8 Beras Taj Mahal memiliki IG sebesar 66 Widowati 2007. Nilai IG ditentukan berdasarkan
perbandingan respon gula darah beras dengan glukosa murni sebagai standar IG 100. Pengonsumsian nasi IG rendah atau dari beras berkadar amilosa tinggi, laju pencernaan lebih
lambat karena pada saat pengolahan atau pemanasan amilosa membentuk kompleks dengan lipid sehingga menurunkan kerentanan terhadap hidrolisis enzimatik dan laju pencernaan juga menurun
Widowati 2007. Suatu studi intervensi tinjauan sistematik menunjukkan bahwa makanan dengan jumlah IG rendah dapat membantu menormalkan kadar glukosa darah , meningkatkan kadar
protein serta sensitivitas insulin Livesey dan Tagami 2002. Selain nilai indeks glikemik, terdapat nilai beban glikemik BG. Pada tahun 1997, konsep
BG diperkenalkan untuk menentukan potensial dari suatu makanan dalam meningkatkan kadar glukosa darah berdasarkan pada kualitas dan kuantitas karbohidrat yang terkandung dalam
makanan. Beban glikemik merupakan skala nilai yang menunjukkan pengaruh karbohidrat dengan memperhitungkan nilai indek glikemik IG, tetapi memberikan gambaran yang lebih lengkap
tentang pengaruh suatu makanan terhadap kadar gula darah berdasarkan jumlah karbohidrat yang dimakan Rimbawan dan Siagian 2004.
Nilai BG berbanding lurus dengan nilai kandungan karbohidrat, yang berarti bahwa semakin tinggi kandungan karbohidrat maka semakin besar BG makanan tersebut dengan IG yang
sama Jenkins et al. 1981 dalam Panjaitan 2011. Manfaat BG didasarkan pada ide bahwa makanan dengan IG tinggi namun dalam jumlah kecil akan memiliki efek yang sama dengan
makanan yang mempunyai IG rendah tetapi jumlahnya lebih banyak Berra dan Rizzo 2009. Kecepatan peningkatan kadar gula darah berbeda untuk setiap jenis makanan, untuk itu dianjurkan
meningkatkan konsumsi makanan dengan IG rendah. Hal ini bertujuan untuk mengurangi BG makanan secara keseluruhan. BG bahan pangan dapat diklasifikasikan menjadi BG rendah 10,
BG sedang 11-19, dan BG tinggi 20. Nilai indeks glikemik yang tinggi pada bahan pangan tidak langsung menunjukkan
kecepatan peningkatan gula darah, tetapi ditentukan oleh kandungan karbohidrat yang disajikan. Bahan pangan dengan beban glikemik yang tinggi lebih mencerminkan peningkatan kadar glukosa
darah dibandingkan dengan nilai indeks glikemik yang tinggi. Konsumsi dalam jangka panjang terhadap bahan pangan yang memiliki nilai beban glikemik yang tinggi dapat dikaitkan dengan
resiko penyakit T2DM Powell et al. 2002.
2.5 TEH DAN POLIFENOL
Teh merupakan tanaman daerah tropis dan subtropis yang dikenal dengan Camellia sinensis. Daun tanaman teh memiliki kandungan flavonoid yang merupakan senyawa polifenol.
