PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROFORESTRI p1

PROSIDING SEMINAR NASIONAL AGROFORESTRI III

  PEMBAHARUAN AGROFORESTRI INDONESIA: BENTENG TERAKHIR KELESTARIAN, KETAHANAN PANGAN, KESEHATAN DAN KEMAKMURAN

Hotel University Club Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 29 Mei 2012

  Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan KEMENTERIAN KEHUTANAN RI

  Fakultas Kehutanan (IMHERE) dan Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4)

  Universitas Gadjah Mada

  Indonesia Networks for Agroforestry Education (INAFE)

Tim Editor :

Widiyatno Eko Prasetyo Tri Sulistyati Widyaningsih Devy Priambodo Kuswantoro

Reviewer

Budiadi Ambar Kusumandari Ganis Lukmandaru Liliana Baskorowati Triyono Puspitodjati

Encep Rachman Dian Diniyati

Layout:

Dipta Sumeru Rinandio ISBN:

  i

KATA PENGANTAR Dekan Fakultas Kehutanan UGM

  Pada awal millenium ketiga ini, isu tentang kelestarian sumber daya alam sudah bergeser ke ranah yang jauh lebih penting yaitu kelestarian kehidupan manusia (sustainable livelihood). Daya dukung lingkungan yang semakin menurun, pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dan perilaku eksplotatif yang tidak ramah terhadap lingkungan menyebabkan masa depan kehidupan di bumi semakin terancam.

  Jika manusia kembali pada terminologi lama bahwa tiada hutan maka tiada masa depan (no forest no future), maka sebenarnya sudah jelas bahwa adanya hutan dengan luas tutupan minimum

  30 merupakan ―penjamin‖ kelestarian kehidupan manusia. Oleh sebab itu, hutan harus dilestarikan fungsinya sebagai penghasil devisa, sekaligus pendukung fungsi ekologi dan jasa lingkungan lainnya. Fungsi hutan tersebut bisa dicapai jika tutupan hutan, baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan dalam kondisi yang optimal, dengan adanya dominasi kayu yang membentuk tegakan, ekosistem hutan dan satuan lansekap yang terintegrasi dengan fungsi pendukung kehidupan lainnya.

  Melalui Seminar Nasional Agroforestri III dengan tema ―Pembaharuan Agroforestri

  Indonesia: Benteng Terakhir Kelestarian, Ketahanan Pangan, Kesehatan dan Kemakmuran”

  ini, kami berharap agar terjadi diskusi yang produktif, sehingga pemanfaatan lahan dengan berbagai komoditas dalam kombinasi yang optimal semakin bisa diadopsi oleh kelompok- kelompok masyarakat yang berbeda. Dukungan akademisi, peneliti dan birokrat dalam pengembangan agroforestry yang lebih baik dan ―modern‖ (lawan kata dari agroforestry tradisional) akan semakin meningkatkan kualitas pengelolaan lahan di dalam dan di luar kawasan hutan. Dengan demikian, fungsi hutan dalam mendukung kehidupan manusia secara fisik sebagai aset ekonomi, maupun secara non fisik sebagai penghasil oksigen, pengatur tata air dan sebagainya, bisa dipulihkan.

  Kami menyambut baik penerbitan prosiding ini dalam rangka mendokumentasikan dan menyebarluaskan hasil-hasil seminar tersebut, agar bisa lebih bermanfaat bagi kehidupan dalam skala rumah tangga hingga skala global. Dengan diterbitkannya prosiding ini dan dengan memohon ridho Allah SWT, kami berharap mudah-mudahan Fakultas Kehutanan UGM dapat berperan lebih nyata dalam membangun kerangka keilmuan yang aplikatif untuk memulihkan fungsi hutan Indonesia.

  Yogyakarta, 18 Desember 2012 Dekan Fakultas Kehutanan UGM

  Dr. Satyawan Pudyatmoko, S.Hut., M.Sc.

  iii

KATA PENGANTAR Kepala Balai Penelitian Teknologi Agroforestry (BPTA)

  Para ilmuwan kehutanan semakin menyadari bahwa upaya menyelamatkan hutan dan lingkungan ternyata belum cukup memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Masih rendahnya ketahanan pangan masyarakat membuat eksploitasi dan perubahan fungsi lahan hutan untuk pertanian tetap terjadi. Oleh karena itu, sistem agroforestri diharapkan menjadi salah satu solusi sebagai bentuk pengelolaan lahan yang memadukan unsur kehutanan dengan unsur pertanian dengan segala bentuk interaksinya.

  Seminar Nasional Agroforestry III yang mengambil tema ―Pembaharuan Agroforestri Indonesia: Benteng Terakhir Kelestarian, Ketahanan Pangan, Kesehatan dan Kemakmuran‖ merupakan salah satu upaya Balai Penelitian Teknologi Agroforestry untuk menyebarluaskan iptek agroforestri kepada para pengguna. Kelancaran kegiatan seminar ini tidak terlepas dari kerjasama yang baik dengan Fakultas Kehutanan UGM, serta Indonesia Network for Agroforestry Education (INAFE).

  Prosiding Seminar Nasional Agroforestri III ini memuat makalah-makalah yang dipresentasikan oleh para peneliti, pemerhati, dan penggiat agroforestri dari berbagai aspek. Harapan kami, semoga informasi dari hasil seminar ini dapat menjadi masukan dan memberikan informasi dan tambahan wawasan kepada berbagai pihak untuk kemajuan agroforestri di Indonesia. Terima kasih disampaikan kepada Tim Editor dan semua pihak yang membantu kelancaran penerbitan prosiding ini.

  Ciamis, Desember 2012 Kepala Balai Penelitian Teknologi Agroforestry

  Ir. Harry Budi Santoso, M.P.

  iv

KATA PENGANTAR Koordinator Nasional Indonesia Networks for Agroforestry Education (INAFE)

  Saat ini pemerintah mencanangkan salah satu mainstreaming pembangunan dalam bidang kehutanan yaitua daptasi dan mitigasi perubahan iklim. Dalam mendukung pelaksanaan mainstreaming tersebut diketahui perlu adanya aspek ketahanan pangan supaya masyarakat mampu melaksanakan adapatasi dan mitigasi. Salah satu teknologi budidaya kehutanan yang dapat diaplikasikan di lapangandalam rangka ketahanan pangan adalah agroforestry.

