Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Dinamika Hubungan Persepsi Risiko Kecelakaan Kerja dan Stres Kerja Karyawan

9 perusahaan akan komitmen perusahaan terhadap keselamatan kerja, kecemasan dan ketidakpuasan kerja Diaz dan Resnick, 2000. Persepsi risiko terkadang diukur dengan melihat kecemasan yang dihubungkan dengan stres Sjoberg, 1998. Penelitian dan pembahasan sebelumnya juga menunjukkan bahwa bahwa stres kerja dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara persepsirisiko kecelakaan kerja dengan stres kerja karyawan khususnya di PT. Freeport Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah apakah terdapat hubungan signifikan antara persepsi risiko kecelakaan kerja dengan stres kerja yang dialami oleh karyawan PT. Freeport Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antara persepsi risiko kecelakaan kerja dan stres kerja karyawan PT. Freeport Indonesia berdasarkan faktor-faktor yang telah diuraikan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis :

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan acuan untuk penelitian selanjutnya dimana dalam penelitian ini akan dibahas mengenai ada atau tidaknya hubungan antara persepsirisiko kecelakaan kerja dan stres kerja karyawan.Penelitian ini dapat dijadikan kajian untuk psikologi industri organisasi.

2. Manfaat Praktis :

a. Bagi karyawan : Apabila hipotesis dari penelitian ini diterima, karyawan PT. Freeport Indonesia dapat mengerti bagaimana mengatasi stres kerja yang diakibatkan tekanan dari risiko kecelakaan kerja di tempat kerjanya.Sedangkan apabila hipotesis dari penelitian ini ditolak, karyawan PT. Freeport Indonesia dapat mempertahankan kewaspadaan karyawan terhadap resiko kecelakaan kerja yang dapat menghindarkan karyawan dari stres kerja. b. Bagi perusahaan atau organisasi : Apabila hipotesis dari penelitian ini diterima, perusahaan dapat menjadikan bahan acuan penelitian ini untuk pelatihan keselamatan kerja dan juga meningkatkan kepedulian terhadap Kesehatan dan Keselamatan Kerja di perusahaan. Selain itu juga dapat menjadi acuan bagi perusahaan membuat program 11 penanggulangan stres di tempat kerja. Namun apabila hipotesis dari penelitian ini ditolak, perusahaan dapat tetap mempertahankan program-program pelatihan keselamatan kerja dan program- program penanggulangan stres di tempat kerja. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Persepsi Risiko Kecelakaan Kerja 1.

Pengertian Persepsi Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Namun, proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi Walgito, 2010. Persepsi adalah proses mengatur dan mengartikan informasi sensoris untuk memberikan makna. Persepsi juga merupakan proses menemukan pola-pola yang bermakna dari informasi sensoris A. King, 2013. Berdasarkan kedua definisi persepsi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa persepsi merupakan proses mengartikan informasi untuk memberikan makna dan menemukan pola-pola dari informasi sensoris yang didapatkan oleh alat indera. 13

2. Pengertian Risiko Kecelakaan Kerja

Risiko kecelakaan kerja diartikan sebagai kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerusakan yang muncul di tempat kerja. Selain itu, risiko kecelakaan kerja juga diartikan sebagai kemungkinan seseorang dapat dirugikan atau menderita efek kesehatan apabila terkena bahaya Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Freeport Indonesia, 2004 . Risiko kecelakaan kerja adalah risiko yang berkaitan dengan sumber bahaya yang timbul dalam aktifitas bisnis yang menyangkut aspek manusia, peralatan, material, dan lingkungan kerja Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT. Freeport Indonesia, 2004. Risiko kecelakaan kerja merupakan perhitungan seberapa sering kejadian kecelakaan terjadi, bagaimana terjadinya kecelakaan tersebut, dan seperti apa konsekuensi dari kecelakaan tersebut National Safety Council dari Campbell University, 2014 Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa risiko kecelakaan kerja merupakan risiko yang dihadapi karyawan di tempat kerja yang memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja.

