Riwayat Rumah Tangga Nur ‘Ainun Sebagai Penyanyi Melayu Sumatera Utara: Biografi dan Analisis Struktur lagu-lagu rentak Senandung, Mak inang, dan Lagu dua yang dinyanyikan

Sumber: Koleksi Nur ‘Ainun

3.3 Riwayat Rumah Tangga

Melalui kelompok musik Sukma Murni ini, Nur ‘Ainun bertemu dengan orang yang dia cintai yang sekarang menjadi suaminya, yang bernama Ahmad Fuad. Di dalam grup tersebut, Ahmad Fuad adalah seorang pemain alat musik akordion dan gendang Melayu, sedangkan Nur ‘Ainun adalah sebagai penyanyi. Sifat yang baik, ramah, sederhana, dan jujur dari Ahmad Fuad yang membuat Nur’Ainun menjadi terpikat dengannya. Nur ‘Ainun pun mau menikah dengannya, ketika Ahmad Fuad melamarnya. Ahmad Fuad memang dikenal oleh teman-temannya sebagai orang yang sopan santun, ramah, dan selalu terseyum. Nur ‘Ainun menegaskan jika suaminya ini adalah kepala Universitas Sumatera Utara keluarga yang selalu sabar dalam mengatasi masalah disaat mereka sedang berbeda pandangan, Ahmad Fuad juga yang selalu mengalah jika hal itu terjadi. Ahmad Fuad juga suami yang tidak terlalu banyak menuntut. Apalagi dalam rumah tangganya, seperti dalam panyanjian makanan, Ahmad Fuad selalu makan apa pun yang dimasak oleh Nur ‘Ainun. Bahkan jika tidak ada makanan pun Ahmad Fuad tidak akan marah, malah mencari jalan keluar agar keluarganya bisa makan. Nur ‘Ainun menegaskan prinsip suaminya lebih bagus tidak makan hari ini dari pada kita berhutang. Sikap inilah yang membuat Nur ‘Ainun tidak bisa melupakan sosok Ahmad Fuad sebagai suami tercintanya. Gambar 3.4: Muhammad Fuad, Suami Nur ‘Ainun Sumber: Koleksi Nur ‘Ainun Universitas Sumatera Utara Pada saat mereka memutuskan untuk menikah tanggal 15 Juni ditahun 1956, Nur ‘Ainun pun memberi sebuah persyaratan yaitu dia tetap ingin bernyanyi, dan suaminya pun menuruti persyaratan yang diajukan oleh beliau. Namun demikian, Nur ‘Ainun juga tahu diri. Jika dia dipanggil berpergian ke luar negeri untuk bernyanyi, dia selalu mengajukan agar suaminya ikut. Ini lantaran beliau ingin didampingi oleh suaminya. Sehingga jika memanggil Nur ‘Ainun, berarti si pemanggil harus memanggil suaminya juga. Berikut gambar suami Nur ‘Ainun zaman dulu 1957, dan berserta keluarga di saat mereka menikah dan mempunyai enam anak. Gambar 3.5: Foto Saat Mereka Menikah. Sumber: Koleksi Nur ‘Ainun Universitas Sumatera Utara Pernikahan mereka sendiri pun membentuik sebuah keluarga baru dengan kehadiran enam anak. Di bawah ini adalah daftar nama-nama anak kandung dari pasangan Ahmad Fuad dan Nur ‘Ainun sendiri. 1. Nuri Alfrida lahir 27 april 1958 almarhumah 2. Mai Liza Murnin lahir 4 Mei 1949, 3. Armansa lahir 3 Febuari 1960; 4. Irwansyah lahir 7 November 1961; 5. Darwinsyah lahir 15 Desember 1965; dan 6. Aliansyah lahir 7 Juni 1970. Di bawah ini sebuah foto keluarga Nur ‘Ainun dan suami saat anak-anak mereka masih kecil- kecil lagi. Gambar 3.6: Keluarga Inti Nur ‘Ainun Universitas Sumatera Utara Sumber: Koleksi Nur ‘Ainun Nur ‘Ainun merasa senang dengan adanya anak-anak yang selalu menyayanginya, terutama anak perempuan sulungnya, Nuri Alfrida, yang mewarisi keahlianya dalam bernyanyi. Sehingga dia pernah mendapat juara satu sebagai bintang radio, dan masih banyak sejumlah prestasi yang membangakan. Anak perempuan sulungnya juga memilki sifat lemah lembut, rapi, dan selalu memperhatikan Nur’Ainun dari segi penempilan busana. Sehingga pada saat Nur ‘Ainun datang ke rumah mereka, ibunya sangat kagum kepada Nuri Alfrida yang pandai dalam mengatur segala sesuatu. Nuri Alfrida