69
4. Perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia
a. Periode sebelum kemerdekaan 1908-1945
Pemikiran HAM dalam periode sebelum kemerdekaan dapat dijumpai dalam sejarah kemunculan organisasi pergerakan nasional seperti Boedi
Oetomo 1908, Dalam sejarah pemikiran HAM di indonesia, Boedi Oetomo mewakali organisasi pergerakan nasional mula-mula yang menyuarakan
kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petis-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun lewat tulisan di surat kabar.Inti
dari perjuangan Boedi Oetomo adalah perjuangan akan kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui organisasi massa dan konsep perwakilan
rakyat.
b. Periode setelah kemerdekaan
Perdebatan tentang HAM terus berlanjut sampai periode pasca kemerdekaan Indonesia: 1945-1950, 1950-1959, 1959-1966, 1966-1998, dan
periode HAM Indonesia kontemporer pasca orde baru. c.
Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk
berserikat melalui organisasi politik yang didirikan, serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen sepanjang periode ini, baik
dibidang politik, ekonomi. Sosial, dan budaya.
d. Periode 1950-1959
Periode 1950-1959 dikenal dengan masa perlementer. Sejarah pemikiran HAM pada masa ini dicatat sebagai masa yang sangat kondusif bagi sejarah
perjalanan HAM di Indonesia. Sejalan dengan prinsip demokrasi liberal di masa itu, suasana kebebasan mendapat tempat dalam kehidupan politik nasional.
Menurut catatan Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM Indonesia pada masa ini tercermin pada lima indikator HAM:
1 Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideologi.
2 Adanya kebebasan pers.
3 Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas, dan demokratis
4 Kontrol parlemen atas eksekutif.
5 perdebatan HAM secara bebas dan demokratis.
70 Pada periode ini Indonesia meratifikasi dua konvensi internasional HAM, yaitu:
1 Konvensi Genewa tahun 1949 yang mencakup perlindungan hak bagi
korban perang, tawanan perang, dan perlindungan sipil di waktu perang. 2
Konvensi tentang Hak Politik Perempuan Tahun 1947 yang mencakup hak perempuan untuk memilih dan dipilih tanpa perlakuan diskriminasi,
serta hak perempuan untuk menempati jabatan publik. e.
Periode 1959-1966
Periode ini merupakan masa berakhirnya Demokrasi Liberar, digantikan oleh sistem Demokrasi Terpimpin yang terpusat pada kekuasaan Presiden
Soekarno. Demokrasi Terpimpin Guided Democrary tidak lain sebagai bentuk penolakan presiden Soekarno terhaddap sistem Demokrasi Parlementer yang
di nilainya sebagai produk barat. Menurut Soekarno Demokrasi Parementer tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang telah memiliki tradisinya
sendiri dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. f.
Periode 1966-1998
Pada mulanya, lahirnya orde baru menjanjikan harapan baru bagi Penegak HAM di Indonesia. Berbagai seminar tentang HAM dilakukan orde
baru.Namun pada kenyataanya, Orde baru telah menorehkan sejarah hitam pelanggaran HAM di Indonesia.Janji-janji Orde Baru tentang pelaksanaan HAM
di Indonesia mengalami kemunduran amat pesat sejak awal 1970-an hingga 1980-an.
Sikap anti HAM Orde Baru sesungguhnya tidak berbeda dengan argumen yang pernah di kemukakan Presiden Soekarno ketika menolak prinsip
dan praktik Demokrasi Parlementer, yakni sikap apologis dengan cara mempertentangkan demokrasi dan Prinsip HAM yang lahir di barat dengan
budaya lokal Indonesia. Orde Baru memandang HAM dan demokrasi sebagai produk Barat yang individualistik dan bertentangan dengan prinsip gotong
royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia.
g. Periode Pasca Orde Baru masa reformasi