104
ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang dapat berjalan dengan sinkron tanpa mengganggu tugas pokok dan fungsi antar anggota BKPRD.
5.3. Disposisi atau Kecenderungan Pelaksana
Disposisi implementor adalah kecenderungan sikap maupun pemahaman yang dimiliki oleh implementor yang akan memengaruhi pencapaian tujuan dari
implementasi kebijakan. Tanggapan pemerintah Kota Medan terhadap Perda ini sangat positif apalagi banyak program pemerintah mengacu tata ruang. Menurut
pengalaman mereka pemerintah, bantuan juga tidak akan diberikan baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah kalau tidak ada tata ruangnya. Kota
Medan juga mendapat reward dari Pemerintah Pusat karena termasuk Pemerintahan Kota yang progresif dalam memperdakan atau mem-follow up UU
No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Hal ini terbukti dengan dibentuknya Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Medan Tahun 2011-2031 dengan rentang waktu yang tergolong cepat. Setiap instansi dalam melakukan tugas dan fungsi pokoknya yang
berhubungan dengan penataan ruang selalu menjadikan Perda RTRW ini sebagai pedomannya. Walikota Medan juga sudah membuat peraturan yang tertuang
dalam SK Walikota Nomor 6401265.K2010 tentang Pembentukan dan Penetapan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah BKPRD Kota Medan.
Dalam Perwalkot tersebut sudah dimuat pembagian kelompok kerja dan penanggung jawab beserta tugas dan fungsi setiap instansi terkait. Hal ini seperti
yang terdapat dalam data sekunder, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50
Universitas Sumatera Utara
105
Tahun 2009 Tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah dan SK Walikota Nomor 6401265.K2010 tentang Pembentukan dan Penetapan Badan
Koordinasi Penataan Ruang Daerah BKPRD Kota Medan. Dari pemaparan tersebut menunjukkan bahwa para implementor selalu berpedoman pada
ketentuan yang telah ditetapkan dan melakukan penyesuaian terhadap Perda. Saat mengimplementasikan Perda ini, tidak bisa dipungkiri adanya
kendala-kendala yang harus dihadapi oleh setiap SKPD anggota BKPRD. Menurut para informan, kendala-kendala yang sering ditemukan adalah
keterbatasan lahan di Kota Medan dan investasi yang dibutuhkan. Mereka juga menambahkan bahwa dalam penataan ruang tidak dapat hanya berpatokan pada
RTRW saja karena dianggap terlalu umum, berbeda dengan saat diimplementasikan. Hal ini dapat dilihat dari data sekunder Perda RTRW Kota
Medan tersebut yang masih memberikan gambaran secara umum. Dan jika dikaitkan dengan pertambahan jumlah penduduk Kota Medan, secara otomatis
akan meningkatkan jumlah aktivitas masyarakat dan tentu saja akan semakin membutuhkan lahan.
Sebenarnya sudah ada draft mengenai keterangan detail untuk Perda ini yaitu Rencana Detail Tata Ruang RDTR. Namun, RDTR ini masih dalam tahap
pengesahan di Pemerintah Pusat.Sehingga keputusan mengarah kepada kebijakan yang setara dengan RDTR tetapi produknya tahun 1978. Tentu saja menurut
mereka, ini menjadi kendala utama karena kondisi Kota Medan saat ini sangat jauh berbeda dengan kondisi Medan era 70an.
Universitas Sumatera Utara
106
Kendala berikutnya yakni dilema yang dirasakan oleh para implementor BKPRD karena adanya campur tangan dari Pemerintah setingkat provinsi
maupun pusat dalam berbagai hal. Misalkan saja, telah ditentukan di dalam Perda jarak 15 meter dari pinggir sungai tidak ada bangunan. Tetapi karena ada
rekomendasi dari Pemerintah Provinsi sejauh 10 meter, maka para implementor terkadang melanggar isi Perda dan mengikuti rekomendasi dari pemerintah-
pemerintah tersebut. Namun, BKPRD tetap berusaha mengacu pada Perda dan tidak melanggar Perda. BKPRD juga selalu mengingatkan kepada pengembang
agar tetap berwawaskan lingkungan saat melakukan pembangunan. Hal ini menunjukkan komitmen dari para implementor anggota BKPRD untuk tetap
berpatokan pada Perda yang dianggap sebagai acuan yang ideal dan telah disepakati bersama demi kepentingan masyarakat luas.
Selain itu, kendala yang sering ditemukan yaitu, peserta rapat BKPRD dihadiri hanya staff saja. Seharusnya peserta rapat adalah para petinggi yang
bertugas mengambil kebijakan di instansi terkait. Sering ditemukan staff yang hadir belum mendapat pengarahan dari atasannya. Sehingga akan menjadi
penghambat setiap implementor dalam bertindak. Sehingga koordinasi antar bagian harus ditegaskan. Hal ini terkait lagi dengan format baku yang belum
ditentukan di Perwal. Seandainya sudah digariskan secara tegas, mungkin koordinasi bisa berjalan dengan baik. Hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran
yang tinggi oleh para atasan SKPD terhadap pentingnya fungsi rapat BKPRD untuk mengoptimalisasikan koordinasi agar tidak terjadi distorsi.
Universitas Sumatera Utara
107
Kendala yang sering terjadi adalah dikarenakan masyarakat buta akan kebijakan. Sehingga sering secara tidak sadar masyarakat melanggar peraturan
seperti perubahan fungsi bangunan. Hal ini disebabkan perubahan pola aktivitas dan perkembangan dinamika kota sementara disisi lain saat ini Kota Medan belum
memiliki ketentuan dan perizinan mengenai penggunaan bangunan dan perubahan fungsi bangunan yang bersifat sementara. Kondisi ini merupakan kelalaian dari
BKPRD dalam mengoptimalkan peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, serta pengendalian pemanfaatan ruang.
Berdasarkan hasil wawancara secara keseluruhan terhadap variabel disposisi atau sikap pelaksana terhadap Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2011
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan ini yakni belum maksimal. Padahal variabel ini sangat penting dan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan
dan pengendalian kebijakan secara menyeluruh. Karena komitmen yang tinggi dan sikap integritas menjadi variabel terpenting setelah pemahaman mereka
terhadap isi kebijakan.
5.4. Sumber Daya