10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hidrolisis ester dengan katalis basa melalui mekanisme penambahan nukleofilik OH gambar 2.5 secara langsung kepada gugus karbonil.
Hidrolisis ester berkatalis basa terjadi karena ion OH merupakan nukleofil yang lebih kuat dibandingkan air Larson and Weber, 1994.
Gambar 2.5 Mekanisme Reaksi Hidrolisis Ester dengan Katalis Basa Larson and Weber, 1994.
2.5 Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah
istilah umum
yang digunakan
untuk menggambarkan bagian penting dari reaksi organik di mana ester akan
berubah menjadi ester lain melalui pertukaran gugus alkoksi. Ketika ester asli direaksikan dengan alkohol, proses transesterifikasi yang terjadi disebut
alkoholisis seperti pada skema.
Istilah transesterifikasi akan digunakan sebagai sinonim untuk alkoholisis ester karboksilat, sebagaimana telah disepakati oleh beberapa pubilkasi.
Transesterifikasi merupakan reaksi kesetimbangan dan pada dasarnya terjadi transformasi mencampurkan reaktan. Adanya katalis biasanya asam kuat
atau basa mempercepat terjadinya kesetimbangan. Untuk mencapai hasil yang tinggi dari ester, alkohol harus digunakan secara berlebihan.
Transesterifikasi bisa dilakukan dengan katalis asam ataupun basa. Pada transesterifikasi minyak sayur, katalis basa lebih cepat dibandingkan asam
Schuchardt et al., 1998.
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.6 Identifikasi
2.6.1 Kromatografi
Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi deferensial dinamis dalam sistem
yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu di antaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat
itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau
kerapatan muatan ion. Deangan demikian, masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik Departemen
Kesehatan, 1995. Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut
terdistribusi diantara dua fase, satu diantaranya diam fase diam, yang lainnya bergerak fase gerak. Fase gerak membawa zat
terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya, yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa
melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai zat
penjerap, seperti halnya penjerap alumina yang diaktifkan, silika gel, dan resin penukar ion, atau dapat bertindak melarutkan zat
terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak. Dalam proses terakhir ini suatu lapisan cairan pada suatu penyangga yang
inert berfungsi sebagai fase diam Departemen Kesehatan,1995. Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis
kualitatif dan kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian Farmakope Indonesia adalah Kromatografi Kolom,
Kromatografi Gas, Kromatografi Kertas, Kromatografi Lapis Tipis, dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kromatografi kertas dan
kromatografi lapis tipis umumnya lebih bermanfaat untuk tujuan identifikasi, karena mudah dan sederhana. Kromatografi kolom
memberikan pilihan fase diam yang lebih luas dan berguna untuk
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pemisahan masing-masing senyawa secara kuantitatif dari suatu campuran. Departemen Kesehatan,1995
a. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan
berbutir-butir fase diam, ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan
dipisah berupa larutan ditotolkan berupa bercak atau pita awal. Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana
tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok fase gerak, pemisahan terjadi selama perambatan kapiler
pengembangan. Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan dideteksi Stahl Egon
dalam Khoirunni’mah, 2013.
Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis tipis adalah yang paling banyak digunakan untuk analisis
obat di laboratorium farmasi. Metode ini hanya memerlukan investasi kecil untuk perlengkapan dan menggunakan waktu
yang singkat untuk menyelesaikan analisis 15-60 menit, memerlukan jumlah cuplikan yang sangat sedikit kira-kira 0,1 g.
Selain itu, hasil palsu yang disebabkan oleh komponen sekunder tidak mungkin terjadi, kebutuhan ruangan minimum,
dan penanganannya
sederhana Stahl
Egon dalam
Khoirunni’mah, 2013. Totolkan Larutan uji dan Larutan baku, menurut cara
yang tertera pada masing-masing monografi dengan jarak antara lebih kurang 1,5 cm dan lebih kurang 2 cm dari tepi
bawah lempeng, dan biarkan mengering tepi bawah lempeng adalah bagian lempeng yang pertama kali dilalui oleh alat
membuat lapisan pada waktu melapiskan zat penjerap. Ketika bekerja dengan lempeng, gangguan fisik harus terhindarkan dari
zat penjerap Departemen kesehatan, 1995.
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beri tanda pada jarak 10 cm hingga 15 cm di atas titik penotolan. Tempatkan lempeng pada rak penyangga,
hingga tempat penotolan terletak di sebelah bawah,dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Pelarut dalam
bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, tetapi titik penotolan jangan sampai terendam. Letakkan tutup bejana
pada tempatnya,dan biarkan sistem hingga pelarut merambat 10 cm hingga 15 cm di atas titik penotolan, umumnya
diperlukan waktu lebih kurang 15 menit hingga 1 jam. Keluarkan lempeng dari bejana ,buat tanda batas rambat
pelarut, keringkan lempeng di udara,dan amati bercak mula- mula dengan cahaya ultraviolet gelombang pendek 254 nm
dan kemudian dengan cahaya ultraviolet gelombang panjang 366 nm. Ukur dan catat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta
catat panjang gelombang untuk tiap bercak yang diamati. Tentukan harga Rf untuk bercak utama. Jika diperlukan,
semprot bercak dengan pereaksi yang ditentukan, amati dan bandingkan kromatogram zat uji dengan kromatogram baku
pembanding Departemen kesehatan, 1995.
Gambar 2.6 Skema kromatografi lapis tipis
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Kromatografi Kolom