  Sebagaimana diketahui oleh banyak pihak, Agroforestry mempunyai pengertian antara pengusahaan komoditi hasil pertanian dan komoditi hasil hutan dalam arti luas dan melingkupi aspek ketahanan pangan, perkebunan, peternakan, perikanan pada suatu wilayahareal yang diusahakan. Dalam praktek sehari-hari diketahui bahwa agroforestry diupayakan untuk dapat memaksimalkan produksi terkait dengan pemanfaatan ruang (lahan) dan waktu melalui penanaman bermacam-macam jenis pohon. Untuk memproduksi hasil hutan berupa kayu dan hasil hutan bukan kayu memerlukan waktu yang cukup lama, padahal kebutuhan bahan pangan harus segera dapat dipenuhi atau tidak dapat ditunda. Berdasarkan hal tersebut maka INAFE (Indonesia Networks for Agroforestry Education) sangat mendukung diselenggarakannya Seminar Nasional Agroforestry III dengan thema ―Pembaharuan Agroforestri Indonesia: Benteng Terakhir Kelestarian, Ketahanan Pangan, Kesehatan dan Kemakmuran‖ dan dilaksanakan di Yogyakarta pada tanggal 29-30 Mei 2012 yang diselenggarakan secara kerjasama antara Balai Penelitian Agroforestry Kementrian Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan KP4 Universitas Gadjah Mada serta INAFE.

  Dari hasil-hasil penelitian yang dipresentasikan dalam seminar dan didokumentasikan dalam prosiding ini maka diketahui bahwa sesungguhnya aplikasi teknologi agroforestry sangat beragam dan dipraktekkan pada banyak lokasi di Indonesia.Tantangan berikutnya yang harus dicermati dan dijawab oleh para peneliti di masa mendatang adalah apakah hasil-hasil penelitian dapat dilaksanakan di lapangan dan benar-benar mampu menjawab atas pemasalahan-pemasalahan yang ada. Artinya, diperlukan terus adanya inovasi-inovasi dalam penelitian dan disebarluaskan kemasyarakat umum yang salah satunya melalui seminarnasional agroforestry IV dan seminar- seminar selanjutnya.Sampai jumpa pada seminar agroforestry berikutnya!

  Bandarlampung, April 2012 Koordinator Nasional INAFE

  Christine Wulandari

  v

ARAHAN MENTERI KEHUTANAN PADA ACARA SEMINAR NASIONAL AGROFORESTRY Yogyakarta, 29 Mei 2012

  Bismillahirochmanirrochim Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh,

  Yang terhormat Rektor UGM serta akademisi dari UGM, IPB dan UNILA dan Perguruan tinggi lainnya Ketua INAFE Ujjwal Pradhan, regional coordinator World Agroforestry Center and his staff Hadirin peserta Seminar yang berbahagia, Salam sejahtera bagi kita semua.

  Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rakhmat yang dilimpahkan kepada kita, sehingga pada hari ini kita dapat berkumpul dalam keadaan sehat walafiat. Saya merasa gembira dapat berkumpul dalam forum ini karena dapat bersilaturahmi dengan para pakar agroforestry. Saya menganggap acara ini penting karena semangat agroforestry yang dapat memenuhi ―pro poor‖ sehingga sangat sesuai dengan pembangunan kehutanan di Indonesia.

  Saudara-saudara peserta seminar yang berbahagia, Satu-satunya sektor yang diamanati Undang-Undang untuk mengelola lahan hutan di Indonesia adalah sektor kehutanan. Untuk itu amanat tersebut perlu dijaga dengan baik.

  Saat ini luas hutan Indonesia adalah 130 juta ha. Namun di lain pihak dengan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pembangunan di Indonesia kebutuhan lahan semakin meningkat terutama untuk kebutuhan ketahanan pangan. Hal tersebut membuat tekanan terhadap kehutanan kian hari kian menjadi besar dan rumit. Untuk itu salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki akses penggunaan hutan tanpa harus melepasnya.

  Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki hal tersebut adalah dengan menerapkan agroforestry. Sistem Agroforestry diprediksi kuat dapat menjadi solusi bagi berbagai masalah baik sosial maupun lingkungan, diantaranya issu global mengenai kemiskinan, pemanasan global, dan degradasi lingkungan.

  Saudara-saudara peserta seminar yang berbahagia, Konsideran Undang-undang Kehutanan 41 memuat bahwa bahwa pengurusan hutan yang berkelanjutan dan berwawasan mendunia, harus menampung dinamika aspirasi dan peranserta masyarakat, adat dan budaya, serta tata nilai masyarakat. Keberadaan masyarakat sekitar hutan

  vi vi

  Saudara-saudara peserta seminar Pemanfaatan lahan kehutanan untuk mendukung keamanan pangan dapat dilakukan melalui optimalisasi pemanfaatan lahan. Dengan demikian konsep Agroforestry merupakan opsi yang tepat dan strategi yang penting dalam rangka meningkatkan produktivitas lahan kehutanan. Sistem Agroforestry merupakan solusi untuk menjawab tantangan kelangkaan di bidang pangan, energi, dan air. Ketiga komponen tersebut merupakan kebutuhan dasar umat manusia yang semua keberadaannya di atas tanahlahan.

  Saudara-saudara peserta seminar yang berbahagia, Sistem Agroforestry dapat diproyeksikan menjadi jembatan antara kebutuhan akan lahan pertanian dan peningkatan ekonomi lokal. Praktek agroforestry di Indonesia ini sudah banyak dilakukan dengan kekhasan masing masing daerah dan etnik. Praktek agroforestry sudah sejak lama dilakukan masyarakat seperti repong damar di Lampung, Pelak di Kerinci, Kebun Talun di Jawa Barat, Kitren di Jawa Tengah dan Timur serta Tembawang di Kalimantan dan kebiasaan tersebut sangat dekat dengan masyarakat hutan serta terbukti dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat hutan. Untuk itu praktek tersebut perlu terus dikembangkan dengan sentukan IPTEK. Untuk itu yang diperlukan adalah mengemasnya dan mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan dan tatanan pembangunaan saat ini. Dan hal tersebut perlu didukung dengan iptek yang merupakan hasil dari penelitian.

  Saudara-saudara peserta seminar yang berbahagia, Kementrian kehutanan telah membuat berbagai program yang dapat mendukung penerapan agroforestry seperti Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Kemasyarakatan dan sebagainya untuk memperbaiki akses masyarakat terhadap pembangunan kehutanan. Dan sudah barang tentu dukungan IPTEK di bidang agroforestry sangatlah diperlukan. Agroforestry sesuai dengan namanya, dalam penerapannya memerlukan dukungan berbagai pihak, setidaknya dari sektor kehutanan dan pertanian. Dan hal yang penting diperhatikan dalam mengimplementasikan agroforestri adalah integrasi hulu hilir serta memperhatikan pemasarannya. Hal ini perlu disadari mengingat yang terlibat adalah kalangan bawah yang memerlukan pendampingan terutama dalam pemasaran hasil yang belum dikuasainya. Untuk itu pertemuan seperti ini sangat penting untuk bertukar pengalaman dan bertukar pikiran yang diharapkan dapat menghasilkan masukan terhadap penerapan agroforestry yang lebih baik dan diharapkan akan berkontribusi terhadap pemecahan permasalahan kehutanan. Saya yakin Saudara-saudara yang mempunyai kemampuan akademik dan ilmu pengetahuan dapat berkontribusi terhadap pengembangan agroforestry yang pada akhirnya berkontribusi terhadap pembangunan kehutanan di Indonesia yang lestari dan berkeadilan. Hal lainnya karena agroforestry yang memerlukan keterlibatan berbagai sektor maka diperlukan suatu pihak yang dapat mengintegrasikan penerapannya dan perlu tercermin dalam suatu kelembagaan yang dapat diterima oleh berbagai pihak. Tentu saja masukan dari Saudara-saudara mengenai hal ini sangat diharapkan, semoga ada usulan kongkrit dari hasil seminar ini.

  vii

  Untuk itu diharapkan Seminar ini dapat menghasilkan suatu rumusan yang bermanfaat bagi pemecahan permasalahan pembangunan di Indonesia khususnya pembangunan kehutanan.

