Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Dukungan Sosial terhadap Stres Kerja pada Tenaga Kerja Wanita PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013

(1)

PENGARUH KONFLIK PERAN GANDA DAN DUKUNGAN SOSIAL

TERHADAP STRES KERJA PADA TENAGA KERJA WANITA PT KARWIKARYA WISMAN GRAHA TANJUNGPINANG

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2013

TESIS

Oleh

FRIDAWATI RASLIN BANGUN 117032124/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF DOUBLE ROLE CONFLICT AND SOCIAL SUPPORT ON WORK DEPRESSION IN FEMALE WORKERS AT PT KARWIKARYA

WISMAN GRAHA, TANJUNGPINANG, RIAU ISLANDS PROVINCE, IN 2013

THESIS

By

FRIDAWATI RASLIN BANGUN 117032124/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH KONFLIK PERAN GANDA DAN DUKUNGAN SOSIAL

TERHADAP STRES KERJA PADA TENAGA KERJA WANITA PT KARWIKARYA WISMAN GRAHA TANJUNGPINANG

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M. Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

FRIDAWATI RASLIN BANGUN 117032124/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH KONFLIK PERAN GANDA DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP STRES KERJA PADA TENAGA KERJA WANITA PT KARWIKARYA WISMAN GRAHA

TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Fridawati Raslin Bangun Nomor Induk Mahasiswa : 117032124

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Kerja

Menyetujui Komisi Pembimbing


(5)

Telah Diuji

pada Tanggal : 12 Pebruari 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes Anggota : 1. Ir. Kalsum, M.Kes

2. Namora Lumongga Lubis, M.Sc.,Ph.D 3. dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH KONFLIK PERAN GANDA DAN DUKUNGAN SOSIAL

TERHADAP STRES KERJA PADA TENAGA KERJA WANITA PT KARWIKARYA WISMAN GRAHA TANJUNGPINANG

PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2014

Fridawati Raslin Bangun 117032124/IKM


(7)

ABSTRAK

Wanita yang bekerja khususnya yang sudah berkeluarga secara otomatis memikul peran ganda, sebagai seorang pekerja sekaligus sebagai ibu rumah tangga. Hal ini berpotensi menimbulkan konflik antar dua peran yang harus dilakukan dalam kedua domain tersebut. Konflik peran ganda dapat menyebabkan terjadinya stres kerja. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak negatif konflik peran ganda dan stres kerja adalah dengan mengelola dukungan sosial yang dapat bersumber dari suami, atasan dan rekan kerja.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh konflik peran ganda dan dukungan sosial terhadap stres kerja tenaga kerja wanita di PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Jenis penelitian analitik dengan menggunakan metode survey dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh tenaga kerja wanita yang bekerja di PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau berjumlah 102 orang, menggunakan alat ukur kuesioner dan analisa data menggunakan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik peran ganda (konflik peran berdasarkan waktu, konflik peran berdasarkan tekanan, konflik peran berdasarkan perilaku) dan dukungan sosial (dukungan suami, atasan dan rekan kerja) berpengaruh terhadap stres kerja (p<0,05).

Disarankan kepada responden perlu memperhatikan pengaturan waktu dan memelihara hubungan baik dengan rekan kerja, kepada atasan perlu memberikan bantuan untuk mengatasi masalah-masalah tenaga kerja terutama yang berkaitan dengan pekerjaan, menyediakan seorang sarjana psikologi industri sebagai wadah dalam mengatasi stres kerja dan konflik peran ganda, menyediakan ruang laktasi dan tempat penitipan anak di perusahaan untuk membantu pekerja mengasuh sendiri anaknya.


(8)

ABSTRACT

A female worker, who has been married, will automatically play a double role, as a worker and a housewife. This condition will potentially cause a conflict between these double roles which have to be played in this domain. The conflict which occurs in a double role can cause work depression. One of the ways to cope with this negative effect a double role and work depression is to manage social supports from husbands, superiors, and co-workers.

The objective of the research was to analyze the influence of the conflict caused by the double role and social support to work depression on female employees at PT Karwikarya Wisman Graha, Tanjungpinang, Riau Islands Province. The research was an analytic survey with cross sectional design. The population was 102 female workers at PT Karwikarya Wisman Graha, Tanjungpinang, Riau Islands Province. The data were measured by using questionnaires and analyzed by using multiple logistic regression analysis.

The result of the research showed that the conflict caused by double roles (role conflict based on time, role conflict based on oppressiveness, and role conflict based on behavior) and social supports (supports from husbands, superiors, and co-workers) influenced work depression (p < 0.05).

Suggested to respondents require to cooperate with the husband and look after the goog relation with friend work, to superior require to give the aid to overcome to the problem and feeling of women labour, and provide lactation and nursery rooms in the company so that female employees can take care of their children in the company.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta

pertolonganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Dukungan Sosial terhadap Stres Kerja

pada Tenaga Kerja Wanita PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Keja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, semangat dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H.,M.Sc (CTM).,Sp.A, (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

5. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Ketua Komisi Pembimbing, dan Ir. Kalsum, M.Kes selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga tesis ini selesai.

6. Namora Lumongga Lubis, M.Sc.,Ph.D sebagai Tim Penguji, dan dr. Halinda Sari Lubis, M.K.K.K sebagai Anggota Penguji, yang telah memberikan saran dan bimbingan selama penulisan tesis ini.

7. Pimpinan Perusahaan PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau, Bapak Armintas dan ibu Iin, yang telah banyak membantu dalam proses pengambilan data di perusahaan.

8. Para dosen, staff dan semua pihak yang terkait di linkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Ucapan terimakasih yang tulus saya tujukan kepada orang tua, suami serta keluarga yang sangat saya cintai yang telah memberikan dukungan moril dan materil serta doa dan motivasi selama menjalani pendidikan hingga penulisan tesis ini selesai.

10.Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara angkatan 2011, Eko, serta David Siagian atas bantuannya dalam penyusunan tesis ini.


(11)

Akhirnya penulis menyadari segala keterbatasan yang ada, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, April 2014 Penulis

Fridawati Raslin Bangun 117032124/IKM


(12)

RIWAYAT HIDUP

Fridawati Raslin Bangun, lahir pada tanggal 14 November 1971 di Medan, anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan ayahanda Sem Bismark Bangun dan ibunda Shinta Simarmata.

Pendidikan SD Negeri No. 060897 Medan, selesai tahun 1985, SMP Negeri I Medan, selasai tahun 1988, SMU Swasta Kalam Kudus Medan, selesai tahun 1991, Akademi Penilik Kesehatan Kabanjahe, selesai tahun 1994, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan, selesai tahun 2005.

Penulis mulai bekerja sebagai staf di Dinas Kesehatan Provinsi Kepulauan Riau tahun 2006 sampai sekarang.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 10

1.3. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Hipotesis ... 11

1.5. Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1. Konflik Peran Ganda ... 12

2.1.1. Pengertian Konflik Peran Ganda ... 12

2.1.2. Jenis Konflik Peran Ganda ... 14

2.1.3. Sumber-sumber Konflik Peran Ganda ... 16

2.1.3.1. Konflik Berdasarkan Waktu ... 16

2.1.3.2.Konflik Berdasarkan Tekanan... 17

2.1.3.3. Konflik Berdasarkan Perilaku ... 19

2.1.4.Pengharapan Peran yang Bertentangan (Incompatibility) ... 19

2.2. Dukungan Sosial ... 20

2.2.1. Pengertian Dukungan Sosial ... 20

2.2.2. Sumber-sumber Dukungan Sosial ... 21

2.2.3. Bentuk-bentuk Dukungan Sosial ... 22

2.2.4.Manfaat Dukungan Sosial ... 24

2.3. Stres Kerja ... 24

2.3.1. Pengertian Stres Kerja ... 24


(14)

2.3.3. Gejala-gejala Stres Kerja... 30

2.3.4.Dampak Stres Kerja ... 33

2.4. Wanita Bekerja ... 35

2.4.1. Pengertian Wanita Bekerja ... 35

2.4.2. Karakteristik Wanita Bekerja ... 36

2.5. Landasan Teori ... 37

2.6. Kerangka Konsep ... 40

BAB 3. METODE PENELITIAN ... . 41

3.1. Jenis Penelitian ... . 41

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... . 41

3.3. Populasi dan Sampel ... 41

3.3.1. Populasi ... 41

3.3.2. Sampel ... 41

3.4. Metode Pengumpulan Data ... . 42

3.4.1. Data Primer ... 42

3.4.2. Data Sekunder ... 42

3.4.3. Validitas dan Reliabilitas ... 42

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... . 45

3.5.1. Variabel Penelitian ... 45

3.5.2. Definisi Operasional... 46

3.6.Metode Pengukuran ... ... 47

3.7. Metode dan Analisa Data ... . 51

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... . 52

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... . 52

4.2. Karakteristik Pekerja ... . 53

4.3. Analisa Univariat ... 55

4.3.1. Konflik Peran Ganda ... 55

4.3.2. Dukungan Sosial ... 56

4.3.3. Stres Kerja ... 57

4.4. Analisa Bivariat ... . 57

4.4.1. Hubungan Konflik Peran Ganda dengan Stres Kerja ... 58

4.4.2. Hubungan Dukungan Sosial dengan Stres Kerja ... 60

4.5. Analisa Multivariat... ... 61


(15)

5.1. Stres Kerja Tenaga Kerja Wanita PT Karwikarya Wisman Graha

Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau ... . 66

5.2. Pengaruh Konflik Peran Ganda terhadap Stres Kerja pada Tenaga Kerja Wanita PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau ... . 69

5.2.1. Pengaruh Konflik Peran Berdasarkan Waktu terhadap Stres Kerja pada Tenaga Kerja Wanita PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau ... 69

5.2.2. Pengaruh Konflik Peran Berdasarkan Tekanan terhadap Stres Kerja pada Tenaga Kerja Wanita PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau... 72

5.2.3. Pengaruh Konflik Peran Berdasarkan Perilaku terhadap Stres Kerja pada Tenaga Kerja Wanita PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau... 74

5.3. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Stres Kerja pada Tenaga Kerja Wanita PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau ... 75

5.3.1. Pengaruh Dukungan Suami terhadap Stres Kerja pada Tenaga Kerja Wanita PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau ... 75

5.3.2. Pengaruh Dukungan Atasan terhadap Stres Kerja pada Tenaga Kerja Wanita PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau ... 79

5.3.3. Pengaruh Dukungan Rekan Kerja terhadap Stres Kerja pada Tenaga Kerja Wanita PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau ... 80

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... . 83

6.1. Kesimpulan ... . 83

6.2. Saran ... . 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85 LAMPIRAN


(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 43 3.2 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 49 4.1 Deskripsi Karakteristik Pekerja Wanita di PT Karwikarya Wisman Graha

Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau ... 53 4.2 Gambaran Konflik Peran Ganda Pekerja Wanita di PT Karwikarya Wisman

Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau ... 55 4.3 Gambaran Dukungan Sosial Pekerja Wanita di PT Karwikarya Wisman

Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau ... 56 4.4 Gambaran Stres Kerja pada Pekerja Wanita di PT Karwikarya Wisman

Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau ... 57 4.5 Hubungan Konflik Peran Ganda dengan Stres Kerja pada Pekerja Wanita di

PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau ... 58 4.6 Hubungan Dukungan Sosial dengan Stres Kerja pada Pekerja Wanita di PT

Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau ... 60 4.7 Hasil Uji Regresi Ligistik Berganda ... 62


(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 89

2. Master Data ... 98

3. Hasil Uji Statistik ... 107


(19)

ABSTRAK

Wanita yang bekerja khususnya yang sudah berkeluarga secara otomatis memikul peran ganda, sebagai seorang pekerja sekaligus sebagai ibu rumah tangga. Hal ini berpotensi menimbulkan konflik antar dua peran yang harus dilakukan dalam kedua domain tersebut. Konflik peran ganda dapat menyebabkan terjadinya stres kerja. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak negatif konflik peran ganda dan stres kerja adalah dengan mengelola dukungan sosial yang dapat bersumber dari suami, atasan dan rekan kerja.

