Lagu-lagu Zapin Ciptaan Zul Alinur Kajian Terhadap Struktur Teks dan Melodi.

(1)

LAGU-LAGU ZAPIN CIPTAAN ZUL ALINUR :

KAJIAN STRUKTUR TEKS DAN MELODI

Skripsi Sarjana Dikerjakan

O L E H

NAMA : EVA GUSMALA YANTI NIM : 060707011

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL SKRIPSI

JUDUL:

LAGU-LAGU ZAPIN CIPTAAN ZUL ALINUR :

KAJIAN STRUKTUR TEKS DAN MELOD

Dikerjakan O

L E H

NAMA : EVA GUSMALA YANTI NIM : 060707011

Disahkan untuk Diuji oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Fadlin, M.A Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. NIP 196102201989031003 NIP 196512211991031001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(3)

ABSTRAKSI

Pada umumnya musik Melayu tergolong kedalam tangga nada pentatonk, heptatonik, dan diatonik. Sistem yang dipakai adalah ekuadistan tujuh nada Asia Tenggara, atau juga pengaruh tangga nada heptatonik dari raga India dan maqamat Timur Tengah. Ekspresi tangga nada ini dalam melodi, memakai teknik cengkok (Mengayunkan nada ), patah lagu ( menyentak –yentakkan nada), dan gerenek (membuat variasi nada dengan densitas rimik nada yang relative rapat). Musik Melayu juga memiliki berbagai pola rytem (tempo) yaitu : Senandung, mak inang, lagu dua, patam-patam, senandung, serta zapin.

Zapin merupakan salah satu genre dalam seni pentas Melayu yang didalamnya mencakup : musik (rentak/rytem), tari, serta lagu. Apabila rentak zapin itu di mainkan, maka musik itu di namakan dengan musik zapin atau musik gambus, yang diiringi alat musik marwas (gendang keci),dan gambus. Di sini dapat kita lihat pengaruh dari Arab sangat kental sekali, sebab gambus itu sendiri berasal dari Arab. Zapin juga memiliki struktur musik yang cukup jelas. Ada bagian pembuka yang biasa jadi improvisasi ( tahsim) , bagian tengah yang diulang-ulang untuk lagu dasar, dan variasi gendang (takhtum).

Lagu zapin ciptaan Zul Ainur tidak terlalu terikat dengan tradisi tapi pakem dari zapin itu sendiri tetap di pakai. Dapat kita liat dari struktur musik, melodi nya yang sangat sederhana dan gampang di ingat. Intrumens yang di pakai antara lain Gendang ronggeng ( , marwas, dol, biola, accordion dan gitar bas. Zul Ainur memberi sentuhan baru pada Zapin dengan tidak hendak merusak pakem lama pada zapin, Resam dari akar zapin itu sendiri masih tetap dipakai, sehingga menghasilkan dan mengembangkan karya baru

Lagu-lagu Ciptaan Zul ainur juga sering di bawakan oleh sanggar-sangar tari yang ada di Medan. Diantaranya untuk mengikuti Festival tari Zapin, yang di adakan oleh Dewan Kesenian Medan. empat lagu yang di ciptakan Zul Ainur termasuk 5 lagu


(4)

yg terbaik. Selain untuk Festival, juga untuk mengisi ivent-ivent nasional bahkan internasional yaitu : Pesta Gendang Nusantara ( Malaysia, acara tahunan menyabut ulang tahun Kota Melaka), Pedati Nusantara ( Bukit Tinggi, acara tahunan oleh Visit Indonesia), Semarak Zapin Serantau (yang diadakan selama dua tahun sekali di Bengkalis), Temu Zapin Indonesia ( Pekan Baru ). Judul lagu-lagu beliau antara lain : Zapin Puan, Zapin perantau, Zapin Purnama, Zapin Di Hati, Zapin perindu, Arena Zapin dls. Saya tertarik untuk menulis lagu-lagu beliau adapun ketertarikan meneliti lagu-lagu Zul Ainur ini karena saya akhir-akhir ini sering di percayai untuk menyanyikan lagu ciptaannya dalam mengiringin persembahan tari khususnya tari zapin. Sehingga saya tertarik untuk mengangkat skripsi


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah S.W.T dan junjungan Nabi besar Muhammad S.A.W sehingga penulis bisa menyelesaikan studi di bangku perkuliahan begiti juga dengan tulisan ini dengan baik.

Tujuan tilisan ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana S1 di Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Skripsi ini berjudul Lagu-lagu Zapin Ciptaan Zul Alinur Kajian Terhadap Struktur Teks dan Melodi.

Terima kasih juga saya hanturkan sebesar-besarnya kepada kedua orang tua saya, kepada Bapak saya Effendi Amansyah dan Mamak saya yang terkasih Ellya Surya Nasution yang telah bersusah payah membesarkan, mendidik, dan menyekolahkan saya sampai jenjang yang lebih tinggi. Semua yang kalian berikan tak mampu saya balas dengan apapun hanya ini lah yang bisa saya berikan sebagai tanggub jawab anak kepada orang tua nya. Dan tak lupa juga saya ucapkan kepada kakak saya Evilia Agustina, dan adik saya Muhammad Robiansyah, dan Nur Shalaila, atas kasih saying, dorongan serta semangat yang di berikan kepada saya, semoga kita bisa menjadi anak yang berbakti dan bisa menyenangkan hati ke dua orang tua.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada : Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU Medan Bapak Dr. Syahron Lubis M.A,. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ketua Ketua Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu


(6)

Budaya USU Medan: Dr. Muhammad Takari M.Hum; Ph.D yang juga merupakan dosen pembibing II. Penulis Juga mengucapkan terimakasih sebesarnya kepada Bapak Drs. Fadlin ,M.A selaku Dosen Pembimbing I, atas semua panutan, petuah- petuah agar penulis tetap terus maju dan selalu optimis dalam menjalankan hidup ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Datuk Ahmad Fauzi selaku dosen praktik Musik Melayu dan juga kepada Ibuk Heristina Dewi selaku seketaris Jususan Etnomusikoologi, beserta staf pegawai Buk Adrin dan Bang Awang.

Kemudian penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Abanghanda Zul Alinur yang telah bersedia untuk penulis angkat menjadi skripsi. Tak lupa juga buat seluruh personil Metronom Musik Collaboration, Rubino yang tetap sedia menjadi kedan dan selalu berbagi dan membimbing penulis dalam berkesenian, juga buat bang Irma karyono, Afit, Ade, dan Jumaidi. Semoga Metronom tetap terus berkarya untuk Negri ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih buat seluruh rekan Taman Budaya Sumut yang tidak bisa di sebut satu persatu, serta sanggar-sangaar tari yang ada di Taman Budaya Sumut ; Nusindo, Semenda, Elcis, Citra Budaya, Patria, Tigo Safilin, Safira. Dan terimah kasih juga bua seluruh grub teater Petra ( Pertunjukan Tradisional ) Dinas Kominfo Prov. Sumut arahan Ayah Burhan Syarif yang telah membimbing penulis dalam berlakon di atas panggung.

Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih buat rekan-rekan sejawat seluruh teman Mahasiswa Etnomusikologi stambuk 2006 (Etn06) ; Heidy, Sansri, Vanessia, Jeri, Diah, Rina, Rebecca, Inta, Cikal, Nanda, Destri, Daniel, Tetty, Nova dan Yunika, serta yang lainnya tak bisa saya sebutkan satu persatu. Juga saya


(7)

mengucapkan terimakasih buat sahabat-sahabat saya ; Hartati, Octa, Aji, Bg Muslim yag selalu memperhatikan saya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap agar tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi sumbangan bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Etnomusikologi. Oleh sebab itu, kepada semua pihak penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini

Medan, Juni 2011

Penulis,

Eva Gusmala Yanti Nim : 060707011


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI...i

KATA PENGANTAR………....…………...ii

DAFTAR ISI………...iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Pokok Permasalahan………...7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian..………...19

1.4 Konsep dan Teori...22

1.4.1 Konsep………...23

1.4.2 Teori………...31

1.5. StuKepustakaan………...36

1.6 Metode Penelitian...43

1.6.1 Metode Penelitian Lapangan...43

1.6.2 Wawancara...45

1.6.3 Perekam Data Audio Visual...46

1.6.4 Kerja Laboraturium...47

1.7 Pengalaman Penelitian...48

BAB II GAMBARAN UMUM BUDAYA MASYARAKAT MELAYU SUMATERA UTARA SEBAGAI LATAR BELAKANG SENI ZAPIN DAN PENCIPTAAN LAGU - LAGU ZAPIN OLEH ZUL ALINUR………...……….50

2.1 Latar Belakang Sosiobudaya Zul Alinur Sebagai Pencipta Lagu-lagu zapin……….……50

2.2 Sejarah Masyarakat dan Budaya Meayu Sumatera Timur…...51

2.3 Kesultanan-kesultanan SumateraTimur……… ...55

2.3.1 Kesultanan Deli……… ….……….55

2.3.2 Kesultanan Serdang………....………56

2.3.3 Kesultanan Langkat………61

2.3.4 Kesultanan Asahan………64

2.4 AgamaIslam……….……….…….65

2.5 .Adat………70

2.5.1 Adat yang Sebenar Adat………...…..72

2.5.2 Adat yang di Adatkan……...………72


(9)

2.5.4 Adat Istiadat………...…73

2.6 Kesenian……….………....…74

2.6.1 Seni Musik……….……….74

2.6.2 Masa Animisme………...…………..75

2.6.3 Masa Hindu…...……….76

2.6.4 Masa Islam………...………..77

2.6.5 Masa Pengaruh Eropa…………...…….78

2.7 Seni Tari………...………...78

2.8 Seni Teater atau Drama Tradisional ………...80

2.8.1 Teater makyong………80

2.8.2 Teater Menora……….………..81

2.8.3 Teater Mendu………...……….82

2.8.4 Teater Bangsawan………..………..83

2.9 Bahasa………..……...84

2.10 Upara-upacara………...………...…..88

2.11 Minangkabau………...…....90

BAB III GAMBARAN UMUM ZAPIN DI DUNIA ISLAM DAN ALAM MELAYU ……….97

3.1 Zapin Sebagai Kreatifitas Seni Melayu.……...………….…….97

3.2 Konsep Budaya dalam Islam………..….98

3.3 Gambaran Umum Musik Dunia Islam…………...……….….108

3.4 Zapin di Alam Melayu: Zapin Melayu, Zapin Arab, dan Marawis……….………..1

23 3.5 Persebaran di Nusantara………...………132

3.6 Rentak……….. 134 BAB IV BIOGRAFI ZUL ALINUR: EKSITENSINYA SEBAGAI SEORANG PEMUSIK DAN PENCIPTA LAGU………...141

4.1 Latar Belakang Sosiomusikal Zul Alinur………...…..141

4.1.1 Latar Belakang Keluarga……….……….142

4.1.2 Berumah Tangga………144

4.1.3 Latar Belakang Pendidikan………..……145


(10)

4.2 Eksitensi Zul Alinur sebagai Pemusik dan Pancipta Lagu…..146

4.2.1 Kegiatan

Berkesenian………...…….146 4.3 Zul Alinur Sebagai Pemusik

Melayu………...……….…..149

4.4 Prestasi dan Kegiatan yang diikuti oleh Zul Alinur………….155

4.4.1 Semarak Zapin

Serantau……….……….155 4.4.2 Temu Zapin

Indonesia………..157 4.4.3 Festival Seni Melayu Nusantara

………..161 4.4.4 Pesta Gendang

Nusantara……….161 4.4.5 Tongtong

Fair……….164 4.4.6 Cross

Culture……….164 BAB V KAJIAN

TEKS………...…………165 5.1 Keberadaan Teks dalam lagu-lagu

Melayu………..165

5.2 Logogenik……….1

66

5.3 Lagu Zapin Ba’da

Ashar……….168 5.4 Zapin In My

Heart………...172 5.5 Arena

Zapin………..176 5.6 Zapin di

Hati………...…….179 5.7 Zapin Purnama………....182 5.8 Zapin Puan………..….184 5.9 Zapin Perantau………...….18


(11)

ABSTRAKSI

Pada umumnya musik Melayu tergolong kedalam tangga nada pentatonk, heptatonik, dan diatonik. Sistem yang dipakai adalah ekuadistan tujuh nada Asia Tenggara, atau juga pengaruh tangga nada heptatonik dari raga India dan maqamat Timur Tengah. Ekspresi tangga nada ini dalam melodi, memakai teknik cengkok (Mengayunkan nada ), patah lagu ( menyentak –yentakkan nada), dan gerenek (membuat variasi nada dengan densitas rimik nada yang relative rapat). Musik Melayu juga memiliki berbagai pola rytem (tempo) yaitu : Senandung, mak inang, lagu dua, patam-patam, senandung, serta zapin.

