Melayu, seperti di Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, dan lain sebagainya. Tetapi pada kenyataanya sebagian besar mereka tidak menyatakan mereka sebagi orang Melayu, karena
mereka memilki agama, bahasa dan kebudayaan yang tidak sama dengan konsep kebudayaan Melayu. Seperti contoh penulis. Saya beragama Kristen Protestan, saya berasal dari suku Batak
Toba, saya menggunakan bahasa Batak, dan saya juga melakukan istiadat suku saya sendiri. Namun demikian, jika orang luar menyatakan saya sebagai orang Melayu, saya pasti akan
menjawab, saya juga orang Melayu, karena saya juga menggunakan bahasa Melayu yaitu bahasa Indonesia yang pada dasarnya bahasa Inonesia adalah bahasa Melayu. Begitu juga dengan objek
penelitian saya, Nur ‘Ainun adalah suku asli Melayu yang beradat istiadat Melayu, berbahasa Melayu, dan juga beragama Islam.
2.3 Bahasa
Bahasa Melayu menjadi bahasa nasional dan bahasa pengantar di semua lembaga publik di sebagian Asia, seperti Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Bahasa Melayu yang menjadi
lingua franca penduduk Nusantara sejak sekian lama. Bahasa Melayu juga telah dipergunakan oleh masyarakat Indonesia, termasuk etnik Melayu..
Akan tetapi dalam kebudayaan Melayu penggunaan bahasa khususnya dialek memilki perbedaan dari lima kabupaten, jika orang Melayu di pesisir timur, Serdang Bedagai, Pangkalan
Dodek, Batubara, Asahan dan Tanjung Balai memakai Bahasa Melayu dengan mengutamakan huruf vokal “o” sebagai contoh kemano kemana, siapo siapa. Di Langkat dan Deli masih
menggunakan huruf vocal “e” seperti contoh, kemane kemana, siape siapa.
Universitas Sumatera Utara
Dari sini kita bisa melihat meskipun akar kebudayaan etnik Melayu itu satu rumpun, namun ada juga perbedaan-perbedaan kecil yang membedakan etnik Melayu. Adapun
perbedaan-perbedaan tersebut dikarenakan adanya kebiasaan yang sudah dibawa dari nenek moyang yang pada saat itu mereka memilki satu pengelompokan yang berbeda-beda. Zein
1957:89. Bahasa yang digunakan dan difungsikan oleh Nur ‘Ainun adalah bahasa Melayu dan juga
Indonesia. Biarpun beliau sendiri orang Melayu Sumatera Utara, akan tetapi, dia lebih senang menggunakan bahasa Indonesia dalam pergaulan sehari-hari.
2.4 Mata Pencaharian
Bagi orang Melayu yang tinggal di desa, mayoritas mereka menjalankan aktivitas pertanian. Aktivitas pertanian termasuk mengusahakan tanaman padi, karet, kelapa sawit, kelapa,
dan tanaman campuran mixed farming. Di kawasan pesisir pantai, umumnya orang Melayu bekerja sebagai nelayan, yaitu menangkap ikan dilaut dengan menggunakan alat-alat penangkap
ikan. Orang Melayu yang tinggal di kota kebanyakannya bekerja dalam sektor dinas, sebagai pekerja di sektor perindustrian, perdagangan, pengangkutan, dan lain-lain.
Penguasaan ekonomi di kalangan orang Melayu perkotaan relatif masih rendah dibandingkan dengan penguasaan ekonomi oleh penduduk non-pribumi, terutama orang
Tiongkhoa. Tetapi kini telah banyak orang Melayu yang telah sukses dalam bidang perniagaan dan menjadi penguasa perusahaan-perusahaan. Banyak yang tinggal di kota-kota besar dan
mampu hidup berkecukupan. Selain itu, banyak orang Melayu yang mempunyai pendidikan
yang tinggi, seperti di universitas di dalam maupun di luar negeri.
Universitas Sumatera Utara
Di samping itu menurut Metzger dalam Takari dan Fadlin 2009 kelemahan orang Melayu dalam ekonomi adalah bahwa kurangnya mayarakat Melayu menghargai budaya lama,
pemalas, dan kurangnya sifat ingin tahu. Untuk sekarang ini, tidak semua masyarakat Melayu hidup bertani, berkebun, dan menjadi nelayan saja. Banyak juga orang Melayu yang profesinya
menjadi guru, dosen, musisi, dan pejabat-pejabat tinggi. Orang Melayu di Sumatera Utara kini mempunyai pola hidup untuk mengejar ilmu setinggi-tingginya, bersaing dengan kelompok etnik
lain. Bahkan ada juga belajar ke luar negeri, karena orang Melayu sangat menjujung tinggi pendidikan. Mereka ini ingin pintar dan cerdas, untuk dapat membantu semua orang. Bagi
sebahagian besar oran Melayu, mereka mengamalkan ajaran Islam untuk terus mencari ilmu, yang sangat berharga yang tidak bisa hilang sampai mati. Demikian juga falsafah hidup Melayu
yang diamalkan dan dijadikan pedoman hidup oleh Nur ‘Ainun. Pada masa dilakukannya penelitian ini, mata pencaharian dari Nur ‘Ainun adalah bertani.
Biarpun dia membayar orang untuk mengurus padi-padinya, tetapi beliau mengatakan bertani adalah mata pencaharianya. Selain sebagai petani ia juga menerima tawaran sebagai penyanyi di
berbagai peristiwa budaya. Menyanyi ini menurut beliau adalah sebagai kerja sambilan di samping kerja pokoknya bertani. Selain itu, karena keahlian beliau mengaji Al-Quran, maka ia
dipercayakan oleh masyarakat Islam di sekitar kediaman beliau untuk mengajar mengaji anak- anak generasi muda. Bagi beliau mengajar mengaji ini, bukan semata untuk mendapatkan upah
namum lebih mengarah kepada ibadah.
2.5 Pendidikan