  Saudara-saudara peserta seminar yang berbahagia, Akhirnya saya ucapkan selamat berseminar, selamat berdiskusi dan saling memberi masukan sehingga agroforestry dapat berkembang dan mewarnai pembangunan kehutanan Indonesia. Semoga apa yang kita lakukan dapat berkontribusi terhadap pembangunan indonesia, dan diridhoi oleh Allah SWT.

  Dengan mengucap bismillahirrochmanirrochim ―Secara resmi Seminar Nasional Agroforestry yang ke-3 dibuka‖ Terimakasih Wabillahitaufik walhidayah Wassalamualaikum wr.wb

MENTERI KEHUTANAN ZULKIFLI HASAN

  viii

  6. Analisis Trade-off dan nilai ekonomi dari sistem penanaman campuran Jati (Tectona grandis) – Jagung dalam berbagai pilihan praktek pengelolaan di Gunung Kidul, Jawa Tengah

  Ni‘matul Khasanah, Aulia Perdana, Arif Rahmanullah, Gerhard Manurung, James M. Roshetko, dan Meine van Noordwijk .............................................................. 54

  7. Biomassa total ubi kayu, jagung, padi, kacang tanah dan kedelei pada sistem alley cropping di tegakan jati (Tectona grandis linn. F.) di kawasan hutan KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

  Ris Hadi Purwanto ......................................................................................................... 64

8. Dampak pemanfaatan lahan hutan tanaman untuk tanaman pertanian pada pola agroforestri

  Riskan Effendi ............................................................................................................... 68

9. Dinamika ruang dalam sistem agroforestry pekarangan

  Sukirno DP , Ahmad Zakie Mubarrok, Priyono S. dan Wiyono....................................... 73

10. Econometric model of land use change in buffer zones of Kerinci Seblat National Park, Sumatera, Indonesia

  Muhammad Ridwansyah and Ardi Novra ....................................................................... 77

11. Estimasi total penyerapan karbon tersimpan pada sistem agroforestri di desa sumber agung untuk mendukung rencana aksi nasional gas rumah kaca

  Slamet Budi Yuwono, Rudi Hilmanto dan Rommy Qurniati ........................................... 87

12. Etnoforestri kawasan karst Gunung Sewu sebagai pijakan strategi konservasi kehati di lahan milik (private conservation area)

  Lies Rahayu Wijayanti Faida dan Kristiani Fajar Wianti ................................................. 92

  13. Inventore volume, biomassa dan karbon bambu petung (Dendrocalamus asper Backer) di hutan rakyat (Kasus di Dusun Ngandong, Desa Giri Kerto, Kec. Turi, Kab. Sleman, DIY)

  Rezky Lasekti Wicaksono, Ris Hadi Purwanto, Djoko Soeprijadi ................................... 99

14. Karaktersitik konkresi Mangan pada Mollisol hutan Bunder Gunung Kidul

  Eko Hanudin, Makruf Nurdin dan Joko Wahyu Purnomo ............................................... 104

15. Komposisi ukuran pohon dan cadangan karbon pada system agroforestri di daerah pegunungan

  Rika Ratna Sari dan Kurniatun Hairiah ......................................................................... 110

16. Kontribusi hutan kemasyarakatan dalam penyediaan cadangan karbon di DAS Jangkok Pulau Lombok

  Markum, Kurniatun Hairiah, Didik Suprayogo, Endang Ariesoesiloningsih .................... 115

17. Menyelaraskan agroforestri dengan konservasi keanekaragaman hayati

  Kurniatun Hairiah, Rosyida Priyadarsini, Fitri Khusyu Aini, I Gede Swibawa, Syahrul Kurniawan, Nina Dwi Lestari, Widianto ............................................................ 121

18. Pemanfaatan perangkat pendukung keputusan untuk mengembangkan aren bagi masyarakat sekitar hutan lindung bukit Jambul Asahan, Sumatera Selatan

  Edwin Martin, Dodi Prakosa, Junaidah, Armelia Prima Yuna ......................................... 127

  x

8. Komposisi dan peranan jenis tanaman penyusun pekarangan pada berbagai kelerengan di sekitar waduk Sermo Kabupaten Kulonprogo

  Wiyono, Suryo Hardiwinoto, Suginingsih Martha V.L. ............................................... 200

9. Komposisi jenis dan pola agroforestry di Desa Sukarasa, Kecamatan Tanjungsari, Bogor, Jawa Barat

  Ary Widiyanto ............................................................................................................... 207

10. Mindi besar tanaman potensial untuk agroforestry: Kasus petani hutan rakyat di Desa Selaawi, Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut

  Yulianti, Kurniawati P.Putri, Endang Pujiastuti ............................................................. 212

11. Pemanfaatan kompos beragam seresah daun terhadap pertumbuhan tanaman Sawi (Brassica juncea (L.) Czern and Cosson) di Kebun Raya Purwodadi

  Solikin, Abban Putri Fiqa, dan Agung Sri Darmayanti .................................................... 218

12. Pengaruh naungan dan zpt berbahan aktif auksin pada pertumbuhan stek cabang bambu petung (Dendrocalamus asper)

  Adriana, W.W. Winarni, Handoyo H.N. dan Shendi Putri A ........................................... 222

13. Pengaruh variasi intensitas cahaya beberapa jenis tanaman tahunan dalam pola agroforestri terhadap produksi tanaman semusim

  Nining Wahyuningrum dan Irfan Budi Pramono ............................................................. 230

14. Pengembangan sistem agroforestry (agrosilvofishery) skala lahan pekarangan di Desa Sei Semayang Deli Serdang

  Abdul Rauf, Rahmawaty dan Dewi Budiati T.J.Said ....................................................... 234

15. Peningkatan pertumbuhan dan mutu rotan sega (Calamus caesius B.L.) melalui pengaturan cahaya yang masuk pada sistem agroforestri

  Johanna Maria Rotinsulu, Didik Suprayogo,Bambang Guritno, Kurniatun Hairiah ......... 239

16. Peran wind barrier Cemara Udang (Casuarina equisetifolia var. incana) dalam agroforestri pesisir

  Widaryanti Wahyu Winarni, Winastuti Dwi Atmanto, Sri Danarto ................................. 245

17. Peranan tanaman penaung dalam memasok nutrien makro pada sistem agroforestri berbasis tanaman kopi

  R. Soedradjad dan Maharani........................................................................................... 249

