menit, lalu dimasukkan ke dalam aquadest dan kemudian preparat dimasukkkan berturut-turut ke dalam alkohol 30, 40, 50, 60, 70, 80, 96, dan
alkohol absolute. Setelah itu, dikeringkan dengan kertas pengisap. Lalu preparat dimasukkan ke xylol.
l. Mounting Mounting dilakukan dengan menutup preparat dengan canada balsam. Diusahakan
supaya tidak terdapat gelembung udara. Diberi label dan diamati di bawah mikroskop.
3.4.8. Rumus Perhitungan
Menurut Manson et al., 1989 dalam Sabri, 2007, rumus perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Persentase Implantasi PI
∑ Jumlah implantasi tiap perulangan induk PI =
× 100 Jumlah seluruh induk dalam satu perlakuan
b.
Persentase Malformasi PM
Jumlah malformasi ∑
tiap perulangan induk Jumlah fetus yang hidup
PM = × 100 Jumlah seluruh induk dalam satu perlakuan
c. Persentase Fetus Mati PFM
Jumlah fetus mati ∑
tiap perulangan induk Jumlah implantasi
PFM = × 100 Jumlah seluruh induk dalam satu perlakuan
Universitas Sumatera Utara
d. Persentase Embrio Resorb PER
Jumlah embrio reorb ∑
tiap perulangan induk Jumlah implantasi
PER = × 100 Jumlah seluruh induk dalam satu perlakuan
e. Persentase Kehilangan Praimplantasi PKP
Jumlah korpus luteum - jumlah implantasi ∑
tiap perulangan induk Jumlah fetus yang hidup
PKP = × 100 Jumlah seluruh induk dalam satu perlakuan
3.4.9. Analisis Data
Data yang didapat dari setiap parameter variabel pengamatan dicatat dan disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif yang didapatkan, diuji kemaknaannya
dengan bantuan program statistik komputer SPSS release 13. Urutan uji diawali dengan uji normalitas dan uji homogenitas. Apabila hasil uji normalitas dan
homogenitas menunjukkan P0,05 maka data dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis dan Mann-Whitney. Apabila hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukkan
P0,05 maka dilanjutkan dengan uji sidik ragam ANOVA satu arah. Jika hasil ANOVA menunjukkan ada perbedaan nyata P0,05, maka dilanjutkan dengan uji
Post Hoc-Bonferroni taraf 5.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian yang sudah dilakukan yaitu mengenai pengaruh pemberian ekstrak N- heksan buah andaliman Zanthoxylum acanthopodium DC. terhadap perkembangan
struktur kraniofacial fetus mencit Mus musculus L. Strain DDW diperoleh hasil sebagai berikut:
4.1. Data Penampilan Reproduksi Induk Mencit Betina
Pengamatan terhadap penampilan reproduksi induk mencit betina pada perlakuan ekstrak N-heksan buah andaliman Zanthoxylum acanthopodium DC. yang diberikan
pada umur kebuntingan 0-10 hari meliputi jumlah implantasi, kematian intra uterus: embrio resorb dan fetus mati, kehilangan praimplantasi dan jumlah korpus luteum
dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Penampilan Reproduksi Induk Mencit Betina Perlakuan Ekstrak N-heksan Buah Andaliman.
