Tahun 2009 lebih banyak menyerahkan pengaturan lebih lanjut pada Peraturan Menteri Perhubungan sehingga lebih cepat dapat ditangani.
C. Peraturan Penerbangan Tentang Perlindungan Terhadap Penumpang
Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagai pengalaman Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
mewujudkan Wawasan Nusantara serta memantapkan ketahanan nasional, diperlukan sistem transportasi nasional yang memiliki posisi penting dan strategis
dalam pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan. Salah satu bentuk dari tujuan tersebut dapat dilihat dari segi penerbangan.
Penerbangan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 yaitu :
“Penerbangan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pemanfaatan wilayah udara, Bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan,
keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya”.
Pengertian penerbangan adalah padanan dari akta “aviation”, bukan padanan dari perkataan aerial navigation atau aeronautical atau flight atau air
navigation . Sebenarnya secara substantif Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tersebut merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 dengan
menambah perkataan “lingkungan hidup”. Pengertian “Penerbangan” sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik
Universitas Sumatera Utara
Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tersebut merupakan refleksi dari muatan undang- undang yang dijabarkan dalam pasal-pasalnya.
52
Penerbangan yang mempunyai karakteristik dan keunggulan tersendiri, perlu dikembangkan agar mampu meningkatkan pelayanan yang lebih luas, baik
domestik maupun internasional.Pengembangan penerbangan ditata dalam satu kesatuan sistem dengan mengintegrasikan dan mendinamisasikan prasarana dan
sarana penerbangan, metoda, prosedur, dan peraturan sehingga berdaya guna serta berhasil guna.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan diatur mengenai tanggung jawab pihak maskapai penerbangan. Pasal 1 angka 2 UURI
No.1 Tahun 2009 mengatur pengertian tanggung jawab pengangkut air carrier’s liability yaitu :
“Tanggung Jawab Pengangkut adalah kewajiban perusahaan angkutan udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang danatau
pengirim barang serta pihak ketiga. Di dalam konsep Rancangan Undang-Undang Penerbangan tidak terdapat
usulan mengenai pengertian tanggung jawab pengangkut air carrier’s liability demikian pula di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun
1992 juga tidak terdapat pengertian mengenai tanggung jawab pengangkut air carrier’s liability.
Ketentuan tersebut merupakan ketentuan baru yang sebelumnya tidak diusulkan dalam Rancangan Undang-Undang Penerbangan
52
Fokus Media, Undang-Undang Penerbangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009
, Bandung : Fokus Media, 2009.
Universitas Sumatera Utara
maupun tidak terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992, namun demikian dipandang perlu ditambahkan dalam Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009, mengingat di dalam pasal- pasalnya juga mengatur mengenai tanggung jawab pengangkut baik terhadap
penumpang, pengirim barang maupun kepada pihak ketiga yang mengalami kerugian akibat pengoperasian pesawat udara.
Pada era teknologi tinggi penerbangan dewasa ini, keselamatan penerbangan meningkat dengan tajam.Hal ini dibuktikan dengan menurunnya
jumlah korban kecelakaan pesawat udara pada tataran internasional.Korban kecelakaan pesawat udara pada tataran internasional cenderung menurun terus.
Jumlah korban kecelakaan pesawat udara menurun dari 0,05 setiap 100 juta penumpangkm dalam tahun 1989 menurun menjadi 0,03 setiap 100 juta
penumpangkm dalam tahun 1990. Apabila dilihat kurun waktu 30 tahun terakhir penurunan tersebut semakin jelas. Jumlah korban kecelakaan pesawat udara dari
0,69 setiap 100 juta penumpangkm dalam tahun 1961 menjadi 0,18 setiap 100 juta penumpangkm dalam tahun 1970 dan menurun lagi menjadi 0,08 setiap 100
juta penumpangkm dalam tahun 1980 dan terakhir menjadi 0,03 setiap 100 juta penumpangkm dalam tahun 1990.
Bagaimanapun canggihnya teknologi penerbangan, kecelakaan pesawat udara tidak dapat dicegah sama sekali. Usaha manusia adalah hanya mengurangi
atau memperkecil tingkat kecelakaan pesawat udara. Di Indonesia, khususnya
Universitas Sumatera Utara
dalam waktu 10 tahun terakhir ini terdapat tidak kurang 329 kecelakaan accident
53
atau kejadian incident.
