Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Desa Padasari

78 9. Prinsip perusahaan sebagai fasilitator. 10. Prinsip kesesuaian pengelolaan dengan karakteristik wilayah. Guna mendorong proses optimalisasi dan pengembangan PHBM dengan menyelaraskan kepentingan semua pihak dibentuk Forum Komunikasi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, dengan tujuan memotivasi masyarakat sekitar hutan agar berperan lebih aktif dalam membangun hutan. Selanjutnya untuk menjembatani komunikasi dengan masyarakat luas dengan melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat. Selain itu Kelompok Tani Hutan dan Koperasi Masyarakat Desa Hutan sebagai mitra kerja dan mitra usaha sangat penting dalam kelembagaan PHBM.

6.3. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di Desa Padasari

Salah satu peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat menetapkan bahwa kawasan hutan di Provinsi Jawa Barat tidak boleh kurang dari 30 persen dari kawasan darat Provinsi. Hal ini dikarenakan masalah deforestasi hutan di wilayah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat lebih luas dibandingkan dengan Unit I dan Unit II. Hal ini dimungkinkan karena berkaitan dengan sejarah sistem pengelolaan hutannya, di mana kawasan hutan di Jawa Barat baru dikelola Perum Perhutani secara formal pada tahun 1978 PP No. 21978, sedangkan Unit I Jawa Tengah dan Unit II Jawa Timur sudah lebih dahulu Suhardjito, 1999. Dibentuknya kemitraan antara Perum Perhutani dengan petani yang berada di kawasan sekitar hutan melalui PHBM di Jawa Barat, memungkinkan tercapainya perbaikan kondisi hutan. Sebagai implementasi PHBM di Jawa Barat, sampai akhir tahun 79 2005 sudah mencapai 1 117 desa 65 dengan jumlah Kelompok Tani Hutan 78 057 orang dari target sampai tahun 2007 sebanyak 1 477 orang. Dari jumlah itu, bantuan dan pemberian langsung kepada masyarakat dari tahun 2001– 2005 keseluruhannya mencapai Rp 166.2 milyar. Melalui PHBM, dari seluruh total areal kerusakan hutan dan lahan kritis 580 000 ha di Jawa Barat, sekitar 100 000 ha sudah dalam kondisi baik yaitu di Kabupaten Garut dan Sukabumi Pikiran Rakyat, 2005. Kabupaten Sumedang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki hutan yang cukup luas, yaitu sebesar 37.5 persen dari luas keseluruhan, terdiri dari hutan negara 44.473 km 2 dan hutan rakyat 13.718 km 2 . Dengan adanya luas hutan yang cukup besar, secara tidak langsung mendukung kondisi kehidupan pertanian di Kabupaten Sumedang karena resapan air yang diberikan dari hutan ditolerir cukup memadai untuk masalah pertanian. Perum Perhutani KPH Sumedang dalam hal ini sebagai pihak yang berwenang, telah melaksanakan kegiatan sosialisasi PHBM di 56 Desa yang berada di sekitar kawasan hutan yang tersebar di seluruh Kecamatan, termasuk di dalamnya Desa Padasari, Kecamatan Cimalaka. Terpilihnya Desa Padasari menjadi salah satu daerah sosialisasi PHBM dikarenakan letak daerahnya yang berada di bawah kaki gunung Tampomas dan berada di sekitar kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Sumedang yaitu BKPH Tampomas. Seperti yang terjadi di Desa Padasari sudah sejak lama membudidayakan tanaman vanili. Potensi alam yang dimiliki Desa Padasari berupa hutan yang luas dengan 6 enam mata air, sangat besar manfaatnya bagi kelangsungan pertanian. Keunggulan komparatif lain yang dimiliki Desa Padasari adalah memiliki tanah yang cocok untuk 80 tanaman vanili berikut iklim yang sesuai dan tenaga kerja yang banyak. Tidak hanya itu, Desa Padasari juga unggul dari segi bibit vanili, yaitu berasal dari jenis Vanilla planifolia Andrews yang kandungan vanillinnya mencapai 2.75 persen, dengan rendemen vanili tertinggi sekitar 20 – 22 persen. Namun disisi lain, terlepas dari tersedianya sumberdaya alam yang mampu mendukung pertumbuhan vanili, adanya penyakit busuk batang yang menyerang tanaman vanili menjadi permasalahan utama dalam pengembangan vanili di Desa Padasari, khususnya masalah dalam peningkatan produksiproduktivitas vanili. Seperti yang terjadi pada tahun 2000-2001, serangan penyakit busuk batang menyebabkan sebagian besar tanaman vanili di Desa Padasari dalam keadaan rusak. Kondisi ini mengharuskan petani untuk menanam vanili di lahan yang belum terkontaminasi atau melakukan penanaman dengan bibit yang telah divaksin. Namun, upaya tersebut tidak dapat dilaksanakan karena keterbatasan petani dalam lahan dan modal. Berkaitan dengan itu, Perum Perhutani selaku pemegang hak penuh atas hutan lindung yang berada di wilayah Desa Padasari mencoba memberikan solusi kepada petani vanili untuk dapat mengusahakan vanili pada lahan yang tidak terkontaminasi dengan cara memberikan hak guna pakai lahan milik Perum Perhutani. Dengan cara ini, petani vanili dapat melakukan budidaya vanili dengan sistem tumpang sari, sekaligus dilibatkan dalam menjaga dan mengelola hutan secara bersama-sama dalam rangka mengembalikan fungsi dan kondisi hutan lindung yang telah rusak. PHBM di Desa Padasari, dapat dikatakan sebagai suatu inovasi yang mampu mengatasi permasalahan yang dihadapi Perum Perhutani dan petani vanili khususnya anggota Kelompok Tani Hutan Bagjamulya. Tidak hanya diharapkan mampu 81 mengupayakan peningkatan pendapatan petani vanili, PHBM juga diharapkan mampu mengupayakan kelestarian lingkungan hutan. Implementasi kemitraan PHBM di Desa Padasari dimulai dengan melakukan penanaman vanili pada tahun 2001 dengan jarak tanam 3 x 2 meter di bawah tegakan pinus merkusii berumur lebih dari 15 tahun dengan jarak tanam 10 x 5 meter dengan luas 6 hektar yang berlokasi di petak 11a RPH Tanjungkerta BKPH Tampomas. Selanjutnya pada tahun 2002 penanaman vanili diperluas menjadi 30.25 hektar dengan areal tambahan di tiga petak 10b, c, dan 13 c. Diperluasnya areal penanaman vanili tersebut, membuktikan bahwa pengusahaan vanili dengan sistem tumpang sari telah memberikan hasil yang baik, sehingga diharapkan dapat menghasilkan produksiproduktivitas yang lebih tinggi yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani vanili.

6.4. Prosedur Kemitraan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat