Pengaruh Karakteristik Habitat Ruang Terbuka Hijau terhadap Keanekaragaman Kupu-Kupu (Studi Kasus di Kebun Raya Bogor)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH). Di sisi lain, RTH memberikan manfaat baik secara ekologi, sosial, ekonomi, maupun estetis. Secara ekologi, RTH berperan penting dalam meningkatkan kualitas lingkungan dengan menyediakan habitat bagi flora dan fauna, mereduksi polusi, menyimpan cadangan air tanah, serta mencegah erosi dan longsor. Fungsi RTH sebagai sarana pelestarian flora dan fauna didukung dengan terdapatnya berbagai jenis tumbuhan yang berfungsi sebagai sumber pakan atau tempat berlindung bagi satwa.
Kota Bogor merupakan salah satu kota dalam lingkup pengembangan wilayah Jabodetabek dan berfungsi sebagai penyangga bagi Jakarta. Perkembangan pola tata hijau di Kota Bogor berlandaskan konsepsi dasar “Kota dalam Taman”, menetapkan Kebun Raya Bogor (KRB) sebagai taman induk dan kantung hijau yang dikelilingi oleh taman-taman lain di sekitarnya yang dihubungkan oleh jalur-jalur hijau, hal ini didasarkan pada Peraturan Daerah No.8 Tahun 2011 yang dijabarkan dalam Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota Bogor.KRB merupakan salah satu jenis RTH dan merupakan kawasan konservasi
ex-situ yang terdapat di Kota Bogor yang didalamnya terdapat berbagai spesies tumbuhan berupa ground cover hingga pohon yang merupakan tanaman asli Indonesia maupun tanaman introduksi.
Kupu-kupu merupakan jenis serangga yang memiliki nilai ekologis dan juga estetis. Kupu-kupu memiliki hubungan timbal balik dengan satwa lain dan juga dengan vegetasi. Hubungan kupu-kupu dengan satwa lain meliputi satwa pemangsa, pesaing, dan satwa yang diuntungkan oleh keberadaan kupu-kupu. Hubungan kupu-kupu dengan vegetasi meliputi fungsi vegetasi sebagai sumber pakan dan tempat berlindung kupu-kupu, di sisi lain vegetasi tergantung dengan kupu-kupu untuk melakukan proses penyerbukan. Selain itu, kupu-kupu juga membutuhkan kondisi lingkungan yang baik untuk mendukung kehidupannya
(2)
yaitu dengan terdapatnya sumber air, cahaya matahari serta kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai. Berdasarkan hubungan antara kebutuhan kupu-kupu dengan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jenis kupu-kupu maka menandakan semakin baik kualitas lingkungan tersebut karena kupu-kupu berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem sehingga dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas lingkungan (Suhara 2009).
Kehadiran KRB di tengah-tengah Kota Bogor selain berfungsi sebagai sarana rekreasi dan penelitian juga memiliki fungsi ekologis sebagai habitat tumbuhan dan satwa. Kehadiran satwa liar, salah satunya kupu-kupu di KRB merupakan suatu hal yang menarik sehingga menambah keindahan dan dapat juga dijadikan sebagai sarana pendidikan konservasi secara langsung kepada masyarakat perkotaan.
Penurunan kualitas lingkungan mengakibatkan penurunan keanekaragaman hayati di perkotaan karena menyebabkan berkurangnya habitat satwa. Salah satu keanekaragaman hayati yang terpengaruh adalah keanekaragaman kupu-kupu. Kerusakan pada RTH yang merupakan habitat dari kupu-kupu akan menyebabkan gangguan pada populasi dan keanekaragaman kupu-kupu karena menyebabkan hilangnya populasi hewan lain, terjadinya fragmentasi habitat, serta terputusnya hubungan antar habitat. Penurunan kualitas habitat tersebut mempengaruhi ketersediaan tanaman inang, tanaman pelindung, dan tanaman pakan yang diperlukan oleh kupu-kupu, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai potensi kawasan RTH yang dilakukan di KRB sebagai taman inti/taman induk dan letaknya yang strategis di pusat Kota Bogor. Dengan mengamati keanekaragaman kupu-kupu pada daerah tersebut dapat diketahui faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keanekaragaman kupu-kupu. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar acuan manajemen habitat yang baik pada kawasan KRB maupun RTH lain di luar kawasan KRB karena dengan manajemen yang baik akan berpengaruh positif terhadap spesies tumbuhan dan populasi kupu-kupu.
(3)
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pengaruh faktor-faktor lingkungan yang membentuk suatu karakter habitat terhadap keanekaragaman kupu-kupu.
2. Mengkaji potensi keanekaragaman jenis kupu-kupu di KRB untuk menghasilkan data dan informasi terbaru mengenai keanekaragaman jenis, kemerataan, dan tingkat kesamaan penggunaan habitat pada kawasan tersebut.
3. Mengkaji kaitan antara karakteristik habitat dengan keanekaragaman kupu-kupu.
1.3 Hipotesis
Berdasarkan landasan teori serta disesuaikan dengan latar belakang masalah penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu parameter biotik dan abiotik yang membentuk suatu karakteristik habitat mempengaruhi keanekaragaman kupu-kupu di Kebun Raya Bogor.
1.4 Manfaat
Manfaat penelitian ini adalah untuk menyediakan informasi mengenai keanekaragaman jenis kupu-kupu di KRB hingga dapat diketahui fungsi dari KRB secara ekologis sebagai habitat satwa khususnya kupu-kupu. Selain itu, data perbandingan antara faktor-faktor lingkungan yang membentuk karakteristik suatu habitat dan pengaruhnya terhadap populasi kupu-kupu dapat dijadikan informasi dasar sebagai acuan dalam pengelolaan tumbuhan dan lingkungan pada berbagai RTH di Kota Bogor yang mendukung usaha konservasi kupu-kupu.
(4)
1.5 Kerangka Pemikiran
Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang dan mengalami peningkatan jumlah lahan terbangun, menyebabkan semakin menyusutnya luasan RTH di Kota Bogor. Kebun Raya Bogor (KRB) sebagai salah satu ruang terbuka hijau di Kota Bogor memiliki fungsi sebagai habitat tumbuhan dan satwa, selain itu luasannya yang mencapai 87 ha dan letaknya yang strategis di pusat Kota Bogor menjadikannya sebagai taman induk atau kantung hijau bagi RTH lain di sekitarnya. Hubungan antara KRB dengan RTH lain disekitarnya sesuai dengan konsep “The Linked Park System” atau Sistem Taman Berkaitan yang diutarakan oleh Olmstead dalam Savitri (1991) yang menyebutkan bahwa RTH di dalam kota berhubungan satu sama lain yang dihubungkan oleh koridor-koridor. Teori ini berlaku pada hubungan antara KRB dengan RTH lain di sekitarnya karena KRB memiliki keanekaragaman hayati yang lebih tinggi dan beragam dibandingkan dengan RTH di sekitarnya sehingga terjadi hubungan ketergantungan antar RTH tersebut baik dari segi penggunaan sumberdaya dan habitat bagi satwa maupun faktor-faktor lingkungan yang saling mempengaruhi.
Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1. Habitat kupu dipengaruhi oleh hubungan antara populasi kupu-kupu dengan lingkungannya yang terdiri dari faktor biotik (vegetasi, hewan lain, manusia) dan juga faktor abiotik (suhu,kelembaban,cahaya,sumber air). Faktor-faktor tersebut membentuk suatu karakterstik habitat yang sesuai dengan kebutuhan hidup kupu-kupu. Perbedaan faktor-faktor lingkungan antara satu tipe habitat dengan tipe habitat yang lain menyebabkan terjadinya perbedaan keanekaragaman, pola distribusi, dan juga kelimpahan kupu-kupu. Berdasarkan hubungan antara faktor-faktor lingkungan terhadap populasi kupu-kupu maka dapat ditentukan faktor-faktor lingkungan yang mempempengaruhi tinggi rendahnya keanekaragaman, kelimpahan, serta pola distribusi populasi kupu-kupu sehingga dapat diketahui pola penggunaan habitat oleh kupu-kupu berdasarkan kebutuhannya akan faktor-faktor lingkungan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya.
Dengan diketahuinya karakteristik habitat yang diperlukan oleh kupu-kupu maka dapat dijadikan acuan dalam manajemen habitat kupu-kupu baik di KRB
(5)
maupun pada RTH lainnya. Fungsi RTH sebagai habitat bagi kupu-kupu akan membangun kesadaran bagi masyarakat dan pemerintah Kota Bogor dalam upaya konservasi kupu-kupu dan RTH sehingga dapat menekan laju penurunan luas RTH di Kota Bogor.
Gambar 1 Kerangka pemikiran konseptual. Faktor abiotik :
suhu,kelembaban,cahaya, sumber air
Kebun Raya Bogor
Faktor biotik:
Keanekaragaman vegetasi,struktur vegetasi, hewan lain, manusia
Kelimpahan
Pola penggunaan habitat oleh kupu-kupu
Konservasi kupu-kupu Karakteristik habitat
Pola distribusi Keanekaragaman
Acuan manajemen habitat RTH Kota Bogor
(6)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ruang Terbuka Hijau 2.1.1 Pengertian
Ruang Terbuka Hijau (RTH) menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan, dituliskan bahwa RTH perkotaan adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Selanjutnya disebutkan pula bahwa dalam RTH pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman (Hermit 2008).
2.1.2 Jenis Ruang Terbuka Hijau
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 pada pasal 6 tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan mengklasifikasikan jenis-jenis RTH meliputi 23 jenis yakni:
1. Taman kota.
2. Taman wisata alam. 3. Taman rekreasi.
4. Taman lingkungan perumahan dan permukiman. 5. Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial. 6. Taman hutan raya.
7. Hutan kota. 8. Hutan lindung.
9. Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng, dan lembah. 10.Cagar alam.
11.Kebun raya. 12.Kebun binatang. 13.Pemakaman umum.
(7)
14.Lapangan olahraga. 15.Lapangan upacara. 16.Lapangan parkir terbuka. 17.Lahan pertanian perkotaan.
18.Jalur di bawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET). 19.Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ, rawa.
20.Jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas, pedestrian. 21.Kawasan jalur hijau.
22.Daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara. 23.Taman atap.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 tahun 2007 ditinjau dari manfaatnya terdapat delapan jenis RTH yaitu:
1. RTH untuk mencerminkan identitas suatu daerah. 2. RTH untuk sarana penelitian dan pendidikan.
3. RTH untuk sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial. 4. RTH untuk meningkatkan ekonomi lahan perkotaan.
5. RTH yang dapat menimbulkan rasa bangga dan prestise daerah. 6. RTH sebagai sarana aktifitas sosial.
7. RTH untuk sarana evakuasi untuk keadaan darurat.
8. RTH yang dapat meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan. 2.1.3 Manfaat dan peranan Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau (RTH) memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi (DPU 2005). Fungsi ekologis RTH adalah sebagai pelindung sumberdaya penyangga kehidupan manusia sedangkan fungsi lain RTH dari segi arsitektural, sosial dan ekonomi adalah sebagai penambah kualitas lingkungan dan budaya kota dengan menambah keindahan kota serta sebagai tempat bagi masyarakat untuk bersoaialisasi.
RTH pada daerah perkotaan memiliki fungsi sebagai penyangga kehidupan masyarakat, hal ini disebabkan oleh manusia yang tinggal di daerah perkotaan membutuhkan suatu kehidupan yang sehat dan bebas polusi untuk hidup dengan nyaman. Peran RTH dalam memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan
(8)
kenyamanan lingkungan adalah sebagai ruang bernafas yang segar serta sebagai tempat rekreasi karena memiliki nilai keindahan secara visual.