54
Dari jumlah kecelakaan dan kejadian tersebut telah merenggut 483 jiwa meninggal dunia dan 85 orang luka berat maupun ringan di samping kerugian atas
pesawat udara. Kerugian pesawat udara maupun korban jiwa tersebut merupakan risiko yang dihadapi oleh perusahaan penerbangan, karena itu perusahaan
penerbangan memerlukan peran asuransi penerbangan sebagai mitra usaha karena lembaga asuransi penerbangan meruapakan lembaga yang dapat membagi beban
risiko yang dihadapi oleh perusahaan penerbangan. Perusahaan penerbangan tumbuh dan berkembang bersama dengan asuransi penerbangan, semakin canggih
teknologi penerbangan maka semakin memerlukan kehadiran asuransi penerbangan.
55
Perusahaan penerbangan dapat menghadapi berbagai risiko sperti pembajakan udara, ledakan nuklir, peledakan bom plastik seperti dialami oleh Pan
Am 103 di Lokerbie tahun 1998, mesin pesawat udara mati ingestion, mesin pesawat udara kemasukan burung bird hazard, serangan teroris, serangan
musuh, penembakan oleh militer seperti dialami oleh KAL 007 dan Iran Air Airus A-300, penyitaan oleh pemerintah, nasionalisasi oleh pemerintah untuk perang,
53
Kecelakaan accident adalah suatu peristiwa yang terjadi di luar dugaan manusia yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat udara yang berlangsung sejak penumpang naik
pesawat udara boarding dengan maksud melakukan penerbangan sampai waktu semua penumpang turun dari pesawat debarkasi.Peristiwa tersebut mengakibatkan orang meninggal
dunia atau luka parah akibat benturan dengan pesawat udara atau kontak langsung dengan bagian pesawat udara atau terkena hampasan langsung mesin jet.
54
Kejadian incident adalah peristiwa yang terjadi selama penerbangan berlangsung yang berhubungan dengan operasi pesawat udara yang dapat membahayakan terhadap keselamatan
penerbangan.
55
Dennis L.Foster, First Class An Introduction to Travel and Tourism Second Edition, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000, hal.123.
Universitas Sumatera Utara
pemakaian pesawat udara terlalu lama aus, kerusakan struktural, kecelakaan pesawat udara pada saat taxying, tinggal landas, senggolan dengan pesawat udara
lain, ditabrak oleh ground power, hubungan arus pendek corsluiting yang menyambar bahan bakar yang mengakibatkan kebakaran pesawat udara.
Di samping risiko tersebut, perusahaaan penerbangan masih menghadapi risiko awak pesawat udara. Awak pesawat udara merupakan asset perusahaan
penerbangan yang sangat mahal, karena awak pesawat udara memerlukan pendidikan yang lama dan biaya yang tinggi.
56
56
Sebagai ilustrasi betapa besarnya biaya untuk mendidik 220 jam terbang seorang pilot tempur sebesar US 1,5 juta dan memerlukan pendidikan tambahan setiap 3 tiga bulan harus
terbang malam, terbang simulator minimal 15 lima belas jam. Biaya terbang berbeda-beda tergantung jenis pesawat udara, sukhoi Rp 500.000.000 per jam terbang, F-16 sekitar Rp
75.000.000 per jam, Hercules C-130 Rp 20.000.000 per jam terbang dan Fokker Rp 10.000.000 per jam terbang, Kompas 10 Juni 2009.
Risiko kehilangan awak pesawat udara akan sangat berpengaruh terhadap produksi perusahaan penerbangan dan
kadang-kadang dirasakan sangat berat dibandingkan dengan kehilangan pesawat udara. Kehilangan pesawat udara dapat segera diganti dengan pesawat udara yang
baru,tetapi penggantian awak pesawat yang mempunyai keterampilan yang sama dengan yang meninggal dunia sangat sulit dicarikan penggantinya. Risiko awak
pesawat tidak hanya dihadapi oleh perusahaan penerbangan, tetapi juga dihadapi oleh awak pesawat itu sendiri beserta keluarganya. Risiko yang dihadapi awak
pesawat tersbut anatara lain kematian, luka, cacat tetap atau sementara, sehingga mereka tidak dapat melakukan tugasnya sebagai awak pesawat udara. Khusus
untuk penerbang mereka menghadapi risiko kehilangan sertifikat kecakapan certificate of competency.
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan penerbangan juga menghadapi risiko tanggung jawab hukum legal liability risk
yang diajukan oleh penumpang dan atau pengirim barang maupun oleh pihak ketiga di permukaan bumi.Pada hakikatnya transportasi udara
adalah perjanjian timbal balik secara lisan maupun tertulis antara perusahaan- perusahaan penerbangan dengan penumpang dan atau pengirim barang.