3. Persepsi Risiko Kecelakaan Kerja

Persepsi risiko kecelakaan kerja merupakan kemampuan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14 individu untuk menyadari risiko yang terjadi, yang terikat dengan toleransi risiko, yang menunjukkan kapasitas individu untuk menerima suatu risiko di tempat kerjanya National Safety Council dari Campbell Institute, 2014. Persepsi risiko kecelakaan kerja adalah asesmen yang subjektif kemungkinan dari terjadinya kecelakaan kerja yang spesifik dan bagaimana kita peduli dengan konsekuensinya Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004. Jadi dapat disimpulkan bahwa persepsi risiko kecelakaan kerja adalah proses mengatur dan mengartikan informasi mengenai suatu risiko yang dihadapi karyawan di tempat kerja yang memungkinkan terjadinya kecelakaan kerja serta konsekuensi yang harus dihadapi setelahnya.

4. Aspek-aspek Persepsi dan Persepsi Risiko Kecelakaan Kerja

Woodworth dan Marquis dalam Walagito, 2002 membagi aspek-aspek persepsi menjadi tiga, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek konatif. Aspek-aspek tersebut diuraikan sebagai berikut:

a. Aspek Kognitif

Aspek kognitif merupakan komponen sikap yang berisi kepercayaan individu terhadap objek sikap. Kepercayaan itu muncul karena adanya suatu bentuk yang telah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15 terpolakan dalam pikiran individu. Kepercayaan itu juga datang dari apa yang pernah individu lihat dan ketahui sehingga membentuk suatu ide atau gagasan tentang karakteristik objek. Kepercayaan ini dapat menjadi dasar pengetahuan bagi individu tentang suatu objek dan kepercayaan ini menyederhanakan fenomena dan konsep yang dilihat dan yang ditemui. Perlu juga dikemukakan bahwa kepercayaan tidak selamanya akurat, karena kepercayaan itu muncul juga disebabkan oleh kurangnya informasi tentang objek. Dalam kaitannya dengan kecelakaan kerja, aspek kognitif dapat ditunjukkan dengan bagaimana karyawan tahu dan memahami risiko kecelakaan kerja yang ada di tempat kerjanya Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004. Selain itu aspek kognitif juga ditunjukkan dari bagaimana karyawan mengerti efek dari kecelakaan kerja yang dapat terjadi di tempat kerjanya Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004. b. Aspek Afektif Aspek afektif ini menyangkut kesan atau perasaan individu dalam menafsirkan stimulus sehingga stimulus tersebut disadari. Aspek afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional subjektif dari individu terhadap objek persepsi, berisi perasaan memihak atau PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16 tidak memihak, mendukung atau tidak mendukung terhadap objek yang dipersepsi. Aspek afektif dari persepsi risiko kecelakaan kerja dapat ditunjukkan dari bagaimana perasaan karyawan ketika mengetahui bahwa risiko kecelakaan kerja dapat menyebabkan sakit dari segi mental maupun fisik Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004. c. Aspek Konatif Aspek konatif menunjukkan bagaimana perilaku dan kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri individu berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Aspek konatif meliputi perilaku yang tidak hanya dilihat secara langsung, tetapi meliputi pula bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu objek yang dipersepsi. Aspek konatif dalam persepsi risiko kecelakaan kerja dapat ditunjukkan dengan bagaimana perilaku seseorang dalam menanggapi risiko kecelakaan kerja yang ada di tempat kerjanya, apakah harus ditanggapi dengan tenang atau menerima risiko tersebut sebagai suatu hal yang harus dilewati Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17

5. Penyebab Risiko Kecelakaan Kerja

a. Terjadi secara kebetulan Dianggap sebagai kecelakaan dalam arti yang sebenarnya genuine accident, sifatnya tidak dapat diramalkan dan berada di luar kendali manajeman perusahaan. Misalnya, seorang karyawan tepat berada di depan jendela kaca tiba-tiba seseorang melempar jendela kaca sehingga mengenainya. b. Kondisi kerja yang tidak aman Kondisi kerja yang tidak aman meliputi faktor-faktor sebagai berikut: i. Peralatan yang tidak terlindungi secara benar ii. Peralatan rusak iii. Prosedur yang berbahaya dalam, pada, atau di sekitar mesin atau peralatan gudang yang tidak aman sumpek dan terlalu penuh. iv. Cahaya tidak memadai, suram, dan kurang penerangan v. Ventilasi yang tidak sempurna, pergantian udara tidak cukup, atau sumber udara tidak murni. 18

