II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM 2.1.1. Definisi UMKM
Usaha mikro kecil menengah merupakan usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia. Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia No.20 Tahun 2008 mendefinisikan kriteria Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM sebagai berikut:
1. Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut: a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00 lima
puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000,00
tiga ratus juta rupiah. 2. Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 lima ratus
juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 tiga
ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 dua milyar lima ratus juta rupiah.
3. Kriteria usaha menengah adalah sebagai berikut: a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 lima ratus
juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 sepuluh milyar rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 dua
milyar lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 lima puluh milyar rupiah.
2.1.2. Karateristik Pembiayaan UMKM
Usaha mikro, kecil dan menengah mampu memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional. Ada beberapa acuan definisi yang digunakan oleh
berbagai instansi di Indonesia, yaitu: a. Undang-Undang No.9 tahun 1995 tentang usaha kecil, mengatur kriteria
usaha kecil berdasarkan nilai aset tetap di luar tanah dan bangunan paling besar Rp 200 juta dengan omzet per tahun maksimal Rp 1 milyar.
Sementara itu berdasarkan Inpres No.10 tahun 1999 tentang usaha menengah, batasan aset tetap di luar tanah dan bangunan untuk usaha
menengah adalah Rp 200 juta hingga Rp 10 milyar. b. Kementrian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu usaha sebagai
usaha kecil jika memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar per tahun. Untuk usaha menengah, batasannya adalah usaha yang memiliki omset antara Rp
1 sampai dengan Rp 50 milyar per tahun. c. Departemen Perindustrian dan Perdagangan menetapkan bahwa industri
kecil dan menengah adalah industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan Rp 5 milyar. Sementara itu, usaha kecil di bidang perdagangan dan
industri juga dikategorikan sebagai usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp 200 juta dan omzet per tahun kurang dari Rp 1 miliar sesuai UU
No. 9 tahun 1995. d. Bank Indonesia menggolongkan UK dengan merujuk pada UU No.
91995, sedangkan untuk usaha menengah, BI menentukan sendiri kriteria aset tetapnya dengan besaran yang dibedakan antara industri manufaktur
Rp 200 juta sd Rp 5 miliar dan non manufaktur Rp 200 – 600 juta.
e. Badan Pusat Statistik BPS menggolongkan suatu usaha berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki pekerja 1-19
orang; usaha menengah memiliki pekerja 20-99 orang; dan usaha besar memiliki pekerja sekurang-kurangnya 100 orang.
f. Karakteristik usaha kecil, diantaranya Suharto, 2008 :
1. Jenis barangkomoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah;
2. Lokasitempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah- pindah;
3. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan
dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha; 4. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya
termasuk NPWP; 5. Sumberdaya manusia pengusaha memiliki pengalaman dalam
berwiraswasta; 6. Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal;
7. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning.
g. Contoh usaha kecil, yaitu Suharto, 2008 : 1. Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga
kerja; 2. Pedagang di pasar grosir agen dan pedagang pengumpul lainnya;
3. Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubelair, kayu dan rotan, industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan
industri kerajinan tangan; 4. Peternakan ayam, itik dan perikanan;
5. Koperasi berskala kecil.
2.2. Microfinance
2.2.1. Definisi Microfinance
Gonzalez-Vega dan Chavez dari Aryo 2011 menyatakan bahwa Indonesia adalah laboratorium dunia untuk keuangan mikro. Namun lebih dari sekedar
laboratorium, menurut Klaas Kuiper 2003 dan L. Schmit dari Aryo 2011 revolusi microfinance telah terjadi di Indonesia lebih dari 100 tahun yang lalu
pada tahun 1895 ketika Raden Wiriamadya membentuk sebuah lembaga keuangan
mikro untuk membantu para pegawai bumiputera yang terlilit hutang. Cikal bakal inilah yang terus berkembang pada era kolonial smapai kemerdekaan Indonesia
dengan wujudnya yang sekarang adalah Bank Rakyat Indonesia. Robinson dari Aryo 2011 dalam bukunya The Microfinance Revolution,