dan emosi secara tidak langsung. Sugesti ini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit tersirat.
II.3.5. Deskripsi Historis Komunikasi Nonverbal
48
Kajian pertama mengenai komunikasi nonverbal ditemukan pada zaman Aristoteles sekitar 400 sampai 600 tahun sebelum Masehi. Namun studi ilmiahnya
yang berkaitan dengan retorika baru dilakukan pada zaman Yunani dan Romawi Kuno.
Karya Cicero Pronountiatio atau cara berpidato mungkin yang pertama kali memperlakukan komunikasi nonverbal secara sistematis. Bagaimanapun juga,
karyanya telah dibatasi untuk menggunakan suara dan gerakan-gerakan ragawi dalam konteks public speaking. Dari hasil karaya Cicero ini, kemudian orang lain
mengkaji pengaruh bahasa nonverbal terhadap komunikasi dalam hampir keseluruhan situasi public speaking.
Dalam tahun 1775, Joshua Steele memusatkan kajiannya mengenai komunikasi nonverbal pada suara sebagai satu instrumen atau pada suatu konsep
yang disebut Prosody. Konsep dari Steele ini menjelaskan bahwa bahasa dalam drama atau puisi data “dibaca” hampir seperti notasi musik. Kemudian pada tahun
1806, Gilbert Austin mengkonsentrasikan kajiannya pada gerakan-gerakan badan yang dihubungkan dengan bahasa. Pendekatan ini menghasilkan sebuah sistem
yang disebut dengan elocutionary system dimana isyarat-isyarat yang “pantas” dipelajari dan digunakan dalam pertunjukan drama. Elocutionary system adalah
seni deklamasi atau keahlian membacamengucapkan kalimat dengan logat dan lagu yang baik dimuka umum.
48
Sasa, Ibid, hal. 6.21.
Universitas Sumatera Utara
Kajian yang lebih kompleks tentang komunikasi nonverbal dikembangkan oleh Francois Delsarte. Ia menggabungkan suara dan gerakan-geraan badan
sekaligus. Dalam kajiannya tersebut, ia berusaha meyakinkan bahwa pesan-pesan atau komunikasi nonverbal merupakan “agents of the hearts” .
II.3.4. Teori-teori Komunikasi Nonverbal
49
Beberapa Pendekatan dalam Teori Komunikasi Nonverbal. 1.
Pendekatan Etologi Ethological Approach Menurut Darwin, komunikasi nonverbal dari makhluk hidup yang berbeda
sebenarnya adalah sama. Orang-orang yang mendukung pandangan Darwin, seperti Morris, Ekman dan Friesen percaya bahwa ekspresi nonverbal pada
budaya manapun esensinya sama, karena komunikasi nonverbal tidak dipelajari, ia adalah bagian alami dari keberadaan manusia, misalnya senyuman dan ekspresi
wajah yang dapat ditemukan pada kultur manapun juga.
Teori Struktur Kumulatif
Dalam teorinya ini, Ekman dan Friesen memfokuskan analisisnya pada makna yang diasosiasikan dengan kinesic, teori mereka disebut
“cumulative structure” atau “meaning centered” karena lebih banyak membahas mengenai makna yang berkaitan dengan gerak tubuh dan
ekspresi wajah ketimbang struktur prilaku, Mereka beranggapan bahwa seluruh komunikasi nonverbal merefleksikan dua hal : apakah suatu
tindakan yang disengaja dan apakah tindakan harus menyertai pesan verbal. Hal ini dapat dicontohkan pada kasus ketika seseorang yang sedang
menceritakan sesuatu dan gerak tangannya yang menunjukkan tinggi serta
49
Ibid, hal. 6.26 – 6.33.
Universitas Sumatera Utara
ekspresi wajah yang gembira. Gerak tangan yang menunjukkan tinggi ini tidak akan memiliki arti tanpa disertai ungkapan verbal, jadi tindakan ini
disengaja dan memiliki makna tertentu. Lain halnya dengan ekspresi wajah yang gembira, yang dapat berdiri sendiri dan dapat diartikan tanpa
bantuan pesan verbal. Meskipun demikian, kedua tindakan tersebut telah menambahkan kepada makna yang berkaitan dengan interaksi antara
kedua orang tersebut, dan ini oleh Ekman dan Friesen disebut sebagai “expressive behaviour”.
Selanjutnya Ekman dan Friesen mengidentifikasi lima kategori dari expressive behaviour yaitu emblem, illustrator, regulator, adaptor dan
emosi penggambaran perasaan, dimana masing-masing memberikan kedalaman pada makna yang berkaitan dengan situasi komunikasi.
Emblem adalah gerakan tubuh atau ekspresi wajah yang memiliki nilai sama dengan pesan verbal, yang disengaja, dan dapat berdiri sendiri tanpa
bantuan pesan verbal. Contohnya adalah setuju, pujian, atau ucapan selamat jalan yang dapat digantikan dengan lambaian tanagan, anggukan
kepala, atau acungan jempol. Ilustrator adalah gerakan tubuh atau ekspresi wajah yang
mendukung dan melengkapi pesan verbal. Misalnya raut muka yang serius ketika memberikan penjelasan untuk menunjukkan bahwa yang
dibicarakan adalah persoalan yang serius atau gerakan tangan yang menggambarkan sesuatu yang sedang dibicarakan. Sementara itu,
regulator adalah tindakan yang disengaja yang biasanya digunakan dalam percakapan, misalnya mengenai giliran berbicara. Bentuk-bentuk lain dari
Universitas Sumatera Utara
regulator dalam percakapan misalnya senyuman, anggukan kepala, tangan yang menunjuk, mengangkat alis, orientasi tubuh, dan sebagainya, yang
kesemuanya berperan dalam mengatur arus informasi dalam suatu situasi percakapan.
Adaptor yaitu tindakan yang disengaja, yang digunakan untuk menyesuaikan tubuh dan menciptakan keamanan bagi tubuh dan emosi.
Terdapat dua sub kategori dari adaptor yaitu: self seperti menggaruk kepala, menyentuh dagu atau hidung, dan object menggigit pensil,
memainkan kunci. Perilaku ini biasanya dipandang sebgai refleksi kecemasan atau prilaku negatif. Kategori kelima adalah penggambaran
emosi atau affect display yang dapat disengaja ataupun tidak, dapat menyertai pesan verbal maupun berdiri sendiri. Menurut Ekman dan
Friesen, terdapat tujuh bentuk affect display yang pengungkapannya cukup universal, yaitu: marah, menghina, malu, takut, gembira, sedih dan terkejut.
Mereka mengemukakan pula bahwa affect display yang berbeda dapat diungkapkan secara bersamaan, dan bentuk seperti ini disebut affect blend.
Teori Tindakan Action Theory
Morris juga mengemukakan suatu pandangan mengenai kinesic yang lebih didasarkan pada tindakan. Dia mengasumsikan bahwa prilaku
tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan terbagi kedalam suatu rangkaian panjang peristiwa yang terpisah-pisah. Menurutnya terdapat
lima kategori yang berbeda dalam tindakannya itu: pembawaan inborn, ditemukan discovered, diserap absorbed, dilatih trained, dan
campuran mixed. Inborn merupakan instink yang dimiliki sejak lahir,
Universitas Sumatera Utara
seperti prilaku menyusu. Discovered diperoleh secara sadar dan terbatas pada struktur genetik tubuh, seperti menyilangkan kaki. Absorbed
diperoleh secara tidak sadar melalui interaksi dengan orang lain biasanya teman, seperti meniru ekspresi atau gerakan seseorang. Trained diperoleh
dengan belajar, seperti berjalan, mengetik dan sebagainya. Sedangkan mixed actions diperoleh melalui berbagai macam cara yang mencakup
keempat hal diatas. 2.
Pendekatan Antropologi Anthropological Approach Pendekatan antropologis menganggap komunikasi nonverbal terpengaruh
oleh kultur atau masyarakat, dan pendekatan ini diwakili oleh dua teori yang dikemukakan oleh Birdwhistell dan Edward T. Hall.
Analogi linguistik
Dalam teorinya ini Birdwhistell mengasumsikan bahwa komunikasi nonverbal memiliki struktur yang sama dengan komunikasi verbal. Bahasa
distrukturkan atas bunyi dan kombinasi bunyi yang membentuk apa yang kita sebut kata. Kombinasi kata dalam suatu konteks akan membentuk
kalimat, dan berikutnya kombinasi kalimat akan membentuk paragraf. Birdwhistell mengemukakan bahwa hal yang sama terjadi dalam konteks
nonverbal, yaitu terdapat bunyi nonverbal yang disebut allokines satuan gerakan tubuh terkecil yang sering kali tidak dapat dideteksi. Kombinasi
allokines akan membentuk kines dalam suatu bentuk yang serupa dengan bahasa verbal, yang dalam teori ini disebut sebagai analogi linguistik.
Teori ini mendasarkan penjelasannya pada enam asumsi sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1 Terdapat tingkat saling ketergantungan yang tinggi antara kelima
indera manusia, yang bersama-sama dengan ungkapan verbal akan membentuk “infracommunicational system”
2 Komunikasi kinesik berbeda antarkultur dan bahkan antar
mikrokultur. 3
Tidak ada simbol bahasa tubuh yang universal. 4
Prinsip-prinsip pengulangan redundancy tidak terdapat pada prilaku kinesik.
5 Prilaku kinesik lebih primitif dan kurang terkendali dibanding
komunikasi verbal. 6
Kita harus membandingkan tanda-tanda nonverbal secara berulang- ulang sebelum kita dapat memberikan interpretasi yang akurat.
Keenam prinsip yang mendasari analogi linguistik ini pada dasarnya menyatakan bahwa kelima indera kita berinteraksi atau bekerja
sama untuk menciptakan persepsi dan dalam setiap situasi, satu atau lebih indera kita akan mendominasi indera lainnya. Menurut Birdwhistell,
prilaku kinesik bersifat unik bagi setiap kultur atau subkultur di mana individu berada. Oleh karenanya, kultur harus diperhitungkan dalam studi
tentang komunikasi nonverbal. Prinsip ketiga menegaskan kembali bahwa prilaku nonverbal lebih
banyak diperoleh sebagai hasil belajar daripada faktor genetik yang diturunkan antara generasi. Dia juga menganggap bahwa komunikasi
nonverbal lebih bersifat melengkapi komunikasi verbal daripada mengulang atau menggantikannya, yaitu keduanya bekerja secara
Universitas Sumatera Utara
bersama-sama dalam menghasilkan makna. Dan akhirnya, karena komunikasi nonverbal tidak selalu dilakukan secara sadar dan lebih
bersifat primitif, kita cenderung untuk melupakan apa yang kita katakan secara nonverbal.
Selanjutnya Birdwhistell menjelaskan bahwa fenomena parakinesik yaitu kombinasi gerakan yang dihubungkan dengan komunikasi verbal
dapat dipelajari melalui struktur gerakan. Struktur ini mencakup tiga faktor yaitu: intensitas dari tegangan yang tampak dari otot, durasi dari gerakan
yang tampak dan luasnya gerakan. Dari faktor-faktor ini kita dapat menganalisis berbagai klasifikasi gerakanprilaku yang meliputi allokine,
kine, kineme pengelompokkan kine yang artinya menyerupai suatu “kata” dalam bahasa, dan kinemorpheme yang menyerupai kalimat dalam
konteks bahasa. Jadi kita dapat menganalisis komunikasi nonverbal seperti jika kita melakukannya pada komunikasi verbal, namun kita
mengganti unit analisisnya dari “bunyi dan kata” menjadi “gerak dan gerakan”.