6. Faktor-faktor Persepsi Risiko Kecelakaan Kerja

National Safety Council dari Campbell Institute 2014 menyebutkan bahwa faktor yang menyebabkan persepsi risiko kecelakaan kerja dapat dibedakan menjadi tiga level, yaitu : a. Faktor macro-level : Faktor ini mengacu pada budaya persepsi dan penjelasan lingkungan yang ada di sekitar individu. Faktor macro-level dapat ditunjukan dari kepemimpinan dalam keselamatan kerja, kepercayaan terhadap organisasi, dan risiko yang secara jelas menunjukan komitment terhadap sistem manajemen keselamatan kerja yang menghasilkan perilaku dalam mengambil risiko dan pengurangan tingkat kecelakaan. Karyawan yang bekerja di lingkungan kerja dengan budaya keselamatan kerja yang positif akan memiliki risiko kecelakaan kerja lebih rendah dibandingkan karyawan yang bekerja di lingkungan kerja yangtidak memiliki budaya keselamatan kerja positif. Budaya keselamatan kerja yang positif tersebut ditunjukan dengan prosedur keselamatan kerja dan komitmen yang tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan karyawan.Kepercayaan terhadap organisasi berarti bahwa karyawan yang percaya terhadap manajemenorganisasi dengan komitmen kuat terhadap kesehatan dan keselamatan 19 kerja akan memiliki risiko kecelakaan kerja lebih rendah dibandingkan karyawan yang tidak percaya. b. Faktor meso-level Faktor ini menjelaskan bagaimana kelompok atau komunitas mempengaruhi perilaku seseorang dalam mengambil risiko. Misalnya saja seseorang akan melakukan cara yang tidak baik dalam pelaksanaan tugas ketika melihat karyawan lain juga melakukannya. c. Faktor micro-level Faktor micro-level merupakan faktor yang menunjukkan bagaimana tingkat pengetahuan individu terhadap situasi yang terjadi. Karyawan yang memiliki informasi yang kurang terhadap suatu situasi akan lebih berisiko sedangkan karyawan yang memiliki banyak informasi akan memiliki toleransi terhadap risiko.

7. Jenis-Jenis Tempat Berisiko Kecelakaan Kerja

Dessler 2011 menyebutkan jenis tempat kerja yang memiliki risiko kecelakaan kerja adalah tempat kerja yang didalam lingkungan kerjanya terdapat : a. Materi kimia dan materi berisiko bahaya lainnya b. Suara dan getaran yang berlebihan 20 c. Suhu yang ekstrim d. Risiko bahaya biologis termasuk yang umum terjadi seperti jamur dan buatan manusia seperti anthrax e. Risiko bahaya ergonomis seperti desain peralatan yang buruk yang mendorong para pekerja untuk melakukan pekerjaan mereka dalam posisi yang tidak natural f. Risiko bahaya familiar seperti lantai yang licin dan halan keluar yang tertutup.

B. Stres Kerja 1. Pengertian Stres

Stres didefinisikan sebagai tanggapan atau proses internal atau eksternal yang mencapai tingkat ketegangan fisik dan psikologis sampai pada batas atau melebihi batas kemampuan subjek Cooper, 1994. Stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya Hager, 1999. Menurut Anoraga 2001, stres sebenarnya merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasa mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. Selye dalam Landy dan Conte, 2010 menyatakan bahwa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21 stres merupakan respon non-spesifik dari tubuh manusia terhadap permintaan-permintaan yang ada di lingkungannya. Selye membedakan antara stres yang baik eustres dan stres yang buruk distres. Eustres menyediakan motivasi terhadap individu untuk bekerja keras dan mencapai tujuan mereka. Sedangkan distres merupakan hasi dari situasi yang penuh dengan stres yang bertahan dari waktu ke waktu dan dapat membuat kesehatan individu berkurang.