Manusia juga membutuhkan kehadiran lingkungan hijau di tengah-tengah wilayah kota. Oleh karena itu, manfaat ruang terbuka hijau juga sebagai pelembut kesan keras dari struktur fisik, membantu manusia mengatasi tekanan dari kebisingan, udara panas, dan polusi di sekitarnya.
Menurut Fakuara (1987), tujuan dan sasaran pembuatan RTH adalah untuk: 1. Memelihara keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan. 2. Memperkecil berbagai polusi lingkungan seperti pencemaran udara, air,
suara, dan visual.
3. Menciptakan lingkungan perkotaan yang baik dan nyaman.
Dalam Fakuara (1987) juga disebutkan bahwa fungsi dan manfaat hutan kota atau RTH bagi kota adalah sebagai:
1. Konservasi tanah dan air. 2. Sarana kesehatan dan olahraga.
3. Wadah rekreasi dan wisata, kesegaran dan keindahan. 4. Pengendalian pencemaran.
5. Habitat satwa liar.
Berdasarkan fungsi dan manfaat RTH bagi kehidupan masyarakat, dapat diketahui bahwa RTH merupakan salah satu komponen ruang kota yang perlu diperhatikan tingkat ketersediaannya baik secara kuantitas maupun kualitas dalam proses perencanaan kota. Keberadaan RTH perlu dikelola secara berkelanjutan agar tercipta kota yang berwawasan lingkungan.
2.1.4 Kebijakan RTH di Kota Bogor
Berdasarkan kebijaksanaan Pengembangan RTH dalam RTRW Kota Bogor tahun 1999-2009, pengembangan RTH di Kota Bogor berupa:
1. Pengembangan RTH kota yang dapat menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan serta mengurangi dampak pembangunan kota.
2. Pengembangan fungsi RTH kota ditujukan untuk mendapatkan proporsi yang baik antara dimensi ruang terbuka kota dengan bangunan baik secara vertikal maupun horizontal.
(9)
3. Pengembangan RTH kota yang dapat memberikan kesan estetika yang indah dan menguatkan identitas Bogor.
4. Pengembangan RTH kota sesuai dengan fungsi dan hierarkinya untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan ruang terbuka yang sekaligus dapat menunjang kegiatan perkotaan.
5. Menetapkan kawasan-kawasan hijau makro sebagai fungsi konservasi untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan.
6. Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengembangan RTH kota dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian sebagai bentuk peran serta aktif masyarakat dalam perencaan tata ruang kota.
2.1.5 Kebun Raya Bogor sebagai bagian dari RTH
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 pada pasal 6, dicantumkan bahwa Kebun Raya merupakan salah satu jenis RTH. Kebun raya merupakan tempat berbagai macam varietas tumbuhan yang ditanami dengan tujuan untuk kegiatan penelitian, pendidikan, ornamental, termasuk di dalamnya meliputi perpustakaan, herbarium, greenhouse dan arboretum (Mamiri 2008). Sabarna (2006) menyatakan bahwa terdapat empat kebun raya yang digunakan sebagai kawasan ex-situ yaitu (1) KRB yang memiliki tanaman khas ekosistem hutan hujan tropika; (2) Kebun Raya Cibodas dengan koleksi tanaman dataran tinggi yang beriklim basah daerah tropis dan tanaman sub tropis;(3) Kebun Raya Purwodadi dengan koleksi tanaman dataran rendah, iklim kering daerah tropis; dan (4) Kebun Raya Eka Karya yang memiliki koleksi tanaman dataran tinggi beriklim kering.
2.2 Bioekologi Kupu-kupu 2.2.1 Klasifikasi
Kupu-kupu termasuk ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Insecta dan Ordo Lepidoptera (Lepis: sisik, pteron : sayap) karena memiliki sisik halus pada sayapnya. Ordo ini dibagi menjadi dua sub ordo, yaitu Heterocera yang terdiri dari ngengat dan Rhopalocera yang terdiri dari kupu-kupu (Barrett & Burns
(10)
1951). Menurut Preston-Mafham R & Preston-Mafham K (1999) secara taksonomi, kupu-kupu diklasifikasikan dalam:
Kelas : Insecta Ordo : Lepidoptera Subordo : Rhopalocera
Pembagian ordo tersebut berdasarkan ciri khas masing–masing ordo, yaitu: (1) sayap kupu-kupu bergandengan pada tiap sisi, sedangkan sayap belakang ngengat mengikat sayap depan; (2) ujung antenna kupu-kupu meluas sedangkan ngengat tidak; (3) biasanya kupu-kupu terbang pada siang hari sedangkat ngengat terbang pada malam hari; (4) pada waktu istirahat, sayap kupu-kupu tegak sedangkan sayap ngengat tidak berdiri (Dephut 1994).
Pembagian famili kupu-kupu berdasarkan prosiding Symposium of the Royal Entomogical Society of London (1984) diklasifikasikan menjadi lima famili, yaitu: 1. Papilionidae
Borror et al. (1992) mengemukakan bahwa famili Papilionidae disebut juga sebagai kupu-kupu ekor burung walet, hal ini dikarenakan pada ujung sayapnya seperti terdapat tambahan sayap meruncing yang menyerupai ekor. Famili ini terdiri dari 566 spesies yang tersebar di seluruh dunia (Emmel et al. 1992).
Tubuh dari spesies pada famili ini rata-rata berukuran cukup besar (Scott 1986), namun tidak semua spesies dalam famili ini memiliki ekor pada sayap belakangnya. Sebagian besar spesiesnya memiliki sayap yang biasanya berwarna hitam dengan tanda warna putih atau warna cerah yang lain (Schulze 2001).
Jenis famili kupu-kupu ini terbang dengan cepat dan kuat namun jarang bermigrasi ke area yang baru (Emmel et al. 1992). Kupu-kupu jantan terbang lebih cepat daripada betina, hal ini dikarenakan tubuhnya yang lebih ringan dan sayapnya yang lebih kecil (Guppy & Shepard 2001). Setiap jenis kupu-kupu Papilionidae mempunyai inang yang berbeda tetapi sebagian besar kupu-kupu yang memiliki genus yang sama memiliki inang yang sama (Suhara 2009). Larvanya memakan berbagai jenis tumbuhan jenis dikotil (Emmel et al. 1992). Vane et al. (1984) menyatakan bahwa pakan ulat famili ini berasal dari famili tumbuhan Aristolochiaceae, Annonaceae, dan Lauraceae.
(11)
Kupu-kupu jenis famili ini banyak yang diperdagangkan, oleh karena itu pemerintah menetapkan 19 jenis kupu-kupu Papilonidae sebagai kupu-kupu yang dilindungi. Genus Troides dan Orthoptera dimasukkan ke dalam Appendix II CITES (Soehartono & Mardiastuti 2002).
2. Pieridae
Famili Pieridae terdiri dari 1.100 spesies di seluruh dunia (Scott 1986). Famili ini banyak tersebar di wilayah Asia dan Amerika Selatan dan banyak ditemukan di area hutan terbuka yang lembab dan di hutan tropis (Braby 2000).
Ukuran kupu-kupu pada famili Pieridae, seperti yang dikemukakan dalam Guppy dan Shepard (2001) berukuran sedang dan bersifat dimorfik dengan ciri fisik antara kupu-kupu jantan berbeda dengan kupu-kupu betina. Sebagian besar spesies anggota famili ini berwarna putih, kuning, atau oranye kekuningan dengan bagian bawah dari sayap belakang berwarna cerah (Schulze 2001).
Scott (1986) menyatakan bahwa semua spesies dari jenis ini terbang mendekati jenis-jenis bunga untuk mengambil nektarnya, kecuali pada beberapa spesies di daerah tropis. Kupu-kupu jantan pada famili Pieridae selalu terbang berpatroli untuk mencari kupu-kupu betina dan mengeluarkan feromon untuk menarik kupu-kupu betina. Braby (2000) menambahkan bahwa kebiasaan migrasi ditemukan pada kupu-kupu pada famili ini diseluruh dunia. Larva famili ini memakan jenis-jenis tumbuhan dikotil, yaitu dari famili Cruciferae dan Leguminoceae (Scott 1986) dan juga Fabaceae, Santalaceae dan Lauraceae (Vane
et al. 1984). 3. Nymphalidae
Schulze (2001) menulis bahwa kupu-kupu pada famili Nymphalidae disebut juga sebagai “kupu-kupu berkaki empat” karena sepasang kaki depannya tidak dapat digunakan untuk berjalan. Famili ini merupakan famili dengan anggota terbanyak di dunia yakni terdiri dari sekitar 5.000 spesies (Layberry et al. 1998).
Kupu-kupu dari famili ini memiliki sayap depan yang panjang dan sempit, antena panjang, dan tubuh yang ramping (Garth & Tilden 1986). Kaki depan dari spesies pada famili ini ditumbuhi oleh rambut yang panjang sehingga disebut juga sebagai kupu-kupu berkaki sikat (Layberry et al. 1998). Vegetasi yang merupakan
(12)
pakan ulatnya antara lain berasal dari family Araceae, Gramineae, Verbenaceae, dan Moraceae (Vane et al. 1984)
4. Lycaenidae
Famili Lycaenidae terdiri dari 4.700 jenis kupu-kupu yang tersebar di dunia terutama di daerah tropis (Scott 1986). Kupu-kupu pada famili ini disebut juga sebagai kupu-kupu bersayap tipis karena sayapnya yang tipis dan lembut (Guppy & Shepard 2001).
Tilden (1965) menyatakan bahwa kupu-kupu pada famili Lycaenidae merupakan jenis kupu-kupu yang berukuran kecil dan bersifat seksual dimorfik, dicirikan dengan warna kupu-kupu betina lebih kusam daripada kupu-kupu jantan. Cara terbang dari famili ini cepat dan tidak menentu serta terbangnya tidak terlalu jauh (Heath & Clarke 2004). Oleh karena itu, sebagian besar anggota famili ini tidak melakukan migrasi namun merupakan penerbang yang kuat karena tubuh dan sayapnya yang besar (Scott 1986).
Emmel et al. (1992) menyatakan bahwa larva dari kupu-kupu dalam famili Lycaenidae memakan tumbuhan jenis dikotil terutama pada bunga dan buah yang masih muda. Vegetasi yang menjadi pakan ulatnya berasal dari famili Fagaceae dan Myrtaceae (Vane et al. 1984).
5. Hesperidae
Famili Hesperidae terdiri dari 3.500 spesies di seluruh dunia (Braby 2000). Family ini disebut juga sebagai “skippers”, hal ini disebabkan karena cara
terbangnya yang cepat, kontras dengan cara terbang kupu-kupu yang lebih lambat (Guppy & Shepard 2001).
Kupu-kupu dewasa pada famili Hesperidae berukuran kecil sampai sedang, kepala meluas, badan yang gemuk dan sayap yang pendek (Braby 2000). Kupu-kupu pada famili ini memiliki antena berbentuk melengkung atau bengkok (Schulze 2001). Bagian thoraknya tebal dan berotot sehingga mereka dapat terbang dengan cepat (Scott 1986). Kebanyakan memiliki warna yang kusam, coklat atau abu-abu, dan terkadang berwarna mirip ngengat (Layberry et al.
1998).
Scott (1986) menyatakan bahwa kupu-kupu jenis ini jarang yang terbang jauh dan hanya beberapa yang melakukan migrasi. Larva pada famili ini memakan
(13)
Keterangan :
1.Antena 9.Abdomen (perut) 2. Mata majemuk 10. Sayap belakang 3. Kepala 11. Sayap depan 4. Proboscis 12. Outer margin 5.Thorax (dada) 13. Coastal margin 6. Tibia (tulang kering) 14. Saraf
7. Tarsus(tulang paha) 15 Sel
tumbuhan dari famili Myristiceae, lauraceae, dan Combretaceae (Vane et al.
