo (10)
kelapa (3), johar (2), nyamplung (5), melinjo (2), pisang (5)
kelapa (5), johar (15), melinjo (15), albasia (3), pisang
kelapa (3), melinjo (1), johar (1)
pisang, melinjo (5), kelapa (5)
tanaman hias, mangga (1), kelapa (3)
nyamplung (6), salam (7), laban (5), melinjo (10), kelapa (20)
melinjo (20), mahoni (5), kelapa (15), nyamplung (2), belimbing (1), petai (1), jambu air (1)
melinjo (20), kelapa (15),
Kelapa (2), nangka (2), mahoni (1)
kelapa (5), laban (1), mangga (1), melinjo (3), bambu (2), pisang
melinjo (3), kedondong (1), petai (1), kelapa (3)
melinjo (4), kelapa 95), sengon (15), nyamplung (2), mahoni (2)
tanaman hias, pisang, kelapa (1)
kelapa (15), sengon (15), nyamplung (2), pisang
Sumber: pengolahan data primer (2011). Nomor responden dengan tanda bintang menunjukkan adanya kandang ternak di pekarangan responden
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
Tabel 1 memberikan gambaran bahwa tidak
pekarangan sebagai lahan budidaya. Karena itu
semua responden mengoptimalkan lahan
dalam penataan pekarangan, perlu dipikirkan
pekarangannya. Fungsi pekarangan yang lain
jenis-jenis tanaman yang dapat memberikan
sebagai penghias rumah, halaman tempat
hasil harian, mingguan, bulanan, sampai
aktivitas sosial, dan tempat bermain anak
tahunan sebagai tabungan. Tidak semua
menjadi batasan responden untuk menutupi
ragam penghasilan tersebut
seluruh pekarangan dengan tanaman. Arifin
harus diwujudkan dalam satu pekarangan,
akan tetapi paling tidak pekarangan dapat
penelitiannya mengenai struktur vegetasi di
dioptimalkan penggunaannya untuk memberikan
pekarangan di Kabupaten Cianjur dan Kota
sumber pendapatan yang lebih baik bagi
Bogor menemukan bahwa jumlah vegetasi di
petani. Tanaman-tanaman tersebut, baik yang
tiap pekarangan minimum 2 jenis tanaman
sengaja ditanam maupun dibiarkan tumbuh,
sampai dengan 85 jenis tanaman sebagai nilai
dapat dipelihara dan dipilih yang paling
maksimumnya.
Ini
menunjukkan bahwa
memberikan keuntungan sehingga kontrinbusi
pemilihan jenis, jumlah tanaman, dan
pekarangan dalam perekonomian petani lebih
peruntukanmanfaat tanaman mempengaruhi
terasa. Gambaran nilai ekonomi dari beberapa
keputusan responden untuk menanam atau
tanaman di pekarangan hasil wawancara
membiarkannya tumbuh.
dengan responden disajikan pada Tabel 2.
Praktik agroforestri di pekarangan dengan
3.4. Strategi pemanfaatan pekarangan
menentukan komoditi unggulan yang sesuai
Optimalisasi penggunaan lahan pekarangan
dengan lahan dan agroklimatnya akan
sebagai lahan budidaya diperlukan untuk
memiliki potensi skala ekonomis. Arifin
mendukung perekonomian petani. Kasus di
(2010) mencontohkan dengan optimalisasi
Desa Tegalretno yang tidak mempunyai lahan
pekarangan di Cirebon dan Indramayu dengan
sawah menyebabkan kebutuhan akan beras
komoditi mangga, di Depok dengan jambu bol
dipenuhi dari bercocok tanam di ladangkebun.
dan belimbing, sementara di Lampung dengan
Hasil wawancara menyebutkan bahwa selama
pisang. Pekarangan Desa Tegalretno pun dapat
ini pengelolaan pekarangan yang masih secara
dioptimalkan dengan menggunakan komoditi
tradisional, seperti penanaman tanaman yang
unggulan lokal seperti melinjo dan kelapa,
tidak memperhitungkan jarak antar tanaman
maupun jenis kayu seperti sengon dan nyamplung.
dan pemeliharaan yang tidak intensif sudah
Dukungan sistem manajemen pemasaran hasil
mampu memberikan tambahan pendapatan.
baik bahan mentah maupun produk olahan,
Akan tetapi produktivitasnya tentu akan berbeda
misalnya dalam bentuk koperasi akan
apabila ada perlakuan dalam pengusahaan
mendukung ekonomisasi produk-produk tersebut.
Tabel 2. Nilai ekonomi beberapa tanaman di pekarangan responden
No. Jenis
Hasil
Nilai ekonomi
1 kelapa
buah,
Berbuah sejak umur 5 tahun dengan jumlah panen 5-10
kayu,
butirbulanpohon dengan harga per buah Rp. 1.000,- sd Rp.
nira
1.200,-. Nira dijadikan gula kelapa dengan harga jual Rp. 6.500,- sd Rp. 6.750,- per kg.
2 melinjo
buah,
Produktif umur 5-20 tahun. Setiap panen menghasilkan 10-30 kg
daun
per musim dengan harga jual biji Rp. 4.000,- sd Rp. 7.000,- per kg dan kulit dihargai Rp. 2.500,-kg.
3 sengon
kayu
Mulai panen umur 5 tahun dengan harga Rp. 700.000,- sd Rp. 1.500.00,- per pohon tergantung kualitas. Banyak petani mulai menebangnya di umur muda dengan pendapatan minimal Rp. 50.000,- sd Rp. 100.000,- per pohon.
4 nyamplung kayu,
Kayu dapat digunakan untuk bangunan. Harga kusen Nyamplung
buah
Rp. 22.000,- sd Rp. 30.000,- per meter. Semua bagian nyamplung cocok untuk kayu bakar. Potensial untuk diambil buahnya karena bijinya dapat diolah menjadi biodiesel. Harga jual buah Nyamplung utuh adalah Rp. 600,-kg.
Sumber: pengolahan data primer (2011)
Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012
4. Kesimpulan dan saran
Penelitian dan Pengembangan Hutan
4.1. Kesimpulan
Tanaman. Hlm. 171-174. Pusat Litbang
Optimalisasi pekarangan penduduk dengan
Hutan Tanaman. Yogyakarta.
komoditi unggulan lokal yang sesuai dengan
Martini, E., H.L. Tata, E. Mulyoutami, J.
lahan dan agroklimatnya, khususnya di Desa
Tarigan, dan S. Rahayu. 2010. Membangun
Tegalretno dengan melinjo dan kelapa serta
Kebun Campuran: Belajar dari Kobun
tanaman kayu-kayuan seperti sengon dan
Pocal di Tapanuli dan Lampoeh di Tripa.
nyamplung, mampu memberikan kontribusi
World Agroforestry Centre – ICRAF,
SEA Regional Office. Bogor.
pemeliharaan dan dukungan manajemen perdagangan akan membantu untuk memberikan produktivitas dan keuntungan yang kontinyu.
4.2. Saran
Penataan pekarangan dalam pola agroforestri dapat menjadi desa model bagi percontohan di tempat lain yang ingin mengoptimalkan sumber daya lahan yang dipunyai dalam rangka mendukung ekonomi rumah tangga penduduk. Peran multi pihak sangat diharapkan dalam rangka membantu meningkatkan perekonomian masyarakat berbasis agroforestri komoditi unggulan lokal. Kegiatan penyuluhan dan pembinaan pembangunan kehutanan seperti program Kebun Bibit Rakyat dapat menjadi insentif bagi petani untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan miliknya.