18. Pertumbuhan dan hasil kacang tanah (Arachis hypogaea L.) pada tiga fase agroforestri di zona Batur Agung, Gunung Kidul Yogyakarta

  Selma Kurniawan, Eka Tarwaca Susila P., Priyono Suryanto, Sriyanto Waluyo .............. 255

19. Potensi hama pada tanaman kehutanan agroforestri

  Noor Farikhah Haneda dan Nur Trianna Aprilia ............................................................. 264

20. Potensi keanekaragaman jenis tanaman dalam agroforestri: studi di Desa Gajahrejo Kabupaten Pasuruan

  Solikin ........................................................................................................................... 271

  xii

RUMUSAN SEMINAR NASIONAL AGROFORESTRI III GADJAH MADA UNIVERSITY CLUB, YOGYAKARTA 29 MEI 2012

  Seminar memperoleh tanggapan yang sangat baik dari para peneliti, akademisi, birokrat, politisi dan pemerhati agroforestri seluruh Indonesia. Jumlah peserta terdaftar adalah 225 orang, sedangkan makalah ilmiah yang disajikan terdiri dari makalah kunci (2), makalah tamu (5), makalah sesi silvikultur (30), lingkungan (31), sosial ekonomi (29) dan pengolahan serta pemasaran hasil (19), atau total 109 makalah. Secara umum makalah yang disajikan menunjukkan perkembangan penelitian agroforestry yang semakin banyak secara kuantitas dan semakin mendalam secara kualitas. Hal ini menunjukkan bahwa agroforestri merupakan lapangan pengabdian yang semakin menarik dan membuka peluang integrasi pengelolaan lahan yang semakin baik, karena tuntutan kelestarian lingkungan dan produksi.

BIDANG LINGKUNGAN

  1. Konservasi KEHATI

  a. Agroforestri memiliki peran bagi konservasi species:

   Above ground: mammalia, aves  Below ground: nematoda,  Vegetasi : kebun karet mammar

  b. Perspektif masyarakat dalam melihat KEHATI fauna

  c. Agroforest potensial untuk pemenuhan kebutuhan protein-rusa timor

  d. Konservasi KEHATI di Agroforest pada level genetik dan ekosistem belum muncul

  2. Konservasi Tanah dan Air

  a. Pemilihan jenis tanaman dan konservasi air

  b. Faktor temporal dan spatial dari Agroforestri mempengaruhi besaran erosi yang dihasilkan.

  3. Penggunaan Lahan dan Kebijakan

  a. Perubahan penggunaan lahan di dalam dan sekitar kawasan konservasi dan pemanfaatan agroforestri bagi rehabilitasinya.

  b. Agroforest dan pembangunan rendah emisi

  4. Perubahan Iklim, Biomass, Karbon dan Gizi

  a. Adaptasi terhadap perubahan iklim menggunakan wanatani

  b. Biomass produk pertanian dan bambu di dalam agroforestri

  c. Komposisi ukuran pohon dan cadangan karbon

  d. Agroforestri memberikan kontribusi pemenuhan kebutuhan gizi

BIDANG SILVIKULTUR

  1. Rumusan Umum

  a. Silvikultur berperan mendukung aspek pengusahaan agroforestri. Orientasi produksi dan komersialisasi sudah semakin nyata, meskipun lahan semakin terbatas. Peran dari silvikultur adalah membangun sistem pertanaman yang lebih produktif dengan orientasi lingkungan yang semakin tinggi.

  b. Meskipun upaya peningkatan produksi lebih terfokus pada jenis-jenis tanaman semusim, karena orientasi jangka pendek, tetapi sebagian besar peneliti masih memberikan perhatian besar terhadap peran pohon dalam sistem agroforestri. Jika tidak ada pohon (dalam jumlah yang cukup sebagai tegakan), maka sistem itu tidak bisa disebut agroforestri.

  2. Prospek Penelitian dan Pengembangan Aspek Silvikultur

  a. Berdasarkan pola-pola tradisional yang telah berkembang di masyarakat serta tersedia pasar produknya, maka penelitian ilmiah perlu dilakukan untuk ‖membantu‖ meningkatkan

  Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012 Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

  b. Gangguan hama dan penyakit terhadap tanaman cepat tumbuh (fast growing species) seperti sengon dan jabon masih menjadi momok bagi petani hutan rakyat, oleh karena itu informasi jenis hama dan penyakit, bentuk serangan, penyebaran dan pencarian teknologi pengendaliannya merupakan upaya penting dalam mewujudkan kesehatan tanaman. Pengendalian terhadap tanaman dapat dilakukan

  secara terpadu dengan

  mengkombinasikan teknik silvikultur, biologi, fisik, mekanik, dan kimiawi.

  c. Teknik budidaya dan pemilihan jenis tanaman kehutanan dalam pola tanam agroforestry yang dibangun masyarakat masih bersifat sederhana dan apa adanya. Untuk merangsang daya adoptabilitas bagi masyarakat dalam pemilihan jenis perlu inovasi teknologi yang memenuhi standar kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan untuk mewujudkan produktivitas tinggi dan kelestarian hasil.

  d. Penelitian tentang komposisi jenis sebagai tanaman penyusun dalam pola agroforestri masih perlu dilakukan secara dinamis, guna menggali data dan informasi lebih detail pola interaksi antar tanaman dalam menunjang siklus hara dan peningkatan produktivitas tanaman kehutanan dan tanaman semusim di bawah tegakan.

  e. Rehabilitasi lahan baik di kawasan hutan maupun di lahan milik perlu segera dilakukan untuk meningkatkan produktivitas lahan. Site spesies matching dan manipulasi lingkungan (pengaturan jarak tanam, pemberian mulsa dan minimum tillage) menjadi penting untuk mempercepat rehabilitasi lahan. Pada prakteknya, rehabilitasi lahan di tengah kebutuhan lahan pertanian harus dilakukan dengan agroforestry, yaitu dengan mamadukan tanaman kayu dan pangan. Kombinasi yang dimaksud dengan mempertimbangkan kompabilitas jenis, dengan indikator salah satunya dengan parameter LER (land equivalent ratio).

  3. Lain-lain

  a. Penanaman jenis tanaman pantai seperti nyamplung dan cemara udang dengan pola agroforestry bukan saja berfungsi untuk merehabilitasi kawasan pantai akan tetapi mampu meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan masyarakat.

BIDANG SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

  1. Sosial Kemitraan dengan pola agroforestri seperti PHBM kini menjadi model pengelolaan baik pada hutan produksi lahan kering maupun hutan mangrove untuk mengatasi keterbatasan sumber daya. Sedangkan kunci keberhasilan kemitraan tersebut terletak pada kesediaan parapihak yang terlibat dalam mengalokasikan ruang, waktu, keuntungan, hak dan tanggung jawab berlandaskan pada kerjasama yang saling menguntungkan.