Perusahaan penerbangan dapat meningkatkan diri untuk mengangkut penumpang dan atau barang, sedangkan penumpang dan atau pengirim barang mengikatkan
diri untuk membayar ongkos transportasi sebagai imbal jasa. Perusahaan penerbangan maupun penumpang dan atau pengirim barang masing-masing
mempunyai hak dan kewajiban.
57
Penumpang dan atau pengirim wajib membayar transpotasi udara yang merupakan hak bagi perusahaan penerbangan dan sebaliknya perusahaan
penerbangan mempunyai kewajiban mengangkut penumpang dan atau barang sampai di tempat tujuan dengan selamat maka perusahaan penerbangan
bertanggung jawab memberi ganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan atau pengirim barang. Perusahaan penerbangan dapat digugat perdata di depan
pengadilan oleh penumpang dan atau pengirim barang. Risiko tanggung jawab hukum perusahaan penerbangan tidak terbatas pada gugatan yang diajukan oleh
pihak ketiga di permukaan bumi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Risiko tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga tidak dapat
diremehkan oleh perusahaan penerbangan karena kemungkinan dapat digugat tidak terbatas unlimited liability.
57
H.K. Martono, Hukum Penerbangan Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Bagian Pertama
, Bandung : Mandar Maju, 2009, hal. 47.
Universitas Sumatera Utara
Mengingat besarnya risiko yang dihadapi oleh perusahaan penerbangan sebagaimana diuraikan di atas, asuransi penerbangan mempunyai peran yang
sangat penting sebagai mitra usaha untuk meringankan beban risiko yang dihadapi oleh perusahaan penerbangan. Asuransi penerbangan sebagai lembaga yang
membagi beban risiko dapat memperhitungkan risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan penerbangan dan membagi risiko tersebut dengan perusahaan asuransi
lainnya re-insurance. Secara historis, asuransi penerbangan diperkirakan mulai berkembang
pada saat berakhirnya perang dunia pertama. Dalam kenyataannya asuransi penerbangan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan cabang asuransi
lainnya. Pada awalnya asuransi penerbangan ditawarkan oleh The White Cross Insurance Agency WCIA
dalam tahun 1910, tetapi pada saat itu belum ada bukti adanya kontrak asuransi. Transaksi asuransi di Inggris berkisar pada tahun 1914-
1918. Yang benar-benar sebagai perintis asuransi penerbangan adalah Capt. Lamplough yang mulai menulis asuransi penebangan atas nama kelompok Union
of Canton di mana WCIA tergabung. Dalam tahun 1931 didirikan British Aviation
Insurance Company yang kemudian membuat cabang yang melayani berbagai
transaksi dalam perusahaan penerbangan dan cabang berikutnya didirikan dalam tahun 1935 dengan nama Aviation andGeneral Insurance Companyyang menjadi
kelompok British Aviation Insurance Company.
58
Di Indonesia belum ditemukan dengan pasti kapan asuransi penerbangan berkembang, namun demikian diperkirakan berkembang seiring dengan
58
Ibid, hal.47.
Universitas Sumatera Utara
perkembangan penerbangan di Indonesia.PT.Garuda Indonesian Airways telah melaksanakan asuransi penerbangan yang diikuti oleh perusahaan penerbangan
lainnya.Hampir semua perusahaan penerbangan di Indonesia juga telah menutup asuransi pesawat udara maupun awak pesawat udara.Penutupan asuransi
dilakukan oleh perusahaan asuransi dalam negeri maupun asuransi asing, namun demikian pada saat itu perusahaan penerbangan yang tidak bergerak di
penyediaan jasa transportasi udara tetapi mempunyai pesawat udara sendiri belum seluruhnya mengasuransikan pesawat udara miliknya.
Secara yuridis asuransi penerbangan pertama kali diatur dalam Undang- Undang Nomor 33 Tahun 1964
59
, disusul dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965
60
Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1964 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965. Di dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 diatur jumlah iuran wajib, cara pembayarannya, bukti pembayaran, larangan menjual tiket pesawat udara tanpa
. Menurut Pasal 3 ayat 1 hruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1964 setiap
penumpang yang sah dari pesawat udara perusahaan penerbangan nasional wajib membayar iuran wajib melalui perusahaan penerbangan yang bersangkutan untuk
menutup kerugian akibat kecelakaan selama penerbangan berlangsung. Iuran wajib tersebut akan digunakan untuk memberi santunan apabila terjadi kerugian
yang menyebabkan kematian atau cacat akibat kecelakaan pesawat udara.