1984).
2.2.2 Morfologi
Morfologi dari kupu-kupu menurut Morgan (2006) terbagi menjadi tiga bagian yakni caput (kepala), thorax (dada) dan abdomen (perut). Tubuh kupu-kupu dilapisi oleh eksoskeleton yang terdiri dari lapisan kitin (Devies 2008). Lapisan ini tidak tembus air dan tidak larut asam organik. Tiap ruas mempunyai tiga bagian yang jelas dapat dibedakan, yaitu bagian tergum yang terletak di sebelah punggung (dorsal), sternum di sebelah bawah badan (ventral) dan pleuron
yang menghubungkan kedua bagian yang telah disebut di sisi kanan dan kiri tubuhnya (lateral) (Hadi et al. 2009).
Pada bagian kepala kupu-kupu memiliki sepasang mata majemuk, sepasang antena dan proboscis yang digunakan untuk menghisap nektar bunga. Labia palpi
digunakan sebagai organ perasa untuk menguji kecocokan sumber makanan. Bagian thoraks dibagi menjadi tiga bagian yaitu prothoraks, mesothoraks, dan
metathoraks . Kupu-kupu memiliki dua pasang sayap dan tiga pasang kaki yang terdapat pada ruang dada. Kaki-kaki tersebut terdapat pada tiap segmen dada sedangkan dua pasang sayap terdapat pada metathoraks dan mesothoraks. Kaki kupu-kupu dibagi menjadi coxa, trochanter, femur, dan tibia (Gambar 2).
Sumber: www.animalcorner.co.uk
Gambar 2 Anatomi kupu-kupu.
Pada famili kupu-kupu tertentu kaki depannya tereduksi sehingga tidak dapat digunakan untuk melakukan pergerakan. Abdomen terdiri dari organ-organ
(14)
pencernaan, ekskresi, dan reproduksi dan terdiri dari sepuluh segmen. Abdomen dibagi menjadi sepuluh segmen. Segmen ujung adalah alat kelamin dari kupu-kupu (Morgan 2006; Preston-Mafham R & Preston-Mafham K 1999).
2.2.3 Reproduksi
Borror et al. (1996) menyatakan bahwa selama proses kopulasi kupu-kupu jantan menempelkan alat kelaminnya dan spermatofor (saluran sperma) dalam satu lubang yang berhubungan dengan vagina kemudian ke spermateka oleh
spermatofor selanjutnya sperma bergerak. Proses ini terjadi sekitar 6-8 jam. Setelah proses perkawinan, kupu-kupu betina mencari jenis tanaman yang sesuai untuk meletakkan telur-telurnya.
2.2.4 Siklus hidup
Kupu-kupu merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) karena kehidupannya melalui fase telur-larva-pupa-dewasa (Gambar 3). Dalam daur hidup tersebut kupu-kupu memerlukan makanan pada saat larva dan dewasa dimana ketika dalam fase larva memakan bagian-bagian tumbuhan seperti daun dan buah, lalu setelah berkembang menjadi dewasa memakan nektar.
Lebih lanjut, Preston-Mafham R dan Preston-Mafham K (1999) menjelaskan keempat fase metamorfosis kupu-kupu sebagai berikut:
1. Telur
Kupu-kupu terbentuk di dalam ovarioles. Telur-telur yang telah dibuahi kemudian ditaruh pada tumbuhan yang menjadi sumber pakan larva. Telur-telur tersebut berbeda baik dari segi bentuk dan juga warnanya, sesuai dengan spesiesnya. Telur-telur tersebut berbentuk bulat kecil dan berwarna putih atau kuning pucat.
2. Larva
Telur-telur tersebut akan menetas antara tiga sampai lima hari. Larva yang menetas dari telur kemudian memakan selaput cangkang pembungkus telurnya. Larva akan terus berkembang namun kulit luarnya tidak meregang sehingga larva tersebut akan berganti kulit. Larva berganti kulit empat sampai enam kali. Periode antara pergantian kulit (molting) disebut instar. Sebelum kulit luarnya mengelupas, kulit barunya sudah terlebih dahulu terbentuk di bawah lapisan
(15)
eksoskeleton. Apabila pertumbuhan larva sudah maksimal maka larva akan berhenti makan kemudian melekatkan diri pada ranting atau daun dengan anyaman benang sehingga larva memasuki fase pupa.
3. Pupa
Proses metamorfosis dalam bentuk pupa dilakukan pada tempat-tempat tertentu tergantung dari spesies kupu-kupu tersebut. Terdapat spesies-spesies yang membentuk pupa di tanah, dibelakang batang atau di tempat lain. Pembentukan kupu-kupu dalam fase pupa antara 7-20 hari sesuai spesies kupu-kupu tersebut. 4. Imago
Ketika proses perkembangannya sudah sempurna dan kondisi lingkungannya sesuai maka kupu-kupu akan keluar dari pupa. Kupu-kupu akan keluar dengan cara membelah selaput yang mengelilinginya atau dengan mensekresikan cairan yang dapat melunakkan selaput pembungkusnya. Setelah itu, permukaan dorsalnya akan membelah sehingga akan keluar kupu-kupu. Setelah keluar, kupu-kupu harus menyesuaikan diri agar sayapnya mengering lalu kupu-kupu dapat terbang. Fase ini membutuhkan waktu antara tiga sampai empat jam. Siklus hidup dari kupu-kupu relatif singkat yaitu antara tiga sampai empat minggu.
Sumber: Suhara 2009
(16)
2.2.5 Ekologi
Dalam suatu habitat, terdapat populasi kupu-kupu baik dalam jumlah kecil maupun besar (Smart 1976). Ukuran populasi kupu-kupu dipengaruhi oleh faktor dependen dan independen, faktor dependen adalah faktor yang mempengaruhi populasi dan memiliki ketergantungan terhadap jumlah individu, misalnya pakan dan ruang sedangkan faktor independen adalah faktor yang mempengaruhi populasi tanpa mempertimbangkan jumlah dari satwa yang ada, misalnya iklim. Menurut Sihombing (1999), faktor dependen lebih banyak berperan sehingga dapat disimpulkan bahwa kelimpahan kupu-kupu ditentukan oleh ciri bawaan individu dan faktor-faktor lingkungan. Faktor dependen juga berperan dalam meninggikan atau menurunkan kelimpahan kupu-kupu sehingga menyebabkan perbedaan kelimpahan di tiap habitat dan perubahan kelimpahan dalam kisaran waktu tertentu dalam habitat yang sama. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi tersebut dibagi menjadi faktor biotik dan abiotik, yaitu :
2.2.5.1 Faktor biotik a) Vegetasi
Komponen habitat yang penting bagi kupu-kupu adalah vegetasi sebagai sumber pakan, tempat untuk berkembang biak dan cover untuk berlindung (Clark
et al. 1966). Jenis vegetasi yang digunakan sebagai tempat berlindung kupu-kupu umumnya merupakan pohon-pohon besar dan tinggi.
Kupu-kupu dapat digolongkan sebagai pemakan tumbuhan (fitofagus atau
herbivora) karena pada saat larva memakan dedaunan dan setelah dewasa memakan nektar tumbuhan berbunga. Devies (2008) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa kupu-kupu sebagian besar mendatangi bunga dengan warna cerah, terutama warna kuning, merah, atau biru. Hubungan saling ketergantungan antara tumbuhan dengan kupu-kupu diketahui dari terpenuhinya kebutuhan nutrisi kupu-kupu dari nektar dan pentingnya polinasi untuk kelanjutan hidup tumbuhan, hal ini menimbulkan terjadinya spesiasi dalam evolusi serangga polinator yang membutuhkan tumbuhan berevolusi bersamanya sedangkan bagi tumbuhan tanpa terjadinya polinasi dapat menyebabkan kurangnya reproduksi tumbuhan dan dengan demikian mengurangi makanan untuk hewan yang bergantung padannya
(17)
(Hadi et al. 2009). Selain itu, tumbuhan memiliki fungsi sebagai tempat kupu-kupu meletakkan telur-telurnya dimana telur-telur tersebut diletakkan pada tumbuhan yang menjadi pakan larvanya. Dikarenakan hubungan saling ketergantungan tersebut, apabila dalam suatu daerah kurang terdapat vegetasi yang menjadi sumber pakan kupu-kupu, maka kupu-kupu dapat melakukan pergerakan untuk mencari daerah baru yang menyediakan sumber makanan ataupun tempat berlindung bagi kupu-kupu.
b) Hewan lain
Persaingan pada kupu-kupu disebabkan penggunaan sumberdaya yang sama, misalnya makanan, air, dan ruang baik pada individu jenis yang sama ataupun berbeda. Persaingan dapat terjadi antara kupu-kupu dan ulat, hal tersebut disebabkan oleh kupu-kupu yang membutuhkan nektar dari bunga sedangkan ulat membutuhkan daun (Smart 1976). Smart (1976) menjelaskan bahwa kupu-kupu tidak menyerang antar sesama kupu-kupu melainkan merupakan mangsa bagi predator seperti katak, kadal, dan cicak.
Scoble (1995) menerangkan tentang kedudukan kupu-kupu sebagai mangsa dari burung, kelelawar, parasitoid, dan mamalia. Selain itu hewan lain juga dapat menjadi predator bagi kupu-kupu, misalnya semut, reptil, atau amfibi. Faktor tersebut mempengaruhi fluktuasi dalam perkembangbiakan kupu-kupu. Arthropoda biasanya memakan telur, larva, atau pupa sedangkan vertebrata memakan larva atau pupa.
c) Manusia
Beberapa jenis kupu-kupu merupakan sumber protein bagi manusia. Misalnya, ulat sutra (Bombix mori) selain menghasilkan sutera juga merupakan sumber makanan pada beberapa tempat di Asia dimana pupanya dimakan (Scoble 1995). Selain itu, kupu-kupu pisang (Eryonata thrax) merupakan sumber bahan makanan di Mexico (Sihombing 1999)
2.2.5.2 Abiotik a) Suhu
Kupu-kupu merupakan hewan berdarah dingin (poukilothermik) karena suhu tubuhnya akan meningkat atau menurun sesuai dengan suhu lingkungan di sekitarnya (Simanjuntak 2000). Kupu-kupu membutuhkan suhu tubuh antara 280
(18)
-350C sebelum dapat terbang, sedangkan apabila suhu tubuhnya di atas 420C dapat menyebabkan kupu-kupu tersebut mati (Guppy & Shepard 2001). Oleh karena itu, sayap kupu-kupu berfungsi sebagai thermoregulator. Pada saat udara dingin, kupu-kupu merentangkan sayapnya, tetapi ketika cuaca panas akan mencari tempat berteduh (Simanjuntak 2000).
b) Kelembaban
Kelembaban diperlukan dalam menjaga perkembangan telur kupu-kupu (Mikula 1997). Apabila kelembaban dalam suatu daerah tertentu terlalu tinggi atau rendah dapat menyebabkan perkembangan telur tersebut terhambat atau bahkan terhenti. Hal ini juga terjadi pada fase pupa, karena pada fase tersebut membutuhkan kelembaban yang stabil sehingga dapat medukung kehidupan dan perkembangan pupa.
c) Sumber air
Air sangat dibutuhkan oleh kupu-kupu sebanding dengan perlunya akan nektar (Mikula 1997). Pada fase larva, larva mengambil air dari tanaman dan pada saat dewasa kupu-kupu juga melakukan hal yang sama.
d) Cahaya matahari
Kupu-kupu pada daerah beriklim sedang menghabiskan waktunya lebih banyak untuk berjemur (basking) dibandingkan dengan kupu-kupu dari daerah beriklim tropis yang memiliki temperatur yang relatif lebih stabil (Preston-Mafham R & Preston-(Preston-Mafham K 1999). Kupu-kupu berjemur untuk dapat terbang, apabila otot yang digunakan untuk terbang menerima suhu sebesar 300C. 2.2.6 Sifat
2.2.6.1 Waktu aktif
Kupu-kupu merupakan satwa yang bersifat diurnal atau yang aktif pada siang hari. Menurut Sihombing (1999), kupu-kupu mulai beraktivitas pada pukul 08.00-10.00 untuk mencari makanan. Pada siang hari kupu-kupu beristirahat di puncak-puncak pohon dan beberapa diantarannya turun ke bawah untuk minum pada pukul 12.00-14.00. Sore hari antara pukul 15.00-17.00 kupu-kupu kembali mencari makanan. Meskipun demikian, jadwal makan dapat tertunda apabila cuaca hujan atau berkabut.