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh konflik peran ganda dan dukungan sosial terhadap stres kerja tenaga kerja wanita di PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Jenis penelitian analitik dengan menggunakan metode survey dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh tenaga kerja wanita yang bekerja di PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau berjumlah 102 orang, menggunakan alat ukur kuesioner dan analisa data menggunakan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik peran ganda (konflik peran berdasarkan waktu, konflik peran berdasarkan tekanan, konflik peran berdasarkan perilaku) dan dukungan sosial (dukungan suami, atasan dan rekan kerja) berpengaruh terhadap stres kerja (p<0,05).

Disarankan kepada responden perlu memperhatikan pengaturan waktu dan memelihara hubungan baik dengan rekan kerja, kepada atasan perlu memberikan bantuan untuk mengatasi masalah-masalah tenaga kerja terutama yang berkaitan dengan pekerjaan, menyediakan seorang sarjana psikologi industri sebagai wadah dalam mengatasi stres kerja dan konflik peran ganda, menyediakan ruang laktasi dan tempat penitipan anak di perusahaan untuk membantu pekerja mengasuh sendiri anaknya.


(20)

ABSTRACT

A female worker, who has been married, will automatically play a double role, as a worker and a housewife. This condition will potentially cause a conflict between these double roles which have to be played in this domain. The conflict which occurs in a double role can cause work depression. One of the ways to cope with this negative effect a double role and work depression is to manage social supports from husbands, superiors, and co-workers.

The objective of the research was to analyze the influence of the conflict caused by the double role and social support to work depression on female employees at PT Karwikarya Wisman Graha, Tanjungpinang, Riau Islands Province. The research was an analytic survey with cross sectional design. The population was 102 female workers at PT Karwikarya Wisman Graha, Tanjungpinang, Riau Islands Province. The data were measured by using questionnaires and analyzed by using multiple logistic regression analysis.

The result of the research showed that the conflict caused by double roles (role conflict based on time, role conflict based on oppressiveness, and role conflict based on behavior) and social supports (supports from husbands, superiors, and co-workers) influenced work depression (p < 0.05).

Suggested to respondents require to cooperate with the husband and look after the goog relation with friend work, to superior require to give the aid to overcome to the problem and feeling of women labour, and provide lactation and nursery rooms in the company so that female employees can take care of their children in the company.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Perkembangan pesat yang terjadi dalam bidang sosial budaya, baik yang terjadi di dunia maupun Indonesia, sejak akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-21 sekarang telah membawa dampak yang fundamental terhadap berbagai aspek kehidupan.Adanya kemajuan peradaban, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kemajuan di sektor industri telah mengakibatkan perubahan yang sangat luar biasa. Salah satu bidang yang mengalami perkembangan sangat pesat adalah yang berkaitan dengan peranan wanita (Widyatwati dan Mahfuz,2003).

Di Indonesia wanita bekerja menunjukkan jumlah yang cukup besar. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah angkatan kerja wanita yang terdaftar pada tahun 2011 adalah sebesar 47.139.551 juta jiwa, meningkat dibandingkan pada tahun 2010 sebesar 44.645.753 juta jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa secara kuantitas, pekerja wanita merupakan faktor tenaga kerja yang sangat potensial. Maka tidak mengherankan bila saat ini kita sering menjumpai wanita yang bekerja dan hampir tidak ada lapangan pekerjaan dan kedudukan yang belum dimasuki oleh kaum wanita baik sebagai dokter, guru, pedagang, buruh dan sebagainya (Junita, 2011).

Sekarang ini tidak hanya wanita tunggal yang memilih untuk bekerja, tetapi banyak juga wanita yang telah menikah dan mempunyai anak yang bekerja. Keputusan wanita yang berstatus menikah untuk bekerja dikarenakan keinginan untuk


(22)

mengaktualisasikan diri, menerapkan ilmu yang didapat semasa sekolah dan membantu perekonomian keluarga.Pendapatan ganda diharapkan dapat mencukupi segala kebutuhan keluarga, termasuk biaya pendidikan anak (Majid dan Handayani, 2012).

Wanita yang bekerja khususnya yang sudah berkeluarga secara otomatis memikul peran ganda.Menjalani dua peran sekaligus (peran ganda), sebagai seorang pekerja sekaligus sebagai ibu rumah tangga tidaklah mudah. Keluarga menjadi

domain pusat yang pentingbagi kehidupan wanita dan pekerjaan menjadi domain

lainyang tidak kalah penting. Hal ini berpotensi menimbulkan konflik antara dua peran yang harus dilakukan dalam kedua domain tersebut (Alteza dan Hidayati, 2009).

Teori peran menjelaskan bahwa konflik peran individu terjadi ketika pengharapan dalam salah satu peran menimbulkan kesulitan dalam peran yang lain (Katz dan Kahn, 1978 dalam Judge et. al. 1994). Salah satu bentuk konflik peran adalah konflik peran dalam pekerjaan dan keluarga (Judge et. al. 1994) Greenhaus dan Beutell (1985)menjelaskan konflik peran ganda merupakan bentuk interrole

conflict, peran pekerjaan dan keluarga membutuhkan perhatian yang sama. Seseorang

dikatakan mengalami konflik peran ganda apabila merasakan suatu ketegangan dalam menjalani peran pekerjaan dan keluarga.

Sumber utama konflik peran ganda yang dihadapi oleh wanita bekerja pada umumnya adalah usahanya dalam membagi waktu atau menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dan tuntutan keluarganya (Triaryati, 2003).


(23)

Cinamonet. al. (2002) menjelaskan bahwa jumlah anak, jumlah waktu yang dihabiskan untuk mengurus rumah tangga dan pekerjaan serta tidak adanya dukungan dari pasangan dan keluarga merupakan pemicu terjadinya konflik pekerjaan-keluarga. Tingkat konflik lebih parah pada wanita yang bekerja secara formal karena mereka umumnya terikat dengan aturan organisasi tentang jam kerja, penugasan atau target penyelesaian pekerjaan (Alteza dan Hidayati, 2009).

Menurut Triaryati (2003) peran ganda sebagai pekerja maupun ibu rumah tangga mengakibatkan tuntutan yang lebih dari biasanya terhadap wanita yang bekerja, karena terkadang para wanita menghabiskan waktu tiga kali lipat dalam mengurus rumah tangga dibandingkan dengan pasangannya yang bekerja pula. Penyeimbangan tanggung jawab ini cenderung memberikan tekanan hidup bagi wanita bekerja karena selain menghabiskan banyak waktu dan energi, tanggung jawab ini memiliki tingkat kesulitan pengelolaan yang tinggi. Konsekuensinya, jika wanita kehabisan energi maka keseimbangan mentalnya terganggu sehingga dapat menimbulkan stres.

Rice (1992) menyatakan seseorang dapat mengalami stres kerja jika urusan stres yang dialami seseorang melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke dalam pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke dalam urusan rumah tangga, dapat juga menjadi penyebab stres kerja.


(24)

Asmara (2007) mengutip pendapat Robbins (2004) menjelaskan bahwa setiap individu yang mempunyai ragam latar belakang kehidupan pribadi berbeda-beda dapat berpengaruh terhadap timbulnya stres kerja karyawan karena faktor-faktor dalam kehidupan pribadi individu tidak dapat lepas dari lingkungan kerja dimana ia bekerja.

Hendrix, at. al. (1994) dalam Triaryati (2003) juga menyatakan bahwa job

stress yang diderita karyawan dipengaruhi oleh life stress mereka seperti hubungan

dengan pasangan dan anak serta masalah keuangan. Dan job stress dapat menyebabkan kelelahan yang amat sangat, depresi, somatic symtoms, episode flu dan mempengaruhi tingkat kehadiran karyawan ke tempat kerja.

Lambert et. al. (2006)mengatakan wanita yang bekerja dan berkeluarga akan mengalami konflik ganda yaitu konflik kerja dan konflik peran dalam rumah tangga, dan hal ini menyebabkan wanita (istri) lebih rentan terkena stres dibanding suami atau pria. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Haynes dan Feinleib (1980)dengan objek penelitian ibu rumah tangga yang tidak bekerja, pekerja wanita, dan pria yang sudah berkeluarga menyebutkan bahwa tingkat daily stress pekerja wanita lebih besar dibandingkan dengan daily stress pekerja pria dan ibu rumah tangga. Daily stress pekerja wanita didapat nilai rata-rata sebesar 0,33, pekerja pria rata-rata sebesar 0,29 dan ibu rumah tangga rata-rata sebesar 0,27.

Poelmans (2001) menjelaskan beberapa dampak negatif secara individual diantaranya adalah berkurangnya kepuasan baik dalam bekerja maupun dalam kehidupan rumah tangga, ketegangan dan stres pada wanita bekerja, gangguan


(25)

kesehatan dan ketidakharmonisan hubungan dengan anggota keluarga lain. Sedangkan dari sisi organisasi konflik pekerjaan-keluarga akan mengakibatkan berkurangnya komitmen karyawan pada pekerjaan yang akhirnya dapat mendorong perputaran tenaga kerja yang tinggi pada organisasi.

Penelitian Alteza dan Hidayati (2009) dengan subjek penelitian wanita yang bekerja di sektor fomal di Daerah Istimewa Yogyakarta menemukan bahwa konflik pekerjaan-keluarga pada wanita bekerja membawa dampak negatif secara individual pada diri wanita bekerja itu sendiri dalam bentuk gangguan psikologis (stres, kelelahan, mudah emosi, konsentrasi berkurang, sering mengeluh, sensitif, pemurung) dan kesehatan (pusing, otot-otot tegang, sariawan). Dampak negatif juga dirasakan oleh organisasi tempat wanita bekerja terkait dengan produktivitas kerja dan hubungan sosial dengan rekan kerja.