  2. Ekonomi Perancangan pola tanam agroforestri harus diproyeksikan untuk menghasilkan bukan hanya kayu dan komoditas pertanian saja, tetapi juga harus mampu mensinergikan sumber daya yang tersedia. Madu adalah contoh nilai tambah dari agroforestri Acasia mangium dengan jagung hasil sinergisitas antara sumber daya nektar Acasia mangium dengan polen jagung.

  2 Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

  3. Kebijakan Salah satu faktor sukses pengembangan agroforestri adalah penyuluh yang mampu mendukung dan memotivasi masyarakat dan kelompok tani. Strategi penyuluhan kehutanan untuk peningkatan adopsi inovasi agroforestri perlu ditataulang sedemikian rupa sehingga sesuai dengan karakteristik inovasi agroforestri yang relatif kompleks dan kondisi sosial ekonomi masyarakat

BIDANG PENGOLAHAN HASIL DAN PEMASARAN

  1. Agroforestri memberikan berbagai hasil:

  a. Pangan, papan, pakan, seperti: kacang merah, gadung, gembili, nira, tengkawang, durian, kopi, kayu manglid, kayu melina, kayu jabon, tumbuhan bawah, rumput

  b. Energi seperti: kayu bakar, bioetanol (dari ketela, aren, tetes tebu, nyamplung, nipah, kemiri)

  c. Obat, seperti : temulawak, jahe, kunyit, dll

  d. Air, seperti : perbaikan tata air kawasan DAS, sumber air

  2. Permasalahan

  a. Masyarakat masih banyak yang miskin

  b. Produksi AF masih rendah

  3. Solusi yang bisa ditawarkan dalam pengembangan agroforestri ke depan:

  a. Perbaikan teknologi hasil produksi AF:  Perbaikan polasistem AF:  Optimasi manajemen rejim, silvopastoral, AF berbasis biofarmaka, AF kayu + pangan,

  AF aren, skenario AF di DAS  Teknologi pengolahan:  Pengeringan kayu, pengolahan kayu lapis, kayu sawit, pembuatan arangbriket,

  pengolahan nira jadi gula aren  Efisiensi pemakaian energi:  Tungku efisien energi, kayu berkalor tinggi

  b. Perbaikan kelembagaan pemasaran melalui kemitraan dengan berbagai stakeholder (petani, industri, pemerintah, perguruan tinggi)

  c. Percepatan difusi dan adopsi inovasi teknologi AF dengan memperhatikan budaya lokal, sifat dan nilai tambah inovasi dan mengkemas teknologi sehingga mudah didifusikan

  Tim Perumus

  1. Dr. Budiadi (Bidang Silvikultur)

  2. Ir. Encep Rahman, M.Sc. (Bidang Silvikultur)

  3. Dr. M. Ali Imron (Bidang Lingkungan)

  4. Ir. Budiman Ahmad, M.Sc. (Bidang Sosial Ekonomi)

  5. Dr. Leti Sundawati (Bidang Pengolahan Hasil dan Pemasaran)

  3

  Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

PLENO

  Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

STRATEGI PENELITIAN WANATANI (Agroforestry) di INDONESIA

Kepala Badan Litbang Kementerian Kehutanan

  A. Pendahuluan

  sylvopasture, apiculture, dan sericulture juga

  Kementerian Kehutanan diamanati Undang-

  masih sangat kurang. Kemudian lokasi

  Undang untuk mengelola lahan hutan di

  penelitian umumnya di wilayah Indonesia

  Indonesia yang luasnya sekitar 130 juta ha,

  Bagian Barat seperti Jawa, Sumatera, dan

  sehingga amanat tersebut perlu dijaga dengan

  Kalimantan, sedangkan di wilayah timur masih

  baik. Di lain pihak kebutuhan akan lahan semakin

  sedikit, sehingga perlu adanya Strategi Nasional.

  meningkat dan akses masyarakat terhadap

  Dasar penyusunan Strategi Penelitian

  hutan perlu diperbaiki tanpa melepas statusnya.

  Wanatani yaitu (1) amanat RPJM Kehutanan

  Wanatani (Agroforestri) merupakan salah satu

  2006-2025 dan RKTN 2011-2030; (2) Renstra

  alternatif untuk memperbaiki akses tersebut.

  Kementerian Kehutanan 2010-2014: Visi

  Praktek wanatani sudah dimulai sejak

  ―Hutan

  Lestari

  untuk Mewujudkan

  manusia beralih tradisi dari berburu ke

  Kesejahteraan Masyarakat yang Berkeadilan‖;

  bercocok tanam pada tahun 7000 SM.

  (3) Road Map Penelitian dan Pengembangan

  Beberapa praktik wanatani yang sudah sejak

  2010-2025, serta (4) Tantangan kontemporer

  lama dilakukan oleh masyarakat yaitu repong

  pengelolaan kehutanan (isu-isu sosial dan

  damar di Lampung, tembawang di Kalimantan

  lingkungan). Penelitian Wanatani di Badan

  Barat, pelak di Kerinci, parak di Sumatera

  Litbang Kehutanan meliputi:

  Barat, dan talun (dudukuhan) di Jawa Barat.

  a. Rencana Penelitian Integratif (RPI) sebagai

  Wanatani merupakan sebuah upaya untuk

  kebijakan penelitian kehutanan 2010-2014.

  mengoptimalisasi penggunaan lahan yang

  b. Wanatani sebagai salah satu bagian dari 25

  memerlukan IPTEK dalam pengembangannya.

  RPI.

  Salah satu tujuan pembangunan yang tertera di

  c. Wanatani sebagai bagian dari rencana

  penelitian jangka panjang.

  Menengah (RPJM) yaitu adanya kesejahteraan

  Skema penelitian wanatani tertera pada

  masyarakat dengan menerapkan prinsip

  Gambar 1.

  keberlanjutan (sustainability) dan ketahanan

  Dalam

  perkembangannya, penelitian

  (resilience) atas sumber daya hutan. Terkait

  wanatani menghadapi berbagai tantangan, di

  dengan hal tersebut, maka wanatani merupakan

  antaranya: (1) Penelitian yang bersifat parsial;

  (2) Konflik lahan dan degradasi sumber daya

  mendukung slogan Pro growth, pro job dan

  hutan; (3) Tarik menarik antara konservasi dan

  pro poor. Wanatani juga memiliki kontribusi

  pembangunan; (4) Implementasi program

  terhadap peningkatan produktivitas hutan.

  pemerintah yang lambat; serta (5) Isu global, khususnya perubahan iklim. Di sisi lain

  B. Penelitian Wanatani

  terdapat peluang untuk pengembangan

  Penelitian wanatani sudah banyak dilakukan

  penelitian wanatani yaitu (1) Sumber

  sejak tahun 1970an dengan berdirinya ICRAF.

  pengetahuan yang tersedia luas; (2) Dukungan

  Penelitian wanatani didominasi oleh pola

  kebijakan terkait pelibatan masyarakat sekitar

  agrisilvikultur terutama dengan penekanan

  hutan; (3) Mitra potensial untuk kegiatan

  pada aspek bio-fisik, sedangkan aspek sosial

  Penelitian dan Pengembangan.