Analogi Kultural
Analogi Kultural yang dikemukakan oleh Edward T.Hall membahas komunikasi nonverbal dari aspek proksemik dan kronemik. Teori Hall
mengenai proksemik mengacu kepada penggunaan ruang sebagai ekspresi spesifik dari kultur. Teori Hall mencakup batasan-batasan mengenai ruang
yang disebutnya sebagai lingkungan artifactual, teritorial, dan personal. Lebih lanjut, Hall mengemukakan adanya tiga jenis ruang masing-masing
dengan norma dan ekspektasi yang berbeda yaitu: informal space, ruang
Universitas Sumatera Utara
terdekat yang mengitari kita personal space; fixed-feature space, yaitu benda dilingkungan kita yang relatif sulit bergerak atau dipindahkan
seperti rumah, tembok dan sebagainya; dan semifixed-feature space, yaitu barang-barang yang dapat dipindahkan yang berada dalam fixed-feature
space. Salah satu aspek terpenting dari teori Hall adalah kajiannya
mengenai preferensi dalam personal space. Menurutnya preferensi ruang seseorang ditentukan oleh delapan faktor yang saling terkait yang
ditemukan dalam tiap kultur. Yang pertama adalah jenis kelamin dan posisi dari orang yang saling berinteraksi, yaitu laki-laki dan perempuan,
dan apakah mereka duduk, berdiri, dan sebagainya. Kedua, sudut pandangan atau angle yang terbentuk oleh bahu, dada punggung dari
orang yang berkomunikasi faktor sociofugal-sociopetal axis. Ketiga, posisi badan ketika berkomunikasi yang berada dalam jarak sentuhan
faktor kinesthetic. Keempat, sentuhan dan jenis sentuhan faktor zero- proxemic. Kelima, frekuensi dan cara-cara kontak mata faktor visual
code. Keenam, persepsi tentang panas tubuh yang dapat dirasakan ketika berinteraksi faktor thermal code. Ketujuh, odor atau bau yang tercium
ketika berinteraksi faktor olfactory code. Delapan, kerasnya atau volume suara dalam berinteraksi faktor voice loudness.
Dalam analisisnya mengenai waktu atau chronemics sebagai salah satu tanda nonverbal, Hall mengemukakan bahwa norma-norma waktu
ditemukan dalam berbagai kultur dalam bentuk yang berbeda-beda. Waktu memiliki apa yang disebut dengan formal time, informal time, dan
Universitas Sumatera Utara
technical time. Formal time mencakup susunan dan siklus, memiliki nilai, memiliki durasi dan kedalaman. Informal time biasanya didefinisikan
secara lebih longgar dalam kultur, dan bekerja pada tataran psikologis atau sosiologis, serta diungkapkan melalui individu atau kelompok.
Penggunaanya dapat berupa ungkapan ‘sebentar lagi’, ‘nanti’, atau ‘sekarang’. Sedangkan technical time menggambarkan penggunaan waktu
secara lebih spesifik, seperti ‘kilometer per jam’, ‘tahun matahari’, atau ‘meter per detik’.
3. Pendekatan Fungsional Functional Approach
Pendekatan fungsional memandang komunikasi nonverbal sebagai bertujuan dan dibatasi oleh suatu kerangka waktu tertentu. Ini berbeda dari
pendekatan ethologis dimana komunikasi nonverbal dipandang sebagai suatu proses evolusi yang berkesinambungan dari spesies yang lebih rendah sampai
kepada manusia. Ini juga berbeda dari pendekatan antropologis dimana fungsi tertentu dapat terjadi dalam setiap kultur.
Dalam teori fungsional, norma-norma kultural dianggap sebagai sesuatu yang telah ada given dan diperhitungkan dalam kerangka waktu sebagai ‘variasi
kultural’. Persoalan yang muncul dengan pendekatan fungsional adalah bahwa teori-teorinya mengemukakan sejumlah fungsi berbeda, beberapa diantaranya
menunjukkan kesamaan sementara sejumlah lainnya berbeda.