Permasalahan dan gangguan yang timbul akibat faktor psikologis pekerja wanita akan memberikan dampak atas kinerjanya. Berbagai masalah psikologis tersebut antara lain adanya perasaan bersalah telah meninggalkan keluarganya untuk bekerja, tertekan karena terbatasnya waktu dan beban pekerjaan yang tinggi serta situasi kerja yang kurang menyenangkan. Keadaan ini akan mengganggu pikiran dan mental karyawan wanita ketika bekerja.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak negatif konflik pekerjaan-keluarga dan stres kerja adalah dengan mengelola sumber-sumber positif yang berada disekitar individu atau dukungan sosial. Quick dan Quick (1984) dalam Almasitoh (2011) menyatakan dukungan sosial dapat bersumber dari jaringan


(26)

sosial yang dimiliki oleh individu yaitu dari lingkungan pekerjaan seperti atasan, rekan kerja, bawahan,dan dari lingkungan keluarga seperti pasangan, anak, dan saudara.

Namayandeh (2010) menjelaskan dukungan dari pasangan hidup dalam hal pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak menyebabkan konflik keluarga tidak akan menjadi masalah besar bagi wanita yang bekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian Greenglass et. al. (2006) menyebutkan bahwa dukungan suami merupakan kemampuan suami untuk membantu istri berupa informasi, nasehat, atau sesuatu yang dapat membesarkan hati agar istri lebih aktif untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi stres kerja yang berlebihan.

PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang adalah perusahaan yang bergerak dibidang garment (konveksi) yang memproduksi pakaian jadi, khususnya kemeja untuk pria. Berdiri sejak tahun 1990 sesuai dengan Akte pendirian No. 85 pada tanggal 6 Oktober 1990 dengan Keputusan Menteri Kehakiman tanggal 14 Desember 1998 No. C2-27978-HT-01-04 tahun 1998 dan berlokasi di Jalan Wonosari KM. 7 Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Mempunyai jumlah karyawan sebanyak 155 orang. Dari survei awal yang telah dilakukan peneliti pada bulan Februari 2013, diketahui bahwa sebagian besar pekerja adalah wanita yaitu sebanyak 142 orang. Dari 142 orang wanita yang bekerja terdapat 102 orang yang telah menikah dan masih memiliki suami dan memiliki anak-anak. Mereka bekerjasecara


(27)

Berdasarkan hasil wawancara lisandengan beberapa karyawan yang telah berkeluarga yang bekerja di PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang diperoleh informasi alasan mereka bekerja adalah untuk membantu suami menambah pendapatan agar dapat mencukupi segala kebutuhan rumah tangga.Dari hasil wawancara juga ditemukan ada konflik peran ganda yang dialami pekerja wanita yang sudah menikah.Di rumah sebelum mereka berangkat bekerja, terlebih dahulu berperan sebagai ibu rumah tangga menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan anggota keluarga seperti memasak, mempersiapkan perlengkapan suami untuk bekerja dan anak-anak yang akan berangkat ke sekolah, serta kebutuhan anak yang masih balita yang akan dijaga oleh nenek atau sanak saudara. Setelah itu mereka harus berangkat bekerja sesegera mungkin agar dapat bekerja tepat waktu sesuai jadwal kerja yang telah ditentukan.

Di tempat kerja, mereka pun mempunyai komitmen dan tanggung jawab atas pekerjaan yang dipercayakan pada mereka yaitu harus menyelesaikan pekerjaan sesuai yang telah ditargetkan perusahaan.Setelah kembali dari bekerja, mereka pun harus kembali memainkan peranan mereka sebagai ibu rumah tangga mengerjakan pekerjaan rumah lainnya yang belum sempat dikerjakan karena harus buru-buru berangkat bekerja.

Banyaknya pesanan barang dari konsumen baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri seperti Malaysia, Singapore dan Hongkong, tidak jarang mengakibatkan para pekerja wanita ini harus bekerja lembur apalagi untuk untuk bulan-bulan tertentu seperti saat menjelang lebaran dantahun baru imlek.


(28)

Waktu kerja lembur dimulai pukul 17.00 sampai dengan pukul 21.00 WIB. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya waktu untuk keluarga serta waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga yang masih belum terselesaikan saat berangkat bekerja.

Kesulitan lain bertambah dirasakan oleh beberapa karyawan yang memiliki tempat tinggal agak jauh dari perusahaan tempat mereka bekerja, bahkan ada dari antara mereka tinggal di pulau yang berbeda dan harus menggunakan transportasi laut. Hal ini mengakibatkan mereka terlebih dahulu mengalami kelelahan di tempat kerja sebelum memulai pekerjaannya sehingga sulit berkonsentrasi ketika bekerja, mudah emosi, dan sering mengeluh.

Selain itu karena mereka memiliki anak-anak yang masih kecil, sulit mendapatkan orang untuk menjaga dan merawat anak mereka selama bekerja di perusahaan. Belum lagi jika ada dari antara anak-anak yang sakit, membuat mereka cemas selama jam kerja bahkan ada yang akhirnya tidak masuk atau absen kerja. Pertengkarangan dengan suami pun kerap terjadi seputar permasalahan pengurusan anak, mengingat jika ada anak sakit, sulit untuk mendapatkan izin pulang untuk melihat keadaan anak atau membawanya untuk berobat.Kesulitan dalam manajemen waktu dan rumah tangga membuat beberapa dari antara mereka akhirnya keluar dari pekerjaan, karena memilih untuk lebih berkonsentrasi terhadap keluarga dan memilih profesi lain yang dapat membuat mereka lebih dekat dengan keluarga.

Hal ini sejalan dengan informasi sementara yang diperoleh dari bagian sumber daya manusia pada saat melakukan survei pendahuluan bahwa ada beberapa


(29)

karyawan berpindah/keluar dengan bervariasi alasan misalnya pekerja wanita mengundurkan diri karena tidak ada yang menjaga anak-anak, atau suami meminta untuk berhenti bekerja sebab ibu kesulitan dalam membagi atau menyeimbangkan waktu untuk urusan keluarga dan bekerja.

Faktor budaya juga memiliki pengaruh pada kondisi wanita bekerja. Kebudayaan Melayu menganut norma patriarki yaitu keadaan masyarakat yang menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam segala aspek kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. Kondisi sosial budaya yang memungkinkan kaum wanita berada dalam sub ordinasi dalam masyarakat dan keluarga.

Masyarakat menganggap bahwa rumah dan anak-anak adalah tanggung jawab wanita. Seorang istri atau ibu lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah dengan mengerjakan segala tugas atau pekerjaan rumah tangga. Kondisi ini juga dipicu oleh norma keluarga yang menjadikan laki-laki sebagai pemimpin dan anak-anak yang cenderung lebih dekat dengan ibu.Seorang istri dituntut untuk selalu memperhatikan perkembangan dan pertumbuhan anaknya termasuk mengingatkan anak-anaknya untuk pergi ke sekolah, mengaji, melaksanakan shalat, dan juga melarang anak-anaknya melakukan permainan yang berbahaya.Seorang istri juga memiliki tanggung jawab penuh dalam mengurusi kebutuhan pangan di rumah. Akibatnya konflik peran semakin dirasakan oleh kaum wanita yang bekerja daripada laki-laki yang juga bekerja.


(30)

Kesulitan dalam menjalankan peran ganda membuat pekerja wanita sering kali tidak bergairah setelah sampai di tempat kerja dan mereka mengeluhkan mengenai masalah fisik seperti sering sakit kepala, otot-otot tegang, dan gangguan pencernaan. Sementara pada saat mereka bekerja dibutuhkan kecepatan dan ketelitian.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan kajian tentang pengaruh konflik peran ganda dan dukungan sosial terhadap stres kerja pada tenaga kerja wanita PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau.

1.2.Permasalahan

Berdasarkanuraian yang ada pada latar belakang maka masalah penelitian ini adalah bagaimana pengaruh konflik peran ganda dan dukungan sosial terhadap stres kerja tenaga kerja wanita di PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau.

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh konflik peran ganda dan dukungan sosial terhadap stres kerja tenaga kerja wanita di PT Karwikarya Wisman Graha Tanjunpinang Provinsi Kepulauan Riau.


(31)

1.4.Hipotesis

Ada pengaruh konflik peran ganda dan dukungan sosial terhadap stres kerja pada tenaga kerja wanita PT Karwikarya Wisman Graha Tanjunpinang Provinsi Kepulauan Riau.

1.5.Manfaat Penelitian

a. Memberikan masukan bagi pihak manajemen untuk mengetahui stres kerja para karyawan apabila mengalami konflik peran ganda dan memperhatikan kondisi psikis dari karyawannya terutama yang telah berumah tangga.

b. Memberikan masukan bagi karyawan khususnya wanita yang sudah berumah tangga agar dapat mengendalikan konflik peran ganda yang dialami sehingga dapat berperan sesuai dengan peran yang dimiliki baik sebagai ibu rumah tangga maupun sebagai karyawan.


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKAN

2.1.Konflik Peran Ganda

2.1.1. Pengertian Konflik Peran Ganda

Manusia sebagai seorang individu memiliki kepentingan-kepentingan yang ingin dipenuhi, namun jika kepentingan-kepentingan tersebut datang bersamaan dan memiliki intensitas yang sama maka akan menimbulkan konflik dalam diri individu tersebut. Secara umum konflik dapat diartikan sebagai kondisi dimana terjadi ketidakcocokan antara nilai dan tujuan yang ingin dicapai, baik nilai atau tujuan yang ada di dalam diri sendiri maupun dalam hubungan dengan orang lain (Wijono, 2010).

Irwanto dkk.(1991) dalam Rahmadita (2013) menjelaskan konflik dapat terjadi pada saat muncul dua kebutuhan atau lebih secara bersamaan.Menurut Gibson

et al. (1990) konflik peran terjadi apabila seseorang dihadapkan pada suatu situasi

dimana terdapat dua atau lebih persyaratan untuk melaksanakan peran yang satu dan dapat menghalangi pelaksanaan peran yang lain. Salah satu bentuk konflik peran adalah konflik pekerjaan-keluarga (konflik peran ganda).

Pada perempuan yang bekerja mereka dihadapkan pada banyak pilihan yang ditimbulkan oleh perubahan peran dalam masyarakat, disatu sisi mereka harus berperan sebagai ibu rumah tangga yang tentu saja bisa dikatakan memiliki tugas yang cukup berat dan di sisi yang lain mereka juga harus berperan sebagai wanita yang harus bekerja untuk menyokong keuangan keluarga.


(33)

Wanita yang mempunyai peran ganda akan mengalami konflik dalam dirinya kerena seringkali dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit. Konflik peran sering timbul ketika salah satu dari peran tersebut menuntut lebih atau membutuhkan lebih banyak perhatian (Susanto, 2010).