59
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 1964
60
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 tentang Pelaksaan Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1965,
Tambahan Lembaran Negara
Universitas Sumatera Utara
disertai pembayaran iuran wajib dana kecelakaan, kewajiban menunjukkan kupon bukti pembayaran iuran wajib, pemanfaatan dana sebelum digunakan untuk
membayar santunan, jenis kecelakaan yang harus memperoleh santunan, jenis kecelakaan yang tidak memperoleh santunan atau biaya perawatan, jumlah
santunan yang berhak menerima santunan, larangan dan ketentuan sanksi pidana, dan lain-lain.
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 tidak hanya berlaku terhadap transportasi udara, tetapi juga berlaku terhadap kendaraan umum baik darat,
kereta api maupun kapal laut. Kendaraaan umum yang dimaksudkan adalah perusahaan milik negara sesuai dengan ketentuan Pasal 8 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 1964 yuncto Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965, namun demikian dalam pelaksanannya sehari-hari
asuransi wajib dana kecelakaan penumpang juga berlaku terhadap kendaraan umum yang dikuasai oleh pemerintah baik darat, kereta api, laut maupun udara
dan yang dikuasai oleh swasta. Dalam perkembangannya, asuransi penerbangan juga diatur dalam
konvensi internasional maupun hukum nasional lainnya. Hukum nasional yang mengatur asuransi penerbangan adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992
61
, disusul Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995
62
61
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, Lembaran Negara Nomor 53 Tahun 1992, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3481.
, yang diperbaiki dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001. Asuransi penerbangan diatur dalam
Pasal 30, 43, 44, 47 dan 48. Menurut Pasal 30 penyelenggara bandar udara bertanggung jawab atas keamanan, keselamatan dan kelancaran pelayanan
62
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara.
Universitas Sumatera Utara
penumpang dan tanggung jawab tersebut harus diasuransikan. Dalam Pasal 43 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 1992 dikatakan bahwa
perusahaan penerbangan bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan atau pengirim barang sehingga tanggung jawab itu harus
diasuransikan. Dalam Pasal 44 disebutkan bahwa setiap operator yang mengoperasikan
pesawat udara harus bertanggung jawab terhadap pihak ketiga yang tidak tahun- menahu penggunaan pesawat udara tetapi mengalami kerugian akibat penggunaan
pesawat udara. Pasal 47 mewajibkan setiap orang atau badan hukum yang mengoperasikan pesawat udara, mengasuransikan tanggung jawab penumpang,
barang dan pihak ketiga, sedangkan Pasal 48 mengatur kewajiban operator untuk mengasuransikan awak pesawat udara yang dipekerjakan.
Pihak penerbangan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap penumpang.Hal ini dapat dilihat dari beberapa pasal lain yang terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009. Menurut Pasal 141 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009, pengangkut bertanggung jawab atas
kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap misalnya kehilangan atau menyebabkan tidak berfungsinya salah satua anggota badan yang mempengaruhi
aktivitas secara normal seperti hilangnya tangan, kaki, atau mata. Termasuk dalam pengertian cacat tetap adalah cacat mental sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan di bidang usaha perasuransian atau luka-luka yang diakibatkan kejadian yang semata-mata ada hubungannya dengan angkutan udara
di dalam pesawat danatau naik turun pesawat udara. Apalagi kerugian tersebut
Universitas Sumatera Utara
timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan
tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya. Ahli waris atau korban sebagai akibat kejadian
angkutan udara dapat melakukan penuntutan ke pengadilan untuk mendapatkan ganti rugi tambahan selain ganti rugi yang telah ditetapkan.
Menurut Pasal 142 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009, pengangkut tidak bertanggung jawab dan dapat menolak untuk menyangkut
calon penumpang yang sakit, kecuali orang sakit tersebut menyerahkan surat keterangan dokter kepada pengangkut yang menyatakan bahwa orang tersebut
diizinkan atau dapat diangkut dengan pesawat udara, namun demikian penumpang yang sakit tersebut tetap wajib didampingi oleh seorang dokter atau perawat
tersebut tetap wajib didampingi oleh seorang dokter atau perawat yang bertanggungjawab dan dapat membantunya selama penerbangan berlangsung.