2. Pengertian Stres Kerja

Luthans dalam Minto 2010 mengatakan bahwa stres kerja merupakan suatu respon penyesuaian terhadap situasi eksternal yang menyebabkan penyimpangan-penyimpangan fisik, psikologis dan tingkah laku bagi para partisipan organisasi. Van Harrison dan Pinneau 1975, dalam Minto, 2010 mendefinisikan stres kerja sebagai karakteristik dari lingkungan kerja yang menjadi ancaman bagi individu. Stres kerja juga didefinisikan oleh French, Rogers, dan Cobb dalam Minto, 2010 sebagai ketidakcocokan antara keterampilan, kemampuan, dan tuntutan-tuntutan seseorang di tempat kerja dengan kebutuhan seseorang yang disediakan oleh lingkungan kerja. Stres kerja yang begitu hebat yang melampaui batas-batas toleransi akan berkaitan langsung dengan gangguan psikis dan ketidakmampuan fisik Anoraga, 2009. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22 Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan respon penyesuaian individu terhadap lingkungan kerjanya yang dianggap mengancam sehingga menyebabkan penyimpangan-penyimpangan psikologis, fisiologis, dan perilaku dari individu tersebut.

3. Penyebab Stres Kerja

Smith 1981, dalam Minto, 2010 mengemukakan bahwa penyebab dari stres kerja, meliputi : a. Stres kerja merupakan hasil dari keadaan tempat kerja. Misalnya saja keadaan tempat bising dan ventilasi udara yang kurang baik. b. Stres kerja merupakan hasil dari dua faktor organisasi yaitu keterlibatan dalam tugas dan dukungan organisasi. c. Stres kerja terjadi karena faktor kemampuan karyawan dalam melaksanakan tugas yang banyak d. Stres kerja merupakan akibat dari waktu kerja yang berlebihan. e. Stres kerja disebabkan dari faktor tanggung jawab kerja f. Stres kerja disebabkan oleh tantangan yang muncul dari tugas Luthans 1995, dalam Minto, 2010 menyebutkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 bahwa penyebab stres terdiri atas empat hal utama, yaitu : a. Sumber dari luar organisasi, yang terdiri dari perubahan sosialteknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan komunitastempat tinggal. b. Sumber dari dalam organisasi, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam organisasi.. c. Sumber dari dalam kelompok, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergrup. d. Sumber dari individu, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian Tipe A, control personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya tahan psikologis. Riggio 2008 mengatakan ada dua tipe penyebab stres kerja, yaitu penyebab stres dari tugas pekerjaan dan penyebab stres dari peran di pekerjaan. Penyebab stres dari tugas pekerjaan adalah : a. Kerja yang berlebihan dimana pekerjaan membutuhkan kecepatan waktu pekerjaan, hasil, atau konsentrasi. b. Underutilization dimana muncul ketika pekerja merasa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 bahwa pekerjaan tidak menggunakan pengetahuan, keterampilan, atau kemampuan mereka yang berkaitan dengan pekerjaan atau ketika pekerjaan dirasa membosankan dan monoton. Sedangkan penyebab-penyebab stres dari peran di pekerjaan adalah sebagai berikut: a. Pekerjaan yang ambigu, merupakan keraguan yang disebabkan oleh feedback yang kurang pada setiap performasi kerja atau kurangnya pekerja melakukan pekerjaan mereka. b. Kurangnya kontrol, penelitian menemukan bahwa memberikan kontrol kepada kerja pada lingkungan kerja mereka, walaupun dengan cara seperti memberikan mereka suara dalam pembuatan keputusan atau memperbolehkan pekerja untuk merencanakan tugas pekerjaan mereka sendiri, mengurani stres kerja dan meningkatkan kepuasan kerja. c. Kondisi fisik kerja, seperti bekerja lembur dapat mengganggu jam tidur dan jam bangun dan bisa membuat masalah- masalah seperti stres yang tinggi, ketidakpuasan kerja, dan kesalahan performasi. d. Stres interpersonal, disebabkan oleh kesulitan dalam hubungan interpersonal. e. Pelecehan, seperti pelecehan seksual, pelecehan karena PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 anggota kelompok gender, orientasi seksual, dll, dan dikucilkan oleh supervisor atau kolega.

4. Gejala dari Stres Kerja

Beehr dan Newman dalam Rice, 1999 mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu: a. Gejala psikologis i. Kecemasan, ketegangan, kebingungan, dan mudah tersinggung ii. Perasaan frustasi, rasa marah, dan dendam kebencian iii. Sensitif dan hyperreactivity iv. Memendam perasaan, penarikan diri dan depresi v. Komunikasi yang tidak efektif vi. Perasaan terkucil dan terasing vii. Kebosanan dan ketidakpuasan kerja viii. Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi ix. Kehilangan spontanitas dan kreativitas x. Menurunnya rasa percaya diri PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 b. Gejala fisiologis i. Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular ii. Meningkatnya sekresi dari hormon stres iii. Gangguan gastrointestinal iv. Meningkatnya frekuasi dari luka fisik dan kecelakaan v. Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis vi. Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada vii. Gangguan pada kulit viii. Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot ix. Gangguan tidur x. Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker c. Gejala perilaku i. Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan ii. Menurunnya prestasi dan produktivitas PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27 iii. Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat- obatan iv. Perilaku sabotase dalam pekerjaan v. Perilaku makan yang tidak normal kebanyakan sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas. vi. Kecenderungan bunuh diri

5. Mengatasi Stres Kerja

Schultz dan Schultz 2010 mengatakan bahwa baik organisasi maupun individu sendiri dapat berperan aktif dalam mengatasi stres kerja. Berikut adalah cara mengatasi stres kerja yang dapat dilakukan dari pihak organisasi maupun pihak individu menurut Schultz dan Schultz 2010 : a. Organisasi : i. Mengkontrol iklim organisasi Organisasi sebaiknya menyediakan dukungan yang cukup agar karyawan dapat beradaptasi dalam perubahan. Hal ini disebabkan dari salah satu penyebab stres kerja dalam kehidupan organisasi, yaitu perubahan rencana organisasi. Stres dapat dicegah atau dikurangi dengan mengizinkan karyawan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan mengenai perubahan di tempat kerja dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28 dalam struktur organisasi. Dengan diizinkannya karyawan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dan struktur organisasi, karyawan dapat menerima perubahan dan membantu karyawan untuk mengekspresikan pendapat dan keluhan karyawan. ii. Menyediakan kontrol Karyawan percaya bahwa apabila karyawan dapat berlatih untuk mengontrol pekerjaan, stres kerja karyawan akan berkurang. Hal ini telah dibuktikan dalam survei dari 2048 pekerja di Amerika. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa karyawan yang tidak merasa dipaksa dalam pekerjaan dan baik dalam membuat keputusan, memiliki stres kerja yang rendah. Organisasi dapat meningkatkan sense of control karyawan dengan memperkaya, memperluas, dan mengembangkan pekerjaan agar karyawan dapat menjadi lebih bertanggung jawab dan memiliki kekuasaan dalam pembuatan keputusan. iii. Menjelaskan tugas karyawan Untuk mengurangi stres kerja yang diakibatkan dari peran dalam pekerjaan yang 29 ambigu, atasan harus memberi tahu pemimpin tiap kelompok karyawan secara jelas apa yang diharapkan oleh pemimpin dan apa yang harus dipertanggungjawabkan dari pekerjaan karyawan. iv. Menghilangkan pekerjaan yang berlebihan dan kurang pekerjaan Mengatasi stres kerja dapat dilakukan dengan mengadakan pemilihan karyawan yang baik dan program pelatihan, keputusan untuk mempromosikan karyawan yang pantas, pembagian pekerjaan yang adil, dan penyesuaian penerimaan karyawaan berdasarkan kemampuan karyawan itu sendiri. Hal tersebut dianggap dapat membantu mengurangi stres kerja yang disebabkan oleh work overload dan work underload. v. Menyediakan dukungan sosial Menyediakan dukungan sosial dapat megurangi kemungkinan karyawan mengalami stres kerja. Sebuah penelitian yang menelti 211 polisi lalu lintas menemukan bahwa burnout sangat rendah ditemukan pada mereka yang menerima dukungan sosial yang tinggi dari atasan dan keluarga mereka. Organisasi dapat meningkatkan dukungan sosial 30 dengan mempromosikan kelompok kerja. Organisasi juga dapat menyediakan pelatihan untuk menunjukkan empati dan kepedulian mereka terhadap kelompok-kelompok kerja. vi. Mengizinkan hewan peliharaan di tempat kerja Dewasa ini banyak perusahaan yang mengizinkan karyawannya untuk membawa hewan peliharaan untuk bekerja bersama mereka. Sebuah penelitian menemukan bahwa karyawan yang membawa hewan peliharaan ke tempat kerja mereka memiliki stres kerja yang lebih rendah dibandingkan yang tidak membawa atau tidak memiliki hewan peliharaan. vii. Menyediakan program mengatasi stres Organisasi dapat menyediakan program mengatasi stres berupa konseling dalam mengatasi stres kerja. Konseling stres kerja tersebut berupa program relaksasi, biofeedback, dan cognitive restructuring. Penelitian membuktikan bahwa program-program tersebut dapat mengurangi masalah psikologis yang muncul akibat tingginya stres kerja. viii. Menyediakan program fitness 31 Dengan meningkatkan well-being secara fisik dan mental karyawan, stres kerja karyawan dapat berkurang. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengubah perilaku tidak sehat karyawan. Tujuh belas penelitian menemukan bahwa lebih dari 7700 karyawan menemukan bahwa dengan adanya program fitness, stres kerja karyawan dapat berkurang dan dapat meningkatkan kepuasan kerja serta mengurangi absen dalam pekerjaan. b. Individu : i. Pelatihan relaksasi Dalam pelatihan relaksasi ini karywan diajarkan untuk berkonsentrasi pada salah satu bagian tubuh satu persatu dan secara sistematis membuat tegang dan relax bagian tubuh tersebut. Dengan fokus terhadap bagian tubuh satu persatu dapat menghasilkan keadaan yang relax. Hal tersebut dapat mengurangi stres kerja yang dialami karyawan. ii. Biofeedback Biofeedback adalah teknik yang dipercaya dapat mengurangi stres kerja. Teknik ini menggunakan pengukuran elektronik dari proses PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 psikologis seperti detak jantung, tekanan darah, dan ketegangan otot. Pengukuran tersebut diubah dalam sebuah sinyal seperti cahaya atau bunyi yang memberikan feedback dari bagaimana tubuh beroperasi. Dengan feedback tersebut karaywan belajar untuk mengendalikan keadaan dalam tubuh mereka. Dengan berlatih mengendalikan keadaan dalam tubuh secara terus menerus, tubuh akan menjadi lebih relax.