JI: Jumlah Implantasi, ER: Embrio Resorb, FM: Fetus Mati, KL: Korpus Luteum, KPI: Kehilangan
Praimplantasi
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Gambar 4.1. dapat diketahui jumlah implantasi pada kelompok perlakuan KP 11,00, P1 9,00, P2 11,67, P3 12,00 memiliki jumlah yang lebih
rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol K0 12,57 dari hasil uji statistik Lampiran A.1 menunjukkan tidak berbeda nyata P0,05 antara kelompok
perlakuan dibanding dengan kelompok kontrol. Ekstrak N-heksan buah andaliman dapat menyebabkan terganggunya perkembangan embrio yang dicerminkan dengan
menurunnya jumlah implantasi. Penurunan jumlah implantasi seiring dengan meningkatnya kematian
intrauterus dan kehilangan praimplantasi. Penurunan jumlah implantasi kemungkinan disebabkan oleh kandungan senyawa kimia aktif yang terkandung di dalam andaliman
seperti steroid salah satunya betasitosteroid Lampiran Hasil Uji Skrining. Senyawa tersebut tidak dapat didetoksifikasi oleh induk mencit sehingga dapat mempengaruhi
proses cleavage dan penanaman embrio di dalam endometrium. Menurut Winarno Sundari 1997, betasitosterol merupakan derivat steroid yang dapat menurunkan
kadar esterogen, FSH, dan progesteron di dalam tubuh yang dapat mempengaruhi jumlah implantasi. Begitu juga dengan pernyataan Hadisaputra 1993 dalam
Tampubolon, 2000, penurunan jumlah implantasi disebabkan oleh konsentrasi esterogen dan progesteron menurun pada saat praimplantasi sehingga lingkungan
steroidal tidak sesuai untuk implantasi. Dari Gambar 4.1. dapat dilihat terjadi peningkatan persentase embrio resorb
secara kualitatif yang sejalan dengan peningkatan konsentrasi perlakuan pada kelompok perlakuan KP 1,06, P1 2,81, P2 8,34, P3 5,56 dibanding dengan
kelompok kontrol K0 1,74, hasil uji statistik Lampiran A.2 menunjukkan tidak berbeda nyata P0,05 antara kelompok perlakuan dibanding dengan kelompok
kontrol. Meskipun secara statistik tidak berbeda nyata namun terjadi peningkatan kejadian embrio resorb secara kualitatif sehingga ekstrak N-heksan buah andaliman
dapat dikatakan bersifat embriotoksik. Hal ini kemungkinan karena lamanya pemberian senyawa kimia aktif ekstrak N-heksan buah andaliman seperti terpenoid
dan steroid Lampiran Hasil Uji Skrining jika diberikan dari 0 sampai 10 hari kebuntingan bersifat teratogenik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harbinson 1980
dalam Susantin et al., 2006, bahwa suatu zat yang memiliki sifat teratogenik dapat menyebabkan kematian intra uterus diikuti dengan resorb. Menurut Winarno
Universitas Sumatera Utara
Sundari 1995, golongan steroid dan terpenoid memiliki sifat sebagai antifertilitas yang bekerja menurunkan kadar progesteron di dalam tubuh yang dapat meningkatkan
kejadian embrio resorb.
Gambar 4.2. Embrio Resorb. ER: Embrio Resorb
,
KP : Kontrol Perlakuan CMC 1, P1: Perlakuan 2 ekstrak N-heksan buah andaliman, P2:
Perlakuan 4 ekstrak N - heksan buah andaliman, P3: Perlakuan 6 ekstrak N-heksan buah andaliman.
Embrio resorb ialah embrio yang masih terlihat di uterus tetapi tidak mengalami perkembangan lanjut Taylor, 1986. Seluruh zat yang masuk ke dalam
tubuh induk dapat mempengaruhi perkembangan embrio karena setiap zat akan masuk melalui sistem pembuluh darah dan akan menembus plasenta sehingga dapat
menyebabkan kelainan pada embrio Partodiharjo, 1980. Menurut pernyataan Widyastuti et al., 2006, seluruh zat yang bersifat teratogen jika diberikan di awal
perkembangan embrio dapat menyebabkan resorb. Sumarmin 1999 dalam Rusmiati, 2009, juga menyatakan bahwa jika ada suatu teratogen yang bekerja pada embrio
tahap praimplantasi atau tahap praorganogenesis dapat menyebabkan embrio tersebut mati.
Hasil pengamatan fetus mati pada Gambar 4.1. yaitu terjadinya peningkatan persentase fetus mati pada kelompok perlakuan KP 0,37, P1 1,00, P2 0,31, P3
E E
E
E
K P1
P2 P3
Universitas Sumatera Utara
3,53, jika dibandingkan dengan kelompok kontrol K0 0,25. Hasil uji statistik Lampiran A.3 menunjukkan tidak berbeda nyata P0,05 antara kelompok
perlakuan dibanding dengan kelompok kontrol. Persentase fetus mati meningkat kemungkinan disebabkan oleh ekstrak N-heksan buah andaliman yang dapat
mengganggu perkembangan sel-sel pada lapisan germinal dan perkembangan lanjut organ yang dapat menyebabkan kematian, sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak N-
heksan buah andaliman bersifat fetotoksik. Menurut Bancin 2012, tingginya fetus mati kemungkinan disebabkan oleh senyawa kimia yang terkandung di dalam
andaliman seperti terpenoid dan steroid yang bersifat toksik.