Teori Metaforis dari Mehrabian
Teori Mehrabian menempatkan prilaku nonverbal kedalam pengelompokkan fungsi. Dia memandang komunikasi nonverbal berada
diantara tiga kontinum, yaitu: dominant-submisif, menyenangkan-tidak
Universitas Sumatera Utara
menyenangkan, dan menggairahkan-tidak menggairahkan. Perilaku nonverbal dapat ditempatkan pada setiap kontinum dan dianalisis melalui
tiga metafora yang berkaitan dengan kekuasaan-status, kesukaan, dan tingkat responsif. Metafora kekuasaan-status mencerminkan tingkatan
dimana prilaku nonverbal mengkomunikasikan dominasi atau submisi. Metafora kesukaan didasarkan pada kontinum menyenangkan-tidak
menyenangkan, sedangkan metafora responsif didasarkan pada kontinum menggairahkan-tidak menggairahkan. Hampir setiap pesan nonverbal
dapat dianalisis oleh setiap fungsinya dan diinterpretasikan dari satu atau kombinasi fungsi-fungsi tersebut. Misalnya senyuman dapat
mengindikasikan adanya kesenangan, kegairahan dan kesukaan. Teori Mehrabian dapat diterapkan pada semua komunikasi nonverbal, meskipun
paling sesuai untuk diterapkan pada penandaan kinesik, paralanguage, sentuhan, dan jarakruang.
Teori Equilibrium
Michael Argyle dan Lanet Dean mengemukakan suatu teori komunikasi nonverbal yang didasarkan pada suatu metafora keintiman-equilibrium.
Mereka mengemukakan bahwa seluruh interaksi dibatasi dalam konflik antara kekuatan-kekuatan penarik dan penolak. Kekuatan yang menarik
dan mendorong satu orang dengan orang lainnya cenderung untuk menyeimbangkan suatu hubungan. Kekuatan tersebut dijumpai dalam
prilaku nonverbal yang berkaitan dengan pendekatan jarak yang lebih dekat, kontak mata yang lebih banyak, sentuhan dan gerakan tubuh yang
lebih sering, dan penghindaran jarak yang lebih jauh, kurangnya kontak
Universitas Sumatera Utara
mata, dan jarangnya sentuhan dan gerakan tubuh. Lebih lanjut Argyle dan Dean mengemukakan bahwa ketika kita berinteraksi kita mengalami atau
menggunakan seluruh saluran komunikasi yang ada dan suatu perubahan dalam satu saluran nonverbal akan menghasilkan perubahan pada saluran
lainnya sebagai kompensasi.
Teori Fungsional dari Patterson
Patterson mengemukakan bahwa komunikasi nonverbal memilik lima fungsi yaitu: memberikan informasi, mengekspresikan keintiman,
mengatur interaksi, melaksanakan kontrol sosial, dan membantu pencapaian tujuan. Memberikan informasi antara lain membiarkan
seseorang mengerti tentang perasaan kita. Mengekspresikan keintiman dapat dilakukan melalui sentuhan. Pengaturan interaksi antara lain
mengatur giliran berbicara dalam percakapan. Melaksanakan kontrol sosial digunakan ketika kita mengekspresikan pandangan. Membantu
pencapaian tujuan biasanya bersifat impersonal, misalnya sentuhan yang terjadi ketika seorang penata rambut sedang menata rambut kita.
Teori Fungsional Komunikatif
Teori yang dikemukakan oleh Burgoon ini memfokuskan kepada ‘kegunaan, motif, atau hasil dari komunikasi’. Teori ini menjelaskan peran
yang dimiliki komunikasi nonverbal terhadap hasil komunikasi seperti persuasi dan desepsi pengelabuan. Dengan demikian teori ini telah
mengalihkan perhatian dari suatu pemahaman mengenai bagaimana cara kerja komunikasi nonverbal, kepada apa yang dilakukan komunikasi
nonverbal. Burgoon mengemukakan sedikitnya terdapat sembilan fungsi
Universitas Sumatera Utara
dari komunikasi emosional sampai pemrosesan informasi dan pemahaman. Teori ini memandang suatu inisiatif untuk berinteraksi sebagai sifat
multifungsional dan sebagai suatu bagian penting dari proses komunikasi. Jadi, fokusnya bukan sekedar pada apa yang ditampilkan oleh prilaku
nonverbal tetapi juga pada hubungan antara prilaku tersebut dengan tujuan-tujuan yang ada dibaliknya.
II.4. Komunikasi Fatis