Penjelasan Fenomena Underpricing Underpricing .1 Pengertian Underpricing

14 transfer kemakmuran wealth dari pemilik kepada investor Beatty, dalam Triani dan Nikmah, 2006. Selain itu underpricing dapat disebabkan adanya sinyal dari dalam perusahaan yang menarik bagi investor sehingga investor berani membeli saham perdana perusahaan di atas harga penawaran. Sinyal tersebut berupa segala informasi baik yang bersifat financial maupun non-financial.

2.4.2 Penjelasan Fenomena Underpricing

Beberapa penjelasan mengenai fenomena underpricing dapat dirangkum sebagai berikut : 1. Assymetric Information Kebanyakan teori mengenai underpricing berasal dari asimetri informasi. Model asimetri informasi menjelaskan bahwa perusahaa penerbit membiarkan pihak underwriter untuk menetapkan harga perdana atau harga ketika IPO. Karena tugas underwriter memiliki resiko besar, maka pihak underwriter memiliki kecenderungan untuk menetapkan harga yang lebih rendah daripada yang seharusnya pada saat IPO, sedangkan perusahaan menginginkan harga yang relatif tinggi atas saham perdananya agar memperoleh dana yang maksimum dari investor. Menurut model Baron dalam Daljono, 2009 underwriter memiliki informasi lebih tentang pasar modal. Underwriter memanfaatkan kondisi tersebut untuk memperoleh keuntungan, dengan menetapkan harga saham perdana lebih rendah dari seharusnya, sehingga menyebabkan terjadinya underpricing. Pada model Rock dalam Daljono, 2009 asimetri informasi terjadi antara kelompok investor yang memiliki informasi dan kelompok yang tidak memiliki Universitas Sumatera Utara 15 informasi tentang prospek perusahaan. Kelompok investor yang memiliki informasi yang lebih tentang prospek perusahaan, akan membeli saham yang memiliki nilai baik di masa depan underpriced, sedangkan kelompok investor yang kurang memiliki informasi yang lebih mengenai prospek perusahaan, akan membeli saham secara sembarang, baik perusahaan yang mempunyai nilai baik underpriced di masa depan maupun yang tidak overpriced. Investor yang tidak mempunyai informasi yang lebih tentang prospek perusahaan akan mengalami kerugian dikarenakan keputusan yang di ambil untuk menjual atau membeli saham dengan harga yang tidak sesuai, akibatnya sebagian besar investor yang tidak memiliki informasi akan memperoleh proporsi saham overpriced dibandingkan dengan investor yang memiliki informasi tentang prospek perusahan. Alasan lain mengapa saham pada saat IPO mengalami underpricing dapat dijelaskan oleh studi mengenai perilaku keuangan behavioural finance. Ritter 2003 menjelaskan bahwa manajer perusahaan kurang peduli akan saham yang underpriced, terutama jika mereka secara terus-menerus mendengar berita baik jika kemakmuran mereka bertambah. Pada kasus ini, asimetri terjadi karena perusahaan telah mengalami bias dan melakukan keputusan yang irasional. 2. Signaling Theory Informasi mengenai perusahaan merupakan sinyal bagi investor, dalam keputusan berinvestasi. Menurut Allen dan Faulhaber dalam Martani, 2003 informasi tersebut memberikan gambaran mengenai prospek perusahaan di masa depan. Informasi tersebut dapat bersifat finansial maupun nonfinansial. Apabila kondisi finansial atau nonfinansial perusahaan dinilai baik oleh investor maka, Universitas Sumatera Utara 16 investor akan meresponya dengan menawarakan harga yang tinggi atas saham perdana di atas harganya pada pasar perdana, sehingga ketika diperjualbelikan di pasar sekunder harganya akan meningkat. Leland dan Pyle dalam Berk dan DeMarzo, 2011 berargumen dalam makalahnya mengenai signaling theory bahwa tanpa adanya transfer informasi, nilai saham akan mengalami performansi buruk. Perusahaan mengetahui jelas kualitas sahamnya, sedangkan investor tidak mampu membedakan kualitas perusahaan yang memiliki kinerja baik ataupun tidak. Karena hal tersebut, pasar saham merepresentasikan kualitas rata-rata dari perusahaan pada saat IPO. Agar informasi dapat ditransfer dan mempengaruhi nilai saham, pengusaha menunjukkan niat untuk menginvestasikan tenaga dan modal pada proyeknya. Peminjam modal lender akan memproyeksikan nilai proyek berdasarkan informasi yang dtransfer melalui sinyal-sinyal yang ada Lelanda dan Pyle dalam Berk dan DeMarzo, 2011. Suatu studi pada tahun 2001 yang berhasil memenangkan Nobel Price melibatkan Akerlof dan Spence berpendapat bahwa keseimbangan pada pasar saham yang melibatkan asimetri informasi dan transfer informasi berbeda dengan pasar saham yang tanpa melibatkan transfer informasi.

2.5 Reputasi Underwriter