(19)
2.2.6.2 Habitat dan penyebaran
Habitat dapat didefinisikan sebagai tempat organisme hidup, Alikodra (1990) mendefinisikan habitat sebagai suatu tempat yang digunakan sebagai tempat makan, minum, berlindung, bermain, dan berkembangbiak. Habitat dari kupu-kupu tersebar dari pelosok pedesaan, hutan sekunder dan primer. Spesies tertentu cenderung banyak ditemukan pada kondisi lingkungan yang sama disepanjang area distribusinya (Romoser 1993).
Kupu-kupu menyebar pada tempat-tempat yang menyediakan tumbuhan sebagai sumber pakan dan tempat berlindungnya (shelter). Neville (1993) menyatakan bahwa kupu-kupu sering mengunjungi tempat-tempat lembab di sepanjang aliran sungai maupun semak belukar yang merupakan tempat yang sering dikunjungi kupu-kupu untuk makan, minum, dan berjemur. Kupu-kupu menyukai tempat yang bersih dan tidak tercemar sehingga semakin beragam jenis kupu-kupu maka menandakan bahwa lingkungan tersebut masih baik.
2.2.6.3 Pergerakan
Kupu-kupu melakukan dua macam pergerakan, yaitu pergerakan trivial
(non-migratori) dan migratori (Hadi et al. 2009). Pergerakan trivial adalah pergerakan di sekitar habitat dan merupakan pergerakan yang dilakukan sepanjang hidupnya untuk melangsungkan fungsi-fungsi hidupnya, misalnya pergerakan kupu-kupu berpindah habitat untuk mencari nektar. Sedangkan pergerakan
migratori adalah pergerakan yang cukup jauh dan merupakan perilaku serangga yang sudah teradaptasi secara periodik keluar dari batas reproduktifnya yang lama ke tempat yang baru.
Migrasi dilakukan biasanya akibat keadaan lingkungan yang tidak mendukung sehingga bergerak ke tempat yang lain yang keadaan lingkungannya mendukung hidupnya (Scoble 1995). Johnson dalam Scoble (1995) membagi konsep migrasi kupu-kupu menjadi tiga komponen. Pertama, migrasi dimulai pada saat kupu-kupu mulai dewasa dan berakhir saat kupu-kupu mulai bertelur sehingga migrasi melibatkan antara tempat berbiak yang satu dengan yang lain. Kedua, migrasi melibatkan dispersal aktif. Ketiga, migrasi melibatkan
(20)
perpindahan eksodus dimana kupu-kupu akan terus terbang hingga mendapat habitat yang sesuai.
Kecepatan terbang dari kupu-kupu tergantung dari ukuran tubuh dan pola terbangnya. Kupu-kupu terbang tercepat dengan kecepatan 48 kilometer/jam dan yang terlambat dengan kecepatan 5 kilometer/jam (Davies 2008). Davies (2008) mencatat bahwa kupu-kupu Monarch (Danaus plexipus) mampu terbang bermigrasi sejauh 4.635 kilometer dengan ketinggian terbang 3,353 meter.
2.2.7 Dasar hukum
Kupu-kupu memiliki banyak manfaat, misalnya spesimen dari kupu-kupu banyak dimanfaatkan untuk souvenir atau kerajinan tangan, bahan industri kain sutra, sebagai objek rekreasi dengan dipelihara dalam kandang, sumber protein, atau bahan penelitian. Dengan potensi pemanfaatan kupu-kupu yang beragam tersebut dan meningkatnya permintaan pasar, kupu-kupu banyak diperdagangkan. Hal ini menyebabkan tingginya aktivitas penangkapan kupu-kupu sehingga mengancam kelestariannya. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan berupa peraturan perundang-undangan yaitu UU No.5 tahun 1990 mengenai konservasi sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya. Pemerintah menetapkan peraturan perundang-undangan mengenai kupu-kupu yang dikategorikan sebagai satwa dilindungi di Indonesia. Pemerintah menetapkan terdapat 20 jenis kupu-kupu merupakan satwa yang dilindungi berdasarkan PP No.7 tahun 1999. Jenis-jenis kupu-kupu sayap burung dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No.576/Kpts/Um/8/1980 dan Peraturan No.716/Kpts/Um/ 8/1980, berdasarkan status keterancamannya dan distribusinya yang terbatas.
Pemerintah juga menetapkan Keputusan Presiden No.43 tahun 1978 mengenai ratifikasi konvensi internasional perdagangan flora dan fauna (CITES). CITES merupakan perjanjian internasional mengenai perdagangan jenis-jenis satwa yang terancam punah dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kepunahan spesies satwa dan tumbuhan di seluruh dunia akibat perdagangan (Dephut 2003). Kupu-kupu yang diperdagangkan dimasukkan ke dalam Appendix II yang artinya satwa-satwa tersebut tidak terancam punah namun harus diatur perdagangannya
(21)
karena apabila tidak dapat menjadi punah. Sebanyak 26 spesies masuk ke dalam daftar ini. Daftar kupu-kupu yang dilindungi disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Daftar Kupu-kupu yang dilindungi undang-undang
No. Nama Jenis Suku
(Famili) Sebaran
PP No.7
Thn.1999 CITES 1 Ornithoptera goliath Papilionidae Seram,Papua √ √
2 O. akakeae Papilionidae Papua - √
3 O. aesacus Papilionidae Maluku Utara - √
4 O. croesus Papilionidae Maluku - √
5 O. meridionalis Papilionidae Papua - √
6 O. paradisea Papilionidae Papua √ √
7 O. chimaera Papilionidae Papua √ √
8 O. rotschildi Papilionidae Papua √ √
9 O. thitonus Papilionidae Papua √ √
10 O. priamus Papilionidae Maluku,Papua √ √ 11 Troides hypolitus Papilionidae Sulawesi,Papua √ √ 12 T. vandepolli Papilionidae Sumatera, Jawa √ √
13 T. aesacus Papilionidae Maluku - √
14 T. cuneifera Papilionidae Sumatera,Jawa - √ 15 T. dohertyi Papilionidae P.Sangir,P.Talaud - √ 16 T. oblongomaculatus Papilionidae Papua,Maluku - √
17 T. plattorum Papilionidae P.Buru - √
18 T. criton Papilionidae Maluku utara √ √
19 T. riedelii Papilionidae P. Tanimbar √ √ 20 T. haliphron Papilionidae Sulawesi selatan √ √
21 T. plato Papilionidae P.Timor √ √
22 T. helena Papilionidae Sulawesi √ √
23 T. meoris Papilionidae Papua √ -
24 T. rhadamanthus Papilionidae Sulawesi √ -
25 T. andromache Papilionidae Papua √ √
26 T. amphrysus Papilionidae Sumatera, Jawa √ √ 27 T. miranda Papilionidae Sumatera,
Kalimantan √ √
28 Trogonoptera
brookiana Papilionidae Sumatera,Jawa √ √ 29 Chetosia myrina Nympalidae Sulawesi √ - Sumber: PP No.7 Tahun 1999 dan CITES
2.3 Potensi Ruang Terbuka Hijau sebagai Habitat Kupu-kupu
Ruang Terbuka Hijau (RTH) selain merupakan salah satu ikon pelestarian kota juga memiliki fungsi ekologis dan fungsi estetika. Dari segi ekologis, RTH merupakan sarana perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. Sedangkan dari fungsi estetika, RTH menciptakan lingkungan alami yang berfungsi sebagai habitat satwa liar
(22)
seperti burung, mamalia, atau serangga yang memberikan nilai estetika bagi masyarakat.
RTH yang ditumbuhi oleh berbagai macam tumbuhan dapat berfungsi sebagai habitat kupu-kupu. Hal ini dikarenakan potensi berbagai jenis tumbuhan tersebut dapat berfungsi sebagai sumber pakan dan juga tempat berlindung bagi kupu-kupu. Selain itu, dengan fungsinya sebagai habitat dari kupu-kupu, RTH dapat dipandang sebagai area pelestarian keanekaragaman hayati diluar kawasan konservasi karena memungkinkan untuk dijadikan tempat pelestarian flora dan fauna.
(23)
BAB III
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1 Sejarah Kebun Raya Bogor
Kebun Raya Bogor didirikan oleh ahli biologi Jerman yaitu Prof. Caspar George Carl Reindwart pada tanggal 18 Mei 1817 dengan nama s’Lands
Plantetuin te Buitenzorg dan lebih umum dikenal sebagai Kebun Raya Bogor. Pada masa pimpinan J.E.Teymann (1831) KRB mulai dikembangkan sebagai pusat penelitian botani yang penting di Asia Tenggara. Sejak tahun 1949 pimpinan KRB diserahkan kepada bangsa Indonesia yaitu pada Prof.Ir. Kusnoto Setyodiwejo yang menjabat hingga tahun 1959. Luas KRB saat pertama kali didirikan adalah 47 ha. Dalam perkembangannya KRB mengalami beberapa kali perluasan hingga sekarang luasnya mencapai 87 ha dan memiliki 15.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan. Pada tahun 2001 status KRB dinaikkan menjadi Pusat Konservasi Tumbuhan, berada langsung dibawah Deputi Ilmu Pengetahuan Ilmu Hayati-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (Napisah 2009).
3.2 Kondisi Fisik 3.2.1 Letak geografis
Kebun Raya Bogor terletak di tengah-tengah Kota Bogor dengan letak lintang 6030’30’’-6041’00’’ LS dan 106043’30’’-106052’0’’ BT. Jarak KRB dan ibukota Kabupaten Bogor adalah ± 20 km, dari ibukota Propinsi Jawa Barat adalah ±120 km, dan jarak dari ibukota Negara Indonesia adalah ±45 km (Napisah 2009). Secara administratif KRB termasuk wilayah Kecamatan Bogor Tengah, Kotamadya Bogor. Batas-batas wilayah KRB yaitu:
Sebelah utara berbatasan dengan Istana Bogor.
Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Otto Iskandar Dinata dan Jalan Ir. H. Djuanda.
Sebelah timur berbatasan dengan Jalan Padjajaran. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Ir. H. Djuanda.
Kebun Raya Bogor yang terletak di tengah-tengah Kota Bogor menjadikan lokasi tersebut sebagai pusat atau taman induk bagi RTH yang ada di sekitarnya
(24)
sehingga KRB juga memiliki fungsi sebagai penunjang ekosistem kawasan di sekitarnya. KRB, sebagai RTH kota berhubungan dengan rangkaian RTH lain di sekitarnya.