Zapin merupakan salah satu genre dalam seni pentas Melayu yang didalamnya mencakup : musik (rentak/rytem), tari, serta lagu. Apabila rentak zapin itu di mainkan, maka musik itu di namakan dengan musik zapin atau musik gambus, yang diiringi alat musik marwas (gendang keci),dan gambus. Di sini dapat kita lihat pengaruh dari Arab sangat kental sekali, sebab gambus itu sendiri berasal dari Arab. Zapin juga memiliki struktur musik yang cukup jelas. Ada bagian pembuka yang biasa jadi improvisasi ( tahsim) , bagian tengah yang diulang-ulang untuk lagu dasar, dan variasi gendang (takhtum).

Lagu zapin ciptaan Zul Ainur tidak terlalu terikat dengan tradisi tapi pakem dari zapin itu sendiri tetap di pakai. Dapat kita liat dari struktur musik, melodi nya yang sangat sederhana dan gampang di ingat. Intrumens yang di pakai antara lain Gendang ronggeng ( , marwas, dol, biola, accordion dan gitar bas. Zul Ainur memberi sentuhan baru pada Zapin dengan tidak hendak merusak pakem lama pada zapin, Resam dari akar zapin itu sendiri masih tetap dipakai, sehingga menghasilkan dan mengembangkan karya baru

Lagu-lagu Ciptaan Zul ainur juga sering di bawakan oleh sanggar-sangar tari yang ada di Medan. Diantaranya untuk mengikuti Festival tari Zapin, yang di adakan oleh Dewan Kesenian Medan. empat lagu yang di ciptakan Zul Ainur termasuk 5 lagu


(12)

yg terbaik. Selain untuk Festival, juga untuk mengisi ivent-ivent nasional bahkan internasional yaitu : Pesta Gendang Nusantara ( Malaysia, acara tahunan menyabut ulang tahun Kota Melaka), Pedati Nusantara ( Bukit Tinggi, acara tahunan oleh Visit Indonesia), Semarak Zapin Serantau (yang diadakan selama dua tahun sekali di Bengkalis), Temu Zapin Indonesia ( Pekan Baru ). Judul lagu-lagu beliau antara lain : Zapin Puan, Zapin perantau, Zapin Purnama, Zapin Di Hati, Zapin perindu, Arena Zapin dls. Saya tertarik untuk menulis lagu-lagu beliau adapun ketertarikan meneliti lagu-lagu Zul Ainur ini karena saya akhir-akhir ini sering di percayai untuk menyanyikan lagu ciptaannya dalam mengiringin persembahan tari khususnya tari zapin. Sehingga saya tertarik untuk mengangkat skripsi


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Melayu adalah sebuah terminologi yang memiliki berbagai pengertian. Di antaranya adalah ras yang terdapat di kawasan Asia Tenggara dan diasporanya di berbagai wilayah dunia ini. Ras Melayu terdiri dari ras Melayu Tua dan ras Melayu Muda. Ras Melayu juga lazim disebut dengan ras Mongoloid Tenggara. Wilayah peradaban ras Melayu ini, dalam kajian ilmu-ilmu linguistik selalu disebut dengan Melayu-Polinesia. Sementara menurut ilmu arkeologi lazim juga disebut dengan Melayu-Austronesia (lihat Haziyah Husein 2008).

Pengertian Melayu biasa pula merujuk kepada kelompok etnik yang ada di Asia Tenggara, yang mencakup wilayah Malaysia, Thailand, Singapura, Brunai Darussalam, Filipina, Kamboja, dan lainnya. Etnik Melayu yang tersebar di beberapa negara bangsa ini memiliki berbagai persamaan garis darah, bahasa, dan kebudayaan. Hubungan kekerabatan juga selalu menjadi faktor pemersatu di antara etnik Melayu ini. Misalnya sebahagian besar orang Patani di Thailand memiliki kerabat di bahagian utara Malaysia. Orang Melayu di Riau memiliki hubungan kekerabatan dengan orang Melayu di Semenanjung Malaysia. Atau sebaliknya beberapa orang Melayu dari Semenanjung Malaya, migrasi dan kini menetap di wilayah Republik Indonesia. Contohnya masyarakat Melayu keturunan Kedah, yang tinggal dan menetap di Pulau Jaring Halus di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Satu pulau ini mayoritas adalah


(14)

keturunan Melayu Kedah, namun mereka adalah warga negara Indonesia (WNI). Mereka sadar bahwa nenek moyangnya berasal dari Kedah.

Etnik Melayu adalah sebagai salah satu etnik natif yang mendiami kawasan Sumatera Utara, bersama etnik-etnik natif lainnya seperti: Karo, Simalungun, Pakpak-Dairi, Batak Toba, Mandailing-Angkola, Pesisir Barat, dan Nias. Selain itu, Sumatera Utara juga memiliki etnik-etnik pendatang, baik dari Nusantara maupun kawasan dunia lainnya. Di antara enik pendatang itu adalah: Aceh Raya, Pidie, Gayo, Alas,Tamiang, Kluet, Minangkabau, Jawa, Sunda, Ambon, Makassar, Bugis, dan lainnya. Pendatang dunia di antaranya: Hokkian, Kwong Fu, Hakka, Khek, Kanton, Tamil, Benggali, Arab, Gujarat, beberapa etnik dari Eropa, dan lain-lain. Keberadaan kebudayaan Sumatera Utara dengan posisi penduduk seperti itu, tentu saja beragam dan multikultural. Dalam rangka demikian, setiap kebudayaan etnik perlu dipertahankan jati dirinya, termasuk kebudayaan Melayu Sumatera Utara.

Masyarakat Melayu Sumatera Utara, secara wilayah budaya umumnya mendiami bahagian timur provinsi ini. Mereka ada di Langkat, Deli, Serdang, Batubara, Asahan, dan Labuhan Batu. Secara kebudayaan mereka juga memiliki hubungan dengan suku Pesisir Tapanuli Tengah dan Sibolga. Masyarakat Melayu Sumatera Utara ini, memiliki kebudayaan yang sama dengan kebudayaan masyarakat Melayu di berbagai tempat di Asia Tenggara, namun ada juga yang khas setiap daerah. Misalnya zapin1 dijumpai hampir di semua kawasan budaya Melayu. Namun dedeng

1

Untuk penulisan selanjutnya, baik di bab ini atau bab-bab berikutnya istilah zapin akan ditulis dengan huruf biasa, tidak miring (italic), sebagaimana halnya menuliskan


(15)

hanya dijumpai di kawasan Langkat saja, serta sinandong dijumpai di Asahan dan Labuhan Batau saja. Artinya genre-genre kesenian Melayu di semua Dunia Melayu ada yang menyebar secara luas, namun ada yang hanya berada dalam satu wilayah budaya yang relatif kecil saja.

Etnik Melayu Sumatera Utara memiliki kesenian yang diwarisi dari masa-masa animisme, Hindu, Budha, Islam, Eropa, dan era globalisasi. Contoh kesenian yang mengandung unsur animisme adalah kesenian pada upacara jamu laut atau melepas lancang. Contoh seni yang mengandung unsur kebudayaan Hindu dan Budha adalah upacara tepung tawar, makyong, mendu, gerak-gerak tari India, dan lainnya. Contoh unsur budaya Barat ada pada seni ronggeng (joget), wals, forxtrot, band di kesultanan, dan lainnya. Contoh yang kuat mengekspresikan kebudayaan Islam adalah barodah,

nasyid, kasidah, marhaban, barzanji, dan zapin. Kesenian zapin ini menceminkan

musik dan tari Melayu secara umum, dan juga identitas musikal dan tarian khas kawasan Sumatera Utara.

Musik Melayu, termasuk zapin, memiliki ciri-ciri khas. Menurut Takari dan Heristina Dewi (1998) pada umumnya musik Melayu tergolong ke dalam tangga-tangga nada pentatonik, heptatonik, dan diatonik. Sistem yang dipakai adalah ekuadistan tujuh nada Asia Tenggara, atau juga pengaruh tangga nada heptatonik dari

raga India dan maqamat Timur Tengah. Ekspresi tangga nada ini dalam melodi,

memakai teknik cengkok (mengayunkan nada), patah lagu ( menyentak-nyentakkan peristilahan dalam sistem penulisan ilmiah, untuk mengefesienkan teknik penulisan. Tujuannya adalah karena skripsi ini akan membahas seni zapin yang pastinya banyak menggunakan istilah zapin di semua bahagian bab atau sub babnya.


(16)

nada), dan gerenek (membuat variasi nada dengan densitas rimik nada yang relatif rapat). Musik Melayu juga memiliki berbagai pola ritme (rentak) yaitu senandung,

mak inang, lagu dua, patam-patam, ghazal, hadrah, zapin, dan lain-lain.

Kesenian Melayu, termasuk zapin adalah bahagian dari seni pertunjukan Indonesia dan Dunia Melayu sekali gus. Pertumbuhan dan perkembangan seni pertunjukan dalam kehidupan masyarakat di Indonesia, tidak lepas dari pertumbuhan dan perkembangan kehidupan kesenian dan kebudayaan Indonesia, yang terdiri berbagai suku bangsa, yang melahirkan kesenian yang sangat beragam dan bersumber dari identitas etnik setempat.

Akar budaya seni pertunjukan Melayu, merupakan budaya yang diwarisi dari masa sebelum datangnya pengaruh luar dan terus ditransformasikan saat datangnya pengaruh dari luar. Akar budaya seni pertunjukan ini menjadi bagian dalam memperkuat jati diri seni dan masyarakat Melayu itu sendiri. Kebudayaan Melayu sendiri merupakan kebudayaan yang terbuka yang mau menerima kebudayaan luar tanpa menghilangkan unsur budaya aslinya dalam konteks akulturasi. Sehingga terciptalah kekhasan tersendiri dalam musik Melayu. Seperti salah satu contoh seni pertunjukan Melayu yang cukup populer sekarang ini yaitu zapin.

Dalam genre seni ini, dapat dilihat pengaruh unsur budaya Arab yang sangat kental sekali, baik dari struktur melodi, ritme, instrumen, lirik, tari, pertunjukan, penonton, dan pendukung budayanya. Zapin-zapin yang masih hidup dan masih bertahan di bumi Melayu, memberikan corak warna gubahannya yang spesifik kedaerahan sebagai wujud prilaku komunitas Melayu itu sendiri dalam aktivitas


(17)

sehari-hari. Dengan demikian, walau zapin ini berasal dari Arab, oleh orang-orang Melayu zapin juga mengalami kreativitas disesuaikan dengan cita rasa seni dan keperluan kebudayaan etnik Melayu. Bahkan di Alam Melayu dikenal dua jenis zapin yaitu zapin Arab dan zapin Melayu.

Hamzah Ahmed (1984:71) mengatakan bahwa zapin lahir pada tahun keenam masa ketika terjadi gencatan senjata dengan orang-orang kafir Mekah, pada waktu anak puteri Saidina Hamzah ingin ikut Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Padahal dalam perjanjian, orang-orang pelarian Mekah itu harus di kembalikan. Pihak Nabi Muhammad tidak mau. Lalu siapa yang menjadi pengasuh anak itu? Nabi Muhammad menunjuk Ja’far yang dengan girangnya menari-nari mengangkat kaki bersama Saidina Ali. Inilah diperkirakan sejarah awal munculnya zapin dalam peradaban (tamadun) Islam.

