Batas Yuridiksi Analisis Faktor-faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Kemungkinan Petani Melakukan Kemitraan

105 mengurangi resiko, merupakan alternatif pilihan dalam upaya meningkatkan pendapatan petani berlahan sempit. Dengan melakukan kemitraan PHBM, petani vanili yang luas lahannya rata-rata 0.25 Ha mendapatkan tambahan lahan dari Perum Perhutani. Adanya tambahan lahan tersebut produksi vanili yang dihasilkan dapat meningkat, sehingga pendapatan petani dapat meningkat pula. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Slameto dan Asnawi 1997 bahwa adanya penambahan areal satu persen akan meningkatkan produksi vanili sebesar 2.4241 persen. Di sisi lain, petani vanili yang luas lahannya rata-rata 0.30 Ha tidak tertarik melakukan kemitraan PHBM. Hal ini dikarenakan petani tersebut cenderung lebih berani mengambil resiko dan sudah merasa cukup dengan apa yang dimilikinya, sehingga dengan lahan yang ada berusaha untuk memanfaatkan lahan seoptimal mungkin. Selanjutnya, nilai odds ratio variabel luas lahan diketahui sebesar 1.00. Ini berarti bahwa kemungkinan petani vanili melakukan kemitraan 1 satu kali lebih besar pada petani vanili yang berluas lahan 0.25 Ha dibanding petani yang berluas lahan 0.30 Ha. 8.2. Analisis Identifikasi Aspek Kelembagaan Kemitraan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat BKPH Tampomas di Desa Padasari

8.2.1. Batas Yuridiksi

Berdasarkan homogenitasheterogenitas dan karakteristik dari semua partisipan yang terikat pada kelembagaan, pihak yang menjadi pelaku utama PHBM adalah 1 petani vanili dengan kelompok taninya Kelompok Tani Hutan Bagjamulya yang bertindak sebagai tenaga ahli teknisi dan penjamin pemasaran hasil panen, dan 2 Perum Perhutani sebagai perusahaan mitra yang bertindak sebagai pemilik modal dan pemilik 106 lahan. Selain itu terdapat pihak lain yang berkepentingan stakeholders, yaitu pemerintah danatau LSM, yang dapat berperan langsung sebagai investor maupun tidak langsung sebagai motivator, dinamisator, dan fasilitator untuk bekerja sama dalam kegiatan PHBM. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat BKPH Tampomas di Desa Padasari dilakukan di wilayah kerja Perum Perhutani dengan mempertimbangkan skala prioritas berdasarkan hasil perencanaan partisipatif, dengan tidak mengubah status kawasan hutan dan status tanah perusahaan. Berdasarkan aspek kewenangan, Perum Perhutani Pusat memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada Kepala Unit Perum Perhutani KPH Sumedang untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan PHBM di tingkat Unit dan AdministraturKepala Kesatuan Pemangkuan Hutan AdmKKPH untuk pelaksanaannya di tingkat Kesatuan Pemangkuan Hutan KPH. Kewenangan dan tanggung jawab tersebut meliputi : 1. Bersama masyarakat desa hutan dan atau pihak yang berkepentingan menetapkan nilai dan proporsi berbagi dari hasil kegiatan PHBM, 2. Menandatangani kesepakatan kerjasama dengan Kelompok Tani Hutan dan atau pihak yang berkepentingan dalam rangka PHBM, 3. Mengambil langkah yang diperlukan untuk pengembangan dan pencapaian tujuan PHBM. Mengenai kewenangan dalam menetapkan nilai dan proporsi berbagi dari hasil kegiatan PHBM, Perum Perhutani KPH Sumedang dalam hal ini telah melaksanakan wewenang dan tanggung jawab tersebut dengan baik. Artinya, Perum Perhutani KPH Sumedang dalam menetapkan nilai dan proporsi berbagi dari kegiatan PHBM dilakukan 107 tidak secara sepihakotoriter tetapi melibatkan Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dan pihak yang berkepentingan stakeholders. Penetapan nilai dan proporsi berbagi dalam PHBM tersebut dilakukan pada saat penyusunan rencana dan ditetapkan sesuai dengan nilai dan proporsi masukan faktor produksi yang dikontribusikan oleh masing-masing pihak. Dalam hal ini input yang diberikan oleh petani mitra anggota Kelompok Tani Hutan Bagjamulya berupa keahlian dan pengamanan serta modal finansial yang akan digunakan sebagai modal kerja, yaitu sebesar Rp 17 507 660,- 37 , sedangkan input dari Perum Perhutani berupa modal sebesar Rp 29 810 340,- 63 yang digunakan untuk biaya : 1. Upah penanaman, penyerbukan, dan pemanenan, 2. Bibit dan pohon panjat, 3. Pupuk bokashi dan ZPT. Sementara pihak yang berkepentingan stakeholders dalam hal ini perannya adalah sebagai motivator, strimulator, fasilitator, mediator, dan negosiator untuk meningkatkan kualitas hubungan Perum Perhutani dan Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dalam kegiatan PHBM. Adapun hasil penetapan pembagian keuntungan yang merupakan keuntungan bersih setelah dikurangi modal adalah sebagai berikut : 1 Perum Perhutani : 42.5 , 2 Kelompok Tani Hutan : 42.5 , 3 Desa : 5 , dan 4 Management Fee : 10 . Jika terjadi kerugian dalam arti bahwa hasil dari penjualan ternyata lebih kecil dari modal yang telah dikeluarkan, maka resiko kerugian ditanggung oleh Perum Perhutani dan Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dengan pembagian resiko kerugian sebagai berikut : 1 Perum Perhutani : 63 , dan 2 Kelompok Tani Hutan : 37 108 Kegiatan berbagi dalam PHBM ini pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan nilai dan keberlanjutan fungsi serta manfaat sumberdaya hutan, yang dituangkan dalam perjanjian PHBM antara Perum Perhutani KPH Sumedang dengan Kelompok Tani Hutan Bagjamulya atau Perum Perhutani KPH Sumedang dan Kelompok Tani Hutan Bagjamulya dengan pihak yang berkepentingan stakeholders. Selanjutnya, mengenai wewenang Perum Perhutani KPH Sumedang dalam hal menandatangani kesepakatan kerjasama dengan Kelompok Tani Hutan dan atau pihak yang berkepentingan dalam rangka PHBM, sudah dijalankan dengan baik pula. Ini terlihat dari telah dilakukannya penandatanganan kerjasama dalam bentuk perjanjian kerjasama PHBM antara Perum Perhutani KPH Sumedang dengan Kelompok Tani Hutan RPH Tanjungkerta BKPH Tampomas dengan No. 03052.6SmdIII20001. Perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh Perum Pehutani KPH Sumedang dan Kelompok Tani Hutan tersebut dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2001, dan disaksikan oleh Kepala Desa Padasari dan Camat Cimalaka. Kemudian mengenai wewenang dalam mengambil langkah yang diperlukan untuk pengembangan dan pencapaian tujuan PHBM, telah dilaksanakan dengan baik juga oleh Perum Perhutani KPH Sumedang. Dalam hal ini, Perum Perhutani telah membentuk Forum Komunikasi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat di tingkat Unit maupun di tingkat Kesatuan Pemangkuan Hutan, guna mendorong proses optimalisasi dan berkembangnya PHBM. Sementara di tingkat Kelompok Tani Hutan, telah dibentuk kelompok ekonomi, sosial dan budaya yang ditumbuhkan dari keswadayaan masyarakat. 109

8.2.2. Hak dan Kewajiban