Kebun Raya Bogor merupakan taman botani terbesar di kawasan Asia Tenggara dengan luas mencapai 87 ha dan memiliki 15.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan. Di dalam dan di sekitar KRB terdapat pusat-pusat keilmuan seperti Rumah Kaca, Herbarium Bogoriense dan Museum Zoologi. Di dalam kawasan KRB terdapat taman-taman seperti Taman Garuda dan Taman Teijsmann, selain itu juga terdapat berbagai tanaman koleksi seperti koleksi tanaman langka, koleksi palem-paleman, koleksi bambu, koleksi tanaman buah, koleksi pandan-pandanan, koleksi paku-pakuan, koleksi kaktus, koleksi tanaman air, koleksi tanaman kayu, dan koleksi tanaman anggrek.
3.2.2 Iklim
Menurut klasifikasi Schmidth dan Ferguson, Kota Bogor dan KRB termasuk daerah bertipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 4.330 mm/tahun. Kelembaban udara tinggi, lama penyinaran tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan terendah pada bulan Januari (Lailati 2008).
3.2.3 Jenis tanah dan topografi
Jenis tanah di KRB termasuk jenis tanah latosol coklat kemerahan yang memiliki sifat antara lain tekstur halus, kepekaan terhadap erosi kecil, bahan organik tergolong rendah sampai sedang di lapisan atas dan menurun ke bawah, dan daya absorbi tergolong rendah sampai sedang. Letak ketinggian KRB adalah 235-260 meter dari permukaan laut. Keadaan topografi secara umum datar dengan kemiringan lahan 3-15 % dan sedikit bergelombang.
3.2.4 Hidrologi
Wilayah KRB dilalui oleh Sungai Ciliwung, anak Sungai Ciliwung serta Sungai Cibatok. Sungai yang mengalir masuk ke kolam-kolam di KRB adalah Sungai Cibatok. Sebelum masuk kolam di kawasan KRB, aliran air tersebut ditahan terlebih dahulu pada bak penyaringan sedangkan limbah yang lolos saringan diendapkan pada kolam-kolam melalui saringan air. Selain kolam, terdapat sumber air berupa mata air dan sumur yang berfungsi sebagai air bersih
(25)
untuk menyiram tanaman yang tidak tahan terhadap air yang mengandung polutan (Napisah 2009).
3.3 Kondisi Biologi 3.3.1 Flora
Vegetasi yang terdapat di kebun raya ini didominasi oleh kurang lebih 13 famili yaitu Dipterocarpaceae, Apocynaceae, Sapotaceae, Bombaceae, Araceae, Zingiberaceae, Lauraceae, Pandanaceae, Palmae, Moraceae, Euphorbiaceae, Anacardiaceae, dan Poaceae. Jenis-jenis tumbuhan yang berasal dari Indonesia diantaranya bunga bangkai (Amorphopallus titanium), palem (Arecaceae), meranti (Dipterocarpaceae), kantong semar (Nephentaceae). Selain tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Indonesia, di KRB juga terdapat koleksi dari mancanegara seperti teratai raksasa (Victoria amazonica).
3.3.2 Fauna
Fauna yang terdapat di KRB antara lain kupu-kupu, kalong (Pteropus vampirus), biawak air asia (Varanus salvator), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), ular, tupai, musang dan katak. Tercatat lebih dari 50 jenis burung antara lain kepodang kuduk hitam (Oriolus chinensis), kutilang (Pignonotus aurigaster), prenjak (Prinia familiaris), kucica kampung (Copsychus saularis), kowak maling (Nycticorax nycticorax), tekukur (Streptopelia chinensis), wiwik lurik (Cacomantis sonneratii), cekakak sungai (Todirhamphus chloris) dan Cinenen kelabu (Orthotomus ruficeps) (Hariyadi 2008). Kupu-kupu yang terdapat di KRB sebanyak 96 spesies kupu-kupu yang terdiri dari 11 spesies Hesperidae, 11 spesies Papilionidae, 16 spesies Pieridae, 19 Spesies Lycaenidae, dan 39 spesies Nymphalidae (Peggie & Amir 2006).
3.4 Tugas dan Fungsi Kebun Raya Bogor
Sebagai Pusat Konservasi Tumbuhan, KRB mempunyai tugas dan fungsi meliputi:
1. Konservasi ex-situ yaitu melakukan eksplorasi tumbuhan di kawasan hutan, mendata/registrasi, mengkoleksi, dan melestarikannya.
(26)
2. Penelitian dalam bidang: (a) Taksonomi yaitu memberikan kepastian nama tanaman, inventarisasi dan evaluasi; (b) Botani terapan yaitu penelitian mengenai manfaat tanaman; (c) Holtikultura meliputi penelitian adaptasi tanaman, cara budidaya, dan pengembangan ilmu pertamanan; (d) Biosistematik yaitu mempelajari kekerabatan antar tumbuhan.
3. Pendidikan terutama di bidang ilmu botani, pertamanan, dan lingkungan hidup.
4. KRB merupakan salah satu tempat kunjungan wisata potensial.
5. Penemuan serta pengumpulan jenis-jenis tanaman langka yang hampir punah di Indonesia.
6. Pengembangan kebun raya baru.
3.5 Visi, Misi, dan Tujuan Kebun Raya Bogor
Visi dari KRB adalah “Menjadi salah satu Kebun raya terbaik di dunia dalam bidang konservasi dan penelitian tumbuhan tropika, pendidikan lingkungan, dan pariwisata”. Misi dari KRB antara lain:
1. Melestarikan tumbuhan tropika.
2. Mengembangkan penelitian bidang konservasi dan pendayagunaan tumbuhan tropika.
3. Mengembangkan pendidikan lingkungan untuk meningkatkan pengetahuan dan apresiasi masyarakat terhadap tumbuhan dan lingkungan.
4. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Tujuan KRB adalah:
1. Mengkonservasi tumbuhan Indonesia khususnya dan tumbuhan tropika umumnya.
2. Melakukan reintroduksi atau pemulihan tumbuhan langka.
3. Memfasilitasi pembangunan kawasan konservasi ex-situ tumbuhan.
4. Meningkatkan jumlah dan mutu penelitian terhadap konservasi dan pendayagunaan tumbuhan.
5. Meningkatkan pendidikan lingkungan.
(27)
3.6 Koleksi Kebun Raya Bogor
Koleksi KRB terdiri atas 222 famili, 1.249 marga, 3.432 jenis, dan 13.563 spesimen tumbuhan berdasarkan data registrasi tahun 2007 (Lailati 2008). Beberapa koleksi merupakan koleksi unik, spesifik, dan langka serta tanaman yang eksotik dan atraktif. Jenis koleksi KRB berdasarkan IUCN Redlist Book
2001 antara lain Acacia crassicarpa, Afzelia africana, Agathis australis, Agathis dammara, Aglaia odorata, Anisoptera costata, Aquilaria microcarpa, Araucaria rulei, Borassodendron machadonis, Brugmansia versicolor, Canarium pseudodecumanum, Chamaecyparis formosensis, Clethra javanica, dan
Coccothrinax crinita (Miardini 2006).
Tanaman koleksi ditata berdasarkan kelompok famili atau lebih dikenal dengan vak. Jumlah seluruh famili sebanyak 402 vak di seluruh kawasan KRB. Koleksi tanaman di KRB dibagi menjadi beberapa kelompok koleksi yaitu koleksi tanaman langka, koleksi palem-paleman, koleksi bambu, koleksi tanaman buah, koleksi pandan-pandanan, koleksi paku-pakuan, koleksi kaktus, koleksi tanaman air, koleksi tanaman kayu, dan koleksi tanaman anggrek. Koleksi yang terdapat di KRB sekitar 70% berasal dari hutan Indonesia dan sebagian berasal dari mancanegara. Penambahan koleksi pada KRB dilakukan melalui eksplorasi atau hasil tukar-menukar biji dengan kebun raya lain di dunia.
(28)
BAB III
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1 Sejarah Kebun Raya Bogor
Kebun Raya Bogor didirikan oleh ahli biologi Jerman yaitu Prof. Caspar George Carl Reindwart pada tanggal 18 Mei 1817 dengan nama s’Lands
Plantetuin te Buitenzorg dan lebih umum dikenal sebagai Kebun Raya Bogor. Pada masa pimpinan J.E.Teymann (1831) KRB mulai dikembangkan sebagai pusat penelitian botani yang penting di Asia Tenggara. Sejak tahun 1949 pimpinan KRB diserahkan kepada bangsa Indonesia yaitu pada Prof.Ir. Kusnoto Setyodiwejo yang menjabat hingga tahun 1959. Luas KRB saat pertama kali didirikan adalah 47 ha. Dalam perkembangannya KRB mengalami beberapa kali perluasan hingga sekarang luasnya mencapai 87 ha dan memiliki 15.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan. Pada tahun 2001 status KRB dinaikkan menjadi Pusat Konservasi Tumbuhan, berada langsung dibawah Deputi Ilmu Pengetahuan Ilmu Hayati-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (Napisah 2009).
3.2 Kondisi Fisik 3.2.1 Letak geografis
Kebun Raya Bogor terletak di tengah-tengah Kota Bogor dengan letak lintang 6030’30’’-6041’00’’ LS dan 106043’30’’-106052’0’’ BT. Jarak KRB dan ibukota Kabupaten Bogor adalah ± 20 km, dari ibukota Propinsi Jawa Barat adalah ±120 km, dan jarak dari ibukota Negara Indonesia adalah ±45 km (Napisah 2009). Secara administratif KRB termasuk wilayah Kecamatan Bogor Tengah, Kotamadya Bogor. Batas-batas wilayah KRB yaitu:
Sebelah utara berbatasan dengan Istana Bogor.
Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Otto Iskandar Dinata dan Jalan Ir. H. Djuanda.
Sebelah timur berbatasan dengan Jalan Padjajaran. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Ir. H. Djuanda.
Kebun Raya Bogor yang terletak di tengah-tengah Kota Bogor menjadikan lokasi tersebut sebagai pusat atau taman induk bagi RTH yang ada di sekitarnya
(29)
sehingga KRB juga memiliki fungsi sebagai penunjang ekosistem kawasan di sekitarnya. KRB, sebagai RTH kota berhubungan dengan rangkaian RTH lain di sekitarnya.
Kebun Raya Bogor merupakan taman botani terbesar di kawasan Asia Tenggara dengan luas mencapai 87 ha dan memiliki 15.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan. Di dalam dan di sekitar KRB terdapat pusat-pusat keilmuan seperti Rumah Kaca, Herbarium Bogoriense dan Museum Zoologi. Di dalam kawasan KRB terdapat taman-taman seperti Taman Garuda dan Taman Teijsmann, selain itu juga terdapat berbagai tanaman koleksi seperti koleksi tanaman langka, koleksi palem-paleman, koleksi bambu, koleksi tanaman buah, koleksi pandan-pandanan, koleksi paku-pakuan, koleksi kaktus, koleksi tanaman air, koleksi tanaman kayu, dan koleksi tanaman anggrek.
3.2.2 Iklim
Menurut klasifikasi Schmidth dan Ferguson, Kota Bogor dan KRB termasuk daerah bertipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 4.330 mm/tahun. Kelembaban udara tinggi, lama penyinaran tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan terendah pada bulan Januari (Lailati 2008).
3.2.3 Jenis tanah dan topografi
Jenis tanah di KRB termasuk jenis tanah latosol coklat kemerahan yang memiliki sifat antara lain tekstur halus, kepekaan terhadap erosi kecil, bahan organik tergolong rendah sampai sedang di lapisan atas dan menurun ke bawah, dan daya absorbi tergolong rendah sampai sedang. Letak ketinggian KRB adalah 235-260 meter dari permukaan laut. Keadaan topografi secara umum datar dengan kemiringan lahan 3-15 % dan sedikit bergelombang.