Zapin kemudian berkembang ke Persia (Farsi)2 dan ke Nusantara, yaitu zapin ala Hijaz. Menurut Mohd Anis Md.Nor (1997:116-117) pertama kalinya kesenian zapin mulai masuk ke istana-istana di Nusantara adalah di Sumatera dan Kalimantan. Penari zapin yang terlatih mahir ujiannya adalah berzapin di tikar rotan yang licin dilapisi dengan permadani. Permadani di atas tikar rotan itu tidak boleh bergeser

2

Pada masa Nabi Muhammad hidup, Persia ini dikenal dengan nama Farsi yang wilayahnya mencakup beberapa kawasan di Timur Tengah. Mereka saat awal itu beragama Majusi dan menyembah api. Pada saat itu terjadi peperangan antara Persia dan Romawi yang agama resminya adalah agama Kristen. Umat Islam saat itu lebih cenderung membela Romawi karena “kedekatan” tauhid dan kepercayaan kepada Tuhan. Ketika tentara Romawi dapat ditaklukan oleg tentara Persia, maka gundah gulanalah umat Islam. Namun Tuhan berjanji akan segera memenangkan tentara Romawi, dan kemudian janji Tuhan itu terbukti. Kini wilayah Persia itu mencakup sebahagian besar Republik Islam Iran dan sebahagian Irak. Mereka umumnya beragama Islam (mazhab Syiah).


(18)

sedikit pun. Apabila hal itu terjadi, hukumannya selama tiga bulan kumpulan itu tidak boleh lagi menghibur di istana. Begitulah halusnya langkah dan gerak tari zapin yang menurut asalnya zapin itu ditarikan sebagai kesenian yang bernafaskan Islam.

Kesenian zapin masuk ke Nusantara sejalan dengan berkembangnya agama Islam sejak abad ke 13 Masehi. Para pedagang dari Arab dan Gujarat yang datang bersama para ulama dan senimannya, menyusuri pesisir Nusantara. Zapin tersebut kemudian berkembang di kalangan masyarakat pemeluk Islam. Sekarang kita dapat menemukan zapin hampir di seluruh pesisir Nusantara, seperti di: pesisir timur Sumatera Utara, Semenanjung Malaysia, Serawak, kepulauan Riau, pesisir Kalimantan, Jambi, Brunai Darussalam, dan lainnya. Hingga saat ini zapin tetap menjadi khazanah budaya Melayu yang masih digemari oleh berbagai lapisan masyarakat. Kesenian ini juga sangat populer. Zapin itu sendiri terdapat di kalangan istana-istana Melayu dan di tengah-tengah masyarakat awam.

Secara etimologis, kata zapin berasal dari Bahasa Arab, yang memiliki berbagai makna. Kata zapin sendiri berkaitan dengan kata-kata turunan seperti zafa, zaffa,

zafana, zaffan, dan lain-lainnya. Kalau ditelisik lebih jauh, memang kesemua kata itu

dalam bahasa Arab memiliki hubungan dengan kata tari dalam bahasa Melayu. Namun sebelum dibedah maknanya, alangkah baik kita lihat dahulu apa arti zapin dalam

wikipedia Indonesia.

Zapin berasal dari bahasa Arab yaitu kata "zafn" yang mempunyai arti pergerakan kaki cepat mengikut rentak pukulan. Zapin merupakan khasanah tarian rumpun Melayu yang mendapat pengaruh dari Arab. Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan


(19)

sebagai media dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang didendangkan. Musik pengiringnya terdiri dari dua alat yang utama yaitu alat musik petik gambus dan tiga buah alat musik tabuh gendang kecil yang disebut marwas. Sebelum tahun 1960, zapin hanya ditarikan oleh penari laki-laki namun kini sudah biasa ditarikan oleh penari perempuan bahkan penari campuran laki-laki dengan perempuan. Tari Zapin sangat banyak ragam gerak tarinya, walaupun pada dasarnya gerak dasar zapinnya sama, ditarikan oleh rakyat di pesisir timur dan barat Sumatera, Semenanjung Malaysia, Sarawak, Kepulauan Riau, pesisir Kalimantan dan Brunei Darussalam (sumber: http//id.wikipedia.org/wiki/Zapin).

Berdasarkan kutipan seperti terurai di atas, maka dapat dikatakan bahwa istilah zapin berasal dari bahasa Arab. Kemudian zapin adalah salah satu tari Melayu, yang diadopsi dari Arab. Zapin adalah media enkulturasi dakwah Islam. Ensambel musik terdiri dari dua peran yaitu yang membawa melodi adalah musik petik (gambus atau ‘ud) dan pembawa ritme yaitu tiga buah alat pukul kecil (maksudnya gendang marwas). Awalnya ditarikan lelaki, akhirnya perempuan, atau campuran laki-laki dan peremuan. Ragam tari berkembang dan tari ini muncul di Alam Melayu.

Kemudian seorang profesor tarian Melayu Mohd Anis Md Nor menguraikan secara panjang lebar tentang arti kata zapin ini dan kata-kata turunannya sebagai berikut.

In Malaysia, Singapore, the Riau Islands and Sumatera, Zapin designates a performing arts genre which encompasses a repertoire of dances and a body of music. But first and foremost, Zapin means dance, a particular kind of dance usually performed by men. In his Unabridged Malay-English Dictionary, Richard Winsted noted that the word Zapin is of Arabic origin with its most frequent usage found in the state of Johor on the southernmost part of the Malay Peninsula. Wilkinson explains that Zapin is an Arabic derived word which denotes the term for an Arab dance performed by two persons. Wilkinson, however, added further that the word Zafin generally stands for the etymology of dancing. …

The word Zapin may have come from the Arabic root word Zaffa ( ) which mean to lead the bridge to her groom in a wedding procession. It is important to trace Zapin from the Arabic root word or


(20)

masdar ( ) since the Arabic-derived word or Arabic-loaned word in the Malay vocabulary may have undergone modification in sound and may have taken a specific meaning other than the original Arabic word. This is all the more important when a word like Zapin cannot be directly associated with an Arabic performance genre. One can only speculate from the manner in which the root word I conjugated and in due course try to associate the conjugated Arabic with the word Zapin. The closest association of Zapin with the most word Zaffa is in Zafah ( ) which means wedding, while Zafana ( ) means to dance in a wedding. Wehr interpreted Zafana as to dance or gambol, thus allowing the word be associated with some form of prancing or frolic. Lane explained Zafanan ( ) as danced, played or sported, and that ( ) ia a sentence implies that “ a person (she) used to the dance to El-Hasan”. A dance is called Zaffan ( ). Dance is this context cannot be associated with raqasa ( ), which implies dance as in a less respected and less honoured gathering than a wedding. Raqasa are performed in places such as entertainment clubs or an establishment which solicits money from patrons. Zsfana implies an honored and respected dance tradition which is associated with a wedding celebration (Mohd Anis Md Nor 1990:32-33).

Menurut kajian Mohd Anis Md Nor, bahwa di Dunia Melayu zapin adalah sebuah genre seni pertunjukan yang di dalamnya menampilkan tarian dan musik sekali gus. Biasanya tarian zapin dipersembahkan oleh penari lelaki. Seperti yang dikutipnya dari Winsted, kata zapin berasal dari bahasa Arab, yang banyak digunakan oleh orang Melayu Johor. Zapin dalam bahasa Arab ini menurut Wilkinson adalah tarian yang dilakukan dua orang penari laki-laki. Kata turunan zapin yaitu zaffa maknanya adalah sehelai kain yang dibawa oleh pengantin wanita kepada mempelai lelaki dalam prosesi pernikahan. Kemungkinan besar pula istilah zapin ini disesuaikan dengan lidah Melayu sehingga kemungkinan bisa memiliki arti lain. Namun arti-arti itu jika ditelusuri dari bahasa Arab memiliki makna yang dekat, seperti maknanya adalah upacara pernikahan atau menari untuk upacara pernikahan. Kata zapin ini pula tidak dapat dihubungkan dengan kegiatan menari yang bertujuan memperoleh uang yang disebut dengan kegiatan raqasa. Zapin berhubung erat dengan tari yang


(21)

dipersembahkan pada upacara pernikahan. Dengan demikian, zapin memuat penuh ajaran-ajaran Islam, yaitu memperbolehkan menari di majelis pernikahan (walimatul

ursy)

Menurut pendapat para ahli sejarah seni Melayu, Luckman Sinar (2010) dan Mohd Anis Md Nor (1995) zapin adalah berasal dari Yaman Selatan (Hadramaut) merupakan sejenis irama atau rentak dalam seni musik tradisional. Zapin juga adalah sejenis tarian rakyat Arab. Perkataan zapin berasal dari kata al-zaffan, yaitu gerak kaki. Sebutan zapin umumnya dijumpai di Sumatera Utara dan Riau, sedangkan di Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu menyebutnya dana. Julukan bedana terdapat di Lampung sedangkan di Jawa umumnya menyebut zafin. Masyarakat Kalimantan cenderung memberi nama jepin, di Sulawesi disebut jippeng, dan di Maluku lebih akrab mengenal dengan nama jepen. Sementara di Nusa Tenggara dikenal dengan julukan dana-dani.

Di Nusantara, zapin dikenal dalam dua jenis, yaitu zapin Arab yang mengalami perubahan secara lamban, dan masih dipertahankan oleh masyarakat keturunan Arab. Jenis kedua adalah zapin Melayu yang ditumbuhkan oleh para ahli lokal, dan disesuaikan dengan linkungan masyarakatnya. Kalau zapin Arab hanya dikenal satu gaya saja, maka zapin Melayu sangat beragam dalam gayanya. Begitu pula sebutan untuk tari tersebut tergantung dari bahasa atau dialek lokal di mana dia tumbuh dan berkembang. Zapin juga merupakan sejenis rentak atau irama dalam seni musik tradisional Melayu (yang di sampingnya ada senandung mak inang, lagu dua,


(22)

Zapin merupakan salah satu genre dalam seni pentas pertunjukan Melayu yang di dalamnya mencakup musik (rentak/ritme), tari, serta lagu. Apabila rentak zapin itu didendangkan, maka musik itu dinamakan dengan musik zapin. Seperti apa yang dikatakan oleh Fadlin Dja’far (wawancara Januari 2011), bahwa struktur rentak atau ritem zapin di Sumatera Utara khususnya di Medan, dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori : (1) rentak induk atau dasar dan (2) rentak anak atau peningkah. Rentak induk dibentuk oleh tanda birama 4/4, sedangkan rentak peningkah dikembangkan berdasarkan rentak induk dengan struktur mengikut estetika para pemain musiknya. Musik zapin biasa juga di sebut musik gambus, yang alat musik utamanya adalah gambus, di samping alat musik marwas dan musik pengiring yang lain seperti biola, accordion, harmonium, gendang ronggeng (frame drum) dan vokal. Sedangkan dari struktur melodi, musik zapin mempergunakan unsur-unsur budaya Melayu, Arab, India, dan Barat.

Zapin di samping memiliki meter 4, juga memiliki struktur musik yang cukup jelas. Zapin mempunyai bahagian pembuka yang biasa jadi improvisasi solo gambus yang freemeter (taksim), bagian tengah yang diulang-ulang untuk lagu dasar, dan variasi gendang (takhtum).

Dari segi struktur tari, sesuai dengan namanya zapin (al-zaffan) berarti pergerakan kaki cepat (rentakan kaki), yang mengikut rentak pukulan. Tari zapin terikat dengan gerak-gerik yang telah baku, yang sudah mempunyai konsep dasar. Salah seorang tokoh tari zapin dari Perbaungan, O.K. Hamidi, mengatakan ciri tari zapin adalah angkat, patah, tekuk, dan seret. Kesemuanya itu merupakan gerakan


(23)

kaki.Terdapat perbedaan antara tari zapin Arab dengan tari zapin Melayu. Zapin Arab yang pola gerakannya berbentuk zig-zag yang biasanya ditarikan oleh masyarakat keturunan Arab. Gerak tari zapin Arab adalah gagah dengan langkah dan lenggangan yang lebih luas, ayunan tangan yang tinggi dan hinjutan kaki yang keras.

Zapin Melayu berbentuk huruf alif (lurus) umumnya ditarikan oleh orang-orang Melayu yang diadaptasikan dari unsur-unsur zapin Arab. Sedangkan gerak tari zapin Melayu lebih halus dan santun dengan ayunan tangan yang lebih kecil atau sempit, langkah kaki yang tidak terlalu luas dan tinggi, serta henjutan kaki yang lembut.