C. Dinamika Hubungan Persepsi Risiko Kecelakaan Kerja dan Stres Kerja Karyawan

Karyawan yang mengalami stres kerja dapat ditunjukkan dengan gejala-gejala stres kerja. Terry Beehr dan John Newman dalam Rice, 199 menyebutkan gejala stres kerja itu sendiri meliputi gejala psikologis, gejala fisiologis, dan gejala perilaku. Gejala psikologis dapat ditunjukkan dengan munculnya kecemasan, ketegangan, kebosanan, ketidakpuasan kerja, perasaan frustasi, sensitif, dan kehilangan konsentrasi. Gejala fisiologis dapat ditunjukkan dengan munculnya kelelahan secara fisik, gangguan pernafasan, sakit punggung bagian bawah, ketegangan otot, dan gangguan tidur. Sedangkan gejala perilaku dapat ditunjukkan dengan munculnya perilaku menunda pekerjaan, menghindari pekerjaan, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33 absen dari pekerjaan, menurunnya prestasi, dan menurunnya produktivitas dari karyawan. Gejala-gejala stres kerja tersebut dapat muncul akibat dari adanya persepsi risiko kecelakaan kerja yang disebabkan oleh aspek- aspek kognitif, afektif, dan konatif. Aspek kognitif dapat ditunjukkan dengan pengetahuan karyawan akan risiko kecelakaan kerja yang ada di tempat kerjanya Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004. Pengetahuan tersebut memberikan informasi bagi karyawan akan situasi di tempat kerjanya yang dapat ditunjukkan dengan ada atau tidaknya risiko kecelakaan kerja getaran, noise, dan bencana alam Dessler, 2011. Aspek afektif dapat ditunjukkan dengan bagaimana perasaan karyawan yang senang atau tidak senang dengan keadaan tempat kerjanya. Perasaan itu muncul ketika karyawan mengetahui bahwa risiko kecelakaan kerja dapat menyebabkan sakit dari segi mental maupun fisik Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004. Aspek konatif dari persepsi risiko kecelakaan kerja dapat ditunjukkan dengan perilaku keselamatan kerja karyawan dalam menghadapi adanya risiko kecelakaan kerja. Aspek tersebut ditunjukkan dengan perilaku karyawan yang menghadapi tempat kerjanya yang memiliki risiko kecelakaan kerja dengan cemas dan tidak menerima keadaan tempat kerjanya Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004. Persepsi risiko kecelakaan kerja yang tinggi dapat ditunjukkan dengan karyawan tahu bahwa tempat kerjanya memiliki 34 risiko kecelakaan kerja aspek kognitif, karyawan tidak senang dengan keadaan tempat kerjanya aspek afektif, dan perilaku karyawan dalam menanggapi risiko kecelakaan kerja yang ada di tempat kerjanya dihadapi dengan cemas dan tidak menerima keadaan aspek konatif. Aspek-aspek persepsi risiko kecelakaan kerja yang tinggi dapat memunculkan gejala-gejala stres kerja seperti gejala-gejala psikologis kecemasan, ketegangan, kebingungan, kebosanan, ketidakpuasan kerja, perasaan frustasi, sensitif, depresi, kelelahan mental dan kehilangan konsentrasi, gejala-gejala fisiologis kelelahan secara fisik, gangguan pernapasan, sakit kepala, sakit punggung bagian bawah, ketegangan otot, dan gangguan tidur, dan gejala-gejala perilaku menunda pekerjaan, menghindari pekerjaan, absen dari pekerjaan, menurunnya prestasi dan menurunnya produktivitas Beehr dan Newman, dalam Rice, 1999.Munculnya gejala psikologis, fisiologis, dan perilaku menunjukkan bahwa stres