juga termasuk anak yang dianggap orang paling pintar di antara saudara- saudaranya yang lain. Hal ini dibutktikan ketika ia masuk ke Perguruan Tinggi Negeri, yaitu USU Universitas Sumatera Utara. Nuri mengambil Jurusan Hukum. Nur’Ainun sangat bangga mempunyai anak seperti dia. Selain baik dalam prestasi, ia juga baik dalam bentuk karir, yang terbukti bahwa Nuri memenangkan juara 1 bintang radio. Prestasi yang pernah diraih oleh Nur ‘Ainun pada saat zaman dia masih muda, di decade 1960-an. Universitas Sumatera Utara Kebahagian itu pun pudar. Baginya kebahagiaan itu hanya semetara diberikan Tuhan. Ia sedih sangat mendalam, karena anaknya yang pertama yang sangat dia banggakan, meninggal berusia 22 tahun, di saat dia sedang menjalani tugas akhir perkuliahnya yaitu menulis skripsi. Dia meninggal karena sakit yang dia derita, yaitu kanker payudara. Sakit yang beliau sendiri pun tidak tahu kapan anak perempuanya menderita penyakit seperti ini. Berikut penuturan Nur ‘Ainun: Jadi, dulu sekitar tahun berapa itu ya nak, nenek uda lupa, anak nenek meninggal waktu seumur anak sekarang, sekitar umur 22 tahun. Tapi kalau ia hidup, sekarang umurnya udah 50 tahun lah nak. Nenek itu sedih nak, kalau lagi teringat sama anak nenek itu. Soalnya dia itu anak nenek yang paling sayang, baik, nurut apa kata nenek, terus paling sayang lagi sama nenek. Jadi kalau ada apa-apa tenang aja nenek kalau ada dia. Dulu waktu berobat, nenek tidak ngasih tahu sama dia, kalau dia terkena penyakit kanker payudara. Jadi nenek cuma bilang sakit biasa. Jadi harus banyak-banyak istirahat aja. Nenek pontang-panting nyari uang untuk perobatan dia. Sampe-sampe nenek disuruh nyanyi yang ada goyang-goyangannya itu, tapi nggak apa-apa lah nak. Biar pun nenek nggak suka sama lagunya, tapi dalam pikiran nenek cuma satu anak nenek harus sembuh. Kesedihan beliau pun tak terbendung lagi, di saat beliau menceritakan detik-detik kepergian anak sulung perempuan yang selalu dibanggakanya. Beliau mengatakan pada saat mereka sedang berobat ke rumah sakit Pirngadi yang dikenal dengan rumah sakit Umum. Di sini Nur ‘Ainun mendapat berita dari dokter bahwa anak tercintanya itu tidak bisa disembuhkan lagi, karena sudah stadium akhir sangat parah. Kemudian dokter juga mengatakan bahwa hidup putrinya tidak akan lama lagi. Sehingga Nur ‘Ainun pun pulang dengan hati yang sangat terpukul. Di sisi lain beliau harus bisa menahan kesedihan hatinya agar tidak kelihatan kepada putrinya tersebut, karena beliau sendiri tidak memberitahukan kepada putrinya tentang penyakit yang dia derita. Kesedihan tersebut semakin mendalam karena putrinya merasa senang dengan Universitas Sumatera Utara kepulangannya ke rumah. Dia merasa bahwa dirinya sudah sembuh dan dia meminta kepada Nur ‘Ainun agar masak yang enak untuk merayakan kesembuhannya dari kepulanganya dari rumah sakit. Nur ‘Ainun hanya bisa menuruti dengan hati yang terluka. Berikut penuturan beliau. Ya memang waktu nenek pulang dari rumah sakit, si Ida nama panggilangnya nak, minta mau dimasakan makanan enak. Sampe rumah dia bilang sama nenek, kalau dia itu mau balas demdam karena kemaren dia nggak bisa makan pahit lidahnya. Jadi hari itu juga nenek turutin aja kata dia, soalnya nenek pikir, mungkin ini yang terakhir kali dia bisa minta makan. Sebenarnya nenek nggak mau mikirin kayak gitu nak, tapi rasa nenek keanehan mulai muncul karena dia nggak biasanya nak minta- minta kayak gitu. Selepas siang sore menjelang Magrib, sekitar pukul 18.00. di saat itu Nur ‘Ainun selepas sholat