  masih sedikit. Penelitian sistem sylvofishery,

  Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

  Gambar 1. Skema penelitian wanatani di Indonesia

  Beberapa topik prioritas yang perlu

  wanatani dalam kawasan hutan melaui

  dikembangkan yaitu:

  penerapan prinsip-prinsip principal agent

  a. Sistem Produksi dan Pemasaran Usaha

  dalam pengelolaan kawasan hutan; (2)

  Wanatani Masyarakat

  Menyempurnakan kebijakan dan aturan-

  Bertujuan menjadikan wanatani menjadi

  aturan dalam program PHBM pada

  salah satu bentuk usaha tani yang cukup

  berbagai fungsi kawasan hutan; dan (3)

  atraktif bagi petani. Sasaran yang

  Meningkatkan produktivitas dan jasa

  diharapkan yaitu: (1) Memperkuat akses

  lingkungan

  melalui penerapan

  pasar dan posisi tawar petani melalui

  pengelolaan dan penggunaan lahan yang

  pengembangan aksi kolektif dan model-

  tepat.

  model kemitraan antara kelompok tani

  c. Penyelarasan Praktek-Praktek Wanatani

  dengan industri; (2) Meningkatkan

  dengan Perubahan Iklim Global

  produktivitas dan menjaga kelestarian

  Bertujuan untuk menjadikan praktek

  wanatani menjadi salah satu alat yang

  pengelolaan usaha dan teknik-teknik

  efektif untuk mensinergikan upaya-upaya

  budidaya yang baik; (3) Menyempurnakan

  adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

  Sasaran yang diharapkan yaitu: (1)

  peraturan yang mampu menstimulus

  Peningkatan kapasitas petani dalam

  petani dan pasar.

  menghadapi berbagai potensi resiko yang

  b. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat

  disebabkan oleh perubahan iklim; (2)

  Pada Kawasan Hutan

  Tersedianya skema insentif yang menarik

  Bertujuan menjadikan wanatani menjadi

  bagi kegiatan wanatani yang berdampak

  salah satu bentuk usaha tani yang cukup

  terhadap pelestarian dan peningkatan stok

  atraktif bagi petani. Sasaran yang diharapkan

  karbon; (3) Penyempurnaan kebijakan

  yaitu: (1) Memperkuatmemperjelas hak-hak

  untuk mendukung pengarus-utamaan

  masyarakat atas kawasan hutan, lahan dan

  wanatani di dalam upaya-upaya adaptasi

  hasil hutan dalam pelaksanaan usaha

  dan mitigasi perubahan iklim.

  8 Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012 8 Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

  C. Penutup

  Mendukung Penyediaan Jasa Lingkungan

  1) Wanatani merupakan suatu opsi untuk

  Bertujuan untuk menyediakan sistem

  mengatasi tekanan terhadap hutan alam.

  insentif dan teknologi praktek-praktek

  2) Wanatani melibatkan berbagai pihak

  wanatani

  yang

  mendorong upaya

  sehingga perlu sinergi berbagai pihak

  perbaikan lingkungan. Sasaran penelitian

  terkait.

  ini yaitu: (1) Berkembangnya model-

  3) Strategi Nasional penelitian agroforestri

  model usaha wanatani yang menyediakan

  sangat berperan dan perlu menjadi acuan

  berbagai pihak.

  perlindungan lingkungan; (2) Tersedianya

  4) Badan Litbang sedang menyusun strategi

  teknologi wanatani yang mendukung

  tersebut dan memerlukan masukan dari

  pencapaian tujuan-tujuan peningkatan

  berbagai pihak.

  kesejahteraan dan pelestarian alam; (3) Penguatan kelembagaan lokal untuk melestarikan

  model-model

  usaha

  wanatani yang mendukung pencapaian tujuan-tujuan peningkatan kesejahteraan dan pelestarian alam.

  Implementasi Penelitian yang meliputi:

  a. Strategi penelitian Meliputi penelitian bersifat kolaboratif (collaborative

  research),

  penelitian

  dilakukan dalam jangka panjang (multi years),

  Research, dan menciptakan sentinel sites untuk berbagai kegiatan penelitian.

  b. Strategi diseminasi hasil penelitian Meliputi publikasi ilmiah (internasional and nasional), publikasi populer (petunjuk praktis, handbook, media visual), Policy briefs, seminar nasional dan Internasional, websites. mailing list, dan show windows (demonstration plots).

  c. Strategi peningkatan kapasitas Meliputi Training dan workshops, program

  internship, seconded scientist), post graduate program (beasiswa), dan kegiatan-kegiatan advokasi.

  d. Strategi pendanaan Meliputi dana dari APBN, grant (dana hibah) dalam dan luar negeri, joint proposal (kegiatan penelitian bersama)

  Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

BISNIS AGROFORESTRI: PELUANG DAN TANTANGAN

  Agus Purwanto

  Asisten Direktur EJULA PERUM PERHUTANI

  A. Latar Belakang

  Forest Management dan dari Timber Forest

  Perum Perhutani merupakan suatu Badan

  Management menjadi Forest

  Resource

  Usaha Milik Negara yang dipercaya mengelola

  Management yang kemudian melahirkan

  Kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi

  program

  Pengelolaan

  Hutan Bersama

  di Pulau Jawa dan Madura dengan luasan 2,4

  Masyarakat (PHBM). PHBM diperlukan

  juta ha. Jumlah penduduk di Pulau Jawa

  mengingat adanya masyarakat yang tinggal di

  kurang lebih 116 juta (60) dari seluruh

  sekitar hutan dan terdapat keterlibatan

  penduduk Indonesia, sementara luas daratan

  masyarakat di dalam kawasan sebagaimana

  hanya 6 dari luas wilayah. Luas daratan

  tertera pada Tabel 1.

  tersebut di antaranya berupa hutan seluas 3 juta

  ha yang merupakan 23 dari luas Pulau Jawa.

  B. Kebijakan Agroforestri

  Keberadaan hutan menjadi daya dukung

  Agroforestri merupakan perwujudan Perhutani

  lingkungan terhadap adanya erosi, banjir, serta

  sebagai Life Support System di Pulau Jawa

  keberadaan pangan. Dari luas hutan tersebut,

  yaitu berupa FEW (food, energy, water).

  seluas 2,4 juta ha merupakan hutan yang

  Agroforestri

  merupakan upaya untuk

  dikelola Perum Perhutani. Keberadaan hutan

  mendukung ketahanan pangan dan energi

  dikelilingi oleh desa hutan sebanyak 5.383

  nasional. Selain itu agroforestri juga sebagai

  desa dengan jumlah penduduk sekitar kawasan

  upaya bisnis untuk meningkatkan pendapatan

  hutan sebanyak 28 juta.

  dan laba perusahaan dari usaha bukan kayu.

