Urgensi Sistem Ekonomi Inklusif
keuangan sebagai pihak yang layak untuk memperoleh layanan keuangan. Sehingga akan membuka akses kredit permodalan yang akan berimbas pada pengembangan
usaha bahkan membuka unit usaha baru. Selain itu terbukanya akses keuangan formal akan mengurahi ruang gerak lembaga informal. Sehingga biaya yang
dibebankan ke pelaku usaha paling tidak sudah dapat dipastikan berkurang. Sebab produk lembaga keuangan formal cenderung lebih murah dibandingkan dengan
produk lembaga keuangan non formal. Berbagai keberhasilan ekonomi yang telah dicapai melalui financial inclusion
bukan tanpa halangan. Hasil studi yang dilakukan Rahman A, diberbagai negara terdapat hambatan riil yang dihadapi jalannya financial inclusion. Hambatan
tersebut diantaranya :
40
a. Kebijakan yang kurang mendukung tumbuh kembangnya financial inclusion. b. Buruknya infrastruktur pendukung dunia perbankan.
c. Sistem pendataan yang masih rancu. d. Tidak memadainya pengetahuan mengenai dunia keuangan.
e. Masih tingginya biaya untuk mengakses lembaga keuangan, misalkan ketetapan saldo awal tabungan.
f. Perkembangan sistem keuangan tidak didukung dengan perkembangan
teknologi. g. Ketidak merataan pendapatan masyarakat.
h. Masih jarang produk jasa keuangan yang diperuntukkan kalangan miskin.
40
A. Rahman, Financial Inclusion as a Tool for Combinating Poverty. The Bangladesh Approach. Nairobi: 1
st
AFI Global Policy Forum. 2009. dalam Nusron Wahid, Keuangan Inklusif Membongkar Hegemoni Keuangan. h.67-69.
Adapun strategi yang diterapkan pemerintah Indonesia untuk meminimalisir hambatan-hambatan yang ada yaitu dengan melakukan pemetaan masyarakat.
Strategi keuangan inklusif secara eksplisit menyasar kelompok dengan kebutuhan terbesar atau belum dipenuhi atas layanan keuangan yaitu tiga kategori penduduk
orang miskin berpendapatan rendah, orang miskin bekerjamiskin produktif, dan orang hampir miskin dan tiga lintas kategori pekerja migran, perempuan, dan
penduduk daerah tertinggal. Adapun kerangka kerja umum keuangan inklusif dibangun di atas enam pilar
diantaranya:
41
Pilar 1 Edukasi Keuangan. Bertujuan meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat luas tentang produk-produk dan jasa-jasa keuangan yang ada dalam pasar keuangan formal, aspek perlindungan konsumen dan pemahaman
manajemen risiko.
Pilar 2 Fasilitas Keuangan Publik. Strategi pada pilar ini mengacu pada
kemampuan dan peran pemerintah dalam penyediaan pembiayaan keuangan publik baik secara langsung maupun bersyarat guna mendorong pemberdayaan ekonomi
masyarakat.
Pilar 3 Pemetaan Informasi Keuangan. Bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas masyarakat terutama yang sebenarnya dikategorikan tidak layak untuk menjadi layak atau dari unbankable menjadi bankable
41
Booklet Keuangan Inklusif. Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM. Bank Indonesia. 2004. h.11-14.