Zapin dipersembahkan dalam tiga peringkat: Pertama: pembuka tirai (dikenali sebagai taksim) yaitu gambus dibunyikan secara solo secara free meter, dan penari melakukan gerak sembah. Pada peringkat ini, semua penari akan melakukan tarian pengenalan dengan beberapa pergerakan saja. Kedua tarian, pergerakan dan ayunan. Pada peringkat kedua ini persembahan terdiri dari pecahan atau gerakan serta lenggang tarian.. Ketiga penutup, tari di sini kemudian dikembangkan dengan berbagai ragam gerak seperti alif, pecah, langkah, sut, anak ayam, dan tahto.

Gerakan tari zapin harus menampilkan gerak tari yang sopan dan menjunjung tinggi adat resam Melayu. Tidak melompat, mengangkat kaki tinggi-tinggi, berguling-berguling, dan tidak saling bersentuhan pada lawan jenis, seperti mengendong yang tidak sesuai dengan kaedah sopan santun adat Melayu yang berpaksikan kepada ajaran agama Islam. Sebab tari zapin itu sendiri bernafaskan Islam. Sekarang banyak kita temukan zapin tradisi yang berkembang menjadi tari Zapin kreasi baru, yang telah


(24)

mengalami pergeseran nilai-nilai budaya yang hampir kehilangan identitasnya. Timbulnya pembaharuan-pemabaharuan dari zapin tradisi ke bentuk zapin kreasi baru ini mulai dirasakan pada tahun 1960-an.

Demikian pula bila rentak zapin itu dinyanyikan maka lagu tersebut dinamakan dengan lagu zapin, Lagu-lagu zapin ini lah yang ingin saya pilih menjadi judul skripsi saya. Dari segi teks, nyanyian zapin ini di samping bersifat edukatif dan didaktik sekaligus menghibur tetapi juga digunakan sebagai media dakwah Islam dengan syair atau pantun-pantun Melayu yang didendangkan, bisa pula lebih ke arah etika pergaulan secara umum, ataupun pesan-pesan jenis lain, baik dengan tema percintaan, nasihat, pandangan hidup, dan lain sebagainya. Lagu-lagu tersebut akan penulis analisis melalui teori semiotik. Penyajian musik zapin dapat saja hanya di iringin musik instrumental, atau tanpa teks pantun Melayu yang dinyanyikan (vokal).

Dari uraian di atas tergambar dengan jelas bahwa seni zapin sangatlah penting di dalam kebudayaan Melayu. Seni zapin ini mengekspresikan sejarah masuknya peradaban Islam ke dalam kebudayaan Melayu. Dalam seni zapin juga terkandung proses kreativitas seniman Melayu dalam mengolah zapin Arab menjadi zapin Melayu.

Sejauh ini, banyak kita jumpai tokoh-tokoh yang mengangkat tradisi zapin, baik sebagai pengamat, penulis, penata tari, serta pencipta lagu zapin. Khususnya yang berada di kawasan kota Medan dan sekitarnya. Mereka itu antara lain adalah: Singah bin Zakaria (di Bengkel Perbaungan), Tuk Poncil (Nagur, Bedagai), O.K. Aris dan O.K. Tera’i (Galang), Sauti dan O.K. Adram (di Serdang, di samping mereka penata


(25)

tari serampang dua belas mereka juga penari zapin yang bersal dari Pantai Cermin) dan Anjang Nurdin Paitan (Pantai Labu), dan lainnya.

Ada pula para pengamat zapin, seperti Tengku Luckman Sinar. Beliau aktif membuat artikel mengenai zapin dalam seminar-seminar tentang kebudayaan Melayu, ke berbagai kota besar di Indonesia bahkan ke luar negeri. Di samping itu ada juga Muhammad Takari dan Fadlin (Medan). Dua tokoh di bidang kesenian Melayu yang juga aktif sebagai pengamat zapin dan penulis, yang selalu menjadi pembicara dalam seminar mengenai zapin, dan langsung ikut berperan serta dalam proses penggarapan pembuatan lagu-lagu zapin.

Selain itu, terdapat juga tokoh penggarap tari khususnya tari zapin antara lain: Yose Rizal Firdaus yang aktif juga menulis artikel tentang tari zapin, ada juga O.K. Hamidi sebagai pengamat tari zapin, Tengku Sita Syaritsa (Medan), A. Rahim Noor, dan terdapat juga tokoh muda penggarap tari zapin yang berada di Kota Medan, khususnya di Taman Budaya Medan, seperti: Dilinar Adlin, Syafrizal, Sri Ning Ayu, Ivan, dan ramai lagi. Di samping itu terdapat juga tokoh-tokoh pencipta lagu zapin yang karya-karya beliau sangat termasyhur. Salah satunya adalah Rizaldi Siagian seorang etnomusikolog, beliau menciptakan lagu-lagu zapin anatara lain: Zapin

Ceracap dan Zapin Tanda-tanda. Lagu ini lebih ke zapin kreasi karena dilihat dari

instrumen yang dipakai yaitu perkawinan alat musik dasar seperti marwas dan gambus dengan instrumen modern, seperti bas, drum, gitar, dan keyboard. Lagu ini lebih komersial karena lagu ini telah dirilis ke dalam album Grenek. Ada juga Zapin


(26)

segi instrumennya yang memakai alat musik dasar yaitu gendang marwas dan gambus saja. Lagu-lagu Rizaldi tersebut masih sering dibawakan untuk persembahan tari oleh sangar-sanggar tari di Kota Medan, baik untuk acara-acara resmi ataupun festival. Di samping itu ada juga Tengku Safick Sinar, Tengku Rio, Hendrik Perangin-angin, Sahrial, Zul Alinur, dan lain-lainnya.

Zul Alinur adalah seorang generasi muda yang berbakat membuat karya-karya musik zapin. Lagu-lagu zapin beliau lah yang ingin penulis kaji lewat struktur teks dan melodinya. Walaupun umurnya masih relatif muda namun karya-karya beliau cukup membanggakan. Zul Alinur yang akrab dipanggil Al Coboy atau Mak Boy adalah salah satu pelaku seni di kota Medan yang berdarah Melayu dan Minangkabau. Dalam membuat lagu-lagu zapin beliau menuliskannya dalam notasi angka dan teknya dalam huruf Latin. Puluhan lagu zapin telah diciptakannya. Yang paling menarik adalah di antara lagu-lagu tersebut ada sebanyak lima lagu menurut pengamatan penulis, menang dalam lomba atau festival lagu zapin di tingkat provinsi atau nasional.

Dia memiliki berbagai kelebihan, di samping sebagai pemusik, dia juga mahir mengaransemen lagu-lagu khususnya lagu etnik yang terdapat Sumatera. Bahkan ia juga sangat mahir menciptakan lagu-lagu Melayu khususnya bergenre zapin. Dalam hal ini dia memiliki kelebihan, dengan langsung menciptakan lagu-lagu zapin dan menciptakan musiknya. Sedangkan lagu-lagu di luar zapin dia hanya mampu mengaransemen saja bukan sebagai pencipta. Lagu- lagu beliau lah yang penulis ingin kaji. Lagu zapin ciptaan Zul Alinur tidak terlalu terikat dengan tradisi dan cenderung ke kreasi baru. Namun demikian, konsep dasar atau pakem dari zapin itu sendiri


(27)

masih tetap dipakai. Kenyataan ini dapat dapat dilihat melalui struktur musiknya, yaitu melodi yang sederhana dan mudah diingat. Instrumen yang di pakai di luar alat musik dasar seperti gambus dan marwas antara lain gendang ronggeng (frame drum), dol, biola, accordion, dan gitar bas, Terjadinya peralihan musik pengiring tari zapin dari bentuk zapin tradisi (alat musik dasar) ke bentuk musik zapin kreasi tidak terlepas dari kebutuhan pertunjukan, dan kreativitas seniman-senimannya, yang merupakan usaha yang dilakukan para pelaku seni untuk menjadikan kesenian itu untuk tetap hidup dan berkembang di tengah masyarakat.

Perbedaan di antara garapan tradisional dengan garapan kreasi terdapat pada varisasi gerak, gaya, pola lantai, pola dramatik, musik dan alat musik, jumlah penari, peralatan tari, beserta pantun yang didendangkan. Sementara kesamaannya bahwa zapin itu sendiri telah memakai konsep dasar atau pakem tersendiri baik taksim maupun tahtum, dan meiliki struktur rentak dalam tanda birama 4/4, dan lain sebagainya.

Zul Alinur memberi sentuhan baru pada zapin, namun tidak merusak pakem pada zapin itu sendiri, Resam dari akar zapin masih tetap dipakai, sehingga menghasilkan zapin pengembangan dalam karya-karya baru dalam suatu wujud upaya pelestarian. Seperti apa yang dikatakan oleh Julianus P. Limbeng bahwa semua kesenian tradisional itu memiliki pola atau pakem tersendiri yang membuat kesenian itu menjadi khas, berbeda dengan yang lainnya. Akan tetapi pakem tersebut bukanlah suatu aturan yang “mati,” melainkan suatu potensi yang dapat berkembang ,dan mampu mengakomodasi perubahan-perubahan isi sesuai dengan kepentingan situasi


(28)

demi situasi, waktu demi waktu. Jika kesenian kesenian tradisional memiliki pakem yang kuat, maka ia pun memiliki ruang kebebasan yang luwes. Keduanya pakem dan kebebasan kreatif terjalin secara integral, menjadi semacam grammar atau bahasa ungkap yang organis dan cerdas sehingga pertumbuhannya pun dapat tumbuh secara alamiah. Atas dasar itu, yang disebut dengan kesenian tradisi dan upaya pelestariannya harus menyangkut kedua aspek antara lain: bentuk, pola, atau pakemnya serta daya atau potensi untuk berubah. Dalam aspek itulah sesungguhnya terletak nilai, sehingga kesenian di Nusantara ini biasa disebut sebagai “tradisi hidup” (living tradition) bukan suatu tradisi yang mati atau beku (Julianus P. Limbeng 2009).

Selain itu, lagu-lagu ciptaan Zul Alinur selalu digunakan oleh sanggar-sanggar tari yang ada di Kota Medan, khususnya di Taman Budaya, untuk mengiringi berbagai acara atau festival yang ada di Medan dan di luar kota Medan. Di antaranya untuk mengikuti festival tari zapin, yang diadakan oleh Dewan Kesenian Medan (DKM) dalam event Medan Arts Festival, empat lagu yang diciptakan Zul Ainur termasuk ke dalam kategori lima lagu yang terbaik yang penulis akan penulis gunakan sebagai sampel lagu yang berjudul Zapin Puan, Zapin Perantau, Zapin di Hati, Zapin in My heart dan Zapin Purnama. Selain itu, lagu-lagu ciptaan Zul Alinur juga digunakan pada festival zapin dalam acara Gempar Sumut di lapangan Merdeka Medan, dan karyanya mendapat juara pertama.

Selain untuk festival, lagu beliau juga dipakai untuk mengisi event-event nasional bahkan internasional yaitu: Pesta Gendang Nusantara (Malaysia, acara tahunan menyambut ulang tahun Kota Melaka), Pedati Nusantara (Bukit Tinggi, acara


(29)

tahunan oleh Visit Indonesian Year), Semarak Zapin Serantau (yang diadakan selama dua tahun sekali di Bengkalis), Temu Zapin Indonesia (Pekan Baru), Cross Culture (Surabaya), dan Festival Seni Melayu Nusantara (Palembang). Dalam acara yang terakhir ini karya lagu zapinnya mendapatkan penghargaan penata musik terbaik. Judul lagu-lagu zapin yang beliau ciptakan adalah: Zapin Puan, Zapin Perantau, Zapin

Purnama, Zapin di Hati, Zapin Perindu, Arena Zapin, Zapin Bertuah, Zapin in My Heart, Jadilah Seperti, Bunga, dan masih banyak lagi karya-karya lainnya.

Berdasarkan uraian sosiomusikal di atas, maka saya tertarik untuk menganalisis lagu-lagu zapin Zul Alinur ini, baik dari aspek teks maupun melodinya. Adapun ketertarikan ini karena saya sangat begitu dekat dengan karya-karya beliau, karena akhir-akhir ini penulis sering di percayai untuk menyanyikan lagu-lagu ciptaannya dalam mengiringin persembahan tari khususnya tari zapin. Sehingga saya tertarik untuk mengangkatnya menjadi judul skripsi ini, dengan judul Lagu-lagu

Zapin Ciptaan Zul Alinur: Kajian Terhadap Struktur Teks dan Melodi.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka selanjutnya penulis menarik dua pokok masalah utama yang akan dikaji dalam skripsi ini. Pokok-pokok masalah tersebut adalah: pertama, bagaimana struktur teks (lirik atau syair) lagu-lagu zapin ciptaan Zul Ainur. Yang kedua, bagaimana struktur melodi lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur. Sebagai dasar untuk menguatkan dua pokok masalah di atas, maka akan dikaji pula bagaimana biografi ringkas Zul Alinur. Hal ini sesuai dengan alasan


(30)

bahwa karya seni apa pun bentuknya tidak terlepas dari pengalaman hidup dan lingkungan budaya di mana seorang pencipta seni itu hidup.

Pokok masalah struktur teks akan diperinci dalam skripsi ini mencakup unsur rima, pantun, makna-makna sosiobudaya, tafsiran terhadap makna teks, makna denotatif, makna konotatif, suku kata, interyeksi, pemakaian partikel, metafora, gaya bahasa (plastik bahasa), nilai-nilai intrinsik dan ekstrinsik, reperiti, hubungan teks dengan melodi, dan hal-hal sejenis. Sementara untuk pokok masalah kedua yaitu bagaimana struktur melodi lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur akan diperinci dengan kajian yang mencakup: tangga nada (yang berakar dari tangga nada musik Melayu atau

maqam Arab), wilayah nada, nada dasar, formula melodi, distribusi interval, pola-pola

kadensa, ambitus suara, dan kontur. Untuk menguatkan aspek struktur melodi ini, maka dalam skripsi ini penulis juga akan mengkaji aspek waktu yang mencakup meter atau tanda birama, siklus rentak, fungtuasi ritmik, kecepatan lagu, rentak dasar dan rentak peningkah, taksim yang berupa meter bebas, hubungan antara pemain musik pembawa rentak dan pembawa melodi, dan lain-lainnya. Juga akan mengkaji sajian lagu-lagu zapin dalam konteks pertunjukan seperti paduan suara, suara tunggal atau solo, gaya litany, gaya responsorial, properti panggung, hubungan musik zapin dan tarinya, dan lain-lainnya. Untuk melengkapi dua pokok masalah di atas, penulis juga akan mengkaji secara umum saja bagaimana struktur tari zapin yang diiringi oleh lagu-lagu ciptaan Zul Alinur ini, yang diciptakan oleh para penata tari di kawasan Medan dan sekitarnya. Ini untuk melihat sejauh apa kreativitas tari yang diciptakan berdasarkan musik zapin yang diciptakan sebelumnya, atau sebaliknya. Lebih jauh,


(31)

adalah bagaimana penata tari berkomunikasi dengan lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur, dan kemudian membuat kreativitas tari berdasarkan apa yang didengar, atau komunikasi verbal dengan Zul Alinur. Dengan membuat dua pokok masalah dan unsur-unsur kajian yang mendukungnya, diharapkan melalui skripsi ini akan didapatkan kajian yang mendalam dan saling mengisi, dalam konteks interdisiplin dalam bidang etnomusikologi.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah penulis kemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini juga merujuk kepada pokok permasalahan tersebut. Adapun dua tujuan utama penelitian ini adalah: (a) untuk mengetahui bagaimana struktur teks (syair atau pantun) yang terdapat dalam lagu-lagu zapin ciptaan Zul Alinur, (b) untuk mengetahui bagaimana struktur melodi lagu-lagu zapin yang diciptakan oleg Zul Alinur. Kedua tujuan utama ini akan diikuti secara langsung dengan berbagai tujuan lain yaitu untuk Mencari ciri khas musik zapin atau lagu zapin ciptaan Zul Alinur yang membuat dia berbeda dengan pencipta lagu zapin yang lain. Selain itu adalah untuk mengetahui bagaimana pentingnya zapin dalam kebudayaan Melayu termasuk masyarakat urban di Kota Medan, dan oleh karena pentingnya genre seni ini, maka perlu selalu melakukan ciptaan baru berdasarkan ciptaan lama dalam ruang dan waktu yang dilalui oleh kebudayaan. Tujuan lain adalah untuk mengungkap fenomena


(32)

bagaimana zapin diciptakan oleh generasi muda Melayu dan mendapat sambutan masyarakat pendukungnya.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini, menurut penulis dapat dikategorikan dalam dua hal, yaitu manfaat saintifik atau keilmuan, dan manfaat praktis bagi pengembangan kesenian dalam konteks negara Indonesia (dalam hal ini kota Medan dan Provinsi Sumatera Utara). Dari segi manfaat keilmuan maka skripsi ini akan memberikan berbagai pengetahuan baru yaitu bagaimana seorang generasi muda menciptakan lagu-lagu genre zapin. Apakah ia akan membuat pembaharuan, begitu juga apakah pakem atau norma-norma lagu zapin akan terus dipertahankannya. Uraian ini akan memberikan manfaat kepada disiplin etnomusikologi dalam melihat musik, kebudayaan, kreativitas, dan pengembangan karya musik. Manfaat keilmuan lainnya adalah untuk memperluas pengetahuan dan wawasan penulis dan para pembaca dalam disiplin ilmu-ilmu humaniora dan sosial termasuk etnomusikologi. Selain itu, manfaat keilmuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menjadi bahan kajian bagaimana proses difusi seni zapin melalui penyebaran agama Islam. Kemudian terjadi pembumian atau adaptasi di sana-sini menjadi zapin Melayu, sekali gus melihat bagaimana kreativitas seniman lokal dalam menggarap seni yang diadopsi dari luar. Dari kajian zapin ini juga akan menggambarkan bagaimana proses akulturasi dan inovasi sekali gus. Manfaat saintik lainnya adalah memahami makna-makna teks yang terdapat dalam lagu-lagu zapin yang diciptakan Zul Alinur. Sebagaimana diketahui


(33)

bahwa dalam penelitian kualitatif pencarian makna dalam fenomena budaya adalah sangat penting. Dari segi melodi pula, penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui bagaiman struktur melodi lagu-lagu zapin yang diciptakan Zul Alinur, apakah struktur melodinya mengandung budaya tangga nada Melayu, maqam Arab, tangga nada Eropa, atau ada kekhasan yang diciptakan Zul Alinur. Lebih jauh adalah sebagai keturunan Minangkabau dan Melayu, apakah ada unsur musik Minangkabau dan Melayu yang diterapkannya ke dalam lagu-lagu zapin ciptaannya. Sebagai seorang muslim, nilai-nilai agama yang seperti apa yang diaplikasikannya ke dalam lagu-lagu zapin ciptaan beliau. Ke depan mungkin akan ditemukan teori baru dari keberadaan zapin di tengah masyarakat Nusantara termasuk Medan, terutama melalui karya-karya generasi mudanya, termasuk Zul Alinur.

Selanjutnya manfaat praktis penelitian ini adalah untuk memberdayakan, memungsikan zapin (termasuk ciptaan Zul Alinur) dalam kebudayaannya. Contohnya adalah memungsikan seni zapin dalam konteks upacara perkawinan Melayu (atau yang berdasar kepada agama Islam), untuk mengkhitankan anak, untuk menyambut dan memeriahkan hari-hari besar keagamaan Islam, untuk acara tepung tawar, untuk melepas dan menyambut haji, dan lain-lainnya.

Lebih jauh, sangat mungkin lagu-lagu zapin ciptaan beliau digunakan dalam konteks seni wisata di Medan dan sekitarnya, dalam rangka mendukung program pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Budaya dan Pariwisata, di bidang seni dan kepariwisataan. Manfaat praktis lainnya adalah penelitian ini dapat dijadikan sumber rujukan dalam rangka menciptakan zapin-zapin baru bagi generasi muda. Atau


(34)

kalau mungkin menjadi inspirasi bagi dilaksanakannya lomba cipta lagu zapin, baik di tingkat Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia, atau Dunia Melayu. Manfaat praktis lainnya adalah lagu-lagu zapin ciptaan baru ini bisa diproduksi dalam bentuk video compact disk (VCD) atau DVD, yang berkualitas, dan akan menyumbangkan penghasilan bagi pencipta dan kelompok produksinya, kalau zapin itu laku di pasaran dan diterima masyarakat. Begitu juga dengan manfaat-manfaat lainnya.

1.4 Konsep dan Teori yang Digunakan

Sebelum menjelaskan beberapa konsep dan teori yang penulis gunakan dalam penelitian ini, maka supaya tidak terjadi tanda-tanya dan keragu-raguan, penulis menggunakan pengertian konsep dan teori sebagai berikut. Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa kongkret (Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005:588). Selanjutnya yang dimaksud dengan teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi (Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005:1177).

Dari dua pengertian di atas, maka ada perbedaan mendasar antara konsep dan teori. Konsep baru sampai ke tahap pengertian yang diabstrakan peristiwa sesungguhnya. Kalau penulis boleh memberi contoh dalam kebudayaan Melayu terdapat konsep tentang alam (terdiri dari alam janin, alam sekitar, alam kubur, alam akhirat, dan seterusnya). Begitu juga konsep tentang yang baik budi yang indah bahasa, yang bermakna konsep manusia baik dinilai dari budinya, orang yang


(35)

memiliki sopan santun dan estetika tinggi dapat dinilai dari bahasa yang diucapkannya. Sementara teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi. Jadi teori sifatnya lebih ke arah telah terbukti secara saintifik dan pendapat keilmuan itu digunakan untuk memecahkan permasalah atau fenomena alam maupun sosiobudaya. Contoh teori dalam ilmu pengetahuan adalah teori difusi, akulturasi, evolusi, gravitasi, relativisme, bobot tangga nada (weighted scale), kantometrik, dan lain-lain. Kedua hal tersebut (konsep dan teori) akan diaplikasikan dalam penelitian terhadap struktur teks dan melodi lagu-lagu zapin yang diciptakan oleh Zul Alinur.

1.4.1 Konsep

Ada beberapa konsep utama yang digunakan dalam konteks skripsi ini. Konsep tersebut berkait erat dengan judul yang penulis gunakan. Adapun konsep itu adalah: (a) lagu, (b) musik, (c) tari, (d) zapin, (e) kajian, (f) struktur, (g) teks, dan (h) melodi.

(a) Konsep mengenai lagu. Menurut Kamus Dewan Edisi Ketiga (2002), lagu itu memiliki pengertian-pengertian seperti yang diuraikan berikut ini.

lagu 1. irama suara (dlm bacaan nyanyian, percakapan, dll): ~ bacaan qari dan qariah pd malam itu merawankan hati pedengar, 2. gubahan muzik biasanya dgn seni kata, nyanyian: memperdengarkan sebuah ~ yg dinyanyikan oleh seorang penyanyi terkenal; ~ suka ramai; 3. langgam atau corak irama (muzik dll): ~ Melayu asli; ~ keroncong; 4. cara, gaya, macam, kaedah, pakaian ~ ini saya tidak suka memakainya; ~ ini (itu) cara ini (itu); ~ kebangsaan lagu rasmi sesebuah negara (diperdengarkan kpd umum dlm upacara atau peristiwa tertentu; ~ lama perkara lama (yg sudah basi); ~ patriotik lagu yang seni katanya dsb menunjukkan atau bertemakan kesetiaan atau cinta kpd negara; ~ rakyat lagu yang irama dan seni katanya telah dinyanyikan turun-temurun.


(36)

berlagu berirama: suaranya berlagu-lagu;

melagu bernyanyi, menyanyi: kedua-dua anak itu kemudiannya menari dan ~;

melagui memberi berlagu (pantun, sajak, syair, dll);

melagukan menyampaikan lagu, menyanyikan, membaca dgn lagu (Quran, sajak, dll): mereka bersalung dan bernyanyi ~ pantun dagang dgn sedih;

laguan + nyanyian

pelagu + orang yang menyampaikan lagu (nyanyian dll), penyanyi. (hal. 794).

