Pengembangan Kebijakan dan Pengaturan Agenda (Policy Development and Agenda-Setting)

4. Pengembangan Kebijakan dan Pengaturan Agenda (Policy Development and Agenda-Setting)

  Kal Raustiala berpendapat bahwa manfaat terpenting dari partisipasi NGO adalah informasi tentang pilihan kebijakan, karena lingkungan global adalah area isu yang memiliki ketidakpastian dan kompleksitas. Sebagian besar masalah lingkungan lintas batas relatif baru, dan sedikit pengalaman untuk memandu proses pembuatan kebijakan. Oleh karena itu, masukan dari NGO sangat penting bagi negara-negara berkembang, yang tidak hanya kekurangan sumber daya,

  185 Wawancara Pribadi dengan Veronica Frank. Via Skype, 5 Juni 2017.

  melainkan juga infrastruktur intelektual, dan keahlian untuk menghasilkan kebijakan yang memadai. 186 Kemudian, Remi Parmentier berargumen bahwa

  NGO secara aktif memberikan kontribusi terhadap pengembangan dan perbaikan kebijakan administrasi publik, dengan tujuan untuk mempengaruhi legislasi dan peraturan di tingkat lokal, nasional, maupun internasional (regional dan global)

  untuk meningkatkan kinerja dan efektivitas mereka. 187 Oleh karena itu, menurut Kate O‟Neill, dengan memberikan informasi dan gagasan kepada negosiator,

  mereka membantu perantara perjanjian mengenai isu-isu yang sulit, dan menerangi pemahaman global akan masalah tertentu. 188

a. Level Internasional

  Berdasarkan dari dokumen internal Greenpeace Internasional, yaitu “Implementing Agreement Political Strategy 2012-2014” 189 dan “Ocean

  Sanctuaries Political Work Plan 2014-2015,” 190 di level internasional, Greenpeace menentukan objektif, antara lain: (1) diluncurkannya negosiasi formal

  untuk UN Oceans Biodiversity Agreement; (2) memastikan champion countries mengajukan pembentukan instrumen hukum yang kuat dan mencakup elemen- elemen utama yang diidentifikasi oleh Greenpeace, termasuk mandat dan mekanisme pembentukan suaka laut global; (3) menetralisir ataupun merubah

  186 Kal Raustiala, States, NGOs, and International Environmental Institutions dalam International Studies Quarterly, Vol. 41, No. 41. (Wiley on Behalf of The International Studies Association,

  1997), Hal. 727-728 187

  Parmentier, Role and Impact of International NGOs, Hal. 212-213 188 O'Neill, The Environment and International Relations, Hal. 91-92

  189 Greenpeace, Implementing Agreement Political Strategy 2012-2014 (Dokumen Internal Greenpeace)

  190 Greenpeace, Oceans Sanctuaries Political Work Plan 2014-2015 (Dokumen Internal Greenpeace)

  posisi opponent countries. Selain itu, sesuai dengan keputusan dari KTT Rio+20, yaitu “Future We Want,” bahwa peluncuran negosiasi formal harus diputuskan sebelum sidang Majelis Umum PBB ke-69 berakhir, sehingga, Greenpeace terus memastikan paling tidak ada satu champion country yang akan mengajukan negosiasi tersebut untuk diputuskan paling tidak melalui pemungutan suara pada sidang Majelis Umum PBB ke-69. Dalam upayanya, Greenpeace mengantisipasi proses pengambilan keputusan melalui pemungutan suara, karena melihat resistensi penolakan yang kuat dari AS, Rusia, dan negara lainnya, dengan menargetkan setidaknya terdapat 100 negara yang memberikan suaranya untuk mendukung peluncuran negosiasi formal perjanjian pelaksanaan, yang dikenal

  dengan simple majority. 191

  Oleh karena itu, dalam kalkulasi upayanya, Greenpeace memilih berfokus untuk menjaring dukungan yang kuat dari like-minded countries untuk mengantisipasi proses pengambilan suara pada sidang Majelis Umum. Greenpeace mencoba memaksimalkan dukungan dan posisi bersama dari negara-negara di

  regional Eropa, Amerika Latin, Afrika, Asia Tenggara, dan Pasifik. 192 Greenpeace juga memastikan negara-negara tesebut memasukkan ketentuan yang kuat dalam

  perjanjian keanekaragaman hayati di masa depan, termasuk pembentukan jaringan suaka laut. Di sisi lain, Greenpeace juga memaksimalkan kampanye publik di dalam opponent countries dengan meningkatkan tekanan publik melalui upaya “name and shame” untuk mengisolasi dan melemahkan argumen opponent

  191 Greenpeace, Oceans Sanctuaries Political Work Plan 2014-2015. 192 Greenpeace, Annex 1: Country Analysis for Work Plan 2014-2015 (Dokumen Internal

  Greenpeace) Greenpeace)

1) Menyediakan Keahlian Ilmiah dan Hukum (Providing Scientific and Legal Expertise)

  Menurut Robert Blasiak, dkk., paket isu yang diidentifikasi pada tahun 2011 mencakup berbagai topik yang memerlukan jenis keahlian yang berbeda sehingga delegasi dapat berperan aktif dalam negosiasi substantif. Seperti yang

  disampaikan oleh seorang delegasi negara: 194

  In the beginning, [the BBNJ working group meetings] were confusing, having so many issues at stake. Although it was rather impossible to separate the two distinct maritime areas involved, the [General Assembly] decision to tackle such a broad issue, namely all marine biodiversity and both maritime areas (the high seas and the Area) made it a huge issue and a very difficult one to address.

  Selain itu, delegasi negara juga mengalami kendala, di mana, pada awalnya, beberapa negara memandang proses BBNJ utamanya mendiskusikan tentang isu- isu lingkungan, sehingga delegasi mereka dipimpin oleh pejabat kementerian lingkungan, mengakibatkan apa yang oleh seorang responden sebut sebagai “confusion [regarding] how to tackle this issue in the context of the law of the sea.” Sedangkan, dalam kasus lain, delegasi negara yang didominasi oleh staf misi permanen, memiliki pengetahuan yang terbatas dengan berbagai aspek konservasi

  dan pemanfaatan berkelanjutan sumber daya kelautan. 195

  Dalam upaya ini, di setiap rekomendasi yang diajukan oleh Greenpeace di tiap pertemuan Kelompok Kerja BBNJ terdapat analisis ilmiah dan hukum yang

  193 Greenpeace, Oceans Sanctuaries Political Work Plan 2014-2015. 194 Robert Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity in Marine Areas

  Beyond National Jurisdiction dalam Marine Policy Vol. 81 (Elseiver, 2017), Hal. 4 195

  Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity, Hal. 4 Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity, Hal. 4

  yang perlu dijadikan sebagai suaka laut: 196

  The report- Emergency Oceans Rescue Plan: Implementing the Marine Reserves Roadmap to Recovery - focuses on priority marine areas both on the high seas and national waters within country exclusive economic zones (EEZs) where immediate action should be taken, and outlines the practical steps needed to establish fully protected marine reserves across the world‟s oceans.

  Selain itu, dalam pernyataan yang disampaikan pada pertemuan kedua Kelompok Kerja BBNJ tahun 2008, Greenpeace menjelaskan tentang penelitian bawah laut yang dilakukan oleh Greenpeace AS di Laut Bering yang berhasil menemukan spesies spons yang bersifat rentan di wilayah tersebut. Atas dasar temuan tersebut, delegasi Greenpeaace kemudian menyerukan perlindungan Laut Bering melalui

  perjanjian pelaksanaan di bawah UNCLOS. 197 Kemudian, selama pertemuan Kelompok Kerja BBNJ maupun lokakarya, Duncan Currie, Legal Adviser

  Greenpeace Internasional, mengajukan dua submission, yaitu “Synthesis of Gaps Identified in Co-Chair‟s BBNJ Workshop” 198 dan “Overview of Legal and

  Regulatory and Implementation Gaps in the Conservation and Sustainable Use of Biodiversity in Marine Areas Beyond National Jurisdiction.” 199

  196 Greenpeace, Submission with Regards to the Conservation and Sustainable Use of Marine Biological Diversity in Areas Beyond National Jurisdiction (Tidak Terpublikasi), Hal. 4

  197 IISD, Summary The Second Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 28 April - 2 May 2008 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No.

  49 (IISD, 2008) dari http:www.iisd.cadownloadpdfenb2549e.pdf diakses pada 2 Juni 2017. 198 Duncan Currie, Synthesis of Gaps Identified in Co-Chair’s BBNJ Workshop (2013) dari

  http:highseasalliance.orgsiteshighseasalliance.orgfilesBBNJ20201320Gaps20analysis 20with20exsummary20final20text-2.pdf diakses pada 2 Juni 2017.