Menurut Greenhaus dan Beutell (1985)mendefenisikan konflik peran ganda sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Seseorang akan menghabiskan waktu yang lebih untuk digunakan dalam memenuhi peran yang penting bagi mereka, oleh karena itu bisa kekurangan waktu untuk peran yang lainnya.

Greenhaus dan Beutell (1985) menyatakan bahwa seseorang yang mengalami konflik peran ganda akan merasakan ketegangan dalam bekerja. Konflik peran ini bersifat psikologis, gejala yang terlihat pada individu yang mengalami konflik peran ini antara lain adalah rasa bersalah, kegelisahan, keletihan dan frustasi.

Putrianti (2007) mengutip pendapat Rooss dan Gatta (1999) menjelaskan bahwa peran ganda adalah sikap dalam menghadapi dua hal yang berbeda yaitu pekerjaan dan tanggung jawab keluarga.

Frone dan Bellavia(2005) mendefenisikan konflik pekerjaan-keluarga sebagai konflik peran yang terjadi pada karyawan, dimana di satu sisi ia harus melakukan pekerjaan di tempat kerja dan di sisi lain ia harus memperhatikan keluarga secara utuh, sehingga sulit membedakan antara pekerjaan mengganggu keluarga dan keluarga mengganggu pekerjaan. Pekerjaan mengganggu keluarga artinya sebagian besar waktu dan perhatian dicurahkan untuk melakukan pekerjaan sehingga waktu


(34)

untuk keluarga menjadi berkurang. Sebaliknya keluarga mengganggu pekerjaan berarti sebagian besar waktu dan perhatiannya digunakan untuk menyelasaikan urusan keluarga sehingga mengganggu pekerjaan. Konflik pekerjaan-keluarga ini terjadi ketika kehidupan rumah seseorang berbenturan dengan tanggung jawabnya di tempat kerja, seperti masuk kerja tepat waktu, menyelesaikan tugas harian, atau kerja lembur. Demikian juga tuntutan kehidupan rumah yang menghalangi seseorang untuk meluangkan waktu untuk pekerjaannya.

2.1.2. Jenis Konflik Peran Ganda

Judge et. al. (1994) menyebutkan bahwa konflik pekerjaan-keluarga mempunyai dua komponen yaitu :

a. Konflik pekerjaan terhadap keluarga (work-family conflict) yaitu konflik yang muncul dikarenakan tanggung jawab pekerjaan mengganggu tanggung jawab terhadap keluarga. Misalnya membawa pekerjaan ke rumah dan mencoba menyelesaikannya dengan mengorbankan waktu keluarga.

b. Konflik keluarga terhadap pekerjaan (family-work conflict) yaitu konflik yang muncul dikarenakan tanggung jawab terhadap keluarga mengganggu tanggung jawab terhadap pekerjaan. Misalnya membatalkan datang ke tempat kerja karena tiba-tiba anak sakit.

Konflik peran ganda muncul apabila wanita merasakan ketegangan antara peran pekerjaan dengan peran keluarga keluarga. Greenhaus dan Beutell (1985)mengidentifikasi tiga jenis konflik pekerjaan-keluarga yaitu :


(35)

a. Konflik berdasarkan waktu (time-based conflict), yaitu konflik yang terjadi karena waktu yang digunakan untuk memenuhi satu peran (keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga), artinya pada saat yang bersamaan seseorang yang mengalami konflik peran ganda tidak akan bisa melakukan dua atau lebih paran sekaligus. Misalnya terlambat pulang dari tempat bekerja menyebabkan waktu untuk keluarga menjadi berkurang atau merawat anak yang sakit dapat menyebabkan pekerjaan di tempat kerja menjadi tertunda.

b. Konflik berdasarkan tekanan (strain-based conflict), yaitu tekanan yang dihasilkan oleh salah satu peran mempengaruhi kinerja peran yang lain. Misalnya tekanan kecemasan dan kemarahan di tempat kerja menyebabkan berkurangnya perhatian sebagai orang tua atau sebagai istri di rumah atau tekanan di rumah dapat menjadikan semangat kerja berkurang.

c. Konflik berdasarkan perilaku (behavior-based conflict) yaitu konflik yang muncul ketika pengharapan dari suatu perilku yang berbeda dengan pengharapan dari perilaku peran lainnya (pekerjaan atau keluarga). Misalnya di rumah dituntut untuk memainkan peran pasif yang harus selalu siap memberikan bantuan pada keluarganya, sedangkan di tempat kerja ibu diharapkan menjadi seseorang yang agresif dan tahu bagaimana menjaga diri sendiri.

Baik konflik pekerjaan terhadap keluarga (work-family conflict) dan konflik keluarga terhadap pekerjaan (family-work conflict) dapat menyebabkan terjadinya stres kerja. Konflik pekerjaan terhadap keluarga cenderung mengarah pada stres kerja


(36)

karena ketika urusan pekerjaan mencampuri kehidupan keluarga, tekanan sering terjadi pada individu untuk mengurangi waktu yang dihabiskan dalam pekerjaan dan menyediakan lebih banyak waktu keluarga. Sama halnya dengan konflik keluarga terhadap pekerjaan dapat mengarah pada stres kerja dikarenakan banyaknya waktu untuk berkumpul bersama keluarga menyebabkan kurangnya waktu yang dibutuhkan dalam menangani urusan pekerjaan dan ini merupakan sumber potensial terjadinya stres kerja (Judgeet. al. 1994).

2.1.3. Sumber-sumber Konflik Peran Ganda

2.1.3.1.Konflik Berdasarkan Waktu(Time Based Conflict) 1. Sumber konflik yang berasal dari pekerjaan

Konflik pekerjaan-keluarga berhubungan positif dengan jumlah jam kerja dalam setiap minggunya (Burke et. al, 1980; Keith and Schafer, 1980; Pleck et. al, 1980 dalam Greenhaus dan Beutell, 1985) dan jumlah jam perjalanan pulang-pergi rumah ke tempat kerja dalam setiap minggunya (Bohen dan Viveros-Long, 1981 dalam Greenhaus dan Beutell, 1985). Konflik pekerjaan-keluarga juga memiliki hubungan yang positif dengan jumlah dan frekuensi lembur serta adanya ketidakteraturan dalam pengaturan jam kerja (Pleck et. al, 1980 dalam Greenhaus dan Beutell, 1985). Jadwal kerja yang tidak fleksibel juga akan menimbulkan konflik pekerjaan-keluarga (Pleck et. al, 1980 dalam Greenhaus dan Beutell, 1985). Khususnya pada ibu yang memiliki tanggung jawab mengurus anak.


(37)

2. Sumber konflik yang berasal dari keluarga

Karakteristik peran keluarga yang mengharuskan seseorang menghabiskan sebagian besar dari waktunya dalam aktivitas keluarga dapat menghasilkan konflik pekerjaan-keluarga. Sependapat dengan itu, Herman dan Gyllstrom, 1977 dalam Greenhaus dan Beutell, 1985 menemukan bahwa orang-orang yang menikah lebih banyak mengalami konflik pekerjaan-keluarga dibanding dengan mereka yang tidak menikah. Selanjutnya dapat diperkirakan bahwa yang memiliki anak akan mengalami konflik pekerjaan-keluarga yang lebih besar ketimbang mereka yang belum memiliki anak. Tanggung jawab yang besar dalam perkembangan anak mungkin akan menjadi konstributor yang besar bagi konflik pekerjaan-keluarga (Bohen dan Viveros-Long, 1981dalam Greenhaus dan Beutell, 1985).

Sejumlah studi menunjukkan bahwa orang tua dari anak yang masih kecil (usia pra sekolah) merasakan konflik yang lebih besar daripada orang tua yang memiliki anak relatif lebih besar (Beutell dan Greenhaus, 1980; Greenhaus dan Kopelman, 1981; Plect et. al, 1980). Keluarga yang besar yang diasumsikan memiliki lebih banyak tuntutan daripada keluarga kecil, memiliki hubungan yang positif dengan tingginya tingkat konflik pekerjaan-keluarga (Cartwright, 1978; Keith dan Schafer, 1980 dalam Greenhaus dan Beutell, 1985).

2.1.3.2. Konflik Berdasarkan Tekanan (Strain Based Conflict) 1. Sumber konflik yang berasal dari pekerjaan.

Peran dalam pekerjaan yang tidak jelas dan atau konflik dalam peran di pekerjaan memiliki hubungan yang positif dengan konflik pekerjaan-keluarga (Jones


(38)

dan Butler, 1980; Kopelman et. al, 1983; See Burke et. al, 1980 dalam Greenhaus dan Beutell, 1985). Kurangnya dukungan dari atasan juga menyebabkan tingginya konflik peran pekerjaan-keluarga (Jones dan Butler, 1980 dalam Greenhaus dan Beutell, 1985). Menurut Burke et. al, 1980 dalam Greenhaus dan Beutell, 1985, stresor yang berasal dari pekerjaan seperti budaya kerja yang berubah-ubah, stres dalam komunikasi, dan konsentrasi yang dibutuhkan dalam menjalankan pekerjaan memiliki hubungan yang positif dengan konflik pekerjaan keluarga. Selain itu penggunaan sebagian besar waktu untuk melakukan salah satu peran juga dapat mengakibatkan ketegangan. Seperti jam kerja yang panjang dan tidak fleksibel, serta adanya kerja lembur dapat menyebabkan time based conflict begitu juga strain based

conflict. Walaupun keduanya merupakan konsep yang berbeda, namun ada beberapa

sumber konflik yang dapat digolongkan kepada kedua dimensi konflik tersebut. 2. Sumber konflik yang berasal dari keluarga.

Bagi mereka yang mempunyai pasangan yang mendukung dapat mengurangi tingkat konflik pekerjaan-keluarga (Holahan dan Gilbert, 1979 dalam Greenhaus dan Beutell, 1985). Menurut Greenhaus dan Beutell(1985) perempuan yang memiliki orientasi karier yang berbeda dengan suaminya, merasakan tingkatan konflik antar peran yang lebih tinggi. Besar kemungkinan perbedaan pasangan dalam keyakinan-keyakinan fundamental dapat melemahkan sistem dukungan mutual dan dapat menghasilkan stres.


(39)

2.1.3.3. Konflik Berdasarkan Perilaku (Behavior Based Conflict) 1. Sumber konflik yang berasal dari pekerjaan

Ditempat kerja seorang tenaga kerja dibutuhkan pola perilaku yanglogika, agresif dan objektif. Apabila pola perilaku ini diterapkan di dalam keluarga hal ini mungkin tidak cocok atau bertentangan. Sebab anggota keluarga mengharapkan seorang pekerja wanita bersikap hangat, peka, dan penuh kesabaran ketika berinteraksi dengan mereka. Jika pekerja wanita tidak mampu melakukan penyesuaian perilaku untuk memenuhi harapan ini maka ia akan mengalami konflik peran dari pekerjaan ke keluarga (Greenhaus dan Beutell, 1985).