masih duduk-duduk di depan rumahnya. Beliau mengatakan ingin menenangkan diri dan meratapi kesedihan beliau juga tidak memberi tahu sang suami. Sehingga bisa dikatakan Nur ‘Ainun menyimpan rahasia untuk menjaga perasaan anak dan suaminya. Seketika itu juga tiba- tiba anaknya yang ke dua yang bernama may liza menjerit. Karena beliau mengatakan dia pada saat itu yang nemanani kakaknya dikamar. Jeritan itu membuat Jantung Nur ‘Ainun tidak beraturan kencangnya karena ternyata apa yang dikatakan dokter tersebut benar-benar terjadi. Pada saat anaknya meninggal, Nur ‘Ainun hanya pasrah dan menangis. Beliau mengatakan yang sangat kelihangan itu ialah suaminya sendiri. Terbukti sepeninggal anaknya Ahmad Fuad, suami Nur ‘Ainun pun meninggal terkena penyakit stroke. Selepas anak mereka yang pertama meninggal, Ahmad Fuad tidak lagi memiliki semangat hidup. Ini jugalah penyebab grup Sukma Murni tidak aktif lagi. Tentang keadan tersebut, Nur ‘Ainun menuturkan sebagai berikut. Universitas Sumatera Utara Ya Magrib itu waktu nenek duduk di depan Si May Liza itu jerit-jerit katanya, “Mak kaki kak Ida dingin.” Nenek langsung lari ke kamar, terus nenek pegang semua badanya dingin. Terus nenek pegang pergelangan tanganya, nggak ada denyut-denyut kan biasanya kalau dipergelangan tangan kita ini kan bisa kita rasakan denyut-denyut gitu kan nak. Ini nggak ada sama sekali. Terus nenek lihat mukanya pun udah pucat putih. Terakhir nenek pegang dadanya nggak berdetak jantungnya nak. Terus nenek suruh orang panggil orang Puskesmas. Habis itu nak, waktu orang Puskesmas itu datang, terus diperiksalah dia kan nak. Baru mereka bilang lah kalau anak nenek ini udah meninggal. Habis orang Puskesmas bilang dia udah meninggal, semua menjerit. Kakek pun menjeritnya luar biasa nyuruh dia bangun, tapi kalau nenek nak, dari dulu semenjak nenek tahu dari dokter dia itu umurnya sebentar lagi, nenek udah nangis duluan dari orang ini semua. Makanya nenek waktu itu pasrah aja lah nak. Paling kalau nangis, ya nangis, karena udah tahu itu dari awal. Nur ‘Ainun memang kelihatan sangat sedih sekali dengan kepergian putrinya tersebut, karena menurutnya seharusnya dia itulah sebagai penerus beliau. Karena memang pada masa hidupnya, putrinya tersebut sudah sering bernyanyi dan sering mendapat piala dari kontes bernyanyi. Salah satunya putrinya pernah meraih piala sebagai penyanyi terbaik bintang radio yang dikenal dengan sebutan Radio Republik Indonesia RRI. Di sisi lain beliau mengatakan bahwa putrinya ini sangat pintar, baik dalam dunia bernyanyi maupun dunia pendidikan. Terbukti ia lolos seleksi menjadi mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara USU. Studinya pun hampir selesai. Te tapi Tuhan berkehendak lain. Langkah yang tinggal hanya sedikit lagi untuk meraih sebuah gelar sarjana, tidak dapat diselesaikan, karena ia langsung dipanggil ke haribaan Tuhan. Akan tetapi Tuhan punya rencana besar dalam hidup dan keluarga Nur ‘Ainun, sehingga putri tercintanya itu pun dipanggil Sang Pencipta. Kenangan-kenangan itu selalu muncul pada saat Nur ‘Ainun sedang ada dalam sebuah acara bernyanyi, di mana pada saat itu alhmarhumah putrinya selalu memperhatikan pakaian- pakaian yang selalu dikenakan oleh beliau. Bukan cuma pakaian, semua yang menyangkut Universitas Sumatera Utara tentang keperluan yang ingin dibawa Nur ‘Ainun selalu siap dan lengkap. Inilah yang membuat Nur ‘Ainun dan suami terpukul dengan kepergian putri pertamanya. Di bawah ini adalah penuturan curhatan hati tentang kerinduanya