  199 Duncan Currie, Overview of Legal and Regulatory and Implementation Gaps in the Conservation and Sustainable Use of Biodiversity in Marine Areas Beyond National Jurisdiction

  Di luar pertemuan Kelompok Kerja BBNJ, Greenpeace bersama dengan NGO lainnya yang tergabung dalam Deep Seas Conservation Coalition dan High Seas Alliance, berkolaborasi untuk menyelenggarakan side events maupun lokakarya untuk memberikan informasi dan rekomendasi kepada para delegasi negara. Salah satu side events dari High Seas Alliance diselenggarakan pada 2 April 2014, bersamaan dengan pertemuan Kelompok Kerja BBNJ ketujuh, dengan tema “Scope, Parameters and Feasibility of a High Seas Marine Biodiversity

  Agreement”. 202 Selain itu, Duncan Currie dan Prof. Robert Callum, yang bekerjasama dengan Greenpeace dalam kampanye Oceans Sanctuaries, dijadikan

  sebagai panelis pada lokakarya yang diselenggarakan oleh Majelis Umum PBB dengan tema “Intersessional Workshop on Conservation and Management Tools,

  Including Area-Based Management and Environmental Impact Assessments.” 203

  Berdasarkan penjelasan dari Veronica Frank, meskipun objektif utama Greenpeace di dalam Kelompok Kerja BBNJ ialah kawasan laut lindung (MPAs) dan analisis dampak lingkungan (EIA), namun di dalam policy briefing dan

  (2014) dari http:highseasalliance.orgsiteshighseasalliance.orgfilesBBNJ20201420Gaps20analysis 200 20-Main-FINAL.pdf diakses pada 2 Juni 2017.

  High Seas Alliance, Side Event Draws Discussions in Favour of an Implementing Agreement (2014) dari http:highseasalliance.orgcontentside-event-draws-discussions-favour- implementing-agreement diakses pada 2 Juni 2017.

  201 Duncan Currie, Trends of New and Emerging Uses of, and Experimental Activities in, Areas Beyond National Jurisdiction and Implications for the Conservation and Sustainable Use of Marine

  Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction (2013) dari http:www.un.orgDeptslosbiodiversityworkinggroupworkshop2_currie.pdf diakses pada 2 Juni 2017.

  202 Callum Roberts, Human Impacts on Fisheries Productivity in Areas Beyond National Jurisdiction (2013) dari http:www.un.orgDeptslosbiodiversityworkinggroupworkshop2_roberts.pdf

  diakses pada 5 Juni 2017. 203 UN, Intersessional Workshop on Conservation and Management Tools, Including Area-Based

  Management and Environmental Impact Assessments (2013) dari http:www.un.orgDeptslosbiodiversityworkinggroupworkshop2_panels_website.pdf diakses pada 2 Juni 2017.

  submission Greenpeace juga menyediakan informasi terkait akses dan pembagian keuntungan dari sumber daya genetik (MGRs), 204 di mana, menurut Richard

  Page 206 dan Nathalie Rey hal tersebut bertujuan untuk menunjukkan posisi Greenpeace yang juga mendukung keadilan bagi negara-negara berkembang

  untuk mendapatkan keuntungan dari pemanfaatan MGRs. Dengan demikian, Greenpeace juga dapat menjaring dukungan dari negara-negara G-77Cina.

2) Memastikan Kontinuitas pada Negosiasi (Providing Continuity Throughout the Negotiations)

  Dibandingkan dengan proses negosiasi PBB lainnya, negosiasi BBNJ telah berlangsung dalam waktu yang sangat lama, di mana, pada tahap Working Group sendiri berlangsung dari tahun 2006 sampai 2015, yang masih harus melewati tahap PrepCom dan konferensi antar-pemerintah. Mengingat panjangnya proses dalam Kelompok Kerja BBNJ, kontinuitas di dalam komposisi delegasisangat penting untuk menjaga keahlian dan memastikan kemajuan terus-menerus dalam

  negosiasi daripada mengulangi diskusi sebelumnya. 207 Oleh karena itu, NGO telah berkontribusi untuk menjembatani kesenjangan dalam kontinuitas keahlian antara

  para delegasi negara dengan memberikan publikasi yang menggambarkan sejarah proses BBNJ dan juga aspek dari masing-masing isu di dalam paket 2011. lokakarya intersesional dan side events yang diselenggarakan oleh NGO dan IGO juga merupakan media yang berguna untuk membantu anggota delegasi negara

  204 Wawancara Pribadi dengan Veronica Frank. Via Skype, 5 Juni 2017. 205 Wawancara Pribadi dengan Richard Page. Via Skype, 17 Mei 2017. 206 207 Wawancara Pribadi dengan Nathalie Rey. Via Skype, 15 Juni 2017.

  Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity, Hal. 5 Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity, Hal. 5

  Menurut Nathalie Rey, Chair of Greenpeace Delegation at Working Group BBNJ 2011-2013, di antara empat individu yang menghadiri keseluruhan

  pertemuan Kelompok Kerja BBNJ, 209 salah satunya ialah Duncan Currie yang merupakan delegasi Greenpeace yang juga berperan sebagai penasehat hukum

  untuk Deep Sea Conservation Coalition dan High Seas Alliance. 210 Itu sebabnya Duncan Currie ditugaskan untuk melakukan pertemuan secara rutin dengan para

  perwakilan tetap di PBB untuk meng-update berbagai isu yang didiskusikan pada pertemuan Kelompok Kerja BBNJ bersama Peggy Kalas 211 yang juga menghadiri

  keseluruhan pertemuan Kelompok Kerja BBNJ. Dengan memiliki perwakilan yang telah menghadiri keseluruhan pertemuan Kelompok Kerja BBNJ, membuat Greenpeace memiliki kapabilitas untuk menjembatani kesenjangan dalam kontinuitas keahlian antara para delegasi negara, khususnya delegasi dari negara-

  negara berkembang, yang sering mengalami pergantian individu. 212

  Di dalam penyelenggaraan side event dan lokakarya yang diselenggarakan oleh Greenpeace maupun Deep Sea Conservation Coalition dan High Seas Alliance, selain bertujuan untuk menyampaikan informasi-informasi dari analisis ilmiah dan hukum, NGO juga berupaya meng-update diskusi-diskusi yang telah dan sedang berkembang di dalam pertemuan Kelompok Kerja BBNJ. Apresiasi

  208 Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity, Hal. 6 209 Diagram partisipasi delegasi dalam pertemuan Working Group BBNJ tersedia di Lampiran 2. 210 Wawancara Pribadi dengan Nathalie Rey. Via Skype, 15 Juni 2017. 211 Peggy Kalas menjabat sebagai UN Coordinator dari Deep Sea Conservation Coalition dan

  sebagai Director dari High Seas Alliance. 212

  Wawancara Pribadi dengan Nathalie Rey. Via Skype, 15 Juni 2017.

  delegasi negara terhadap manfaat dari lokakarya oleh NGO pun disampaikan oleh delegasi Aljazair yang menyampaikan rasa terima kasih, di dalam pernyataan penutupnya, kepada IUCN dan High Seas Alliance yang telah menyelenggarakan lokakarya untuk para delegasi dari negara-negara African Group sebelum

  pertemuan Kelompok Kerja BBNJ kedelapan berlangsung. 213

3) Hubungan Personal (Personal Relations)

  Responden dari delegasi negara dan NGO yang diwawancarai oleh Robert Blasiak, dkk., sepakat mengenai pentingnya hubungan personal untuk memastikan arus informasi yang konstruktif. Beberapa responden menekankan bahwa hubungan semacam itu memerlukan waktu untuk dapat terbentuk, dan seringkali merupakan hubungan informal daripada hubungan institusional atau resmi, seperti hubungan antara individu, bukan antara delegasi negara tertentu dengan NGO

  tertentu. 214 Pada tahap awal proses Kelompok Kerja BBNJ, saat NGO berusaha untuk menjalin kerjasama yang efektif dengan negara-negara, sebuah fokus

  ditempatkan pada kontak pertama yang responden sebut sebagai negara

  "sympathetic" atau "champions" pada pertemuan dan lokakarya intersesional. 215

  Dalam upaya ini, menurut Arifsyah Nasution, Oceans Campaign Team Leader Greenpeace Asia Tenggara - Indonesia, berpendapat bahwa komposisi dari tim delegasi Greenpeace merepresentasikan regional yang menjadi target dari

  213 IISD, Summary The Eighth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 16-19 June 2014 dalam Briefing Note on UNGA WG on Marine

  Biodiversity (IISD, 2014) dari http:www.iisd.caoceansmarinebiodiv8briefbrief_marine_biodiv8.pdf diakses pada 5 Juni 2017.