2. Sumber konflik yang berasal dari keluarga.

Saat berada di rumah seorang tenaga kerja wanita dalam berurusan dengan anggota keluarganya yaitu suami, anak-anak dan anggota keluarga lainnya, diharapkan bertindak dengan kehangatan, pengasuhan, peka dan penuh kesabaran. Namun di tempat kerja seorang tenaga kerja wanita diharapkan agresif, logika, dan objektif dalam melakukan tugas-tugas yang ditetapkan perusahaan. Jika pekerja wanita tidak mampu melakukan penyesuaian perilaku maka ia akan mengalami konflik peran dari keluarga ke pekerjaan (Greenhaus dan Beutell, 1985).

2.1.4.Pengharapan Peran yang Bertentangan (Incompatibility)

Tekanan-tekanan yang berhubungan dengan keluarga (family domain) berdasarkan tiga bentuk konflik peran ganda membuat sulit untuk memenuhi permintaan atau tekanan pada pekerjaan (Greenhaus dan Beutell, 1985).Konflik yang muncul dikarenakan tanggung jawab terhadap keluarga mengganggu tanggung jawab


(40)

terhadap pekerjaandisebut konflik keluarga terhadap pekerjaan (family-work conflict) (Judge et. al. 1994).

Tekanan-tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan (work domain) berdasarkan tiga bentuk konflik peran ganda membuat sulit untuk memenuhi permintaan atau tekanan pada keluarga (Greenhaus dan Beutell, 1985). Konflik yang muncul dikarenakan tanggung jawab terhadap pekerjaan mengganggu tanggung jawab terhadap keluargadisebut konflik pekerjaan terhadap keluarga (work-family conflict) (Judge et. al. 1994).

Konflik peran ganda (work-family conflict) baik yang berhubungan dengan konflik pekerjaan terhadap keluarga (work-family conflict) maupun konflik keluarga terhadap pekerjaan (family-work conflict) dapat menyebabkan terjadinya stres kerja (Judge et. al. 1994).

2.2.Dukungan Sosial

2.2.1. Pengertian Dukungan Sosial

Dukungan sosial merupakan salah satu istilah yang digunakan untuk menerangkan bagaimana hubungan sosial menyumbang manfaat bagi kesehatan mental atau kesehatan fisik individu. Dalam kehidupan hari-hari manusia membutuhkan orang lain untuk dapat memenuhi kebutuhannya, baik itu kebutuhan fisik, sosial maupun kebutuhan psikis. Lingkungan sosial berpotensi untuk memberikan dukungan soaial bagi individu (Maslihah, 2011).


(41)

Dukungan sosial adalah suatu hubungan yang didalamnya terkandung isi pemberian bantuan yang dapat berupa dorongan, semangat, nasehat yang dapat diberikan melalui aliran emosi atau afeks serta dapat meningkatkan kemampuan dalam menghadapi stres akibat konflik, dimana pemberinya bersumber dari orang-orang yang mempunyai hubungan berarti dengan individu, yaitu keluarga, teman dekat, guru, saudara, tetangga, dan sebagainya (Kumolohadi, 2007).

2.2.2.Sumber-sumber Dukungan Sosial

Menurut Quick dan Quick (1984) dalam Almasitoh (2011) dukungan sosial dapat bersumber dari jaringan sosial yang dimiliki oleh individu yaitu dari lingkungan pekerjaan seperti dari atasan, rekan kerja, bawahan, dan dari lingkungan keluarga yaitu dari pasangan, anak, dan saudara.

Menurut Strauss dan Saylessseperti yang dikutip Cahyolaksono (2008) ada tiga sumber dukungan sosial dalam konteks kerja, yaitu :

a. Keluarga

Keluarga merupakan tempat dimana pertumbuhan dan perkembangan seseorang terjadi. Kebutuhan-kebutuhan fisik dan spikologis mula-mula terpenuhi di lingkungan keluarga, dan juga keluarga merupakan kelompok terdekat bagi seorang individu. Sehingga keluarga akan menjadi tempat bercerita dan mengeluarkan keluhan-keluhan bagi individu.

b. Teman sekerja

Seorang individu yang bekerja tentu saja akan berinteraksi dengan teman sekerja dan juga memerlukan dukungan moral dari teman sekerjanya. Bentuk


(42)

dukungan moral ini bisa berupa kualitas hubungan kerja, kehangatan dalam berteman dan rasa saling percaya.

c. Atasan

Bagi seorang bawahan dukungan dan penerimaan dari atasan merupakan suatu bentuk dukungan yang akan membuatnya semakin lancar dalam bekerja.

Menurut Sasayzuch (2009) dukungan sosial dapat diperoleh dari : a. Suami

Hubungan perkawinan merupakan hubungan akrab yang diikuti oleh minat yang sama, kepentingan yang sama, saling membagi perasaan, saling mendukung, dan menyelesaikan permasalahan bersama.

b. Keluarga

Keluarga merupakan sumber dukungan sosial karena dalam hubungan keluarga tercipta hubungan yang saling mempercayai. Individu sebagai anggota keluarga akan menjadikan keluarga sebagai kumpulan harapan, tempat bercerita, tempat bertanya, dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bilamana individu sedang mengalami permasalahan.

c. Teman

Teman dekat merupakan sumber dukungan sosial karena dapat memberikan rasa senang dan dukungan selama mengalami suatu permasalahan.

2.2.3. Bentuk-bentuk Dukungan Sosial

Menurut House (1981)seperti yang dikutip Junita (2011) membedakan bentuk dukungan sosial menjadi empat, antara lain :


(43)

a. Dukungan emosional

Dukungan ini meliputi ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan.

b. Dukungan penghargaan

Dukungan ini dapat diberikan dalam bentuk ungkapan hormat (penghargaan positif), dorongan motivasi ataupun dalam bentuk persetujuan untuk individu tersebut.

c. Dukungan instrumental

Dukungan ini berupa bantuan langsung seperti membantu istri dalam mengerjakan tugas rumah tangga maupun pekerjaan tambahan.

d. Dukungan informatif

Dukungan ini dapat berupa pemberian saran, pemberian petunjuk maupun nasehat-nasehat ataupun umpan balik.

Menurut Sarafino (1998) dalam Rahmadita (2013) dukungan sosial terdiri dari:

a. Dukungan Emosional berupa ekspresi seperti perhatian, empati, dan prihatin terhadap seseorang.

b. Dukungan Penghargaan melibatkan ekspresi berupa pernyataan setuju dan penilaian positif terhadap ide-ide, perasaan dan performa orang lain dalam lingkup pekerjaannya.

c. Dukungan Instrumental yaitu berupa bantuan secara langsung dan nyata seperti memberi atau meminjamkan uang atau membantu meringankan tugas seseorang.


(44)

d. Dukungan Informasi berupa nasehat, arahan, saran ataupun penilaian tentang bagaimana individu melakukan sesuatu dalam mengatasi masalah.

2.2.4. Manfaat Dukungan Sosial

Liebermen (1992) dalam Sasayzuch (2009).mengemukakan bahwa secara teoritis dukungan sosial dapat menurunkan kecenderungan munculnya kejadian yang dapat mengakibatkan stres.

Penelitian Cahyolaksono (2008) terhadap staf pengajar (dosen perempuan) di Universitas Katolik Soegijapranata Semarang menemukan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara dukungan sosial suami dengan stres kerja pada dosen perempuan. Artinya semakin tinggi dukungan sosial suami yang diperoleh maka semakin rendah stres kerja yang dialami. Sebaliknya semakin rendah dukungan sosial suami yang diperoleh maka semakin tinggi stres kerja yang dialami.

Penelitian Fadhilah (2010) yang dilakukan terhadap 78 karyawan dibagian produksi PT Coca-Cola Amatil Indonesia (Central Java) menemukan bahwa dukungan sosial yang bersumber dari pasangan hidup/keluarga, rekan kerja dan atasan dapat mereduksi stres kerja karyawan.

2.3. Stres Kerja

2.3.1. Pengertian Stres Kerja

Pekerjaan merupakan peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia, maka pekerjaan dapat menimbulkan stres. Lingkungan kerja sama dengan lingkungan lainnya yang menuntut seseorang untuk dapat menyesuaikan diri agar dapat


(45)

menempatinya. Oleh karena itu individu akan memiliki kemungkinan untuk mengalami suatu keadaan stres dalam lingkungan kerja (Nova dan Ispriyanti, 2012).

Rice (1992) menyatakan seseorang dapat mengalami stres kerja jika :

a. Urusan stres yang dialami seseorang melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke dalam pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke dalam urusan rumah tangga dapat juga menjadi penyebab stres kerja.

b. Mengakibatkan dampak negatif bagi individu dan juga perusahaan.

Menurut Kavaganh, Hurst dan Rose (1990) dalam Wijono (2010), stres kerja adalah suatu ketidakseimbangan persepsi individu terhadap kemampuannya untuk melakukan tindakan.

Anoraga (2009) menjelaskan stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. Selanjutnya Tarupolo (2002) dalam Junita (2011) mengartikan stres kerja sebagai suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja tertentu.

Riggio (2003) dalam Almasitoh (2011)menjelaskan stres kerja sebagai reaksi fisiologis dan atau psikologis terhadap suatu kejadian yang dipersepsi individu sebagai ancaman.


(46)

2.3.2. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja

Menurut Cooper dalam Rice(1992) faktor penyebab stres kerja adalah : a. Faktor kondisi pekerjaan

1) Lingkungan kerja. Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab karyawan mudah sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi, dan menurunnya produktivitas kerja.

2) Overload dibedakan dapat secara kuantitatif dan kualitatif. Dikatakan

overload secara kuantitatif jika banyaknya pekerjaan yang ditargetkan

melebihi kapasitas karyawan tersebut. Akibatnya karyawan tersebut mudah lelah dan berada dalam “tegangan tinggi”. Overload secara kualitatif bila pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit sehingga menyita kemampuan teknis dan kognitif karyawan.

3) Deprivational stres yaitu kondisi pekerjaan yang tidak lagi menantang atau

tidak lagi menarik bagi karyawan. Biasanya keluhan yang muncul adalah kebosanan, ketidakpuasan, atau pekerjaan tersebut kurang mengandung unsur sosial (kurangnya komunikasi sosial).

4) Pekerjaan beresiko tinggi. Jenis pekerjaan yang berisiko tinggi, atau berbahaya bagi keselamatan, misalnya pekerjaan di pertambangan minyak lepas pantai, tentara, dan pemadam kebakaran, berpotensi menimbulkan stres kerja karena mereka setiap saat dihadapkan pada kemungkinan terjadinya kecelakaan.