kepada Nuri Alfrida dan sang Suami Ahmad Fuad. Kalau mau dibilang nak, nenek itu kadang sedih kali kalau udah bicarakan tentang ini, karena kalau udah bicara kayak gini nenek itu bisa ngigat-ngigat. Apalagi habis pas sholat Magrib nenek itu merasa orang ini dua, kakek sama si Ida ini, kayak datang gitu. Terus kalau nenek lagi duduk pasti nenek merasa orang ini dua ada di samping nenek. Ya nak kalau nenek lagi duduk lah, kayaknya nenek bisa rasakan kehadiran orang itu. Tapi itu mungkin karena sangking rindu nenek sama orang itu kali ya. Jadi terbawa-bawa kayak gitu wawancara 23 Agustus 2009. Gambar 3.7: Penulis Sedang Mewawancari Nur ‘Ainun Sumber: Dokumentasi Sansri Universitas Sumatera Utara Setelah anak sulungnya meninggal dunia, begitu juga dengan suami tercintanya, Nur ‘Ainun pun sekarang memilki lima anak satu perempuan dan 4 anak laki-laki. Anak keduanya yang bernama May Liza sudah menikah dengan Syamsul Arifin. Mereka ini memiliki satu anak laki-laki yang bernama Sukri yang sekarang duduk dikelas tiga Sekolah Menengah Atas. Kemudian anaknya yang ketiga, Armansyah adalah salah satu yang bisa berkesenian. Terbukti bahwa ia bisa memainkan drum set. Biar pun pencaharian hidupnya tidak berseni. Karena Dia sendiri bekerja di LLAJR Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya, yaitu sebagai penertib jalan. Dia pun sudah berumah tangga dengan Eli dan memiliki satu anak perempuan yang bernama Armaga. Sedangkan anak yang keempatnya, bernama Irwansyah, telah berumah tangga dengan Ema Wati, dan sudah memiliki tiga anak . Yang pertama bernama Muhammad Arifin, kedua Sofian, dan yang ketiga Alkadri. Irwansyah dan istrinya berprofesi sebagai pedagang. Begitu juga dengan anak yang kelima bernama Darwinsyah sudah berumah tangga dengan Dariani. Mereka memiliki satu anak laki-laki yang bernama Fariz. Yang terakhir Aliansyah anak bungsunya yang sudah menikah dengan Evi Taringan tetapi sudah menjadi Melayu, mereka memilki tiga anak yaitu, Fira, Hafis, dan Ani. Lahirnya cucu-cucu beliau ini juga adalah sebagai kebahagian dari Nur’Ainun. Apalagi sekarang Nur ‘Ainun memilki sembilan cucu dari kelima anaknya. Nur ‘Ainun pun tidak sendirian lagi dalam mengikuti acara pada saat diundang bernyanyi, karena Nur ‘Ainun mempunyai cucu-cucu yang selalu menemaninya. Namun demikian, menurut pengakuannya cucu yang paling dekat dengannya adalah Irfan anak dari May liza. Dialah yang selalu menemani Nur ‘Ainun pada saat nampil di setiap acara. Universitas Sumatera Utara Sehingga biarpun kedua orang yang dia cintai pergi meninggalkannya, namun Nur ‘Ainun juga mempunyai orang-orang yang sangat sayang terhadap beliau yaitu, anak serta cucunya sendiri. Di saat mereka pulang sekolah, mereka selalu menemani Nur ‘Ainun. Mereka juga selalu mengantarkan makanan kepada Nur’ Ainun. Sehingga rumah pangung milik Nur ‘Ainun pun tidak pernah sepi, karena kehadiran cucu-cucunya. Kehadiran mereka yang sering menemani Nur ‘Ainun di rumah panggungnya itu karena rumah mereka bersebelahan. Tetapi terkadang masyarakat setempat juga sering memberinya makanan kepada Nur ‘Ainun. Bagi masyarakat sekitar, Nur ‘Ainun adalah wanita yang ramah, lemah-lembut, dan sopan, sehingga orang simpati terhadap Nur ‘Ainun. Untuk membuktikan kerharmonisan keluarga besar Nur ‘Ainun sendiri, dibawah ini sebuah foto keluarga Nur ‘Ainun yang sekarang dengan kelima anaknya, menantu, serta cucu tercinta. Gambar 3.8: Keluarga Batih Nur ‘Ainun Sekarang Sumber: Koleksi Nur ‘Ainun Universitas Sumatera Utara

3.4 Riwayat Karir