3.2.4 Hidrologi
Wilayah KRB dilalui oleh Sungai Ciliwung, anak Sungai Ciliwung serta Sungai Cibatok. Sungai yang mengalir masuk ke kolam-kolam di KRB adalah Sungai Cibatok. Sebelum masuk kolam di kawasan KRB, aliran air tersebut ditahan terlebih dahulu pada bak penyaringan sedangkan limbah yang lolos saringan diendapkan pada kolam-kolam melalui saringan air. Selain kolam, terdapat sumber air berupa mata air dan sumur yang berfungsi sebagai air bersih
(30)
untuk menyiram tanaman yang tidak tahan terhadap air yang mengandung polutan (Napisah 2009).
3.3 Kondisi Biologi 3.3.1 Flora
Vegetasi yang terdapat di kebun raya ini didominasi oleh kurang lebih 13 famili yaitu Dipterocarpaceae, Apocynaceae, Sapotaceae, Bombaceae, Araceae, Zingiberaceae, Lauraceae, Pandanaceae, Palmae, Moraceae, Euphorbiaceae, Anacardiaceae, dan Poaceae. Jenis-jenis tumbuhan yang berasal dari Indonesia diantaranya bunga bangkai (Amorphopallus titanium), palem (Arecaceae), meranti (Dipterocarpaceae), kantong semar (Nephentaceae). Selain tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Indonesia, di KRB juga terdapat koleksi dari mancanegara seperti teratai raksasa (Victoria amazonica).
3.3.2 Fauna
Fauna yang terdapat di KRB antara lain kupu-kupu, kalong (Pteropus vampirus), biawak air asia (Varanus salvator), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), ular, tupai, musang dan katak. Tercatat lebih dari 50 jenis burung antara lain kepodang kuduk hitam (Oriolus chinensis), kutilang (Pignonotus aurigaster), prenjak (Prinia familiaris), kucica kampung (Copsychus saularis), kowak maling (Nycticorax nycticorax), tekukur (Streptopelia chinensis), wiwik lurik (Cacomantis sonneratii), cekakak sungai (Todirhamphus chloris) dan Cinenen kelabu (Orthotomus ruficeps) (Hariyadi 2008). Kupu-kupu yang terdapat di KRB sebanyak 96 spesies kupu-kupu yang terdiri dari 11 spesies Hesperidae, 11 spesies Papilionidae, 16 spesies Pieridae, 19 Spesies Lycaenidae, dan 39 spesies Nymphalidae (Peggie & Amir 2006).
3.4 Tugas dan Fungsi Kebun Raya Bogor
Sebagai Pusat Konservasi Tumbuhan, KRB mempunyai tugas dan fungsi meliputi:
1. Konservasi ex-situ yaitu melakukan eksplorasi tumbuhan di kawasan hutan, mendata/registrasi, mengkoleksi, dan melestarikannya.
(31)
2. Penelitian dalam bidang: (a) Taksonomi yaitu memberikan kepastian nama tanaman, inventarisasi dan evaluasi; (b) Botani terapan yaitu penelitian mengenai manfaat tanaman; (c) Holtikultura meliputi penelitian adaptasi tanaman, cara budidaya, dan pengembangan ilmu pertamanan; (d) Biosistematik yaitu mempelajari kekerabatan antar tumbuhan.
3. Pendidikan terutama di bidang ilmu botani, pertamanan, dan lingkungan hidup.
4. KRB merupakan salah satu tempat kunjungan wisata potensial.
5. Penemuan serta pengumpulan jenis-jenis tanaman langka yang hampir punah di Indonesia.
6. Pengembangan kebun raya baru.
3.5 Visi, Misi, dan Tujuan Kebun Raya Bogor
Visi dari KRB adalah “Menjadi salah satu Kebun raya terbaik di dunia dalam bidang konservasi dan penelitian tumbuhan tropika, pendidikan lingkungan, dan pariwisata”. Misi dari KRB antara lain:
1. Melestarikan tumbuhan tropika.
2. Mengembangkan penelitian bidang konservasi dan pendayagunaan tumbuhan tropika.
3. Mengembangkan pendidikan lingkungan untuk meningkatkan pengetahuan dan apresiasi masyarakat terhadap tumbuhan dan lingkungan.
4. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Tujuan KRB adalah:
1. Mengkonservasi tumbuhan Indonesia khususnya dan tumbuhan tropika umumnya.
2. Melakukan reintroduksi atau pemulihan tumbuhan langka.
3. Memfasilitasi pembangunan kawasan konservasi ex-situ tumbuhan.
4. Meningkatkan jumlah dan mutu penelitian terhadap konservasi dan pendayagunaan tumbuhan.
5. Meningkatkan pendidikan lingkungan.
(32)
3.6 Koleksi Kebun Raya Bogor
Koleksi KRB terdiri atas 222 famili, 1.249 marga, 3.432 jenis, dan 13.563 spesimen tumbuhan berdasarkan data registrasi tahun 2007 (Lailati 2008). Beberapa koleksi merupakan koleksi unik, spesifik, dan langka serta tanaman yang eksotik dan atraktif. Jenis koleksi KRB berdasarkan IUCN Redlist Book
2001 antara lain Acacia crassicarpa, Afzelia africana, Agathis australis, Agathis dammara, Aglaia odorata, Anisoptera costata, Aquilaria microcarpa, Araucaria rulei, Borassodendron machadonis, Brugmansia versicolor, Canarium pseudodecumanum, Chamaecyparis formosensis, Clethra javanica, dan
Coccothrinax crinita (Miardini 2006).
Tanaman koleksi ditata berdasarkan kelompok famili atau lebih dikenal dengan vak. Jumlah seluruh famili sebanyak 402 vak di seluruh kawasan KRB. Koleksi tanaman di KRB dibagi menjadi beberapa kelompok koleksi yaitu koleksi tanaman langka, koleksi palem-paleman, koleksi bambu, koleksi tanaman buah, koleksi pandan-pandanan, koleksi paku-pakuan, koleksi kaktus, koleksi tanaman air, koleksi tanaman kayu, dan koleksi tanaman anggrek. Koleksi yang terdapat di KRB sekitar 70% berasal dari hutan Indonesia dan sebagian berasal dari mancanegara. Penambahan koleksi pada KRB dilakukan melalui eksplorasi atau hasil tukar-menukar biji dengan kebun raya lain di dunia.
(33)
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Lokasi
Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, dimulai dari bulan November-Desember 2011. Lokasi pengamatan disesuaikan dengan tipe habitat yang terdapat di KRB. Lokasi pengamatan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Lokasi pengamatan kupu-kupu
No Lokasi Pengamatan Deskripsi Lokasi
1. Koleksi Tanaman Buah
Area yang ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan buah-buahan dan terletak di sekitar Kolam Gunting
2. Koleksi Tanaman Mediterania
Area terbuka dan kering dengan ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan kaktus dan berada di dekat aliran Sungai Ciliwung
3. Koleksi Tanaman Berkayu
Area yang ditumbuhi oleh berbagai jenis pohon yang besar, tinggi, dan bertajuk rapat
6. Koleksi Tanaman Air
Taman dengan terdapat kolam-kolam dengan berbagai koleksi tanaman air
6. Taman Garuda Area terbuka dengan ditumbuhi berbagai jenis bunga dan terdapat di sisi timur Sungai Ciliwung Lokasi pengamatan tersebut dipilih berdasarkan perbedaan karakteristik habitat seperti jenis dan struktur vegetasi, keterbukaan wilayah, suhu dan kelembaban, kerapatan tajuk, dan keberadaan sumber air. Pemilihan lokasi juga memperhatikan tingkat kepadatan dan struktur vegetasi sebagai sumber pakan dan tempat berlindung bagi kupu-kupu dan tingkat kepadatan kupu-kupu.
Pada lokasi-lokasi pengamatan yang ditentukan, terdapat lokasi yang telah dijadikan sampel lokasi pengamatan kupu-kupu yaitu pada Taman Teijsmann, Taman Mediterania, Gedung Sembilan, Makam Embah Jepra, dan Taman Garuda dimana ditemukan sebanyak 96 spesies kupu-kupu yang terdiri dari 11 spesies Hesperidae, 11 spesies Papilionidae, 16 spesies Pieridae, 19 Spesies Lycaenidae, dan 39 spesies Nymphalidae (Peggie & Amir 2006)
(34)
Pengamatan dilakukan di waktu aktif kupu-kupu yaitu pada pukul 08.00-12.00 pada saat cuaca cerah. Pengamatan dilakukan pada masing-masing lokasi sebanyak satu transek. Pengulangan dilakukan sebanyak tiga kali pada tiap lokasi pengamatan.
4.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Alat dan bahan penelitian
No. Nama
Jenis Peruntukkan Penggunaan Alat
Alat Bahan 1 Termometer bola kering dan
bola basah √ Pengukuran iklim mikro
2 Termometer suhu udara √
3 Hemispherical lens √ Pengukuran intersepsi cahaya
4 Jaring serangga √ Menangkap kupu-kupu
5 Alkohol 70% √
Pembuatan spesimen kupu-kupu
6 Jarum suntik √
7 Kertas papilot √
8 Kotak spesimen √
9 Styrofoam √
10 Kertas karton √
11 Fieldguide kupu-kupu √ Identifikasi kupu-kupu 12 Data registrasi koleksi √ Identifikasi tumbuhan 13 Program Hemiview 2.1
Canopy Analysis √ Analisis intersepsi cahaya
14 Kamera digital √ Dokumentasi
15 Kupu-kupu
√ Sumber data populasi kupu-kupu
16 Tanaman pakan dan shelter √ Sumber data analisis vegetasi
4.3 Jenis Data yang Dikumpulkan
Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder yang disajikan pada Tabel 4.
(35)
Tabel 4 Jenis data yang dikumpulkan.
No. Data Jenis Sumber
1 Karakteristik habitat (keberadaan daerah terbuka, ketersediaan air,penutupan tajuk)
Data Primer Pengamatan lapangan 2 Analisis vegetasi (tanaman pakan dan
shelter kupu-kupu)
Data Primer Pengamatan lapangan 3 Iklim mikro
(suhu dan kelembaban udara)
Data Primer Pengamatan lapangan 4 Distribusi cahaya di bawah tajuk Data Primer Pengamatan
lapangan 5 Populasi kupu-kupu
(jenis dan jumlah individu)
Data Primer Pengamatan lapangan
6 Peta KRB Data Sekunder Balai
Pengembangan KRB
7 Data kondisi fisik lokasi (letak dan luas) Data Sekunder Balai
Pengembangan KRB
8 Data kondisi biologi lokasi (flora dan fauna)
Data Sekunder Balai
Pengembangan KRB
9 Data keanekaragaman kupu-kupu pada penelitian sebelumnya
Data Sekunder Balai
Pengembangan KRB
4.4 Metode Pengambilan Data 4.4.1 Karakteristik habitat
Data karakteristik habitat dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap area terbuka di setiap lokasi pengamatan serta mengamati keberadaan sumber air dan kondisi dari sumber air tersebut. Setelah itu, dilakukan pengamatan mengenai kerapatan tajuk pada tiap-tiap lokasi. Pengamatan terhadap keberadaan hewan lain dan juga manusia juga dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya pada kehidupan kupu-kupu.