  215 Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity, Hal. 6

  Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity, Hal. 6

  Greenpeace, misalnya, Sofia Tsenikli (Yunani), Nathalie Rey (Belanda), Veronica Frank (Portugal), dari Eropa; Milko Schvartzman (Argentina) dari Amerika Latin;

  Rachel Pearlin Muthumanickam (India) dan Zelda Soriano (Filipina) dari Asia. 216 Menurut Arifsyah Nasution, hal tersebut karena Greenpeace ingin memastikan

  para delegasi negara-negara regional tersebut berkomunikasi dengan orang yang sama, baik di tingkat regional maupun internasional, sehingga delegasi Greenpeace dapat membangun koneksi serta kepercayaan secara personal dari delegasi. Dengan menghadirkan perwakilan dari regional yang menjadi target Greenpeace, orang-orang tersebut juga dapat membantu tim delegasi Greenpeace dalam menganalisis latar belakang dari posisi yang diambil oleh negara, misalnya

  berdasarkan dari kepentingan nasional, sejarah, nilai-nilai lokal, dan lainnya. 217

  Menurut Prof. Ann Powers, Center for Environmental Legal Studies of Pace Law School, delegasi NGO memanfaatkan hubungan personal dengan delegasi maupun pejabat dari pemerintahan nasional untuk melakukan pertemuan informal di sela-sela sesi Kelompok Kerja BBNJ, seperti pada waktu rehat sarapan dan

  makan siang untuk memberikan masukan kepada delegasi negara. 218 Hal serupa juga diakui oleh Elizabeth Kim, Chair of US Delegation at Working Group BBNJ,

  bahwa ia seringkali melakukan pertemuan maupun diskusi informal dengan delegasi NGO, minimal sebanyak satu kali pertemuan, di sela-sela sesi Kelompok

  Kerja BBNJ. 219

  216 Wawancara Pribadi dengan Arifsyah Nasution. Jakarta, 7 Juni 2017. 217 Wawancara Pribadi dengan Arifsyah Nasution. Jakarta, 7 Juni 2017.

  219 Wawancara Pribadi dengan Ann Powers. Via Skype, 13 Juni 2017.

  Wawancara Pribadi dengan Elizabeth Kim. Via Phone, 26 Mei 2017.

4) Pembentukan Koalisi (Coalition Formation)

  Seperti dalam perundingan internasional lainnya, pembentukan koalisi telah menghasilkan efisiensi dan penguatan pesan antara NGO selama Kelompok Kerja BBNJ. Hal tersebut dikarenakan pada tahap awal proses Kelompok Kerja BBNJ, NGO memiliki suara yang sangat lemah, dan dalam beberapa kasus delegasi

  negara tidak terlalu tertarik oleh komentar dari NGO. 220 Hingga pada akhirnya, suara NGO berangsur-angsur berkembang selama proses Kelompok Kerja BBNJ,

  dan perkembangan penting yang digarisbawahi oleh beberapa pihak ialah sejak pembentukan High Seas Alliance di tahun 2011. Sejak dibentuk pada tahun 2011, High Seas Alliance bertujuan untuk menyelaraskan dan mengkoordinir kerja NGO mengenai masalah BBNJ untuk mencapai dampak yang lebih luas dan lebih masif

  dalam proses negosiasi. 221

  Selain menjadi anggota pendiri dari High Seas Alliance yang terbentuk pada tahun 2011, Greenpeace juga menjadi salah satu anggota pengarah dari Deep Sea

  Conservation Coalition yang telah terbentuk pada tahun 2004. 222 Meskipun di awal pembentukannya koalisi ini berfokus pada isu pukat dasar laut dalam, namun

  Deep Sea Conservation Coalition juga berperan aktif pada isu BBNJ. 223 Salah satu bentuk kolaborasi antar-anggota aliansi tersebut yaitu menyelenggarakan

  lokakarya regional yang diselenggarakan oleh berbagai NGO di berbagai regional.

  220 Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity, Hal. 6 221 Blasiak, The Role of NGOs in Negotiating the Use of Biodiversity, Hal. 6 222 Greenpeace, Closing Statement at 6th WG BBNJ August 2013 (2013) dari

  http:highseasalliance.orgsiteshighseasalliance.orgfilesGreenpeace-Closing-Statement- final.pdf diakses pada 7 Juni 2017.