kerja tinggi. Karyawan dengan aspek kognitif yang tinggi akan mengidentifikasikan seberapa tinggi atau rendahnya risiko yang mereka hadapi dan seberapa berpengaruhnya risiko kecelakaan kerja tersebut terhadap kematian Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004. Karyawan dengan aspek afektif yang tinggi akan menunjukkan perasaan tidak senang terhadap tempat kerjanya akibat risiko yang dapat merugikan dirinya Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004.Karyawan 35 dengan aspek konatif yang tinggi akan menghadapi risiko dengan tidak tenang atau panik Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004. Hal tersebut dapat menimbulkan kecemasan yang dapat menyebabkan munculnya gejala-gejala stres kerja Sjoberg, 1998. Persepsi risiko kecelakaan kerja yang rendah dapat ditunjukkan denganaspek-aspek persepsi risiko kecelakaan kerja yang rendah pula. Hal tersebut ditunjukkan dengan aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek konatif. Aspek kognitif ditunjukkan dengan pengetahuan karyawan akan keadaan tempat kerjanya. Karyawan tahu bahwa tempat kerjanya tidak atau memiliki risiko kecelakaan kerja yang rendah seperti sedikit atau tidak adanya getaran dan noise, juga tempat kerjanya jarang atau bahkan tidak pernah mengalami bencana alam seperti tanah longsor. Aspek afektif ditunjukkan dengan perasaan karyawan yang senang dengan keadaan tempat kerjanya karena rendahnya atau bahkan tidak memiliki risiko kecelakaan kerja. Aspek konatif dapat ditunjukkan dengan perilaku karyawan dalam menghadapi tempat kerjanya yang memiliki risiko kecelakaan kerja dengan tenang dan menerima keadaan yang terjadi di tempat kerjanya. . Aspek-aspek persepsi risiko kecelakaan kerja yang rendah dapat memunculkan rendah atau bahkan tidak adanya gejala-gejala stres kerja seperti gejala-gejala psikologis, gejala-gejala fisiologis, dan gejala-gejala perilaku Beehr dan Newman, dalam Rice, 1999. 36 Gejala-gejala psikologis ditunjukkan oleh adanya kecemasan, ketegangan, kebosanan, ketidakpuasan kerja, perasaan frustasi, sensitif, dan kehilangan konsentrasi. Gejala-gejala fisiologis dapat dilihat dari munculnya kelelahan secara fisik, gangguan pernapasan, sakit punggung bagian bawah, ketegangan otot, dan gangguan tidur. Sedangkan gejala-gejala perilaku dilihat dari munculnya menunda pekerjaan, menghindari pekerjaan, absen dari pekerjaan, menurunnya prestasi dan menurunnya produktivitas. Hal tersebut menunjukkan bahwa stres kerja karyawan rendah. Karyawan dengan aspek kognitif yang rendah akan menilai risiko tempat kerjanya rendah dan menganggap bahwa risiko kecelakaan kerja adalah sesuatu yang wajar untuk dihadapi Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004. Karyawan dengan aspek afektif yang rendah akan tetap merasa senang dengan keadaan tempat kerjanya Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004. Karyawan dengan aspek konatif yang rendah akan memiliki perilaku menerima keadaan tempat kerjanya Sjoberg, Moen, Rundmo, 2004. Hal tersebut dapat menyebabkan tidak munculnya gejala-gejala stres kerja Hubungan antara persepsi risiko kecelakaan kerja dan stres kerja karyawan ditunjukkan oleh skema berikut : PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37

D. Skema Penelitian

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP BEBAN KERJA DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN PT. SRI REJEKI ISMAN Tbk Hubungan Antara Persepsi Terhadapbeban Kerja Dengan Stres Kerja Pada Karyawanpt. Sri Rejeki Isman Tbk sukoharjo.

0 3 13

HUBUNGAN ANTARA BUDAYA ORGANISASI DENGAN STRES KERJA KARYAWAN Hubungan Antara Budaya Organisasi Dengan Stres Kerja Karyawan.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI LINGKUNGAN KERJA DENGAN PROKRASTINASI KERJA KARYAWAN Hubungan Antara Persepsi Lingkungan Kerja Dengan Prokrastinasi Kerja Karyawan PT. Solo Murni Kiky Surakarta.

0 1 17

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN PRESTASI KERJA PADA KARYAWAN Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Prestasi Kerja Pada Karyawan.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN PRESTASI KERJA PADA KARYAWAN Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Prestasi Kerja Pada Karyawan.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP HUMAN RELATIONS DAN STRES KERJA DENGAN LOYALITAS KERJA KARYAWAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Human Relations Dan Stres Kerja Dengan Loyalitas Kerja Karyawan.

0 1 15

PENDAHULUAN Hubungan Antara Persepsi Terhadap Human Relations Dan Stres Kerja Dengan Loyalitas Kerja Karyawan.

0 1 9

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Produktivitas Kerja Karyawan.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN Hubungan Antara Stres Kerja Dengan Produktivitas Kerja Karyawan.

2 13 18

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP PELAKSANAAN PROGRAM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DENGAN STRES KERJA.

0 0 47