  Pengelolaan hutan di Indonesia mengalami

  Beberapa kategori produk bisnis agroforestri

  perubahan paradigma dari State Based Forest

  Perhutani tertera pada Tabel 2.

  Management menjadi Community Based

  Tabel 1. Keterlibatan masyarakat di dalam kawasan hutan

  1. Jumlah Desa Pangkuan

  Desa

  2. Jumlah Desa PHBM

  Desa

  3. Luas Hutan Pangkuan

  Ha 2.250.172

  4. Jumlah KK

  KK

  5. Penyerapan Tenaga Kerja per Tahun

  a. tenaga kerja

  Orang

  b. tambahan penghasilan

  Rp. Milyar

  6. Jumlah LMDH

  7. Koperasi LMDH

  Buah

  Tabel 2. Produk bisnis Perhutani

  1. Forest Chemical Products

  Minyak kayu putih, minyak nilam, ilang-ilang

  2. Forest Food and Health Products

  Tepung-tepungan, madu, kopi, cengkeh, aren, singkong, padi, jagung, kedelai, porang

  3. Flora and Fauna Forestry Products Sutera, bambu, kapuk, randu, hijauan pakan ternak

  4. Forest Clean Energy Products

  Bioethanol

  5. Forest Seed Products

  Benih jati, benih mahoni, bibit jati, bibit pinus

  10 Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

  C. Strategi Pengembangan Bisnis Perhutani

  D. Industri Agroforestri pada Perum

  Beberapa strategi yang diterapkan Perhutani

  Perhutani Unit I Jawa Tengah

  dalam mengembangkan bisnis terutama di

  Industri agroforestri yang ada pada tahun 2012

  bidang agroforestri, yaitu:

  yaitu: Industri pengodolan kapuk dan

  a. Reposisi Perhutani dalam menampung

  derivatnya (termasuk minyak klenteng CKO)

  komoditas yang dihasilkan dari lahan hutan

  di Pati, industri pengolahan jagung di Pati,

  melalui trading (upaya pemantapan posisi

  industri mocaf di Pati, industri bioethanol di

  sebagai

  mediator

  middle position),

  Pati, industri pengolahan kopi di Kedu Utara,

  dan industri minyak atsiri di Kedu Utara.

  finansial perusahaan dan masyarakat desa

  Rencana industri yang akan dikembangkan

  hutan, peningkatan ketahanan pangan dan

  pada tahun 2013 yaitu indutri pupuk organik

  pelestarian pangan dan pelestarian sumber

  cair dan granule di Pati, industri tapioka,

  daya hutan melalui agroforestri.

  glukosa, dan fruktosa di Pati, industri soda-Q

  b. Membangun industri penunjang untuk

  terpadu dengan minyak atsiri dan empon-

  pengolahan produk-produk agroforestri

  empon di Pati.

  (pabrik porang, pabrik pengeringan jagung,

  Wilayah kerja Perum Perhutani meliputi

  pabrik pengodolan kapuk dan turunannya,

  area seluas 2.426.206 ha sebagaimana tertera

  pabrik tepung mocaf, pabrik bioethanol,

  pada Gambar 1 yang terbagi menjadi tiga unit

  pabrik ulat sutera, madu, AMDK dan

  yaitu:

  MIDU, pabrik MKP, pabrik kopi, dan lain-

  1) Unit I berlokasi di Jawa Tengah dengan

  lain).

  luas total wilayah 630.720 ha, meliputi

  c. Meningkatkan kompetensi bisnis komoditas

  hutan produksi seluas 546.290 ha dan hutan

  agroforestri dan penguasaan teknologi

  lindung 84.430 ha.

  pengolahan pangan dan energi melalui

  2) Unit II berlokasi di Jawa Timur dengan luas

  aliansi bisnis (pencarian mitra usaha

  total wilayah 1.136.479 ha, meliputi hutan

  industri pengolah pangan dan energi dalam

  produksi seluas 809.959 ha dan hutan

  rangka pengembangan peran sebagai

  lindung 326.520 ha.

  supplier pangan dan energi nasional)

  3) Unit III berlokasi di Jawa Barat dan Banten

  d. Penguatan kelembagaan, yaitu secara

  dengan luas total wilayah 580.357 ha,

  internal melalui unit bisnis agroforestri

  meliputi hutan produksi seluas 349.649 ha

  sebagai lembaga bisnis Perhutani dan

  dan hutan lindung 230.708 ha.

  optimalisasi peran KHP, serta secara

  Keberadaan Perum Perhutani tidak terlepas

  eksternal melalui penguatan koperasi

  dari sejarah pengelolaan sumber daya hutan di

  masyarakat desa hutan sebagai mitra dan

  Jawa yang tertera pada Tabel 3. Dalam

  jaringan bisnis agroforestri.

  pengelolaan

  hutan,

  Perum Perhutani

  Terdapat peluang yaitu jaringan supplier

  menghasilkan produksi pangan yang dihitung

  bahan baku dan pemasaran hasil industri

  berdasarkan hasil yang diperoleh masyarakat

  agroforestri masih sangat terbatas, sehingga

  desa hutan sebagaimana tertera pada Tabel 4.

  diperlukan peran para pihak untuk bermitra.

  Perum Perhutani memiliki potensi rencana

  Dalam menjalankan industri agribisnis,

  pemanfaatan lahan untuk tanaman pangan

  Perhutani menghadapi beberapa kesulitan di

  tahun 2011 berupa tumpangsari yang tertera pada

  antaranya (1) Bahan baku sangat tergantung

  Tabel 5 dan pengembangan bisnis agroforestri

  oleh musim sehingga harga fluktuatif dan

  yang tertera pada Tabel 6 dan 7. Pengembangan

  murah pada saat panen raya; (2) Khusus tepung

  bisnis agroforestri dilakukan Perum Perhutani

  mocaf dan tepung-tepungan, selama masih ada

  di seluruh wilayah kerjanya baik di Unit I Jawa

  Tengah, Unit II Jawa Timur, dan Unit III Jawa

  mendapatkan harga jual yang memadai; (3)

  Barat dan Banten. Bisnis agroforestri yang

  Peran tengkulak yang sangat dominan; dan (4)

  dilakukan Perhutani terus meningkat dari tahun

  Standarisasi kualitas, produktivitas produk

  ke tahun dengan peningkatan pendapatan rata-

  agroforestri dan akses pasar yang terbatas

  rata per tahun sebesar 197 sebagaimana

  sehingga memerlukan peran kemitraan.

  tertera pada Gambar 2.

  Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

  Gambar 1. Wilayah kerja Perum Perhutani

  Tabel 3. Sejarah pengelolaan hutan di Jawa

  No.

  Tahun

  Model pengelolaan hutan

  Dari security approach ke prosperity approach (pendekatan keamanan ke pendekatan kesejahteraan)

  Pembangunan Masyarakat Desa Hutan (PMDH)

  Perhutanan sosial

  Pembinaan Masyarakat Desa Hutan Terpadu (PMDHT)

  Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH)

  Pengelolaan SDH Bersama Masyarakat (PHBM)

  Tabel 4. Produksi pangan Perum Perhutani

  Rp milyar

  Rp milyar

  Rp milyar

  Rp milyar

  12 Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

  Tabel 5. Potensi rencana pemanfaatan lahan untuk tanaman pangan tahun 2011

  No.