  223 Deep Sea Conservation Coalition, About Us: Overview dari http:savethehighseas.orgaboutus diakses pada 7 Juni 2017.

  Lokakarya yang diselenggarakan selama periode Kelompok Kerja BBNJ, antara lain: untuk negara-negara Amerika Latin yang diselenggarakan di Brasilia, Brazil; untuk negara-negara African Group yang diselenggarakan di Maputo, Mozambique dan di New York, AS; untuk negara-negara CARICOM yang diselenggarakan di Kingston, Jamaika; untuk negara-negara ASEAN yang diselenggarakan di Manila, Filipina; dan untuk negara-negara Pasifik yang

  diselenggarakan di New York, AS. 224

  Bentuk kerjasama tersebut dapat meringankan beban dan mengefisiensikan tugas dari masing-masing organisasi, termasuk Greenpeace. Di antara regional yang menjadi target Greenpeace, Afrika dan Pasifik menjadi regional yang tidak terdapat personal in charge dari Greenpeace untuk bertanggungjawab menyusun upaya politik, karena minimnya kapasitas NROs di wilayah tersebut. Oleh karena itu, upaya politik di regional Afrika dan Pasifik dilakukan oleh Greenpeace secara kolaboratif dengan anggota Deep Sea Conservation Coalition dan High Seas

  Alliance lainnya, 225 sedangkan, menurut Veronica Frank, Greenpeace juga tidak dapat melakukan upaya politik di beberapa opponent countries, seperti Jepang di

  mana Greenpeace Jepang memiliki akses terbatas untuk berkomunikasi dengan pemerintah Jepang, Rusia di mana Greenpeace Rusia tidak memiliki kampanye laut, serta di Islandia di mana Greenpeace tidak memiliki kantor nasional, menyebabkan Greenpeace tidak dapat melakukan lobi politik dengan pemerintah negara-negara tersebut. Akan tetapi, dengan adanya NGO lokal dari berbagai

  224 High Seas Alliance, HSA Members Host Series of Regional BBNJ Workshops (2014) dari http:highseasalliance.orgcontenthsa-members-host-series-regional-bbnj-workshops diakses

  pada 7 Juni 2017. 225

  Greenpeace, Annex 1: Country Analysis for Work Plan 2014-2015.

  negara yang menjadi anggota dari High Seas Alliance dan Deep Sea Conservation Coalition, seperti Iceland Nature Conservation Association, Korean Federation for Environmental Movement, dan NGO lokal lainnya, membuat upaya lobi

  politik dapat dilakukan melalui NGO lokal tersebut. 226

5) Memprotes Pembatasan Partisipasi (Protesting Against Restriction Participation)

  Meskipun Kelompok Kerja BBNJ bersifat terbuka atas partisipasi NGO, namun dalam beberapa kasus, terdapat beberapa sesi tertutup di mana delegasi NGO dan IGO tidak dapat berpartisipasi dalam sesi tersebut. Setidaknya pada pertemuan Kelompok Kerja BBNJ keempat hingga keenam (2011-2013), proses perancangan rancangan rekomendasi Kelompok Kerja BBNJ dihasilkan melalui konsultasi informal dan closed-door drafting group yang dikenal sebagai Friends

  of the Co-Chairs. 227 Hal tersebut dipandang sebagai upaya pembatasan partisipasi NGO di dalam proses negosiasi hingga menimbulkan protes dari delegasi NGO,

  seperti pada pertemuan keenam, di mana NGO pada pernyataan penutup atas nama Pew, WWF, NRDC, Greenpeace, Deep Sea Conservation Coalition, dan

  High Seas Alliance, 228 NGO menegaskan bahwa pengecualian masyarakat sipil adalah pelanggaran terhadap Aarhus Convention on Access to Information dan

  Almaty Guidelines on Promoting the Application of the Principles of the Aarhus Convention in International Forums, terkait partisipasi publik dalam pengambilan

  227 Wawancara Pribadi dengan Veronica Frank. Via Skype, 5 Juni 2017.

  IISD, Summary The Fifth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 7-11 Mei 2012 dalam Earth Negotiations Bulletin Vol. 25 No. 83 (IISD, 2012) dari http:www.iisd.cadownloadpdfenb2583e.pdf diakses pada 7 Juni 2017.