(47)

b. Faktor stres karena peran

Sebagian besar karyawan yang bekerja di perusahaan yang sangat besar, khususnya para wanita yang bekerja dikabarkan sebagai pihak yang mengalami stres lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Masalahnya, wanita bekerja ini menghadapi konflik peran sebagai wanita karir sekaligus ibu rumah tangga. Wanita sangat dituntut perannya harus sebagai ibu rumah tangga yang baik dan benar sehingga banyak wanita karir yang merasa bersalah ketika harus bekerja. Perasaan bersalah ditambah dengan tuntutan dari dua sisi yaitu pekerjaan dan ekonomi rumah tangga, sangat berpotensi menyebabkan wanita bekerja mengalami stres.

c. Faktor interpersonal

Hubungan interpersonal di tempat kerja merupakan hal yang sangat penting di tempat kerja. Dukungan dari sesama pekerja, manajemen, keluarga dan teman-teman diyakini dapat menghambat timbulnya stres. Dengan demikian perlu ada kepedulian pihak manajemen pada karyawannya agar selalu tercipta hubungan yang harmonis. d. Faktor pengembangan karir

Karyawan biasanya mempunyai berbagai harapan dalam kehidupan karir kerjanya, yang ditujukan pada pencapaian prestasi dan pemenuhan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Apabila perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan karyawan untuk berkarir, misalnya sistem promosi yang tidak jelas, kesempatan untuk meningkatkan penghasilan tidak ada, karyawan akan merasa kehilangan harapan, tumbuh perasaan ketidakpastian yang dapat menimbulkan perilaku stres.


(48)

e. Faktor struktur organisasi

Struktur organisasi berpotensi menimbulkan stres apabila diberlakukan secara kaku, pihak manajemen kurang mempedulikan inisiatif karyawan, tidak melibatkan karyawan dalam proses pengambilan keputusan, dan tidak adanya dukungan bagi kreativitas karyawan.

f. Faktor tampilan rumah-pekerjaan

Ketika pekerjaan berjalan dengan lancar, tekanan yang ada di rumah cenderung bisa dihilangkan. Bagi kebanyakan orang, rumah sebagai tempat untuk bersantai, mengumpulkan dan membangun kembali kekuatan yang hilang. Tetapi ketika keheningan terganggu, bisa karena pekerjaan atau konflik di rumah, efek dari stres cenderung meningkat.

Menurut Handoko (2012) faktor-faktor yang menyebabkan stres kerja ada dua kategori yaitu :

a. Di dalam pekerjaan (on the job) : 1. Beban kerja yang berlebih. 2. Tekanan atau desakan waktu. 3. Kualitas supervisi yang jelek. 4. Iklim politis yang tidak aman.

5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai.

6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab. 7. Kemenduaan peran (role ambiguity).


(49)

9. Konflik antar pribadi dan antar kelompok.

10. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan. 11. Berbagai bentuk perubahan.

b. Di luar pekerjaan (of the job) 1. Kekuatiran finansial

2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak. 3. Masalah-masalah pisik.

4. Masalah-masalah perkawinan (misal, perceraian). 5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal.

6. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara.

Menurut Hendriket. al. (1994) dalam Triaryati (2003) ada dua faktor penyebab stres kerja yaitu :

a. Wanita pekerja dipengaruhi oleh sumber stres yang biasa dihadapi oleh laki-laki seperti beban kerja yang berlebihan, overskills atau underutilization skills kebosanan kerja, hubungan dengan pasangan atau anak, dan masalah keuangan. b. Sumber stres yang kedua bersifat unik dan berasal dari pekerjaan atau di luar

pekerjaan. Yang berasal dari pekerjaan mereka seperti kebosanan, rendahnya tingkat kekuasaan, permimtaan yang tinggi dalam pekerjaan, dan sedikitnya promosi yang diberikan. Sedangkan yang berasal dari luar pekerjaan seperti kekhawatiran terhadap usia, ketidakpuasan terhadap kehidupan perkawinan, peran utama dan tanggung jawab wanita dalam mengatur rumah tangga dan keluarganya.


(50)

Siagian (1995) dalam Triaryati (2003) menyatakan bahwa salah satu sumber stres yang diderita wanita yang bekerja adalah faktor individu dan masalah keluarga yang berkaitan dengan usaha membina keharmonisan rumah tangga mereka. Hal ini sejalan Namayandeh (2010) menjelaskan bahwa setiap individu yang mempunyai ragam latar belakang kehidupan pribadi berbeda-beda dapat berpengaruh terhadap timbulnya stres kerja karyawan karena faktor-faktor dalam kehidupan pribadi individu tidak dapat lepas dari lingkungan kerja dimana ia bekerja.

2.3.3. Gejala-gejala Stres Kerja

Beerhr dan Newman dalam Rice (1992) telah memeriksa sejumlah penelitian tentang stres kerja dan dirangkumkan ke dalam 3 tipe dari hal negatif individu terhadap stres kerja yaitu gejala fisik, gejala psikologi, dan gejala perilaku.

a. Gejala fisik dari stres kerja

Yang termasuk dalam gejala-gejala fisik yaitu : 1. Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah 2. Meningkatnya sekresi adrenalin dan non adrenalin 3. Timbulnya gangguan perut

4. Kelelahan fisik 5. Kematian

6. Timbulnya penyakit kardiovaskuler 7. Ketegangan otot

8. Keringat berlebihan 9. Gangguan kulit


(51)

10. Sakit kepala 11. Kanker

12. Gangguan tidur

b. Gejala psikologi dari stres kerja

Yang termasuk dalam gejala-gejala psikologis yaitu :

1. Ketegangan, kecemasan, kebingungan dan mudah tersinggung 2. Parasaan frustasi, marah dan kesal

3. Emosi yang menjadi sensitif dan hiperaktif 4. Perasaan tertekan

5. Kemampuan berkomunikasi efektif menjadi kurang 6. Menarik diri dan depresi

7. Perasaan terisolir dan terasing

8. Kebosanan dan ketidakpuasan dalam bekerja

9. Kelelahan mental dan menurunnya fungsi intelektual 10. Menurunnya harga diri

c. Gejala perilaku dari stres kerja

Yang termasuk dalam gejala-gejala perilaku yaitu : 1. Bermalas-malasan dan menghindari pekerjaan 2. Kinerja dan produktivitas menurun

3. Meningkatnya penggunaan alkohol dan obat-obat terlarang 4. Melakukan sabotase pada pekerjaan


(52)

6. Mengurangi makan sebagai perilaku menarik diri dan berkombinasi dengan depresi

7. Kehilangan selera makan dan menurunnya barat badan secara tiba-tiba 8. Meningkatnya perilaku berisiko tinggi

9. Agresif, brutal dan mencuri

10. Hubungan yang tidak harmonis dengan keluarga dan teman 11. Kecenderungan melakukan bunuh diri.

Wijono (2010) Ada beberapa gejala stres dapat dilihat dari berbagai faktor yang menunjukkan adanya perubahan baik secara fisiologis, psikologis, dan sikap a. Perubahan fisiologis ditandai oleh adanya gejala-gejala seperti merasa letih/lelah,

kehabisan tenaga, pusing, gangguan pencernaan, dan sebagainya.

b. Perubahan psikologis ditandai oleh adanya gejala-gejala seperti kecemasan berlarut-larut, sulit tidur, napas tersengal-sengal, dan sebagainya.

c. Perubahan sikap seperti keras kepala, mudah marah, tidak puas terhadap apa yang dicapai, dan sebagainya.

Gejala-gejala stres kerja menurut Anoraga (2009)antar lain :

a. Gejala badan : sakit kepala (cekot-cekot, pusing, vertigo), sakit maag, mudah kaget (berdebar-debar), banyak ke luar keringat dingin, gangguan pola tidur, lesu, letih, kaku leher belakang sampai punggung, dada rasa panas/nyeri, rasa tersumbat di kerongkongan, gangguan psikoseksual, nafsu makan menurun, mual, muntah, gejala kulit, bermacam-macam gangguan menstruasi, keputihan, kejang-kejang, pingsan dan sejumlah gejala lain.


(53)

b. Gejala Emosional : pelupa, sukar konsentrasi, sukar mengambil keputusan, cemas, was-was, kuatir, mimpi-mimpi buruk, murung, mudah marah/jengkel, mudah menangis, pikiran bunuh diri, gelisah, pandangan putus asa dan sebagainya.

c. Gejala sosial : makin banyak merokok/minum/makan. Menarik diri dari pergaulan sosial, mudah bertengkar, membunuh dan lainnya.

Menurut Tarupolo (2002) dalam Junita (2011) gejala-gejala stres kerja dapat berupa letih dan lelah, kecewa, perasaan tidak berdaya, gangguan tidur, kegelisahan, ketegangan, kecemasan, cepat marah, kehilangan percaya diri, perasaan kesepian atau keterasingan, makan terlalu sedikit, mudah tersinggung, dan sulit berkonsentrasi. 2.3.4. Dampak Stres Kerja

Rini (2002) menguraikan dampak dari stres kerja yaitu : a. Dampak pada perusahaan

Jika banyak diantara karyawan di dalam organisasi mengalami stres kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu. Randall Schuller (1980) seperti yang dikutip Rini(2002) mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi.Menurut peneliti ini stres yang dihadapi karyawan berkolerasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja serta tendensi mengalami kecelakaan. Secara singkat beberapa dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja adalah :

1. Terhambat manajemen maupun operasional kerja. 2. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja


(54)

4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. b. Dampak terhadap individu

Dampak stres kerja bagi individu adalah munculnya masalah-masalah yang berhubungan dengan kesehatan, psikologi dan interaksi interpersonal.

1. Kesehatan

Stres menyebabkan kelenjar hipotalamus melepaskan hormon adrenalin dan kortisol melalui kelenjar adrenal. Hormon-hormon ini menyebabkan reaksi metabolisme tertentu sehingga tubuh bereaksi untuk menghadapi sebuah situasi yang penuh tekanan dan tantangan. Reaksi ini meliputi peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan darah, dan peningkatan produksi glukosa untuk meningkatkan pasokan energi serta menonaktifkan sementara sistem kekebalan tubuh dan sistem pencernaan.

2. Psikologis

Stres yang berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terus menerus. Menurut istilah psikologi, stres berkepanjangan ini disebut stres kronis. Stres kronis sifatnya menggerogoti dan menghancurkan tubuh, pikiran dan seluruh kehidupan penderitanya secara perlahan-lahan. Akibatnya orang akan terus-menerus merasa tertekan dan kehilangan harapan.