Menurut kutipan di atas, lagu dalam bahasa Melayu memiliki empat makna yaitu makna suara yang dikaitkan dengan melodi, juga musik yang menggunakan seni kata (teks). Lagu juga mencakup genre musik vokal seperti lagu Melayu asli dan

keroncong. Dalam konteks Dunia Melayu lebih luas, genre lagu ini sangat banyak

contohnya, seperti dedeng, mulaka nukal, dodoi, sinandung, inang, zapin, ahoi, ketam padi, lerai padi, dan seterusnya. Pengertian berikutnya lagu adalah gaya atau cara, dengan contoh seperti lagu kebangsaan, lagu lama, lagu patriotik, lagu rakyat. Sementara itu jika kata lagu dikembangkan menjadi kata kerja seperti berlagu maka maknanya adalah suara yang berirama dan berlagu-lagu (menggunakan melodi). Kemudian melagu artinya adalah bernyanyi atau menyanyi, dan selalu juga dikaitkan dengan aktivitas menari. Kata kerja lainnya melagui artinya memberi berlagu kepada karya sastra seperti pantun, sajak, syair, nazam, gurindam, seloka, dan seterusnya— pengertiannya adalah memberi melodi pada karya sastra. Melodi itu sendiri artinya adalah rangkaian nada-nada dengan ritme-ritme tertentu, membentuk bangunan (arsitektonik) lagu. Kata laguan berarti juga nyanyian—sedangkan pelagu bermakna orang yang mempersembahkan lagu. Dengan demikian, mengikut Kamus Dewan ini,


(37)

lagu terdiri dari aspek tekstual atau seni kata dan melodi sebagai salah satu unsur musik. Lagu mengandung aspek bahasa, sastra, dan seni musik sekali gus.

(b) Konsep tentang musik. Dalam Kamus Dewan (2002) musik didefinisikan sebagai gubahan bunyi yang menghasilkan bentuk dan irama yang indah. Seterusnya menurut Wikipedia Indonesia (2007) musik adalah bunyi yang diterima oleh individu dan berbeda-beda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya, dan selera seseorang. Konsep tentang musik juga bermacam-macam, misalnya bunyi yang dianggap enak oleh pendengarnya, segala bunyi yang dihasilkan secara sengaja oleh seseorang atau kelompok dan disajikan sebagai musik .

Beberapa orang menganggap musik tidak berwujud visual. Musik menurut Aristoteles mempunyai kemampuan menentramkan hati yang gundah, mempunyai terapi rekreatif dan menumbuhkan jiwa patriotisme. Musik adalah bunyi yang diterima oleh individu dan berbeda-beda berdasarkan sejarah, lokasi, budaya, dan selera seseorang.

Dalam kebudayaan Melayu, musik (muzik di Malaysia) itu adalah unsur serapan yang berasal dari kebudayaan Barat, yang merujuk kepada Dewa Ilmu Pengetahuan masa Yunani-Romawi Kuno yaitu Dewa Mousikos. Namun kata ini kemudian berkembang merujuk kepada semua jenis seni bunyi yang menggunakan dimensi tangga nada dan ritme di seluruh dunia termasuk di dalam kebudayaan Melayu. Dalam budaya Melayu seni musik sering juga disebut dengan seni bunyi-bunyian, yang terdiri dari genre-genrenya seperti syair, gurindam, nazam, barodah, hadrah, nasyid, kasidah, dondang sayang, joget, dan seterusnya. Musik Melayu adalah


(38)

musik yang menjadi milik orang Melayu, yang diolah baik secara inovatif maupun secara akulturasi.

(c) Konsep mengenai tari. Menurut Kamus Dewan Edisi Ketiga (2002:1378), tari itu memiliki pengertian-pengertian seperti yang diuraikan berikut ini.

tari = tarian gerakan badan serta tagan dan kaki berirama mengikut rentak muzik; ~ gambus sj tari yang diiringi oleh gambus dan rebana; ~ inai = ~ piring tari dgn menggunakan piring dan lilin (oleh gadis-gadis); ~ keris (sewar, sikin) tari dgn memainkan keris (sewar, sikin); ~ kipas tari dgn memainkan kipas; ~ payung sj tari dgn menggunakan payung; ~ sapu tangan tari dgn melambai-lambaikan sapu tangan; ~ selendang tari dgn memakai selendang; ~ serimpi sj tari yang dipertunjukkan oleh perempuan (di istana Jogja, Solo);

menari, bertari + melakukan tari dgn mengikut muzik; kakak Ramlah sedang ~, sedang berlatih ~; ~ di ladang orang perb bersuka-suka memakai harta orang lain dgn tidak mengingat kerugian orang itu; yang tak pandai, dikatakan lautan nan terjungkat = sebab tiada tahu ~ dikatakan tanah lembab perb sebab tidak tahu membuat sesuatu pekerjan, dikatakan perkakas yg salah atau tidak cukup;

Menari-nari melompat-lompat (kegirangan dll), mendompak-dompak, bergerak-gerak pantas dan lancar (spt gerakan penari);

menarikan 1. melakukan sesuatu tari, menari dgn sesuatu tari: maka pendekar pun menghampiri lalu ~ inai serta memukul rebana lagu ceracap ini; 2. menggerak-gerakkan (jari-jari) dgn patas dan lancar (spt geraan menari): perbuatan ~ jari-jari di atas meja semasa berakap dll; tari-tarian, tari-menari bermacam-macam tari: pd malam itu telah diadakan suatu majlis ~; tertari-tari menari-nari: kijang dua ekor itu datang ke hadapan rumahnya berlompat-lompat dan ~; penari orang yang pandai menari, tukang tari (p. 1378)

anak tari: dia seorang ~ joget.

Menurut kutipan dari Kamus Dewan seperti terurai di atas, pengertian tari dalam konteks bahasa dan budaya Melayu memiliki berbagai makna. Yang pertama tari adalah gerakan badan serta tangan dan kaki berirama mengikuti rentak musik. Dalam pengertian ini tari sangat berhubungan dengan irama (ritme dan melodi) musik.


(39)

Biasanya jika ada aktivitas tari selalu menggunakan musik dalam budaya Melayu. Jarang ditemukan tari yang berdiri sendiri tanpa diiringi musik. Seterusnya dalam pengertain kedua, nama tari berhubungan erat dengan properti utama yang digunakannya, misalnya tari lilin, tari inai, tari keris, tari sapu tangan, tari payung, dan seterusunya. Pengertian lainnya adalah genre, seperti tari serimpi adalah satu genre tari di kraton Yogyakarta dan Surakarta. Dalam budaya Melayu Semenanjung, terdapat juga tari ashek, joget gamelan Terengganu, dan lainnya. Makna konotatif juga dijumpai untuk kata tari ini, seperti kalimat: Menari di ladang orang—artinya adalah bersuka-suka memakai harta orang lain dengan tidak mengingat kerugian orang itu. Makna konotatif lainnya adalah tercermin dalam kalimat: Sebab tiada tahu tari

dikatakan tanah lembab. Artinya perbuatan sebab tidak tahu membuat sesuatu

pekerjaan, dikatakan perkakas yang salah atau tidak cukup, mencari-cari alasan karena ketidakmampuannya. Pengertian berikutnya adalah tari sebagai ekspresi emosi, gembira dengan melompat, mendompak, dan seterusnya. Makna lainnya adalah fungsi tari seperti pada acara perhelatan pendekar dengan diiringi tari inai. Kemudian juga orang yang menari disebut penari.

Jadi dari kutipan di atas dapat diketahui bahawa tari adalah seni gerak dalam konteks budaya Melayu, yang memiliki norma-norma dan sistem nilainya sendiri. Selain itu istilah tari dalam kebudayaan Melayu juga memiliki sinonim dengan istilah tandak, liuk dan igal (lihat Takari dan Heristina Dewi 2008).

Salah satu motif tari yang paling dasar adalah mengekspresikan dan mengkomunikasikan emosi. Manusia dan juga beberapa jenis hewan selalu menari


(40)

dengan cara menyalurkan perasaan. Motif tari ini bukan saja diperkuat oleh gerakan meloncat, menghentakkan kaki, dan melompat-lompat, namun juga didukung oleh emosi yang intens. Tari juga ada yang menggunakan gerak-gerak yang formal, seperti tarian perang pada masyarakat tribal atau tarian rakyat untuk festival. Di sini tari membantu untuk menghasilkan emosi-emosi dan kemudian melepaskannya.

Masyarakat juga menari untuk menikmati pengalaman tubuh dan mengitari alam persekitaran dalam cara yang khas. Tari juga melibatkan gerakan yang ekstrim, seperti melenturkan atau meregangkan tangan, memalingkan wajah ke belakang dan berbagai gerak lainnya. Tari juga melibatkan gerakan yang cenderung diorganisasikan kepada pola-pola ritmik khusus, seperti melangkah membentuk garis, mengitari lantai, mengikuti langkah-langkah tertentu, atau membentuk pola aksen reguler, atau melakukan penekanan gerak.

Tari adalah satu cabang kesenian yang adakalanya berdiri sendiri namun tak jarang pula digunakan dalam seni teater. Dalam budaya Melayu misalnya, berbagai teater mempergunakan seni tari, seperti ada teater makyong, jikei, mek mulung, mendu, menhora, dan lainnya. Tari-tarian dalam teater ini sering disebut sebagai tarian teater, karena fungsi utamanya mendukung situasi dan perwatakan dalam sesebuah teater.

Zapin maknanya sangat erat dengan tari. Begitu disebutkan istilah zapin, maka yang terbayang dikalangan pencinta dan seniman Melayu adalah tari zapin, yang berasal dari Yaman, kemudian diolah menjadi tarian Melayu. Seperti sudah diuraikan pada bahagian latar belakng, bahwa zapin itu sendiri bermakna gerak, dan gerak itu


(41)

adalah unsur utama dalam seni tari. Sebagaimana bunyi di dalam seni musik. Sementara itu, masyarakat Melayu sendiri memiliki berbagai istilah yang merujuk kepada tari seperti liuk, igal, dan tandak.

(d) Konsep tentang zapin. Seperti sudah disinggung pada bagian latar belakang masalah Hamzah Ahmed (1984) mengatakan seni zapin dalam peradaban Islam lahir pada tahun keenam masa ketika terjadi gencatan senjata dengan orang-orang kafir Mekah, pada waktu anak puteri Saidina Hamzah ingin ikut Nabi Muhammad hijrah ke Madinah. Padahal dalam perjanjian, orang-orang pelarian Mekah itu harus dikembalikan. Pihak Nabi Muhammad tidak mau. Lalu siapa yang menjadi pengasuh anak itu? Nabi Muhammad menunjuk Ja’far yang dengan girangnya menari-nari mengangkat kaki bersama Saidina Ali. Inilah diperkirakan sejarah awal munculnya zapin dalam peradaban (tamadun) Islam. Zapin kemudian berkembang ke Persia danNusantara. Kesenian zapin masuk ke Nusantara sejalan dengan berkembangnya agama Islam sejak abad ke 13 Masehi. Secara etimologis, kata zapin berasal dari Bahasa Arab, yang memiliki berbagai makna. Kata zapin sendiri berkaitan dengan kata-kata turunan seperti zafa, zaffa, zafana, zaffan, dan lain-lainnya (lihat Mohd Anis Md Nor 1995).

(e) Konsep mengenai kajian. Istilah ini berasal dari kata analisa atau analisis, yaitu penyelidikan dan penguraian terhadap satu masalah untuk mengetahui keadaan yang sebenar-benarnya serta proses pemecahan masalah yang di mulai dengan dugaan akan sebenarnya. Struktur adalah bangunan (teoretis) yang terdiri atas


(42)

unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain dalam satu kesatuan (Poerwadarminta dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005).

(f) Struktur adalah unsur serapan dari bahasa Inggris yaitu structure. Kata ini memiliki arti sebagai: susunan, bangunan, dan kerangka (Echols dan Shadily 1978:563). Struktur ini bisa dikaitkan dengan pengertian struktur sosial atau struktur masyarakat. Begitu juga dengan struktur gedung atau bangunan. Struktur juga bermakna sebagai bangunan bisa saja bangunan musik, bangunan swejarah, bangunan tari, bangunan atom, dan lain-lain. Atau bisa juga sebagai kerangka yang mebentuk bidang-bidang apa saja. Misalnya kerangka karangan, kerangka layang-layang, dan seterusnya.

Dalam kaitannya dengan tulisan ini, struktur yang diamksud adalah merujuk kepada dua aspek yaitu struktur melodi dan struktur teks atau lirik. Struktur melodi lebih khusus merujuk kepada melodi lagu-lagu ciptaan Zul Alinur, yang terdiri dari unsur-unsur: tangga nada, wilayah nada, nada dasar, formula melodi, interval yang digunakan, nada yang digunakan, pola-pola kadensa, dan kontur melodi. Sementara untuk teks atau lirik mencakup genre sastranya yaitu pantun atau puisi atau yang lainnya. Kemudian kata-kata ini disusun oleh baris, bait, rima atau persajakan, makna-makna (denoattif dan konoattif serta interpretasinya), juga interyeksi, struktur intrinsik dan ekstrinsik, dan lain-lainnya.

(g) Teks adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang, kutipan dari Kitab Suci untuk pangkal ajaran atau alasan, serta bahan tertulis untuk dasar memberikan pelajaran, berpidato, dan sebagainya (Poerwadarminta dalam Kamus


(43)

Besar Bahasa Indonesia 2005). Dalam kaitannya dengan penelitian ini, maka yang

dimaksud dengan teks adalah lirik lagu-lagu zapin yang diciptakan oleh Zul Alinur. Teks ini ada yang strukturnya berdasarkan pantun dan ada pula yang berupa puisi bebas karangan beliau, yang disesuaikan dengan perjalanan atau progresi musiknya.

(h) Melodi adalah unsur serapan yang berasal dari bahasa Inggris melody. Menurut Echols dan Shadily (1978:378) yang dimaksud dengan melodi adalah nyanyian atau lagu, namun dalam konteks ini artinya adalah dalam kebudayaan Barat. Lagu sendiri sudah diuraikan konsepnya pada bahagian (a) tulisan ini. Lebih jauh yang dimaksud melodi secara musikal adalah penggunaan rangkain nada-nada disertai unsur ritmik yang dirangkai sedemikian rupa, berdasarkan kepada motif, frase, maupun bentuknya. Adapun unsur-unsur melodi ini terdiri dari delapan unsur seperti yang sudah disinggung di atas.

1.4.2 Teori

Sebagai landasan berfikir dalam melihat permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis mempergunakan dua teori utama untuk membedah dua permasalahan utama. Untuk mengkaji masalah struktur melodi digunakan teori weighted scale (bobot tangga nada), dan untuk mengkaji struktur teks (lirik) lagu digunakan teori semiotik.

Namun demikian, dalam kerangka kerja multidisiplin dan interdisiplin ilmu, penulis juga menggunakan berbagai teori yang relevan untuk dapat mengungkap dua permasalahan utama tersebut. Misalnya untuk mengkaji biografi ringkas Zul Alinur


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Mohamed. 1991. Akademi Seni Tengku Temenggung: Satu Aspek dari Sejarah

Sosial Kelantan 1879 - 1935. (Monograf X, Warisan Kelantan). Kota Bharu:

Perbadanan Muzium Negeri Kelantan.

Abdullah Mohd. Ghazali, 1995. Teater Tradisional Melayu. Kuala Lumpur: Kementerian

Kebudayaan, Kesenian dan Pelancongan Malaysia.

Abdullah, M. Amin. 2002. Antara Al-Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam. Bandung:

Mizan Pustaka.

Abu Bakar Bin Yang. 2000. Islam, Rekreasi, dan Seni Lakon. Kuala Lumpur: Penyelidik

IKIM.

Adler, Mortimer J. et al. (eds.). 1983. Encyclopaedia Britannica (Vol. XII). Chicago: Helen

Hemingway Benton.

Adshead, Janet. 1988. Dance Analysis: Theoy and Practice. London: Dance Book.

Ahmad Abdul Samad, 1986. Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu). Kuala Lumpur: Dewan

Bahasa dan Pustaka.

Anderson, John, 1971. Mission to the East Coast of Sumatra in 1823. Singapura: Oxford

University Press.

Aripin Said, 1997. Lagu-lagu Tradisional Rakyat Pahang. Kuala Lumpur: Kementerian

Kebudayaan, Kesenian dan Perpelancongan Malaysia.

Awang Saryan, 2006. “Pembudayaan Bahasa dan Pembentukan Rupa Bangsa.” Kertas Dasar

Seminar Linguistik dan Pembudayaan Bahasa Melayu Kedua.

Awang Sujai Hairul dan Yusoff Khan (ed.). 1986. Kamus Lengkap. Petaling Jaya: Pustaka

Zaman Sdn. Bhd.

Batara Sangti. 1977. Sejarah Batak. Balige: Karl Sianipar.

Blacking, John. 1974. How Musical is Man? Seattle: University of Washington Press.

Boestanoel Arifin Adam. 1970. “Seni Musik Klasik Minangkabau.” Makalah pada Seminar

Sejarah dan Kebudayaan Minangkabau di Batusangkar.

Brahma Putro. 1981. Karo dari Jaman ke Jaman. Medan: Yayasan Masa.

Brandon J.R. 1974. Theatre in Southeat Asia. Cetak ulang. London: Cambridge University

Press.

Castles, Lance. 1972. The Political Life of A Sumatra Resiency: Tapanuli 1915-1940. Yale:

Yale University. Disertasi Doktoral.

Che Norazam Noor Din. 1989/90. Makyong: Satu Analisis Permainan dan Falsafahnya.

Latihan ilmiah. Kuala Lumpur: Universiti Malaya.

Dada Meuraxa, 1974. Sejarah Kebudayaan Sumatera. Medan: Firma Hasmar.

Dasa Manao, Elisian Waruwu dan Muhammad Takari. 1998. “Gambaran Umum Seni Tari

dalam Konteks Kebudayaan Nias.” Kebudayaan Tari Etnik Sumatera Utara. Tengku

Luckman Sinar dan Muhammad Takari (eds.). Medan: Universitas Sumatera Utara

Press.

Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (eds.). 1995. Handbook of Qualitative Research.

Thousand Oaks, London, dan New Delhi: Sage Publications.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 1988. Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Depdikbud.


(2)

Deraman, A. Azis, 2002. Himpunan Kertas Kerja: Isu dan Proses Pembukaan Minda Umat

Melayu Islam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Edi Sedyawati. 1980. Tari: Tinjauan dari Berbagai Segi. Jakarta: Pustaka Jaya.

Edi Sedyawati. 1984. “Aspek-aspek Komunikasi Budaya yang Diekspresikan dalam Tari.”

Analisis Kebudayaan. (Tahun II) Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Edi Sedyawati. 1993. Ke-Islaman dalam tari Indonesia. dalam Wan Abdul Kadir & Zainal

Abidin Borhan (pngr.) Fenomena 2. 60-80. Universiti Malaya: Jabatan Pengajian

Melayu.

Edi Sedyawati, 2010. “Pengawalan Perkembangan Zapin.” Makalah pada Seminar Zapin di

Pekan Baru.

Elydawati Pasaribu, 1993. Tradisi Muzik Vokal Marhaban dalam Upacara Menabalkan

Anak di Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli Kabupaten Deli Serdang. Skripsi,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Ensiklopedia Malaysiana. 1996. Kuala Lumpur: Anzagain.

Fadlin, 1988. Studi Deskriptif Konstruksi dan Dasar-dasar Pola Ritem Gendang Melayu

Sumatera Timur. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera

Utara, Medan.

GAPENA, 2008. Kongres Permuafakatan Melayu: Resolusi. Kuala Lumpur: GAPENA.

Garraghan, Gilbert J., S.J. 1957. A Guide to Historical Method. East Fordham Road, New

York: Fordham University Press.

Gazalba, Sidi. 1989. Masjid Pusat Ibadat dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Penerbit Indonesia.

Geldern, Robert Heine. 1972. Konsepsi tentang Negara dan Kedudukan Raja di Asia

Tenggara. Jakarta: Rajawali Press.

Goldsworthy, David J. 1979. Melayu Music of North Sumatra: Continuities and Changes.

Sydney: Monash University. Disertasi Doktoral.

Goris Keraf. 1986. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Guru Sauti, 1956. “Tari Pergaulan.” Buku Kenang-kenangan Kongres II Lembaga

Kebudayaan Melayu di Medan 4 Pebruari 1956. Medan: Hasmar.

H.M.D. Harahap, 1986. Adat-Istiadat Tapanuli Selatan. Jakarta: Grafindo-Utama

Hajjah Noresah bt Baharon dkk. (eds.), 2002. Kamus Dewan Edisi Ketiga. Kuala Lumpur:

Dewan Bahasa dam Pustaka.

Hall, D.G.E., 1968, A History of South-East Asia, St. Martin's Press, New York.

Terjemahannya dalam bahasa Indonesia, D.G.E. Hall, Sejarah Asia Tenggara, 1988,

diterjemahkan oleh I.P. Soewasha dan terjemahan disunting oleh M. Habib Mustopo,

Surabaya: Usaha Nasional.

Hamidah Yaacob. 1982. “Hiburan tradisional Kelantan.” dlm. Khoo Kay Kim (pnyt.).

Beberapa Aspek dalam Warisan Kelantan. Kuala lumpur.

Harun Mat Piah, 1989. Puisi Melayu Tradisional: Suatu Pembicaraan Genre dan Fungsi.

Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka

Hasan M. Hambari, 1980. “Peranan Beberapa Bandar Utama di Sumatera Abad Ke-7

sampai 16 M dalam Jalur Darat Melalui Lautan,” dalam Saraswati. Jakarta: Pusat

Penyelidikan Arkeologi Nasional.

Hassan Shadily, 1983. Ensiklopedi Indonesia Jakarta: Ikhtiar Baru-Vanhoeve.

Herkovits, Melville J., 1948. Man and His Work. New York: Alfred A. Knopft.

Hilman Hadikusuma, 1987. Hukum Kekerabatan Adat. Jakarta: Fajar Agung.

Holt, Claire, 1967. Art in Indonesia: Continuities and Changes. Ne York: Cornell University

Press.

Horton, Paul B. dan Chester L. Hunt, 1984. Sociology, edisi kelapan. Michigan McGraw-Hill.

Terjemahannya dalam bahasa Indonesia, Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, 1993.

Sosiologi. Terjemahan Aminuddin Ram dan Tita Sobari. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Irwan Abdullah, 2001. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(3)

Ismail Ahmad. 1995. Komunikasi Saintifik. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Ismail Hamid, 1991. Masyarakat dan Budaya Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan

Pustaka.

Ismail Husein, 1984. Antara Dunia Melayu dengan Dunia Indonesia. Kuala Lumpur:

University Kebangsaan Malaysia.

Ismail Hussein, 1978. The Study of Traditional Malay Literature with Selected Bibliography.

Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

James Danandjaja, 1984. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta:

Grafiti Pers.

Jose Rizal Firdaus, 2007. “Teknik Tari Serampang 12 Karya Guru Sauti. Makalah pada

Seminar Internasional Tari Serampang Dua Belas di Medan.

Jose Rizal Firdaus, 2010. “Tari Zapin Sumber Rujukan Kreativitas: Kini Era Tari Zapin.”

Makalah pada Seminar Zapin di Pekan Baru Riau.

Jose Rizal Firdaus, 2010. “Zapin di Sumatera Utara.” Makalah pada Seminar Zapin di Medan.

Kamus Am. 1995. Kuala Lumpur: Fajar Bakti.

Karl J. Pelzer, 1985. Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria

1863-1947, terjemahan J. Rumbo, Jakarta: Sinar Harapan.

Kartomi, Margareth J., (1990), On Concepts and Classifications of Musical Instruments.

Chicago dan London: The University of Chicago Press.

Koentjaraningrat (ed.), 1980. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat, 1974. Kebudayaan, Mentalitet, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat, 1980. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Rineka Cistra.

Koentjaraningrat, 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Ku Zam Zam Ku Idris. 1993. “Nobat: Music in the Service of the King : the Symbol of Power

and Status in Traditional Malay Society.” dalam Nik Safiah Karim, (peny.), Tinta

Kenangan. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. pp. 175-193

M. Amin Abdullah, 2002. Antara Al-Ghazali dan Kant: Filsafat Etika Islam. Bandung:

Mizan Pustaka.

Mahdi Bahar, 2009. “Dinamika Kehidupan Kontemporer Zapin sebagai Puncak Peradaban

Seni Silam Nusantara.” Makalah pada Seminar Zapin di bengkalis Riau.