Gambar 4.3. Fetus mati. FM: Fetus Mati, P2: Perlakuan 4 ekstrak N - heksan
buah andaliman, P3: Perlakuan 6 ekstrak N-heksan buah andaliman. Menurut Widyastuti et al., 2006, fetus mati disebabkan karena adanya
kontraksi uterus selama masa organogenesis yang disebabkan oleh senyawa teratogen seperti alkaloid dimungkinkan dapat memacu kontraksi otot polos uterus sehingga
menyebabkan gangguan proliferasi sel-sel yang terspesialisasi. Begitu juga dengan pernyataan Bancin 2012, kecilnya jumlah fetus hidup kemungkinan diakibatkan sel-
sel embrio yang terganggu akibat perlakuan yang terlalu dini. Sel-sel yang terganggu kehilangan kemampuan untuk pluripotensi sehingga sel-sel tidak mampu berkembang
sebagaimana mestinya. Selanjutnya Yulianti Nawir 2008, menyatakan bahwa fetus mati disebabkan oleh dosis teratogen terlampaui sehingga dapat mengganggu
perkembangan sel-sel yang terspesialisasi. Berdasarkan pengamatan Gambar 4.1. dapat diketahui bahwa persentase
korpus luteum semakin meningkat pada kelompok perlakuan KP 14,17, P2 15,33, P3 15,50 bila dibandingkan dengan kelompok kontrol K0 13,33 tetapi terjadi
FM FM
P2 P3
Universitas Sumatera Utara
penurunan jumlah korpus luteum pada kelompok perlakuan P1 13,17 bila dibanding dengan kelompok kontrol. Pada uji statistik Lampiran A.4 antara kelompok
perlakuan dengan kelompok kontrol menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata P0,05. Korpus luteum merupakan suatu cerminan ovum yang diovulasikan pada
saat kopulasi. Berdasarkan pernyataan Sabri 2007, bahwa korpus luteum merupakan tanda
dari jumlah ovum yang diovulasikan oleh suatu individu dan kondisi ini akan tetap dipertahankan jika terjadi fertilisasi, hal tersebut karena korpus luteum menghasilkan
progesteron yang digunakan mempertahankan implantasi. Demikian juga dinyatakan oleh Hutahaean 2002 dalam Rusmiati, 2009 bahwa jumlah korpus luteum sangat
berkaitan dan bersesuaian dengan jumlah implantasi. Hasil pengamatan Gambar 4.1. terlihat terjadi peningkatan persentase
kehilangan praimplantasi pada kelompok perlakuan KP 3,69, P1 4,35, P2 4,02, P3 4,15 dibanding dengan kelompok kontrol K0 1,16, dan peningkatan persentasi
tertinggi terjadi pada kelompok perlakuan P1 4,35. Namun setelah hasil uji statistik Lampiran A.5 menyatakan tidak berbeda nyata P0,05 antara kelompok perlakuan
dibanding dengan kelompok kontrol. Terjadinya peningkatan kehilangan praimplantasi kemungkinan disebabkan oleh ketidakmampuan induk untuk mentolerir
senyawa kimia yang terkandung di dalam andaliman seperti terpenoid dan steroid Lampiran Hasil Uji Skrining sehingga senyawa kimia tersebut dapat langsung
menyerang embrio dan menyebakan sel-sel tersebut mati sebelum terimplantasi. Seperti penelitian yang telah dilakukan Bancin 2012, pemberian ekstrak andaliman
sampai umur 14 hari kebuntingan akan menyebabkan perkembangan embrio terganggu sehingga tidak dapat mencapai tahap blastokista dengan sempurna dengan
demikian embrio tidak dapat terimplan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kandungan senyawa aktif andaliman seperti terpenoid, steroid, alkaloid dan flavonid
yang dapat mengganggu proses proliferasi sel-sel embrional yang terjadi pada tahap cleavage dari embriogenesis.
Begitu juga dengan penelitian Sabri 2007, bahwa pemberian ekstrak andaliman pada induk yang sedang bunting pada umur kebuntingan 0 sampai 13 hari
berpengaruh terhadap fertilitas, ini disebabkan oleh pemberian ekstrak berlangsung
Universitas Sumatera Utara
mulai tahap praimplantasi hingga organogenesis, dan induk tidak dapat mendetoksifikasi dan mengeleminasi senyawa-senyawa yang terkandung dalam
andaliman dan akhirnya senyawa akan masuk ke dalam aliran pembuluh darah sehingga embrio yang sedang berada ditahap cleavage tidak mampu berkembang
mencapai tahap blastokista dengan sempurna dengan demikian embrio tidak dapat terimplan.
Siswando 1993 dalam Samsuria, 2009 juga menyatakan bahwa adanya gangguan pada periode awal menyebabkan resiko yang sangat besar pada proses
perkembangan selanjutnya. Gangguan yang selalu berulang pada tahap awal kehamilan sampai setengah periode kehamilan dapat menyebabkan terganggunya
proses pembelahan sel yang akhirnya akan terjadi kegagalan implantasi.
4.2. Data Berat Badan Induk Mencit, Jumlah Fetus Hidup, dan Berat Badan Fetus Hidup