  228 High Seas Alliance, Update: Day Five - Member Interventions (2013) dari http:highseasalliance.orgcontentupdate-day-five-member-interventions diakses pada 9 Juni

  keputusan dan akses terhadap keadilan dalam masalah lingkungan; serta mendesak delegasi negara untuk mengembalikan transparansi proses negosiasi

  BBNJ dengan membuka partisipasi dari perwakilan masyarakat sipil. 229

  Selain itu, dukungan terhadap partisipasi NGO juga datang dari beberapa delegasi negara yang mendesak dilakukannya proses negosiasi yang terbuka untuk partisipasi NGO, seperti, Argentina, Brazil, Venezuela, dan Uni Eropa, pada

  pertemuan kelima, 230 serta dari Uni Eropa, Meksiko, Australia, dan G-77Cina pada pertemuan keenam. Hingga pada akhirnya, Co-Chair Kohona menyetujui

  saran yang diajukan oleh para delegasi tersebut untuk diterapkan pada pertemuan- pertemuan Kelompok Kerja BBNJ selanjutnya. 231

b. Level Domestik

  Berdasarkan dari dokumen internal Greenpeace Internasional, yaitu “Implementing Agreement Political Strategy 2012-2014” 232 dan “Ocean

  Sanctuaries Political Work Plan 2014-2015,” 233 di level domestik, Greenpeace menentukan objektif yang berbeda di antara Greenpeace NROs yang berada di

  “champion countries” dengan Greenpeace NROs yang berada di “opponent countries.” Greenpeace NROs di champion countries menargetkan untuk:

  229 IISD, Summary The Sixth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction: 19-23 August 2013 dalam Briefing Note on UNGA WG on Marine

  Biodiversity (IISD, 2013) dari http:www.iisd.caoceansmarinebiodiv6briefbrief_marinebiodiv6e.pdf diakses pada 9 Juni 2017. 230

  IISD, Summary The Fifth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction.

  231 IISD, Summary The Sixth Meeting of The Working Group on Marine Biodiversity Beyond Areas of National Jurisdiction.

  233 Greenpeace, Implementing Agreement Political Strategy 2012-2014.

  Greenpeace, Oceans Sanctuaries Political Work Plan 2014-2015.

  memperoleh pernyataan publik dari Menteri maupun pengambil keputusan utama lainnya untuk mendukung UN Ocean Biodiversity Agreement dan pembentukan jaringan suaka laut global, termasuk pada saat pernyataan pembuka kepala negara pada sidang Majelis Umum PBB; serta memicu jangkauan politik regional dari champion countries untuk menghasilkan dukungan maupun posisi bersama

  regional yang lebih luas untuk mendukung UN Ocean Biodiversity Agreement. 234 Sedangkan, untuk NROs di opponent countries menargetkan untuk: memperoleh

  pernyataan publik dari oposisi maupun tokoh atau anggota parlemen yang berpengaruh secara politis untuk mendukung UN Ocean Biodiversity Agreement dan pembentukan jaringan suaka laut global; serta mengekspos upaya opponent countries yang mempengaruhi negara lainnya agar ikut menentang UN Ocean

  Biodiversity Agreement. 235

Dokumen yang terkait

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA EMPIRIS PADA PASIEN RAWAT INAP PATAH TULANG TERTUTUP (Closed Fracture) (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

11 138 24

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

Identifikasi Jenis Kayu Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Nelayan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Pemanfaatanya Sebagai Buku Nonteks.

26 327 121

Upaya mengurangi kecemasan belajar matematika siswa dengan penerapan metode diskusi kelompok teknik tutor sebaya: sebuah studi penelitian tindakan di SMP Negeri 21 Tangerang

26 227 88

Upaya guru PAI dalam mengembangkan kreativitas siswa pada mata pelajaran pendidikan agama islam Kelas VIII SMP Nusantara Plus Ciputat

48 349 84

Perspektif hukum Islam terhadap konsep kewarganegaraan Indonesia dalam UU No.12 tahun 2006

13 113 111

Pengaruh kualitas aktiva produktif dan non performing financing terhadap return on asset perbankan syariah (Studi Pada 3 Bank Umum Syariah Tahun 2011 – 2014)

6 101 0

Kajian administrasi, farmasetik dan klinis resep pasien rawat jalan di Rumkital Dr. Mintohardjo pada bulan Januari 2015

19 169 0

Pengaruh Atribut Produk dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Niat Beli Konsumen Asuransi Syariah PT.Asuransi Takaful Umum Di Kota Cilegon

6 98 0