81
rencana tata ruang. Namun menurut para informan, dalam hal implementasinya bisa mengalami perubahan sesuai dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
atau disesuaikan dengan tingkat kebutuhan atau urgensinya. Selain hal-hal tersebut, menurut para informan kebijakan ini juga memiliki
hubungan yang saling mendukung dengan kebijakan lainnya, bahkan hampir semua kebijakan. Misalkan saja RPJMD yang mengacu pada APBD, AMDAL
harus sesuai dengan Tata Ruang dan digambarkan dalam RTRW yang tercakup di RDTR Rencana Detail Tata Ruang. Relokasi industri yang dilakukan karena
tidak sesuai dengan lokasinya harus mengacu pada Perda RTRW dan instansi lain juga berpedoman pada RTRW ini. Kebijakan Pemerintah Pusat juga sering sangat
memengaruhi terutama yang bersifat urgen akan menjadi prioritas pembangunan.
4.1.2. Komunikasi dan Koordinasi
Komunikasi merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik dari atas ke bawah maupun sebaliknya. Komunikasi dilakukan untuk menghindari
distorsi implementasi. Sementara itu koordinasi menyangkut persoalan bagaimana praktik pelaksanaan kekuasaan. Koordinasi berarti adanya kerjasama yang saling
terkait dan saling mendukung antar pelaksana kebijakan dalam guna pencapaian tujuan implementasi kebijakan.
Menurut para informan, komunikasi dan pola interaksi Perda ini yang diwadahi oleh BKPRD Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah terwujud
dalam rapat yang diselenggarakan jika ditemukan case dari setiap instansi terkait dan ada peraturan yang perlu dibahas. Tetapi sampai sejauh ini, hampir setiap
Universitas Sumatera Utara
82
minggu diadakan rapat walaupun menurut ketentuan yang telah ditetapkan, seharusnya rapat kinerja dilakukan per triwulan.
Selain SKPD terkait, menurut para informan, BKPRD juga memiliki hubungan kerjasama dengan pihak pemerintah lain bahkan dapat memengaruhi
kebijakan yang telah ditetapkan oleh BKPRD terutama Pemerintah Pusat. Di tingkat daerah provinsi, BKPRD Kota Medan juga memiiki hubungan koordinasi
dengan Pemprovsu ataupun BKPRD Provinsi. Bahkan BKPRD Kota Medan juga menjalin hubungan dengan tingkat kecamatan dan kelurahan, misalkan saja dalam
pembangunan jalan. Gambaran komunikasi dan koordinasi antara BKPRD Kota Medan dengan
tingkat pemerintahan lainnya sama halnya dengan yang di atas, yakni berdasarkan kasus yang muncul dan perlu dibahas, demikian juga dengan keputusan yang
diambil. Adapun alat dan metode sosialisasinya tentu mengacu pada Perda dan pengimplementasiannya. Namun menurut informan, format bakunya belum ada
sehingga dinilai kurang tegas. Sehingga selama ini metode sosialisasi yang dilakukan yakni karena faktor kebiasaan.
4.1.3. Disposisi atau Kecenderungan Pelaksana
Disposisi implementor adalah kecenderungan sikap maupun pemahaman yang dimiliki oleh implementor yang akan mempengaruhi pencapaian tujuan dari
implementasi kebijakan. Tanggapan pemerintah Kota Medan terhadap Perda ini sangat positif apalagi banyak program pemerintah mengacu tata ruang. Menurut
pengalaman mereka pemerintah, bantuan juga tidak akan diberikan baik dari
Universitas Sumatera Utara
83
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah kalau tidak ada tata ruangnya. Kota Medan juga mendapat reward dari Pemerintah Pusat karena termasuk
Pemerintahan Kota yang progresif dalam memperdakan atau mem-follow up UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Setiap instansi dalam melakukan tugas dan fungsi pokoknya yang berhubungan dengan penataan ruang selalu menjadikan Perda RTRW ini sebagai
pedomannya. Walikota Medan juga sudah membuat peraturan yang tertuang dalam SK Walikota Nomor 6401265.K2010 tentang Pembentukan dan
Penetapan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah BKPRD Kota Medan. Dalam Perwalkot tersebut sudah dimuat pembagian kelompok kerja dan
penanggung jawab beserta tugas dan fungsi setiap instansi terkait. Saat mengimplementasikan Perda ini, tidak bisa dipungkiri adanya
kendala-kendala yang harus dihadapi oleh setiap SKPD. Menurut para informan, kendala-kendala yang sering ditemukan adalah keterbatasan lahan di Kota Medan
dan investasi yang dibutuhkan. Mereka juga menambahkan bahwa dalam penataan ruang tidak dapat hanya berpatokan pada RTRW saja karena dianggap
terlalu umum, berbeda dengan saat diimplementasikan. Sebenarnya sudah ada draft mengenai keterangan detail untuk Perda ini
yaitu Rencana Detail Tata Ruang RDTR. Namun, RDTR ini masih dalam tahap pengesahan di Pemerintah Pusat. Sehingga keputusan mengarah kepada kebijakan
yang setara dengan RDTR tetapi produknya tahun 1978. Tentu saja menurut
Universitas Sumatera Utara
84
mereka, ini menjadi kendala utama karena kondisi Kota Medan saat ini sangat jauh berbeda dengan kondisi Medan era 70-an.
Kendala berikutnya yakni dilema yang dirasakan oleh para implementor karena adanya campur tangan dari Pemerintah setingkat provinsi maupun pusat
dalam berbagai hal. Misalkan saja, telah ditentukan di dalam Perda jarak 15 meter dari pinggir sungai tidak ada bangunan. Tetapi karena ada rekomendasi dari
Pemerintah Provinsi sejauh 10 meter, maka para implementor terkadang melanggar isi Perda dan mengikuti rekomendasi dari pemerintah-pemerintah
tersebut. Namun, BKPRD tetap berusaha mengacu pada Perda dan tidak melanggar Perda. BKPRD juga selalu mengingatkan kepada pengembang agar
tetap berwawaskan lingkungan saat melakukan pembangunan. Selain itu, kendala yang sering ditemukan yaitu, peserta rapat BKPRD
dihadiri hanya staff saja. Seharusnya peserta rapat adalah para petinggi yang bertugas mengambil kebijakan di instansi terkait. Sering ditemukan staff yang
hadir belum mendapat pengarahan dari atasannya. Sehingga akan menjadi penghambat setiap implementor dalam bertindak. Sehingga koordinasi antar
bagian harus ditegaskan. Hal ini terkait lagi dengan format baku yang belum ditentukan di Perwal. Seandainya sudah digariskan secara tegas, mungkin
koordinasi bisa berjalan dengan baik.
4.1.4. Sumber Daya