Malm,William P., 1977. Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New Jersey:

Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terJemahannya dalam bahasa Indonesia, William

P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur Tengah, dan Asia, dialihbahasakan

oleh Muhammad Takari, Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Mana Sikana. 1990. Pendekaran Kesusasteraan Moden. Kuala Lumpur: Penerbit Karyawan.

Makhmud Hasbi, 1993. Studi Komparatif terhadap Aspek-aspek Musikal dalam Penyajian

Azan oleh Empat Muazin di Kotamadya Medan. Skripsi Sarjana Muda Seni, di

Bidang Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Mertriam, Alan P., 1964. The Anthropology of Music. Chichago: North Western University

Press.

Mohamed Afandi Ismail. 1973/74. Mak Yong: Sebuah Tinjauan dari Sudut Persembahan.

Latihan ilmiah. Universiti Malaya.

Mohammed Ghouse Nasharuddin. 2002. Teater Tradisional Melayu. Kuala Lumpur: Dewan

Bahasa dan Pustaka.

Mohammed Redzuan Othman,1994. The Middle Eastern Influence on the Development of

Religious And Political Thought In Malay Society, 1880-1940, Tesis Ph.D Untuk

University of Edinburgh.

Mohd Anis Md Nor, 2005. Zapin Nusantara. Johor Malaysia: Yayasan Warisan Johor.

Mohd Anis Md Nor, 1990. The Zapin Melayu Dance of Johor: From Village to A National

Performance Tradition. disertasi doctoral. Michigan: The University of Michigan.

Mohd. Ghouse Nasaruddin. 1994. Tarian Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.


(4)

Mohd. Hanafiah Abd. Samad. 1981. Memelihara dan Menghargai Teater Tradisional. Dewan

Budaya, 3 Oktober: 3-6.

Mohd. Taib Osman, 1989. Malay Folk Beliefs an Integration of Disparate Elements. Kuala

Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Mohd. Zain Hj. Hamzah, 1961 Pengolahan Muzik dan Tari Melayu. Singapura: Dewan

Bahasa dan Kebudayaan kebangsaan.

Muhammad Takari, 1990. Kesenian Hadrah pada Kebudayaan melayu Deli Serdang dan

Asahan: Studi Deskriptif Musikal. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Muhammad Takari, 1998. Ronggeng Melayu Sumatera Utara: Sejarah, Fungsi dan

Strukturnya. Tesis S-2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Universitas Gadjah

Mada, Yogyakarta.

Muhammad Takari, 2010. “Zapin Melayu dalam Peradaban Islam: Sejarah, Struktur Musik,

dan Lirik.” Makalah pada Seminar Zapin di Medan.

Muhammad Takari dan Heristina Dewi, 2008. Budaya Musik dan Tari Melayu Sumatera

Utara. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Muslim, 2010. “Zapin.” Makalah pada Seminar Zapin di Medan.

Nelson, C. Treischler dan L. Grossberg, 1992. “Cultural Studies.” dalam Cultural Studies.

Grtossberg, Nelson, dan Treichler (eds.). New York: Routledge.

Nettl, Bruno, 1992. “Ethnomusicology: Some Definitions, Problems and Directions.” Music in

Many Cultures: An Introduction. Elizabeth May (ed.). California: University California

Press.

Nizami Jamil, 2010. “Japin di Kesultanan Siak.” Makalah pada Seminar Zapin di Pekan Baru.

Noresah Baharom, 2007. “Pembudayaan Bahasa Malaysia sebagai Bahasa Kebangsaan dalam

Mempertingkatkan Semangat Patriotisme Malaysia.” Kertas Kerja yang Dibentangkan

pada Program Bicara Tengah Hari Anjuran Institut kajian Sejarah dan Patriotisme

Malaysia.

Norman Achmad (ed). 1998. Seni, Politik, Pemberontakan. Yogyakarta: Bentang Budaya.

Omar A. Hoesin, 1981. Kultur Islam: Sejarah Perkembangan Kebudayaan Islam dan

Pengaruhnya dalam Dunia Internasional. Jakarta: Bulan Bintang.

Omar Farouk Bajunid (pnyt.). 1989. Pengantar Kesenian kelantan. Kuala Lumpur: City

Reprographic Services.

Panuti Sudjiman dan Aart Van Zoest (peny.) 1992. Serba-serbi Semiotik. Jakarta: Penerbit PT

Gramedia Pustaka Utama.

Pelzer, Karl J., 1978. Planters and Peasant Colonial Policy and the Agrarian Struggle in East

Sumatra 1863-1847. s’Gravenhage: Martinus Nijhoff. Juga terjemahannya dalam

bahasa Indonesia, Karl J. Pelzer, 1985. Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan

Perjuangan Agraria 1863-1947. Terjemahan J. Rumbo. Jakarta: Sinar Harapan.

Rahmah Bujang, 1975. Sejarah Perkembangan Drama Bangsawan di Tanah Melayu dan

Singapura. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, Kementerian Pelajaran

Malaysia.

Rahmah Bujang, 1987, Boria A Form of Malay Theatre; Singapore: Institute of SE Asian

Studies."

Rahmah Bujang, 1989, Seni Persembahan Bangsawan; Kuala Lumpur: Dewan Bahasa &

Pustaka,"

Ratna, 1990. Birokrasi Kerajaan Melayu Sumatera Timur di Abad XIX. Tesis S-2.

Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Riza Pahlevi, 2009. “Zapin dari Hadramaut Berkampung di bengkali.” Makalah pada Seminar

Zapin di Bengkalis Riau.

S. Nasution, 1982. Metode Research. Bandung: Jemmars.

Sachs, Curt dan Eric M. Von Hornbostel, 1914. “Systematik der Musikinstrumente.”

Zeitschrift für Ethnologie. Berlin: Jahr. Juga terjemahannya dalam bahasa Inggeris, Curt


(5)

Sachs dan Eric M. von Hornbostel, 1992. “Classification of Musical Instruments.”

Terjemahan Anthony Baines dan Klaus P. Wachsmann. Ethnomusicology: An

Inroduction. Helen Myers (ed.). New York: The Macmillan Press.

Said Hasym, 1993. Nasyid di Kelurahan Sitirejo II Kecamatan Medan Amplas Kajian

Tekstual dan Muzikologis. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas

Sumatera Utara Medan.

Setia Dermawan Purba, 1994. Penggunaan, Fungsi, dan Perkembangan Nyanyian Rakyat

Simalungun bagi Masyarakat Pendukungnya: Studi Kasus di Desa Dolok Meriah,

Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Tesis S-2. Jakarta:

Universitas Indonesia.

Sheppard, Mubin, 1972. Taman Indera: Malay Decorative Arts and Pastimes. London: Oxford

University Press.

Siti Nurbaiti Rokhmah, 2000. Dikia Rapano pada Kebudayaan Masyarakat Minangkabau

di Desa Sialang Kecamatan Perwakilan Situjuh di Kabupaten Limapuluh Kota,

Sumatera Barat:

Sebuah Kajian

Terhadap

Penggunaan dan Fungsi. Skripsi,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Siti Waridah, 2001. Antropologi. Jakarta: Bumi Aksara.

Soetan Takdir Alisjahbana, 1965. Puisi Lama. Petaling Jaya: Zaman Baru Limited.

T. Volker, 1928. Van Oerbosch tot Cultuurgebied. Medan: De Deli Planters Vereeniging

Tenas Effendy, 2000. Pemimpin dalam Ungkapan Melayu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa

dan Pustaka.

Tenas Effendy, 2004. Tunjuk Ajar Melayu: Butir-butir Budaya Melayu Riau. Yogyakarta:

Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu dan Penerbit Adicita.

Tengku Luckman Sinar, 1985. "Keserasian Sosial dalam Kearifan Tradisional

Masyarakat Melayu." Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk

di Perkotaan, Medan.

Tengku Luckman Sinar, 2010. “Zapin/Gambus di Wilayah Kabupaten Deli Serdang (Sumatera

Utara.” Makalah pada Seminar Zapin di Medan.

Tengku Lah Husni, 1986. Butir-butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tengku Lah Husni, 1975. Lintasan Sejarah Peradaban dan Budaya Penduduk Pesisir

Sumatera Timur 1612-1950. Medan: B.P. Lah Husni.

Tengku Lah Husni, 1985. “Keserasian Sosial dalam Kearifan Tradisional Masyarakat

Melayu.” Makalah Seminar Keserasian Sosial dalam Masyarakat Majemuk di

Perkotaan, di Medan.

Tengku Luckman Sinar, 1988. Sejarah Deli Serdang. Lubuk Pakam: Badan Penerbit

Pemerintah Daerah Tingkat II Deli Serdang.

Tengku Luckman Sinar, 1994. Jatidiri Melayu. Medan: Majelis Adat Budaya Melayu

Indonesia.

Tengku Luckman Sinar, 1971. Sari Sejarah Serdang. Medan: t.p.

Tengku Luckman Sinar, 1986. “Perkembangan Sejarah Musik dan Tari Melayu dan Usaha

Pelestariannya.” Makalah dalam Seminar Budaya Melayu Indonesia, di Stabat,

Langkat, 1986.

Tengku Luckman Sinar, 1990. Pengantar Etnomusikologi dan Tarian Melayu. Medan:

Perwira.

Tengku Luckman Sinar, 1991. Sejarah Medan Tempo Doeloe. Medan: Majlis Adat Budaya

Melayu Indonesia.

Umar Junus, 1971. "Kebudayaan Minangkabau," Manusia dan Kebudayaan di Indonesia.

Koentjaraningrat (ed.), Jakarta: Gramedia."

Usman Pelly, 1985. ""Menciptakan Pra Kondisi Keserasian Hidup dalam Masyarakat

Majemuk: Kasus Kotamadya Medan,"" Medan: Makalah Seminar Keserasian Sosial

dalam Masyarakat Majemuk di Perkotaan."


(6)

Usman Pelly, 1986. Lokasi Lembaga Pendidikan, Sosial, dan Agama dalam Tata Ruang

Permukiman Masyarakat Majemuk yang Menopang Integrasi Sosial: Kasus Kotamadya

Medan. Tokyo: The Toyota Foundation.

Usman Pelly, 1994. Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan

Mandailing. Jakarta: LP3ES.

van Eva, Judith. 1990. Television and Child Development. Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum

Wahyunah Abdul Ghani dan Mohamad Shaidan, 2000. Puisi Melayu Lama Berunsur Islam.

Kuala Lmpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Wan Abdul Kadir, 1988. Budaya Popular dalam Masyarakat Melayu Bandaran. Kuala

Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Wan Abdullah Wan Azman, 1999. Pemikiran Positif Cara Islam. Kuala Lumpur: Utusan

Publications & Distributor Sdn. Bhd.

Wan Hashim Wan Teh, 1997, Tamadun Melayu dan Pembinaan Tamadun Abad Kedua Puluh

Satu, Bangi: Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia.

Wan Hashim Wan Teh, 1988. Peasants under Pripheral Capitalism. Bangi: Universiti

Kebangsaan Malaysia.

Wazir Jahan Karim. 1993, Malay folk arts and folk cures: observation of contemporary

ethnopsychiatry. dalam Wan Abdul Kadir & Zainal Abidin Barhan (pngr.).Fenomena 2:

157-188. Universiti Malaya: Jabatan Pengajian Melayu.

Wee, Vivienne, 1985. Melayu: Heirarchies of Being in Riau. Disertasi doktor falsafah.

Canberra: The Australian National University.

Yoshiyuki, Tsurumi, 1981. Melaka Monogatari: Sebuah Kisah di Melaka. Tokyo: Jiji

Tsuushinsa.

Yusmar Yusuf, 2010. “Zapin???: Beredaplah Menuju Bid’ah Baru.” Makalah pada Seminar

Zapin di Pekan Baru.

Yusuf Al-Qaradawi, 1950. The Lawful and the Prohibited in Islam. Indianapolis: American

Trust Publications.

Yuyun S. Suriasumantri, 1984. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor dan Leknas

LIPI.

Yusraf Amir Piliang, 2003. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna.

Yogyakarta: Jalasutra.

Internet

http://

www.id.wikipedia.org.wiki/Zapin, diunduh 4 Maret 2009

http://id.wikipedia.org/wiki/Marawis, diunduh 4 maret 2009

http://nadziraa.blog.frienster.com