4.4.2 Analisis vegetasi
Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis tumbukan pakan dan shelter bagi kupu-kupu pada tiap-tiap tipe habitat di KRB. Pengamatan dilakukan dengan mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan yang ada pada tiap tipe habitat kemudian diklasifikasikan jenis-jenis tumbuhan yang termasuk tumbuhan pakan dan shelter kupu-kupu. Pengklasifikasian dilakukan dengan melakukan
(36)
pengamatan terhadap jenis-jenis tumbuhan dimana ditemukan ulat atau telur pada daunnya dan juga pada jenis-jenis tumbuhan tempat kupu-kupu ditangkap atau yang banyak didatangi oleh kupu-kupu.
4.4.3 Iklim mikro
Pengukuran iklim mikro (suhu dan kelembaban udara) dilakukan di setiap lokasi pengamatan secara serentak. Pengukuran dimulai pada pukul 08.00, 10.00, dan 12.00 dengan interval 15 menit sekali agar terlihat fluktuasi suhu yang signifikan sebanyak 3 kali ulangan. Suhu udara diukur pada ketinggian 120 cm dari permukaan tanah.
4.4.4 Distribusi cahaya di bawah tajuk
Pengukuran distribusi cahaya di bawah tajuk hutan dilakukan dengan menggunakan Hemispherical Photograps (Hemiphot). Pengukuran dilakukan dengan mengambil foto dengan lensa fisheye yang dapat mengambil gambar hinga 1800. Sampel foto diambil pada masing-masing tipe habitat. Area yang dilakukan pengambilan sampel foto adalah area yang dapat mewakili tipe habitat tersebut dan area-area tempat ditemukannya banyak kupu-kupu. Foto diambil pada kondisi langit cerah dan pada waktu aktif kupu-kupu.
4.4.5 Populasi jenis kupu-kupu
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengetahui keadaan populasi kupu-kupu adalah dengan menentukan lokasi pengamatan, melakukan pengambilan data kupu-kupu, identifikasi dan perhitungan populasi kupu-kupu. Penangkapan kupu-kupu dilakukan pada pagi hari mulai pukul 08.00-12.00. Metode inventarisasi kupu-kupu yang dilakukan dalam pengamatan yaitu metode transek. Jumlah transek garis yang dibuat untuk setiap tipe habitat yang menjadi lokasi penelitian yaitu masing-masing sebanyak satu jalur transek. Pengamatan dilakukan dengan rincian tiga kali ulangan pada setiap tipe habitat yang telah ditetapkan. Metode ini dilakukan dengan menginventarisasi jenis kupu-kupu di setiap tipe habitat dengan membuat satu jalur transek sepanjang 500 m dan lebar 20 m pada tiap-tiap tipe habitat (Gambar 4).
(37)
Gambar 4 Bentuk jalur inventarisasi kupu-kupu dengan metode transek.
Data yang dicatat meliputi lokasi penangkapan, keadaan cuaca, tanaman yang dikunjungi, nama ilmiah, famili, aktivitas dan waktu ditemukannya kupu-kupu tersebut. Kupu-kupu-kupu yang ditemukan kemudian dimasukkan ke dalam kertas papilot (Gambar 5) dengan terlebih dahulu menekan bagian thoraks kupu-kupu tersebut. Kertas-kertas papilot yang berisi spesimen kupu-kupu kemudian disimpan dalam wadah tertutup dan diberi kamper untuk menghindari semut.
Sumber: Amrin 2000
Gambar 5 Cara melipat kertas papilot.
Identifikasi jenis kupu-kupu dilakukan setelah kegiatan penangkapan selesai dengan dicocokkan dengan gambar yang ada di buku yang dipakai sebagai acuan dalam identifikasi. Buku identifikasi yang digunakan adalah, Identification guide
(38)
for butterflies of West Java (Schulze 2001), Practical Guide to The Butterflies of Bogor Botanic Garden (Peggie & Amir 2006), dan The Ilustrated Encyclopedia of the Butterfly Word (Smart 1975).
4.5 Analisis Data
4.5.1 Karakteristik habitat
Hasil pengamatan terhadap karakteristik habitat meliputi keberadaan daerah terbuka, sumber air, hewan lain, dan manusia yang kemudian dianalisis untuk mengetahui hubungan antara karakteristik habitat tersebut terhadap preferensi habitat kupu-kupu. Data keberadaan hewan lain dianalisis untuk mengetahui simbiosis antara hewan-hewan tersebut dengan kupu-kupu. Data pengaruh kegiatan manusia digunakan untuk menganalisis pengaruh pengunjung terhadap populasi kupu-kupu dan kebijakan pengelolaan dalam melakukan pengelolaan KRB yang mempengaruhi populasi kupu-kupu.
4.5.2 Analisis vegetasi
Data hasil pengamatan, diklasifikasikan jenis-jenis tumbuhan yang menjadi sumber pakan dan menjadi shelter bagi kupu-kupu. Data-data hasil pengamatan kemudian dianalisis hubungan antara ketersediaan tanaman pakan dan shelter dengan keberadaan populasi kupu-kupu pada daerah tersebut.
4.5.3 Iklim mikro
Hasil pengukuran suhu dan kelembaban yang dilakukan di masing-masing habitat digunakan sebagai data acuan analisis kesesuaian iklim mikro pada suatu habitat dengan iklim mikro yang dibutuhkan oleh kupu-kupu. Data iklim mikro dihubungkan dengan populasi kupu-kupu pada daerah tersebut sehingga diketahui preferensi dan ambang batas toleransi jenis-jenis kupu-kupu terhadap suhu dan kelembaban lingkungannya.
4.5.4 Distribusi cahaya di bawah tajuk
Hasil foto yang didapat dari pengambilan foto dengan menggunakan lensa
fisheye kemudian dianalisis dengan menggunakan program Hemiview 2.1 Canopy Analysis yang menghasilkan hasil keluaran berupa LAI, GSF, bukaan tajuk dan lain-lain. LAI adalah angka perbandingan antara total luas permukaan seluruh daun yang ada pada tajuk dengan luas bidang tanah yang dinaungi oleh tajuk
(39)
tersebut. Luas daun mencerminkan luas bagian yang melakukukan fotosintesis, sedangkan LAI mencerminkan besarnya intersepsi cahaya oleh tanaman. Nilai LAI yang diperoleh digunakan untuk mengklasifikasikan tipe kerindangan pada tipe habitat tersebut. LAI adalah luas daun (A) pada tiap satuan luas lahan (P) yang dinayatakan secara matematik :
LAI = A/P
GSF adalah proporsi dari radiasi global (langsung atau difus) yang diterima di bawah tajuk (TotBe) dengan radiasi di atas tajuk (TotAb) dengan perhitungan sebagai berikut:
GFS = TotBe/TotAb
4.5.5 Populasi jenis kupu-kupu
1. Indeks Kekayaan Jenis/Indeks Kekayaan Margalef (Dmg)
Indeks kekayaan jenis (Dmg) adalah jumlah total spesies dalam satu komunitas (Ludwig dan Reynold 1998). Indeks kekayaan jenis dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Dmg = S-1/ln N Keterangan :
S = Jumlah jenis
N = Jumlah total individu
2.Indeks Keanekaragaman Jenis/Indeks Shannon-Wiener (H’)
Data hasil penangkapan dan identifikasi spesimen kupu-kupu dari tiap plot pengamatan dapat ditentukan tingkat keanekaragamannya dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener dengan mempertimbangkan jumlah jenis dan jumlah masing-masing individu per jenis dengan perhitungan sebagai berikut :
(H’) = - ∑ pi ln pi ; pi = ni / Ni Keterangan :
Pi = Proporsi jenis ke-i ni = Jumlah individu ke-i Ni= Jumlah individu seluruh jenis
(40)
Untuk menentukan keanekaragaman jenis kupu-kupu, maka digunakan klasifikasi nilai indeks keanekaragaman Shannon-Wieners yaitu : (1) Nilai indeks > 3 menandakan keanekaragaman tinggi, penyebaran jumlah individu tiap spesies tinggi dan kestabilan komunitas tinggi; (2) Nilai indeks 1-3 menandakan keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap spesies sedang dan kestabilan komunitas sedang; (3) Nilai indeks < 1 menandakan keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah dan kestabilan komunitas rendah (Ludwig dan Reynold 1998).
3. Indeks Kemerataan/Eveness (e)
Untuk menentukan proporsi kelimpahan jenis kupu-kupu yang ada pada masing-masing plot pengamatan digunakan indeks kemerataan dengan rumus :
e= H’/ln S Keterangan:
E = Indeks kemerataan (antara 0-1)
H’= Indeks keanekaragaman Shanon-Wiener S = Jumlah jenis
Apabila setiap jenis memiliki jumlah individu yang sama, maka komunitas tersebut mempunyai nilai eveness maksimum. Sebaliknya, bila nilai eveness
tersebut kecil, maka dalam komunitas tersebut terdapat jenis dominan, sub-dominan, dan jenis tidak dominan.
4. Kesamaan Jenis Kupu-Kupu
Indeks kesamaan jenis digunakan untuk mengetahui nilai kesamaan jenis antar habitat yang dihitung dengan rumus :
Indeks similaritas (Sj) = Jumlah jenis total a + b + c Keterangan :
a = Jumlah jenis yang umum ditemukan pada tipe habitat A dan B b = Jumlah jenis yang umum ditemukan pada tipe habitat A c = Jumlah jenis yang umum ditemukan pada tipe habitat B
(41)
4.5.6 Analisis korelasi antara faktor-faktor lingkungan dengan populasi kupu-kupu (korelasi pearson)
Korelasi Pearson adalah analisis statistik yang digunakan untuk mengetahui derajat hubungan (searah atau berbanding terbalik) antara dua variabel atau lebih. Korelasi ini digunakan untuk menganalisis ada atau tidaknya hubungan antara variabel X dengan variabel Y sehingga dapat diketahui besarnya sumbangan variabel satu terhadap yang lainnya yang dinyatakan dalam persen. Korelasi antara variabel tersebut (r) ditentukan dengan rumus:
Nilai r terbesar adalah +1 dan r terkecil adalah –1. r = +1 menunjukkan hubungan positif sempurna, sedangkan r = -1 menunjukkan hubungan negatif sempurna. Tentukan kriteria pengujian dengan membandingkan rhitung dengan
rtabel. Intrepretasi nilai r adalah sebagai berikut:
r Interpretasi
0 Tidak berkorelasi 0,01-0,20 Korelasi sangat rendah
0,21-0,40 Rendah
0,41-0,60 Agak rendah
0,61-0,80 Cukup
0,81-0,99 Tinggi
1 Sangat tinggi
4.5.7 Analisis pengaruh antar faktor lingkungan (analisis biplot)
Biplot merupakan metode eksplorasi analisis data peubah ganda yang dapat memberikan gambaran secara grafik tentang kedekatan antar objek, keragaman peubah, korelasi antar peubah, dan keterkaitan antara peubah dengan objek. Informasi yang dapat diperoleh dari biplot antara lain ialah:
(42)
1. Kedekatan antar objek.
Dua objek dengan karakteristik yang sama akan digambarkan sebagai dua titik yang posisinya berdekatan.
2. Keragaman peubah.
Peubah dengan keragaman kecil digambarkan sebagai vektor yang pendek, sedangkan peubah dengan keragaman besar digambarkan sebagai vektor yang panjang.
3. Korelasi antar peubah.
Peubah digambarkan sebagai vektor. Jika sudut dua peubah lancip 90°maka korelasinya bernilai positif. Apabila sudut dua peubah tumpul 90° maka korelasinya bernilai negatif. Sedangkan jika sudut dua peubah siku-siku maka tidak saling berkorelasi.
