Uji Stationer Metode Box-Jenkins

rata, varian dan kovarian yang konstan. Namun dalam kenyataannya data time series seringkali tidak stasioner namun stasioner pada proses diferensi difference. Proses diferensi adalah suatu proses mencari perbedaan antara data satu periode dengan periode yang lainnya secara berurutan. Data yang dihasilkan tingkat pertama. Jika kemudian melakukan diferensi data diferensi tingkat pertama akan menghasilkan data diferensi tingkat kedua dan seterusnya Seandainya data time series yang kita gunakan tidak stasioner dalam level maka data tersebut kemungkinan menjadi stasioner melalui proses diferensi atau dengan kata lain jika data tidak stasioner pada level maka perlu dibuat stasioner pada tingkat diferensi difference. Model dengan data yang stasioner melalui proses differencing ini disebut model ARIMA. Dengan demikian, jika data stasioner pada proses differencing d kali dan mengaplikasikan ARMA p,q, maka modelnya ARIMA p,d,q dimana p adalah tingkat AR, d tingkat proses membuat data menjadi stasioner dan q merupakan tingkat MA. Adapun langkah-langkah yang harus diambil di dalam menganalisis data dengan menggunakan teknik Box Jenkins secara detail sebagai berikut : 62 Langkah 1 Indentifikasi Model. Dalam langkah pertama ini kita mencari nila p, d dan q dengan menggunakan collegram. 62 Agus Widarjono. Ekonometrika Pengantar dan Aplikasi. Yogyakarta: Ekonosia. 2009. h 278. Langkah 2 Estimasi Parameter. Setelah mendapatkan nilai p dan q, maka selanjutnya kita mengestimasi parameter model ARIMA yang kita pilih pada langkah pertama. Estimasi parameter dapat dilakukan melalui metode kuadrat terkecil atau metode estimasi yang lain seperti maximum likehood. Langkah 3 Uji Diagnosis. Setelah mendapatkan estimator model ARIMA, kita akan memilih model yang mampu menjelaskan data dengan baik. Caranya dengan melihat apakah residual bersifat random sehingga merupakan residual yang relatif kecil. Jika tidak maka kita harus kembali ke langkah pertama untuk memilih model lain. Langkah 4 Prediksi. Setelah kita mendapatkan model yang baik, maka selanjutnya kita bisa menggunakan model tersebut untuk memprediksi.

A. Tahap Identifikasi

Dalam identifikasi ini ditentukan nilai p, d, dan q. Dalam tahap identifikasi, digunakan fungsi estimasi fungsi otokolerasi dan fungsi otokolerasi parsial ACF dan PACF. 1. Fungsi Otokolerasi Parsial ACF merupakan mengukur kolerasi antar pengamatan dengan lag ke-k. Sedangkan PACF merupakan pengukuran kolerasi antar pengamatan dengan lag ke-k dan dengan mengontrol kolerasi antar dua pengamatan dengan lag kurang dari k atau dengan kata lain, PACF adalah kolerasi antara yt dan yt-k setelah menghilangkan efek yt yang terlentak di antara kedua pengamatan tersebut. Fungsi kolerasi parsial ini hanya diharapkan dapat membantu dalam menentukan orde dari proses AR. 2. Identifikasi Orde dan Model Setelah mengetahui PACF, sekarang menggunakan ACF dan PACF yang didapat untuk menentukan model ARIMA. Caranya adalah dengan mencocokan pola ACF dan PACF berdasarkan data yang kita gunakan untuk membuat fungsi tersebut, dengan pola model standar seperti AR1, MA2, ARMA1,1, ARMA2,2 dan seterusnya. Bila pola yang sedang dianalisis cocok dengan salah satu pola model standar tersebut dijadikan model pilihan. Tetapi, model terpilih masih perlu dilakukan tes diagnostik unutk mengetahui apakah model terpilih memang akurat atau cocok dengan data yang dimiliki. Cara yang dilakukan dalam menetapkan nilai p, d, dan q dilakukan dengan berbagai cara, salah satumnya jika tanpa proses differencing d diberi nilai 0, jika menjadi stasioner setelah first order differencing d bernilai 1 dan seterusnya. Dalam memilih berapa p dan q dapat dibantu dengan mengamati pola fungsi autocorrelation dan partial autocorrelation correlogram dari series yang dipelajari, dengan acuan srbagai berikut: Tabel 4.1 Pola Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial 63 Autocorrelation Partial Autocorrelation ARIMA tentatif Menuju nol setelah lag q Menurun secara bertahap bergelombang ARIMA 0,d,q Menurun secara bertahap bergelombang Menuju nol setelah lag q ARIMA p,d,0 Menurun secara bertahap bergelombang Menurun secara bertahap bergelombang ARIMA p,d,q Sumber : Mulyono 2000 Dalam praktik pola autocorrelation dan partial autocorrelation seringkali tidak menyerupai salah satu dari pola yang ada pada tabel itu karena adanya variasi sampling. Kesalahan memilih p dan q bukan merupakan masalah, dan akan dimengerti setelah tahap diagnostic checking.

B. Tahap Estimasi Model ARIMA

Setelah p dan q ditentukan, tahapan berikutnya adalah mengestimasi parameter AR dan MA yang ada pada model. Estimasi ini bisa menggunakan teknik kuadrat terkecil sederhana maupun dengan metode estimasi tidak linier. 1. Tahap Tes Diagnostik Setelah model ARIMA ditentukan dan parameternya telah diestimasi, maka kemudian harus melihat apakah model yang terpilih cocok dengan data atau tidak. Siapa tahu ada model ARIMA lain yang lebih cocok atau sama cocoknya dengan model yang terpilih. Salah satu tes yang dapat dilakukan adalah dengan mengamati apakah residual dari model terestimasi merupakan white noise atau tidak. Jika residual berupa white noise, berarti model terpilih 63 Sri Mulyono, Peramalan Harga Saham dan Nilai Tukar : teknik Box-Jenkins, Ekonomi dan Keuangan Indonesia vol XLVIII. No 2 2000 dalam Ahmad Sadeq, Analisis Prediksi Indeks Harga Saham Gabungan dengan ARIMA studi pada IHSG di BEI Tesis Universitas Diponegoro. 2008 Semarang cocok dengan data. Sebaliknya bila residual tidak berupa white noise, berarti model terpilih bukan merupakan model yang cocok. Akibatnya, kita harus melakukan pilihan ulang dari awal lagi. Oleh sebab itulah, metode Box-Jenkins disebut juga proses iterasi. 2. Tahap Peramalan Peramalan baru dibuat setelah modelnya lolos tes diagnostik. Peramalan ini sesuangguhnya merupakan penjabaran dari persamaan berdasarkan koefisien-koefisien yang didapat, sehingga kita dapat menentukan kondisi di masa yang akan datang. Masalh ini akan lebih mudah dibicarakan berdasarkan contoh kasus.