  Jenis

  Luas (ha)

  Produksi (ton) Nilai (Milyar) Serapan tenaga kerja

  4. Kacang tanah

  Tabel 6. Pengembangan bisnis agroforestri Perum Perhutani

  Jagung, padi, sorgum, kopi, porang, silvofishery, herbal, dan lain-lain

  2. Pembangunan industri Tepung, mocaf, porang, talas, kopi, sorgum, madu, nanas

  3. Aliansi bisnis

  Waterland, biomass, sasangka hidro selatan, intra, Indonesia fokus energi, BHLI, dan lain-lain

  4. Kelembagaan

  Optimalisasi KBM dan KPH, koperasi masyarakat desa hutan

  5. Pengembangan IT

  Pembangunan sistem informasi agroforestri (online)

  Tabel 7. Pengembangan industri agroforestri di wilayah kerja Perhutani

  No.

  Jenis Komoditi

  Lokasi

  Produksi tahun

A. Jawa Tengah

  1. KIAT (Kawasan Industri Agroforestri Terpadu)

  Regaloh

  293.600 kg

  a. Industri Serat Kapuk

  Regaloh

  349.000 kg

  b. Industri Tepung Jagung

  Regaloh

  324.000 kg

  c. Industri Mocaf

  Regaloh

  175.000 l

  d. Industri Bioethanol

  Regaloh

  70 ton

  2. Industri Madu

  Regaloh

  1.080.000 btl

  3. Industri Minuman Madu

  Regaloh

  9.500 ton

  4. Industri Benang Sutera

  Regaloh

  60.000 kg

  5. Industri Kopi

  Regaloh

  58.725 kg

  6. CKO (Crude Kelenteng Oil)

  Regaloh

B. Jawa Timur

  1. Industri tepung porang

  Pare

  60 ton

  2. Industri minyak atsiri

  Blitar

  500 kg

  3. Industri kopi

  Bondowoso

  50 ton

  4. Industri penepungan kunir

  Blitar

  60 ton

  5. Benih bibit

  PM

  6. Industri jagung

  Asembagus

  11.520 ton

  7. Trading jagung

  Blitar, Bondowoso 11.520 ton

C. Jawa Barat dan Banten

  1. Beras

  Cianjur, Banten, 1.200 ton Sukabumi

  2. Gula merah

  4. Benih bibit

  Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

REALISASI PENDAPATAN 2006 – 2011 AGROFORESTRI

  Peningkatan pendapatan rata-rata per tahun = sebesar 197

  Gambar 2. Grafik pendapatan Perum Perhutani dari usaha agroforestri tahun 2006-2011

  14 Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

PEMBAHARUAN PARADIGMA AGROFORESTRI INDONESIA SEIRING MENINGKATNYA ISU KERUSAKAN LINGKUNGAN DAN SUSTAINABLE LIVELIHOOD

  Budiadi, Priyono Suryanto dan Sambas Sabarnurdin

  Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Jl. Agro No.1 Bulaksumur Yogyakarta E-mail: budifitriyahoo.com

ABSTRACT

  Agroforestry is a dynamic combination of perennial trees with crops and animals, in an integrated land-use system. The changes of the agroforestry systems have been recognized by researchers, especially from traditional agroforestry (characterized by space domination, low productivity and less concern to environment) to newmodern agroforestry (characterized by optimizing land use, high productivity and environment oriented), by implementing local knowledge in the practices. The changes of agroforestry systems are affected by several reasons, i.e. population growth, agroforestry-product market and environmental issues, such as global warming and water shortage. Tree farming by the people is widely adopted, due to the capability of trees and forest ecosystem to sequester carbon and balancing water supply, as well as economical reason of the better timber value than crops. Due to the several changes, the modern agroforestry should implement vertical arrangement, rather than horizontal, therefore the physiological characteristics of the components should be well understood, otherwise competition will be occurred and productivity decline. In the modern agroforestry, the manager should understand not only species selection but also compatibility or ‖combine-ability‖ between species. Two of the most promising practices of the modern agroforestry was found in konjac (Amorphophallus sp) plantation under teak stand in Saradan East Java, and agroforestry herbal in Kulon Progo district. The success of the practices is highly depended to the understorey management.

  Key words: modern agroforestry, sustainable livelihood, global warming, environmental services

  1. Pendahuluan

  harus meningkatkan kualitas lingkungan dan

  Pembaharuan paradigma agroforestri merupakan

  kelestarian kehidupan. Kepentingan produksi

  tuntutan pengelolaan lahan terpadu, karena

  dan jasa lingkungan ini harus diadopsi

  adanya dorongan kepentingan lokal (untuk

  bersama-sama dalam rancangan agroforestri

  produksi kayu, pangan, jasa air dan

  yang ―modern‖.

  Seiring perkembangan konsep agroforestri

  (pemanasan global dan sustainable livelihood).

  yang telah berumur kurang lebih empat dekade

  Sejak dilahirkannya ilmu agroforestri pertama

  ini, pemahaman konsepparadigma agroforestri

  kali selalu dinyatakan bahwa agroforestri telah

  mestinya telah berubah dari agroforestri

  dipraktekkan oleh masyarakat dalam jangka

  tradisional yang bercirikan dominan ruang

  waktu yang lama, sehingga dikenal sebagai

  (karena lahan masih tersedia luas), produktivitas

  agroforestri lokal atau agroforestri tradisional.

  rendah dan kurang mementingkan aspek

  Meskipun agroforestri lokal ini nilai adopsinya

  lingkungan, menjadi agroforestri ―modern‖

  sudah luas, tetapi produktivitasnya relatif

  dengan ciri utama optimalisasi lahan,

  rendah. Agroforestri tradisional tidak bisa lagi

  produktivitas tinggi dan orientasi lingkungan

  berhadapan dengan kedua tuntutan tersebut di

  yang menonjol. Beberapa faktor yang

  atas karena dua sebab utama yaitu kepadatan

  menentukan perubahan paradigma Af tersebut

  penduduk yang selalu meningkat dan

  terutama adalah:

  pemanasan global. Oleh sebab itu, perspektif

  1) pertumbuhan dan perkembangan penduduk,

  agroforestri yang baru harus memperhatikan

  atau kepadatan penduduk

  dinamika kepentingan tersebut tidak hanya

  2) pasar komoditas agroforestri

  masalah peningkatan produktivitas, tetapi juga

  Seminar Nasional Agroforestri III, 29 Mei 2012

  3) isu-isu lingkungan yang meningkat dan

  lahan, produktivitas tinggi, orientasi lingkungan

  dampaknya bagi livelihood, pemanasan

  dan memiliki tingkat adopsi yang tinggi.