3. Interaksi interpersonal

Orang yang sedang stres akan lebih sensitif, oleh karena itu sering terjadi salah persepsi dalam membaca dan mengartikan suatu keadaan, pendapat atau penilaian, kritik, nasihat, bahkan perilaku orang lain. Selain itu, orang stres cenderung


(55)

mengaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Pada tingkat stres yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri. Akibatnya ia lebih banyak menarik diri dari lingkungan, tidak lagi mengikuti kegiatan yang biasa dilakukan, jarang berkumpul dengan sesama, lebih suka menyendiri, mudah tersinggung, mudah marah, mudah emosi. Tidak heran akibat dari sikapnya ini mereka dijauhkan oleh rekan-rekannya. Respon negatif dari lingkungan ini malah semakin menambah stres yang diderita karena persepsi yang selama ini ia bayangkan ternyata benar, bahwa ia kurang berharga di mata orang lain, kurang berguna, kurang disukai, kurang beruntung dan lain sebagainya.

Stres kerja menyebabkan terjadinya ketegangan dan konflik antara karyawan dengan pihak manajemen. Tingginya sensitivitas emosi berpotensi menyulut pertikaian dan menghambat kerja sama antara individu satu dengan yang lain.

2.4. Wanita Bekerja

2.4.1. Pengertian Wanita Bekerja

Menurut Ihromi (1990) dalam Ciptoningrum (2009) yang dimaksud ibu yang bekerja adalah wanita yang sudah bersuami, dalam kehidupan atau kegiatan sehari-harinya bekerja di luar rumah mencari nafkah sebagai pegawai negeri ataupun swasta.

Menurut Munandar (1985) dalam Ciptoningrum (2009)yang mendorong seorang wanita yang telah berkeluarga untuk bekerja yaitu untuk menembah penghasilan keluarga, untuk ekonomis tidak bergantung pada suaminya, untuk


(56)

menghindari kebosanan, karena mempunyai minat atau keahlian tertentu yang ingin dimanfaatkan, untuk memperoleh status dan penegembangan diri.

2.4.2. Karakteristik Wanita Bekerja

Wanita yang bekerja menghabiskan rata-rata 7 sampai 9 jam dalam satu hari, atau 42 sampai 54 jam dalam seminggu. Bararti ia hanya memiliki sisa waktu duapertiga dari wanita yang tidak bekerja. Waktu ini masih harus ia atur untuk pengasuhan anak, mengurus suami, bersosialisasi dengan keluarga besar dan lingkungan sosial, serta untuk mengurus diri wanita itu sendiri. Konsekuensi yang harus dihadapi adalah terbaginya waktu dan perhatian antara urusan di rumah dan urusan pekerjaan di kantor. Menurut Hochschild (1989) bagi wanita bekerja, waktu kerja yang panjang ditambah oleh tuntutan pekerjaan rumah tangga menyulitkan mereka untuk mengasuh anak dan mewujudkan attentive parenting.

Sementara dampak fisik dan pengaruh psikologis yang ia dapatkan dari aktivitas kerja adalah dengan tercurahnya perhatian wanita pada pekerjaan, maka sebagian besar energi dan waktu terbagi. Biasanya tenaga kerja wanita bekerja pada pagi hari sampai sore. Pada waktu tersebut kondisi fisik sedang prima dan selanjutnya wanita yang bekerja akan pulang ke rumah dengan sisa energi yang ada. Sulit bagi mereka yang bekerja misalnya sebagai buruh pabrik untuk menghemat energinya, karena bagi tenaga buruh ini, aktivitas fisik serta konsentrasi merupakan fokus utama pekerjaannya. Hal yang paling umum dikeluhkan pada wanita bekerja, terutama yang baru memulai pekerjaan salah satunya dampak pada faktor relasional dengan suami. Karena wanita mencurahkan seluruh waktu dan energinya untuk kesan bagus


(57)

dipekerjaan. Jika komunikasi tidak berjalan efektif dan dukungan suami dirasakan kurang, maka sangat mungkin menimbulkan masalah perkawinan (Rosiana, 2007).

2.5. Landasan Teori

Greenhaus dan Beutell (1985) mendefenisikan konflik peran ganda sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal. Seseorang akan menghabiskan waktu yang lebih untuk digunakan dalam memenuhi peran yang penting bagi mereka, oleh karena itu bisa kekurangan waktu untuk peran yang lainnya.

Judge et. al. (1994) menyebutkan bahwa konflik pekerjaan-keluarga mempunyai dua komponen yaitu :

a. Konflik pekerjaan terhadap keluarga (work-family conflict) yaitu konflik yang muncul dikarenakan tanggung jawab pekerjaan mengganggu tanggung jawab terhadap keluarga. Misalnya membawa pekerjaan ke rumah dan mencoba menyelesaikannya dengan mengorbankan waktu keluarga.

b. Konflik keluarga terhadap pekerjaan (family-work conflict) yaitu konflik yang muncul dikarenakan tanggung jawab terhadap keluarga mengganggu tanggung jawab terhadap pekerjaan. Misalnya membatalkan datang ke tempat kerja karena tiba-tiba anak sakit.

Greenhaus dan Beutell (1985)mengidentifikasi tiga jenis konflik pekerjaan-keluarga yaitu :


(58)

a. Konflik berdasarkan Waktu (time-based conflik), yaitu konflik yang terjadi karena waktu yang digunakan untuk memenuhi satu peran (keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga).

b. Konflik berdasarkan tekanan (strain-based conflict), yaitu tekanan yang dihasilkan oleh salah satu peran mempengaruhi kinerja peran yang lain.

c. Konflik berdasarkan perilaku (behavior-based conflict) yaitu konflik yang muncul ketika pengharapan dari suatu perilku yang berbeda dengan pengharapan dari perilaku peran lainnya (pekerjaan atau keluarga).

Tekanan-tekanan yang berhubungan dengan keluarga (family domain) berdasarkan tiga bentuk konflik peran ganda membuat sulit untuk memenuhi permintaan atau tekanan pada pekerjaan (Greenhaus dan Beutell, 1985). Konflik yang muncul dikarenakan tanggung jawab terhadap keluarga mengganggu tanggung jawab terhadap pekerjaandisebut konflik keluarga terhadap pekerjaan (family-work conflict) (Judge et. al. 1994).

Tekanan-tekanan yang berhubungan dengan pekerjaan (work domain) berdasarkan tiga bentuk konflik peran ganda membuat sulit untuk memenuhi permintaan atau tekanan pada keluarga (Greenhaus dan Beutell, 1985). Konflik yang muncul dikarenakan tanggung jawab terhadap pekerjaan mengganggu tanggung jawab terhadap keluargadisebut konflik pekerjaan terhadap keluarga (work-family conflict) (Judge et. al. 1994).


(59)

Konflik peran ganda (work-family conflict) baik yang berhubungan dengan konflik pekerjaan terhadap keluarga (work-family conflict) maupun konflik keluarga terhadap pekerjaan (family-work conflict) dapat menyebabkan terjadinya stres kerja (Judge et. al. 1994).

Dukungan sosial adalah suatu hubungan yang didalamnya terkandung isi pemberian bantuan yang dapat berupa dorongan, semangat, nasehat yang dapat diberikan melalui aliran emosi atau afeks serta dapat meningkatkan kemampuan dalam menghadapi stres akibat konflik, dimana pemberinya bersumber dari orang-orang yang mempunyai hubungan berarti dengan individu, yaitu keluarga, teman dekat, guru, saudara, tetangga, dan sebagainya (Kumolohadi, 2007).

Menurut Quick dan Quick (1984) dalam Almasitoh (2011) dukungan sosial dapat bersumber dari jaringan sosial yang dimiliki oleh individu yaitu dari lingkungan pekerjaan seperti dari atasan, rekan kerja, bawahan, dan dari lingkungan keluarga yaitu dari pasangan, anak, dan saudara.

Anoraga (2009) menjelaskan stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.

Beerhr dan Newman dalam Rice (1992) telah memeriksa sejumlah penelitian tentang stres kerja dan dirangkumkan ke dalam 3 tipe dari hal negatif individu terhadap stres kerja yaitu gejala fisik (biologi), gejala psikologi, dan gejala perilaku (sosial).


(60)

2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori maka dapat digabungkan menjadi suatu pemikiran yang terintegrasi. Pemikiran yang terintegrasi tersebut merupakan kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Konflik Peran Ganda

1. Konflik berdasarkan waktu

(Time based conflict)

2. Konflik berdasarkan tekanan

(Strain based conflict)

3. Konflik berdasarkan perilaku (Behavior based conflict)

Stres Kerja

Dukungan Sosial 1. Suami

2. Rekan kerja 3. Atasan


(61)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan metode survei dengan pendekatan cross sectional untuk menganalisa pengaruh konflik peran ganda dan dukungan sosial terhadap stres kerja pada tenaga kerja wanita PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013.

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Waktu penelitian dilakukan mulai bulan Februari 2013 sampai Januari 2014.

3.3.Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah seluruhtenaga kerja wanita yang bekerja di PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau berjumlah 102 orang.

3.3.2. Sampel

Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga kerja wanita yang bekerja di PT Karwikarya Wisman Graha dan telah berkeluarga (masih memiliki suami dan anak) sebanyak 102 orang.


(62)

3.4.Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuesioner yang diberikan kepada responden yaitu tenaga kerja wanitayang bekerja di PT. Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang yang sudah menikah dan masih memiliki suami, memiliki dan anak.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang bersumber dari organisasi/instansi terkait. Data sekunder diperlukan untuk melengkapi data primer yang dianggap perlu untuk penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari PT. Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang berupa data profil perusahaan dan jumlah tenaga kerja wanita yang bekerja di PT. Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang.

3.4.3. Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu dilakukan sebelum pengumpulan data primer, dengan tujuan kuesioner yang dipersiapkan layak digunakan dalam penelitian untuk mengetahui atau mengukur sejauh mana kuesioner dapat dijadikan sebagai alat ukur yang mewakili variabel terikat dan variabel bebas dalam suatu penelitian. Uji coba kuesioner dilakukan kepada 30 orang tenaga kerja wanita yang bekerja di perusahaan garmen PT Swakarya Indah Busana Tanjungpinang dengan memiliki demografi yang sama dan relatif dekat.


(63)

a. Uji Validitas

Kelayakan menggunakan instumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dengan mengukur korelasi antar aitem variabel mengggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment Correlation (r), dengan ketentuan nilai koefisien korelasi ˃ 0,3 (valid) (Sunyoto, 2012).

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Uji reliabilitas ini menggunakan koefisien Alpha Cronbach, apabila nilai Alpha Cronbach ˃ 0,6, maka alat ukur tersebut reliabel (Sunyoto, 2012).

Dari uji yang dilakukan, koefisien alpha yang diperoleh menunjukkan bahwa pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini cukup valid dan reliabel.

