23 Kadar air menjadi hal yang sangat kritis selama proses ekstrusi dalam hal ini gelatinisasi
pati dan denaturasi protein. Kadar air normal yang digunakan dalam proses ekstrusi berkisar antara 10-40 basis basah Guy 2001. Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan Muslikatin
2012, kadar air adonan terbaik yang digunakan dalam proses ekstrusi untuk pembuatan beras ekstrusi dengan ekstruder ulir tunggal yaitu sebesar 45.
Pada kadar air yang rendah yang digunakan untuk proses ekstrusi, interaksi fisik antar bahan menyebabkan gesekan dan menimbulkan energi mekanis. Sumber energi tersebut berperan
untuk memanaskan adonan Estiasih dan Ahmadi 2011. Penambahan air berperan untuk menurunkan interaksi dengan cara memplastisasi polimer pati serta protein dan mengubahnya dari
bentuk padat menjadi fluida plastis yang dapat mengalami deformasi. Akan tetapi, peningkatan kadar air berlebih menyebabkan penurunan energi mekanis dan panas Estiasih dan Ahmadi 2011.
Pada prosesnya, jika kadar air adonan dibawah 45 maka adonan belum menyatu dan pati belum tergelatinisasi sehingga akan berpengaruh pada karkteristik tampilan beras ekstrusi yang
dihasilkan, menjadi putih opaque tidak menunjukkan tampilan seperti beras pada umumnya.
4.1.2 Kadar Total Fenol
Penentuan kadar total fenol di peroleh dari persamaan kurva standar larutan asam galat Lampiran 3. Kandungan total fenol ditentukan dengan metode Folin-Ciocalteu yang didasari
pada reaksi oksidasi-reduksi. Reagen Folin fosfomolibdat dan fosfotungstat akan terduksi oleh senyawa polifenol membentuk kompleks warna biru molybdenum-blue. Semakin tinggi
komponen polifeno yang terdapat dalam teh, maka akan semakin besar nilai absorbansinya, begitu pula sebaliknya. Kadar total fenol dihitung sebagai ekuvalensi dari asam galat dan diekspresikan
sebagai gallic acid equivalent GAE dalam mgg sampel basis kering. Pengukuran kadar total fenol dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kandungan
senyawa fenol di dalam ekstrak teh dan tepung menir Tabel 7 yang digunakan dalam penelitian. Total fenol yang dikandung teh hijau bubuk merk Citra yang digunakan pada penelitian didapat
sebesar 51.89 mg GAEg sampel bk ± 0.10 atau 47.81 ± 0.09 mg GAEg sampel bb. Hasil penelitian yang dilakukan Julian 2011, kadar total fenol yang diperoleh tidak jauh berbeda pada
jenis teh yang sama yaitu teh hijau merk Citra sebesar 49.15 mg GAEg sampel bb. Nindyasari 2012 melaporkan bahwa total fenol pada jenis teh yang sama sebesar 46.75 ± 3.23 mg GAEg
sampel bk. Namun, untuk jenis teh hijau India, Cina, dan Jepang menurut penelitian Khokhar dan Magnusdottir 2001 lebih tinggi yaitu berturut-turut memiliki total fenol sebesar 106.2 ±
2.50 mg GAEg sampel bk, 87.0 ± 2.20 mg GAEg sampel bk, dan 65.8 ± 2.50 mg GAEg sampel bk.
Kandungan total fenol pada teh hitam lebih rendah daripada teh hijau, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Yahya 2012, Anggraeni 2011, dan Bijaksana 2012 untuk
jenis teh yang sama dan pada kondisi ekstraksi yang sama diperoleh kadar total fenol berturut- turut yaitu 27.89 ± 0.45 mg GAEg sampel bk, 19.46 mg GAEg sampel bk, dan 36.02±1.73
mg GAEg sampel bk. Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa kadar total fenol pada teh hijau lebih tinggi dari teh hitam. Perbedaan kandungan total fenol dalam teh antara lain dipengaruhi
oleh varietas, unsur hara dalam tanah, musim, dan proses pengo-lahannya. Tidak hanya pada teh, analisis juga dilakukan pada tepung menir kontrol dan yang direndam
ekstrak teh 4. Hal ini bertujuan untuk melihat kadar senyawa fenol yang ada pada tepung menir akibat perendaman selama 1 jam yang dibandingkan dengan tepung menir kontrol hanya
direndam air, tanpa ekstrak teh. Dari hasil analisis total fenol dapat dilihat jumlah peningkatan kadar total fenol akibat adanya perlakuan perendaman dengan ekstrak teh sebesar 0.88 mg GAEg
24 sampel. Terlihat bahwa terjadinya peningkatan kadar total fenol pada proses perendaman dengan
ekstrak teh hijau. Hasil uji statistik Lampiran 6 menunjukkan adanya pengaruh perendaman beras dengan ekstrak teh hijau dapat meningkatkan kadar total fenol secara signifikan.
4.2. KARAKTERISTIK BERAS EKSTRUSI