4. Keterkaitan peubah dengan obyek.
Karakteristik suatu objek bisa disimpulkan dari posisi relatifnya dengan peubah. Jika posisi objek searah dengan arah vektor peubah maka objek tersebut nilainya di atas rata-rata, jika berlawanan maka nilainya di bawah rata-rata, dan jika hampir di tengah-tengah maka nilainya mendekati rata-rata.
(43)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Habitat Kupu-Kupu
Menurut Alikodra (1990) habitat merupakan suatu tempat yang digunakan oleh satwa untuk makan, minum, berlindung, bermain dan berkembangbiak. Habitat terdiri dari dua komponen yaitu komponen fisik dan biotik. Komponen fisik meliputi iklim, topografi, tanah dan ruang, sedangkan komponen biotik meliputi vegetasi, hewan dan manusia.
Tiap-tiap jenis kupu-kupu memiliki tipe habitat yang unik, hal ini disesuaikan dengan preferensi dan toleransi kupu-kupu tersebut terhadap faktor-faktor lingkungan yang membentuk habitat tersebut. Kemampuan suatu habitat yang berbeda-beda dalam memenuhi kebutuhan hidup dari kupu-kupu mengakibatkan dalam suatu habitat tertentu memungkinkan hidup beberapa jenis kupu-kupu, ada yang memiliki anggota yang sangat besar dan ada pula yang terdiri dari beberapa individu saja sedangkan pada habitat lainnya hanya terdapat sedikit jenis kupu-kupu yang memiliki jumlah anggota yang besar maupun kecil atau bahkan tidak ditemukan jenis kupu-kupu satu pun. Tipe-tipe habitat yang diteliti meliputi tipe habitat tanaman buah, tipe habitat tanaman mediterania, tipe habitat tanaman berkayu, tipe habitat tanaman air, serta tipe habitat Taman Garuda (Gambar 6). Beragamnya tipe habitat yang ada akan mempengaruhi tingkat keanekaragaman, kemerataan dan kepadatan jenis kupu-kupu.
Gambar 6. Lokasi-Lokasi Penelitian.
Keterangan :
1) Habitat Tanaman Buah
2) Habitat Tanaman Mediterania 3) Habitat Tanaman
Berkayu
4) Habitat Tanaman Air
5) Habitat Taman Garuda
(1)
Lampiran 14 Lanjutan
Tipe Habitat Jenis Tumbuhan Famili Jumlah
Artocarpus altissimus Moraceae 4 Artocarpus elasticus Moraceae 4 Artocarpus fretissii Moraceae 2
Artocarpus glaucus Moraceae 1
Artocarpus gomezianus Moraceae 1 Artocarpus heterophyllus Moraceae 3
Artocarpus kemando Moraceae 3
Artocarpus lacucha Moraceae 2
Artocarpus lingnanensis Moraceae 1 Artocarpus odoratissimus Moraceae 1 Artocarpus reticulatus Moraceae 1
Artocarpus rotundus Moraceae 2
Artocarpus sp Moraceae 7
Artocarpus tamaran Moraceae 1
Artocarpus teijmannii Moraceae 1
Ficus adenosperma Moraceae 1
Ficus benjamina Moraceae 1
Ficus elastica Moraceae 1
Ficus grandis Moraceae 1
Ficus minahassae Moraceae 1
Ficus sp Moraceae 1
Mangifera sp Anacardiaceae 2
Jumlah total (individu) 44
Tanaman air
Ficus benjamina Moraceae 1
Musa acuminata Musaceae 11
Musa borneensis Musaceae 1
Musa celebica Musaceae 1
Musa glauca Musaceae 1
Musa halabanensis Musaceae 1
Musa laterita Musaceae 1
Musa liukiuensis Musaceae 1
Musa lolodensis Musaceae 1
Musa ornata Musaceae 1
Musa polydosa Musaceae 1
Musa salaccensis Musaceae 3
Musa sanguinea Musaceae 1
Musa sp Musaceae 7
Musa textilis Musaceae 1
Musa uranoscopus Musaceae 1
Musa velutina Musaceae 1
(2)
107
Lampiran 14 Lanjutan
Tipe Habitat Jenis Tumbuhan Famili Jumlah
Taman Garuda
Allamanda cathartica Apocynaceae 3 Allamanda schottii Apocynaceae 1
Allamanda sp Apocynaceae 2
Alpinia biakensis Zingiberaceae 1 Alpinia galanga Zingiberaceae 2 Alpinia katsumadai Zingiberaceae 1 Alpinia macroura Zingiberaceae 1 Alpinia malaccensis Zingiberaceae 1 Alpinia niewenhuizii Zingiberaceae 1 Alpinia officinarum Zingiberaceae 2
Alpinia sp Zingiberaceae 1
Antigonon leptopus Polygonaceae 1
Artocarpus kemando Moraceae 3
Artocarpus sp Moraceae 1
Arunfelsia americana Solanaceae 1 Calotropis gigantea Asclepiadaceae 1 Euphorbia plumerioides Euphorbiaceae 1 Euphorbia pullcherrima Euphorbiaceae 1 Euphorbia tirucalli Euphorbiaceae 1
Ficus deltoidea Moraceae 1
Ficus sp Moraceae 2
Jasminum humile Oleaceae 1
Jasminum sambac Oleaceae 2
Jasminum sp Oleaceae 3
Mangifera indica Anacardiaceae 2 Mangifera pedicellata Anacardiaceae 1 Nephelium cuspidatum Sapindaceae 1 Pandanus amaryllifolius Pandanaceae 3
Solanum torvum Solanaceae 1
(3)
Lampiran 15. Data LAI dan GSF hasil pengukuran di lapangan
Tipe Habitat Vis-Sky Gnd Cover LAI GSF
TAMAN MEDITERANIA 0.656 0.09 0.289 0.77
TANAMAN BUAH 0.266 0.666 1.221 0.281
TANAMAN AIR 0.774 0.111 0.158 0.886
TAMAN GARUDA 0.738 0 0.176 0.894
(4)
109
Lampiran 16. Hasil perhitungan korelasi Pearson faktor-faktor lingkungan terhadap keanekaragaman jenis kupu-kupu
Correlations: SUHU; KELEMBABAN; H; Dmg; e; LAI; GSF; PAKAN LARVA; PAKAN KUPU; SHELTER
Suhu Kelembaban H’ Dmg e LAI P.larva P.kupu Shelter
Kelembaban -0,999
H -0,089 0,079
Dmg 0,016 -0,026 0,985
E -0,617 0,641 -0,003 -0,136
LAI -0,803 0,796 -0,290 -0,422 0,508
GSF 0,768 -0,758 0,270 0,404 -0,470 -0,996 0,132 -0,059 0,519
P.Larva -0,479 0,477 0,762 0,772 0,140 -0,102
P.kupu -0,372 0,347 0,783 0,784 -0,240 0,042 0,789
Shelter 0,258 -0,271 0,101 0,256 -0,778 -0,507 0,344 0,407
Cell Contents: Pearson correlation
(5)
RINGKASAN
SIVA DEVI AZAHRA. Pengaruh Karakteristik Habitat Ruang Terbuka Hijau terhadap Keanekaragaman Kupu-Kupu (Studi Kasus di Kebun Raya Bogor). Dibimbing oleh RACHMAD HERMAWAN dan LIN NURIAH GINOGA.
Kebun Raya Bogor (KRB) yang berfungsi sebagai kawasan konservasi ek-situ merupakan salah satu ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bogor dan merupakan habitat dari berbagai jenis hewan termasuk kupu-kupu. Kupu-kupu merupakan bioindikator bagi fungsi ekologi pada ruang terbuka hijau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kekayaaan, keanekaragaman, kemerataan, dan kesamaan penggunaan habitat oleh kupu-kupu pada lima tipe habitat di Kebun Raya Bogor, serta mengetahui hubungan antara faktor biotik dan abiotik lingkungan pada ruang terbuka hijau terhadap keberadaan kupu-kupu.
Penelitian ini dilakukan mulai bulan November hingga Desember 2011. Data yang diambil diantaranya adalah data jenis dan populasi kupu-kupu, karakteristik habitat, dan analisis vegetasi. Keanekaragaman kupu-kupu diketahui dengan menggunakan metode transek pada kelima tipe habitat pada pagi hari (08.00-12.00) dengan tiga kali pengulangan dan dilakukan pada saat cuaca cerah. Kelima transek dilakukan pada (1) habitat tanaman buah, (2) habitat tanaman mediterania, (3) habitat tanaman berkayu, (4) habitat tanaman air, dan (5) habitat Taman Garuda. Keanekaragaman dihitung dengan menggunakan indek keanekaragaman (H’), indek kemerataan (e), dan indek kesamaan (Sj). Hubungan antara faktor biotik dan abiotik dengan populasi kupu-kupu juga dianalisis.
Enam puluh spesies yang terdiri dari lima famili kupu-kupu : Papilionidae (7 spesies), Nymphalidae (33 spesies) Pieridae (13 spesies), Lycaenidae (6 spesies), and Hesperiidae (1 spesies) ditemukan dan diidentifikasi. Preferensi habitat kupu-kupu yaitu: 1) Suhu dan kelembaban habitat termasuk ke dalam suhu optimal kupu-kupu yaitu 28 0C-34 0C, 2) Habitat memiliki wilayah yang relatif terbuka (ditandai dengan nilai GSF yang besar dan nilai LAI yang kecil), 3) Memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan pakan larva, tumbuhan pakan, dan
shelter yang tinggi, dan 4) Memiliki sumber air, terutama sumber air yang menggenang. Penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan sumber tanaman bernektar dan tanaman inang yang cukup merupakan faktor terpenting dalam usaha konservasi kupu-kupu.
(6)
x
SUMMARY
SIVA DEVI AZAHRA. The Influence of Green Open Space’s Habitat
Characteristics on the Diversity of Butterflies (Case Study in Bogor Botanical Garden). Under supervision of RACHMAD HERMAWAN and LIN
NURIAH GINOGA.
Bogor Botanical Garden (BBG) which functions as an ex-situ conservation places is one of the green open space (GOS) in Bogor and also home to many kinds of animals including butterflies. Butterfly serve as bioindicator of the ecological function of green open space. The purpose of this research was to determine diversity, eveness, and the similarity habitat use by butterflies on five habitat types in Bogor Botanical Garden in order to clarify the relationship between of biotic and abiotic factors in green open spaces and butterfly assemblages.
This research was conducted from November to December 2011. Data collected were butterfly species and population, habitat characteristic, and vegetation analysis. Butterfly diversity was investigated by using line transect count method in five types of habitats which were surveyed in the morning (08:00-12:00) with three repetitions in the daytime under fine weather conditions. The following five transects were selected in this study: (1) Fruit plants habitat, (2) Mediterranean plants habitat, (3) Woody plants habitat, (4) Aquatic plants habitat, and (5) Garuda Garden. The diversity was calculated by using species diversity index (H’), eveness index (E) and similarity index (Sj). The relationships between biotic and abiotic factors to butterfly population were also determined.
Based on survey in five sites, a total of 60 species belonging of five families : Papilionidae (7 species), Nymphalidae (33 species) Pieridae (13 species), Lycaenidae (6 species), and Hesperiidae (1 species) were captured and identified. Butterfly’s habitat preferences are: 1) The optimum temperature for a butterfly is between 28 0C-34 0C, 2) Buterflies originally found in relatively open habitats (large value of the GSF and small value of LAI), 3) Butterfly need a variety of larval host plant, nectar resources, and shelter, and 4) Have a water source, especially stagnant water source. This study shows that the provision of adequate nectar resources and larval host plant are likely to be essential to the successful conservation of butterfly species.