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

No Variabel Hasil Uji

Hitung Nilai t (table) Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Konflik Peran Ganda Pertanyaan nomor 1

Pertanyaan nomor 2 Pertanyaan nomor 3 Pertanyaan nomor 4 Pertanyaan nomor 5 Pertanyaan nomor 6 Pertanyaan nomor 7 Pertanyaan nomor 8 Pertanyaan nomor 9 Pertanyaan nomor 10 Pertanyaan nomor 11 Pertanyaan nomor 12 Pertanyaan nomor 13 Pertanyaan nomor 14

0,453 0,386 0,766 0,850 0,831 0,625 0,804 0,501 0,756 0,647 0,822 0,902 0,640 0,880 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid


(64)

Tabel 3.1 (Lanjutan)

No Variabel Hasil Uji

Hitung Nilai t (table) Keterangan 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35

Pertanyaan nomor 15 Pertanyaan nomor 16 Pertanyaan nomor 17 Pertanyaan nomor 18 Pertanyaan nomor 19 Pertanyaan nomor 20 Pertanyaan nomor 21 Pertanyaan nomor 22 Pertanyaan nomor 23 Pertanyaan nomor 24 Pertanyaan nomor 25 Pertanyaan nomor 26 Pertanyaan nomor 27 Pertanyaan nomor 28 Pertanyaan nomor 29 Pertanyaan nomor 30 Pertanyaan nomor 31 Pertanyaan nomor 32 Pertanyaan nomor 33 Pertanyaan nomor 34 Pertanyaan nomor 35 Cronbach’ Alpha 0,756 0,742 0,724 0,793 0,696 0,828 0,663 0,867 0,885 0,868 0,856 0,587 0,607 0,732 0,874 0,864 0,555 0,549 0,791 0,708 0,772 0,975 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,600 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Reliabel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Dukungan Sosial Pertanyaan nomor 1

Pertanyaan nomor 2 Pertanyaan nomor 3 Pertanyaan nomor 4 Pertanyaan nomor 5 Pertanyaan nomor 6 Pertanyaan nomor 7 Pertanyaan nomor 8 Pertanyaan nomor 9 Pertanyaan nomor 10 Pertanyaan nomor 11 Cronbach’ Alpha 0,845 0,834 0,812 0,834 0,435 0,657 0,438 0,490 0,489 0,416 0,555 0,895 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,600 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Reliabel


(65)

Tabel 3.1 (Lanjutan)

No Variabel Hasil Uji

Hitung Nilai t (table) Keterangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 Stres Kerja

Pertanyaan nomor 1 Pertanyaan nomor 2 Pertanyaan nomor 3 Pertanyaan nomor 4 Pertanyaan nomor 5 Pertanyaan nomor 6 Pertanyaan nomor 7 Pertanyaan nomor 8 Pertanyaan nomor 9 Pertanyaan nomor 10 Pertanyaan nomor 11 Pertanyaan nomor 12 Pertanyaan nomor 13 Pertanyaan nomor 14 Pertanyaan nomor 15 Pertanyaan nomor 16 Pertanyaan nomor 17 Pertanyaan nomor 18 Pertanyaan nomor 19 Pertanyaan nomor 20 Pertanyaan nomor 21 Cronbach’ Alpha 0,850 0,946 0,929 0,882 0,921 0,820 0,859 0,883 0,870 0,917 0,797 0,874 0,913 0,859 0,851 0,882 0,913 0,954 0,576 0,862 0,865 0,985 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,600 Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Reliabel 3.5.Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini yaitu :

a. Variabel Independen atau variabel bebas adalah konflik peran ganda dan dukungan sosial


(66)

3.5.2. Definisi Operasional

Defenisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Konflik peran ganda adalah bentuk konflik peran dimana tuntutan peran pekerjaan dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal (Greenhause dan Beutell, 1985).

2. Konflik berdasarkan waktu (Time based conflict), yaitu konflik yang terjadi karena waktu yang digunakan untuk memenuhi satu peran (keluarga atau pekerjaan) dapat mengurangi waktu untuk menjalankan tuntutan yang lainnya (pekerjaan atau keluarga).

3. Konflik berdasarkan tekanan (Strain based conflict), yaitu tekanan yang dihasilkan oleh salah satu peran mempengaruhi kinerja peran yang lain.

4. Konflik berdasarkan perilaku (Behavior based conflict), yaitu konflik yang muncul ketika pengharapan dari suatu perilku yang berbeda dengan pengharapan dari perilaku peran lainnya (pekerjaan atau keluarga).

5. Dukungan sosial adalah suatu hubungan yang didalamnya terkandung isi pemberian bantuan yang dapat berupa dorongan, semangat, nasehat yang dapat diberikan melalui aliran emosi atau afeks serta dapat meningkatkan kemampuan dalam menghadapi stres akibat konflik (Kumolohadi, 2007) bersumber dari : a. Suami yaitu pasangan hidup.

b. Rekan kerja yaitu kawan sepersekutuan.

c. Atasan yaitu pimpinan atau seseorang yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi di perusahaan.


(67)

6. Stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam (Anoraga, 2009), berdasarkan gejala-gejala stres kerja yaitu gejala fisik (biologi), gejala psikologi dan gejala sosial.

3.6.Metode Pengukuran

Pengukuran terhadap variabel bebas (independen) yaitu konflik peran gandadan dukungan sosial. Pengukuran terhadap variabel terikat (dependen) yaitu stres kerja.

a. Konflik Peran Ganda

Konflik peran ganda diukur menggunakan skala konflik peran ganda. Skala ini disusun untuk mengungkapkan tingkat konflik peran ganda pada wanita bekerja, dimana konflik diperkirakan berasal dari peranan dalam pekerjaan dan peran dalam keluarga. Skala ini dibuat sesuai dengan3 jenis konflik pekerjaan-keluarga yaitu konflik berdasarkan waktu (time based conflict), Konflik berdasarkan tekanan (strain

based conflict) dan konflik berdasarkan perilaku (behaviorbased conflict)(Greenhaus

dan Beutell, 1985) dan mengacu pada skala konflik peran ganda dalam Azwar (2011). Subjek diminta menyatakan frekuensi timbulnya perasaan sebagai mana di gambarkan dalam pernyataan. Pernyataan pada skala konflik peran ganda ada sebanyak 35 pernyataan. Alternatif pilihan jawaban dibedakan menjadi empat yaitu Tidak Pernah (TP), Kadang-kadang (KD), Sering (SR) dan Sering Sekali (SS).


(68)

Sistem penilaian skala konflik peran ganda bergerak dari 1-4, subjek mendapat nilai 4 jika menjawab Sering Sekali (SS), mendapat nilai 3 jika menjawab Sering (SR), mendapat nilai 2 jika menjawab Kadang-kadang (KD), nilai 1 jika menjawab Tidak Pernah (TP). Berdasarkan Prosentasi di katagorikan menjadi 2 yaitu (Hidayat, 2010) :

1. Rendah, jika skor berada pada 0%-50%. 2. Tinggi, jika skor berada pada 51%-100%. b. Dukungan Sosial

Dukungan sosial diukur menggunakan skala dukungan sosial. Skala ini disusun untuk mengungkapkan tingkat dukungan sosial pada wanita bekerja, dimana dukungan sosial diperkirakan berasal dari suami, atasan dan rekan kerja. Skala ini dibuat dengan mengacu pada instrumen dukungan sosial dalam Sunyoto (2012).

Pernyataan pada skala dukungan sosial ada sebanyak 11 pernyataan. Alternatif pilihan jawaban di bedakan menjadi empat yaitu Tidak Pernah (TP), Kadang-kadang (KD), Sering (SR) dan Sering Sekali (SS).

Sistem penilaian skala dukungan sosial bergerak dari 1-4, subjek mendapat nilai 4 jika menjawab Sering Sekali (SS), mendapat nilai 3 jika menjawab Sering (SR), mendapat nilai 2 jika menjawab Kadang-kadang (KD), nilai 1 jika menjawab Tidak Pernah (TP).Berdasarkan Prosentasi di katagorikan menjadi 2 yaitu (Hidayat, 2010) :

1. Rendah, jika skor berada pada 0%-50%. 2. Tinggi, jika skor berada pada 51%-100%.


(69)

c. Stres Kerja

Stres kerja diukur menggunakan skala stres kerja. Skala ini disusun untuk mengungkapkan tingkat stres kerja berupa gejala fisik, psikologis dan perilaku. Skala ini dibuat dengan mengacu pada instrumen stres kerja dalam Nursalam (2011).

Pernyataan pada skala stres kerja ada sebanyak 21 pernyataan. Alternatif pilihan jawaban di bedakan menjadi empat yaitu Tidak Pernah (TP), Kadang-kadang (KD), Sering (SR) dan Sering Sekali (SS).

Sistem penilaian skala stres kerja bergerak dari 1-4, subjek mendapat nilai 4 jika menjawab Sering Sekali (SS), mendapat nilai 3 jika menjawab Sering (SR), mendapat nilai 2 jika menjawab Kadang-kadang (KD), nilai 1 jika menjawab Tidak Pernah (TP). Berdasarkan Prosentasi di katagorikan menjadi 2 yaitu (Hidayat, 2010) :

1. Rendah, jika skor berada pada 0%-50%. 2. Tinggi, jika skor berada pada 51%-100%.

Aspek pegukuran masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian

Variabel Pernya

Taan Katagori

Bobot Nilai Prosentase skor (%) Katago ri Skala ukur Konflik PeranGanda a.Time Based conflict

13 - Sering Sekali - Sering - Kadang

kadang - Tidak Pernah

4 3 2 1

51% - 100 % 0% - 50 %

Tinggi Rendah


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Konflik Peran Ganda Terhadap Stres Kerja Pada Karyawan Wanita Di Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara

6 52 95

PENGARUH KONFLIK PERAN GANDA DAN STRES KERJA TERHADAP KINERJA POLISI WANITA Pengaruh Konflik Peran Ganda Dan Stres Kerja Terhadap Kinerja Polisi Wanita Di Polresta Surakarta.

1 18 17

PENGARUH KONFLIK PERAN GANDA DAN STRES KERJA TERHADAP KINERJA POLISI WANITA Pengaruh Konflik Peran Ganda Dan Stres Kerja Terhadap Kinerja Polisi Wanita Di Polresta Surakarta.

2 7 16

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA DI PT PELITA TOMANGMAS Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Di Pt Pelita Tomangmas Karanganyar.

0 4 17

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA DI PT PELITA TOMANGMAS Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Di Pt Pelita Tomangmas Karanganyar.

0 3 17

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA BEKERJA Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja.

0 3 16

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA WANITA BEKERJA Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Dengan Stres Kerja Pada Wanita Bekerja.

0 2 25

Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Dukungan Sosial terhadap Stres Kerja pada Tenaga Kerja Wanita PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013

1 7 23

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Dukungan Sosial terhadap Stres Kerja pada Tenaga Kerja Wanita PT Karwikarya Wisman Graha Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2013

0 0 11

PENGARUH KONFLIK PERAN GANDA DAN DUKUNGAN SOSIAL TERHADAP STRES KERJA PADA TENAGA KERJA WANITA PT KARWIKARYA WISMAN GRAHA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN 2013 TESIS

0 0 18