Jenis teh di dunia secara garis besar terdiri dari teh hitam teh fermentasi sempurna, teh hijau teh tanpa fermentasi dan teh Oolong teh semi fermentasi. Secara umum dikenal dua jenis teh
berdasarkan ada tidaknya fermentasi pada proses pembuatan teh yaitu teh hitam dan teh hijau. Teh hitam adalah teh yang proses pembuatannya melalui proses fermentasi, yaitu proses oksidasi
enzimatis katekin oleh polifenol oksidase Rasalakhsi dan Narasimhan 1996. Sedangkan teh hijau adalah teh yang proses pembuatannya tidak melalui proses fermentasi. Hal ini mengakibatkan
senyawa katekin yang merupakan antioksidan tidak dioksidasi oleh polifenol oksidase. Teh hijau banyak mengandung senyawa polifenol. Komposisi kimia teh hijau dapat dilihat
pada Tabel 3. Menurut Daniells 2008, teh hijau mengandung 30-40 polifenol. Sumber lain menyebutkan bahwa teh hijau kering memiliki kandungan 15-30 senyawa polifenol, yang
memiliki bahan aktif berupa catechin, yang terdiri dari epigallocatechin gallate EGCG,
9 epigallocatechin EGC, epicatechin gallate ECG, epicatechin EC, dan gallocatechin GC
Yang dan Landau 2000. Struktur komponen katekin dapat dilihat pada Gambar 2. Senyawa utama yang dikandung teh adalah katekin, yaitu suatu turunan tanin terkondensasi
yang juga dikenal sebagai senyawa polifenol karena banyaknya gugus fungsi hidroksil yang dimiliknya. Senyawa katekin yang tidak terfermentasi pada teh hijau berperan sebagai antioksidan
yang mampu mencegah maupun menghambat
serangan tidak terkendali pada kelompok sel
tubuh seperti membran sel, DNA, dan lemak oleh radikal bebas dan senyawa oksigen reaktif Rohdiana 2007. Senyawa polifenolik yang sering disebut sebagai tanin merupakan agen
pereduksi yang kuat dan banyak terdapat di dalam tanaman pangan. Zat antigizi ini dapat menurunkan nilai gizi bahan pangan Daniel dan Antony 2011 ; Peng et al. 2005 antara lain
menurunkan daya cerna protein maupun pati sehingga respon glikemiknya menurun Griffiths and Moseley 1980.
Tabel 3 Kandungan kimia teh hijau Senyawa
Teh hijau Catechins
Phenolic acids and depsides Flavanols
Other polyphenols Methyl xanthines
Amino acids Peptidesprotein
Organic acids Carbohydrate
Mineralsash 30-42
2 2
6 3-6
6 6
2 11
10-13 Sumber : Bernardus 2007
Gambar 2 Komponen katekin pada teh hijau Sumber: Rohdiana 2011 Menurut Venables et al. 2008 mengatakan bahwa ekstrak teh hijau dapat meningkatkan
kontrol glikemik setelah mengkonsumsi glukosa dan sangat potensial untuk menurunkan resiko T2DM. Ekstrak teh hijau mampu meningkatkan sensitivitas insulin 13 dan dapat menurunkan
respon insulin terhadap kapasitas glukosa sebesar 15 Venables et al. 2008. Penelitian di Jepang menjelaskan bahwa konsumsi teh hijau akan berkorelasi terhadap penurunan resiko terjadinya
T2DM Odegaard et al. 2008 Pada penderita DM, penghambatan terhadap enzim yang berperan dalam hidrolisis
karbohidrat menyebabkan penghambatan absorpsi glukosa sehingga menurunkan keadaan
10 hiperglikemia setelah makan. Polifenol juga dapat menghambat aktivitas enzim pencernaan
sehingga dapat menurunkan daya cerna pati. Menurut Tadera et al. 2006 secara alami, enzim alfa glukosidase dapat dihambat dengan efektif oleh naringerin, kaemferol, luteolin, apigenin, katekin
dan epikatekin, diadzein dan epigalokatekin galat. Senyawa polifenol dapat mengendapkan protein, alkaloid, dan polisakarida tertentu.
Polifenol mengandung gugus hidroksi dan gugus lain seperti karboksilat sehingga dapat membentuk kompleks yang kuat dengan protein dan makromolekul lain. Senyawa ini juga mudah
teroksidasi dengan adanya oksigen dalam suasana alkali atau adanya enzim polifenolase, membentuk senyawa radikal orto-kuinon yang sangat reaktif. Apabila bereaksi dengan protein
akan membentuk senyawa kompleks yang melibatkan asam amino lisin, sehingga ketersediaannya akan menurun Griffiths and Moseley 1980.
Selain itu, senyawa kompleks protein-polifenol tersebut sulit ditembus oleh enzim protease sehingga daya cerna proteinnya rendah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa nilai gizi protein
juga akan menurun Griffiths and Moseley 1980 . Enzim α-amilase adalah protein dalam tubuh
yang bertugas memecah karbohidrat menjadi gugus gula sederhana. Oleh karena itu, pembentukan kompleks antara protein dan senyawa polifenol akan menganggu daya cerna karbohidrat. Sehingga
akan berdampak pada penurunan penyerapan kadar gula darah secara cepat. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, polifenol yang terkandung dalam teh berpotensi juga untuk menurunkan daya cerna pati
beras, hal tersebut juga dapat menurunkan nilai indeks glikemik beras.
11
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 WAKTU DAN TEMPAT