29
II. TINJAUAN MENGENAI KONSEP DAN PUSTAKA
2.1. Konsep Kemitraan
Secara harfiah kemitraan diartikan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama
dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan Hafsah, 2000. Adapun definisi kemitraan secara resmi diatur dalam Undang-Undang Usaha Kecil
No 9 Tahun 1995. Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Usaha Kecil menyatakan bahwa kemitraan merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar
dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Sementara berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.
940KptsOT.2101097 yang dimaksud dengan kemitraan usaha pertanian adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra di bidang usaha
pertanian. Adapun pola-pola kemitraan yang banyak dilaksanakan oleh beberapa kemitraan
usaha pertanian di Indonesia Direktorat Pengembangan Usaha Departemen Pertanian, 2002 meliputi :
1. Inti-Plasma Merupakan hubungan kemitraan antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra.
Perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok mitra bertindak sebagai plasma. Dalam hal ini, perusahaan mitra mempunyai kewajiban : 1 berperan sebagai
perusahaan inti, 2 menampung hasil produksi, 3 membeli hasil produksi, 4 memberi bimbingan teknis dan pembinaan manajemen kepada kelompok mitra, 5
30
memberikan pelayanan kepada kelompok mitra berupa permodalankredit, sarana produksi, dan teknologi, 6 mempunyai usaha budidaya pertanianmemproduksi
kebutuhan perusahaan, dan 7 menyediakan lahan. Sementara kewajiban kelompok mitra : 1 berperan sebagai plasma, 2 mengelola seluruh usaha budidaya sampai
dengan panen, 3 menjual hasil produksi kepada perusahaan mitra, 4 memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Keunggulan
dari pola ini adalah : 1 kedua belah pihak saling mempunyai ketergantungan dan sama-sama memperoleh keuntungan, 2 terciptanya peningkatan usaha, dan 3
dapat mendorong perkembangan ekonomi. Namun, dikarenakan belum adanya kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas plasma, kelemahan
pola ini menyebabkan perusahaan inti mempermainkan harga komoditi plasma. 2. Subkontrak
Merupakan hubungan kemitraan antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra. Kelompok mitra dalam hal ini memproduksi komponen yang diperlukan oleh
perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Tugas perusahaan mitra dalam pola subkontrak, meliputi : 1 menampung dan membeli komponen produksi
perusahaan yang dihasilkan oleh kelompok mitra, 2 menyediakan bahan baku modal kerja, dan 3 melakukan kontrol kualitas produksi. Sementara tugas kelompok
mitra adalah : 1 memproduksi kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra sebagai komponen produksinya, 2 menyediakan tenaga kerja, dan 3 membuat kontrak
bersama yang mencantumkan volume, harga, dan waktu. Pola subkontrak ini sangat kondusif bagi terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan, dan produktivitas serta
terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra. Namun sisi kelemahannya
31
tampak dari hubungan yang terjalin semakin lama cenderung mengisolasi produsen kecil dan mengarah pada monopoli atau monopsoni.
3. Dagang Umum
Salah satu pola kemitraan di mana perusahaan mitra berfungsi memasarkan hasil produksi kelompok mitranya atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang
diperlukan perusahaan mitra. Keuntungan pola ini adalah pihak kelompok mitra tidak perlu bersusah payah dalam memasarkan hasil produksnya sampai ke konsumen.
Sementara kelemahannya terletak pada harga dan volume produk yang sering ditentukan secara sepihak oleh perusahaan mitra sehingga merugikan kelompok mitra.
4. Keagenan Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan di mana kelompok mitra diberi hak
khusus untuk memasarkan barang atau jasa usaha perusahaan mitra. Sementara perusahaan mitra bertanggung jawab atas mutu dan volume produk. Keuntungan pola
ini bagi kelompok mitra bersumber dari komisi yang diberikan perusahaan mitra sesuai dengan kesepakatan. Namun disisi lain pola ini memiliki kelemahan dikarenakan
kelompok mitra dapat menetapkan harga produk secara sepihak. Selain itu kelompok mitra tidak dapat memenuhi target dikarenakan pemasaran produknya terbatas pada
beberapa mitra usaha saja. 5. Kerjasama Operasional Agribisnis KOA
Dalam pola ini perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu
komoditi pertanian, sedangkan kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan
32
tenaga kerja. Keunggulan pola ini hampir sama dengan pola inti-plasma, namun dalam pola ini lebih menekankan pada bentuk bagi hasil.
6. Waralaba Merupakan pola hubungan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, di mana
perusahaan mitra memberikan hak lisensi, merek dagang, saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usahanya sebagai penerima waralaba.
Kelebihan pola ini, kedua belah pihak sama-sama mendapatkan keuntungan sesuai dengan hak dan kewajibannya. Keuntungan tersebut dapat berupa adanya alternatif
sumber dana, penghematan modal, dan efisiensi. Selain itu pola ini membuka kesempatan kerja yang luas. Kelemahannya, bila salah satu pihak ingkar dalam
menepati kesepakatan sehingga terjadi perselisihan. Selain itu, pola ini menyebabkan ketergantungan yang sangat besar dari perusahaan terwaralaba terhadap perusahaan
pewaralaba dalam hal teknis dan aturan atau petunjuk yang mengikat. Sebaliknya perusahaan pewaralaba tidak mampu secara bebas mengontrol atau mengendalikan
perusahaan terwaralaba terutama dalam hal jumlah penjualan. 7. Pola Kemitraan Penyertaan Saham
Dalam pola kemitraan ini, terdapat penyertaan modal equity antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar. Penyertaan modal usaha kecil dimulai sekurang-
kurangnya 20 dari seluruh modal saham perusahaan yang baru dibentuk dan ditingkatkan secara bertahap sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
33
Salah satu alasan ekonomi dari hubungan kerjasama kemitraan adalah akan tercipta perusahaan yang berskala besar, sehingga perusahaan akan lebih efisien dan
lebih kompetitif daripada skala kecil Oktaviani dan Daryanto, 2001.
Sementara tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan, adalah 1
meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, 2 meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, 3 meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan
masyarakat dan usaha kecil, 4 meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional, 5 memperluas kesempatan kerja, dan 6 meningkatkan ketahanan
ekonomi nasional Hafsah, 2000. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan bisnis yang terjadi dalam
kemitraan harus mampu menghasilkan integrasi bisnis yang saling berkaitan dan menjamin terciptanya keseimbangan, keselarasan, keterpaduan yang dilandasi saling
menguntungkan, saling membutuhkan dan saling membesarkan. Disamping itu, kemitraan harus mengandung konsekuensi peningkatan nilai lebih pada semua elemen mulai dari
pengadaan sarana produksi, usahatani, pengolahan hasil, distribusi dan pemasaran. Dengan kata lain, kemitraan seharusnya mengandung makna kerjasama sinergi yang
menghasilkan nilai tambah.
2.2. Profil Komoditi Vanili Indonesia