Dalam rancangan akademi undang-undang academic draft tentang tanggung jawab hukum perusahaan penerbangan terhadap pihak ketiga, secara
tegas kewajiban mengasuransikan tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga, bahkan operator juga harus mengasuransikan pesawat udara, penumpang dan atau
barang-barang kiriman, kehilangan sertifikat kelaikan udara serta biaya investigasi kecelakaan pesawat udara secara single combine insurance sebesar US
500,000,000.00 lima ratus juta dolar.
63
63
Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Jakarta : Visi Media, 2008, hal. 82.
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana disebutkan di muka bahwa di samping hukum nasional, konvensi internasional juga mengatur asuransi tanggung jawab hukum terhadap
pihak ketiga sebagaimana diatur dalam Konvensi Roma 1952.
64
Dalam Konvensi Roma 1952 dikatakan bahwa setiap negara anggota dapat mengharuskan pesawat
udara asing untuk mengasuransikan tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga di permukaan bumi.
65
Peran asuransi penerbangan semakin besar dirasakan oleh perusahaan penerbangan dengan banyaknya kecelakaan pesawat udara di
Indonesia.Banyaknya kecelakaan pesawat udara tersebut jelas seperti diuraikan di muka. Pada saat perusahaan penerbangan sedang mengalami kecelakaan, asuransi
penerbangan dengan cepat mengadakan evaluasi kerugian yang harus dibayar oleh perusahaan asuransi. Dalam kasus kecelakaan Garuda 421 yang pernah terjadi di
Desa Serenan, Kecamatan Juwiring, Kabupaten Klaten tanggal 16 Januari 2002, asuransi telah menyediakan dana sebesar Rp 10 miliar sebagai biaya evakuasi
Bagi negara-negara yang tidak meratifikasi Konvensi Roma 1952 umumnya secara sepihak unilateral action menerapkan hukum nasional
masing-masing yang mengharuskan perusahaan penerbangan asing untuk mengasuransikan tanggung jawabnya. Di Amerika Serikat, asuransi merupakan
salah satu syarat untuk dapat terbang dari atau ke Amerika Serikat.
64
Convention for Damage Caused by Foreign Aircraft to the Third Parties on the Surface, signed at Rome on 7 October 1952.
65
Pasal 15 Ayat 1 Konvensi Roma 1952 berbunyi : “Any Contracting State may require that the operator of an aircraft registered in another Contracting State shall be insured in
respect of his liability for damage sustained in its territory for which a right to compensation exists in Article 1 by means on insurance up to the limits applicable according to the provision of
Article 11.”
Universitas Sumatera Utara
penumpang, barang, pesawat udara serta pencemaran lingkungan sebagai akibat pendaratan darurat tersebut. Kerusakan mesin pesawat udara Airbus A-300-B4 di
landasan pacu yang pernah dialami oleh Garuda Indonesia menelan biaya sebesar US 4,065,077.00 empat juta enam puluh lima ribu tujuh puluh tujuh dollar,
sedangkan kerusakan landing gear Fokker-28-MK 4000 milik Garuda Indonesia yang pernah terjadi di Pekan Baru menelan biaya sebesar US 5,850,000.00 lima
juta delapan ratus lima puluh ribu dollar. Risiko tidak hanya dialami oleh Garuda Indonesia, Merpati Nusantara
Airlines juga mengalami risiko kerusakan pesawat udara. Kerugian kecelakaan pesawat udara Fokker 28 nomor penerbangan MZ724 yang pernah terjadi di
Sorong sebesar US 4,500,000.00 empat setengah juta dollar tanpa memperhitungkan jumlah ganti rugi terhadap sebanyak 42 orang meninggal
dunia, sedangkan kecelakaan mesin pesawat Lufthansa yang pernah terjadi di Bali sebesar DM 2,000,000.00 dua juta uang Jerman. Risiko yang dihadapi oleh
perusahaan penerbangan sangar berat apabila tidak diasuransikan kepada perusahaan asuransi. Sebagai mitra kerja perusahaan penerbangan, perusahaan
asuransi dapat menawarkan berbagai jenis asuransi penerbangan yang dapat ditawarkan misalnya all risk hull insurance, war risk hull insurance, all risk
property insurance, hull insurance, spares and war risk insurance, loss of use insurance, total loss insurance, actual total loss insurance, passengers liability
insurance, third party legal liability insurance, product legal liability insurance, aircrew insurance, loss of license, personnel insurance, aiport operator liability
insurance, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
D. Hak dan Kewajiban Pihak Travel Dalam Penjualan Tiket Penumpang