2 Konsep indeks glikemik mengelompokkan karbohidrat berdasarkan efeknya terhadap gula
darah setelah pangan dikonsumsi. Penerapan konsep IG dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan jumlah dan jenis pangan sumber karbohidrat yang tepat untuk meningkatkan maupun
menjaga kesehatan. IG pangan adalah nilai yang menunjukkan bagaimana efek makanan khususnya karbohidrat terhadap gula darah setelah makan selama dua jam. Pangan yang
menaikkan kadar gula darah dengan cepat memiliki IG tinggi, sebaliknya pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan lambat memiliki IG rendah Nugraha 2008.
Indeks glikemik pangan merupakan pendekatan untuk memilih pangan khususnya pangan berkarbohidrat. Pendekatan yang baru dalam menentukan kecepatan kenaikan kadar glukosa darah
adalah beban glikemik. Beban glikemik memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai pengaruh konsumsi aktual karbohidrat per saji terhadap peningkatan kadar gula darah Powell et
al. 2002. Makanan dengan indeks glikemik rendah dibutuhkan oleh penderita T2DM. Pada penelitian ini, produk beras ekstrusi dibuat dengan menggunakan menir sebagai
ingridien utamanya dengan penambahan ekstrak teh hijau untuk mengahasilkan produk dengan nilai IG rendah. Penggunaan beras menir bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dari menir
yang selama ini belum optimal pemanfaatannya. Penambahan ekstrak teh hijau dilakukan dengan pertimbangan bahwa teh hijau mengandung banyak senyawa polifenol. Komponen polifenol
diketahui dapat menurunkan nilai daya cerna karbohidrat dan IG pangan melalui proses penghambatan enzim α-amilase Khomsan 2009.
1.2 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengembangkan beras ekstrusi dengan nilai indeks glikemik rendah sebagai pangan khusus untuk penderita diabetes mellitus, agar penderita DM
dapat mengonsumsi beras dengan aman. Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai adalah: 1.
Menentukan perlakuan penambahan ekstrak teh hijau terbaik yang dapat memberikan hasil optimum terhadap penurunan nilai daya cerna pati produk beras ekstrusi.
2. Mengetahui nilai indeks glikemik dan beban glikemik produk terpilih.
3. Mengetahui karakteristik fisikokimia dan sensori produk beras ekstrusi indeks glikemik
rendah.
1.3 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah beras menir serta menghasilkan produk beras ekstrusi indeks glikemik rendah yang dapat dijadikan sebagai salah
satu alternatif untuk membantu penderita T2DM mengonsumsi beras dengan aman.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BERAS MENIR
Beras merupakan salah satu komoditi paling penting di dunia untuk konsumsi manusia yang berasal dari tanaman padi Oryza sativa yang mengalami proses penggilingan. Masyarakat
Indonesia mengonsumsi beras sebagai pangan pokok, sehingga sangat terikat pada keberadaan beras. Hal ini menunjukkan bahwa beras masih mendominasi makanan pokok masyarakat
Indonesia. Pangan pokok umumnya banyak mengandung karbohidrat sehingga berfungsi sebagai sumber kalori utama. Di Indonesia, diantara bahan pangan berkarbohidrat, yaitu padi-padian,
umbi-umbian, dan batang palma, beras merupakan sumber kalori yang terpenting bagi sebagian besar penduduk. Beras diperkirakan menyumbangkan kalori sebesar 60-80 dan protein 45-55
bagi rata-rata penduduk Haryadi 2008. Damarjati dan Purwani 1991 menyebutkan bahwa meskipun kadar protein beras relatif rendah, tetapi mempunyai mutu protein terbaik diantara jenis
serealia lainnya. Komposisi beras giling sempurna dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia beras giling per 100 gram
Komposisi Beras giling sempurna
Energi kalori 360
Karbohidrat gr 78.9
Air gr 13
Protein gr 6.8
Lemak gr 0.7
Mineral: -Kalsium mg100gr
-Fosfor mg100gr -Besi mg100gr
6 140
0.8 Vitamin B mg100gr
0.12 Sumber: Depkes 1995
Umumnya beras melalui berbagai tahapan proses sebelum dapat dikonsumsi. Padi dipanen dan menghasilkan gabah penggabahan. Proses penggabahan ini dapat dilakukan dengan diinjak,
dipukul, ditumbuk, maupun dirontokkan dengan mesin perontok. Gabah kemudian dikeringkan sebelum digiling. Gabah giling menghasilkan beras pecah kulit atau yang dikenal dengan brown
rice serta sekam. Dalam proses penggilingan tersebut, diperoleh hasil samping berupa sekam 15- 20, dedak atau bekatul sebanyak 8-12, dan menir 5. Sekam adalah bagian pembungkus
kulit luar atau biji. Dedak dan bekatul adalah kulit ari yang dihasilkan dari proses penyosohan. Dalam mutu giling beras, dikenal tiga tingkatan ukuran beras, yaitu beras kepala, beras
patah, dan menir. Menir adalah bagian dari beras yang hancur ketika penggilingan dan penyosohan Widowati 2001. Beras kepala merupakan beras utuh atau beras yang mempunyai ukuran lebih
besar dari 23 beras. Beras patah adalah beras yang ukurannya 13-23 panjang beras. Menir adalah patahan beras yang berukuran kurang dari 13 bagian beras. Di daerah Karawang dan Bekasi
dikenal dua macam menir, yaitu menir kasar dan menir halus. Menir kasar dihasilkan dari hasil penggilingan beras. Menir halus atau disebut juga sebagai jitai, yaitu bagian beras dengan ukuran
sangat kecil yang ikut tersosoh dan keluar bersama-sama bekatul. Jitai dipisahkan dari bekatul dengan cara diayak Widowati 2001.
4 Keberadaan beras menir dipengaruhi oleh kinerja mesin penggiling dan kualitas gabah
sebelum digiling. Penanganan yang kurang tepat membuat gabah menjadi mudah retak atau patah, atau bahkan sudah patah sebelum digiling. Gabah juga bisa patah atau retak selama penanganan
pascapanen sebagai akibat dari adanya perubahan cuaca, terutama fluktuasi suhu dan kelembaban relatif udara. Keretakan juga dapat terjadi apabila dilakukan metoda pengeringan yang tidak tepat
Patiwiri 2006. Pada tahun 2011, produksi gabah kering giling nasional mencapai 65.76 juta ton sehingga
diperoleh menir sebanyak 3.3 juta ton BPS 2012. Namun, pemanfaatan menir sebagai hasil samping masih sangat terbatas, biasanya hanya dijadikan sebagai pakan ternak. Padahal komposisi
gizi menir tidak jauh berbeda dengan beras utuh beras kepala. Oleh sebab itu, diperlukan suatu teknologi untuk meningkatkan nilai guna dan ekonomi beras menir.
Menir dapat diproses lebih lanjut sebagai bahan baku produk pangan agar dapat meningkat nilai sosial ekonomi serta nilai gunanya. Penduduk beranggapan bahwa menir merupakan beras
bermutu rendah, sehingg menir kasar dan menir halus biasa dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan bahan baku makanan tradisional. Padahal, komposisi gizi beras menir ini tidak jauh berbeda
dengan beras utuhberas kepala. Pengolahan beras menir menjadi menjadi tepung danatau diolah lebih lanjut menjadi bahan baku makanan pokok seperti beras ekstrusi, akan meningkatkan status
sosial ekonomi dan nilai guna menir.
2.2 BERAS EKSTRUSI