92
mendalami pesan yang diperoleh dan menghubungkan pengalaman pribadi dengan pesan Kitab Suci. Peran pendamping adalah merangkum reflekis
pengalaman hidup dan mengajak peserta membangun niat bersamapribadi. Langkah lima, penerapan meditatif katekis membuat pertanyaan pembantu
sebagai bahan reflektif pengalaman hidup, dan refleksi-pemikiran muncul selama pendalaman pengalaman dihubungkan dengan Kitab Suci. Kemudian Katekis
mengajak peserta menemukan nilai baru dalam hidup pribadidan bersama. Langkah keenam adalah evaluasi jalannya katekese umat berupa isi, tema,
langkah-langkah dan proses sharing pengalaman iman. Dengan evaluasi diharapkan pertemuan berikutnya menjadi lebih baik, sesuai, dan relevan.
Sebagai penutup dilakukan doa umat spontan dan doa penutup dan menyanyikan lagu penutup sesuai tema Sumarno Ds, 2013: 13-14.
C. Shared Christian Praxis: Salah Satu Model Katekese Umat
Salah satu model katekese umat yaitu model Shared Christian Praxis SCP. Shared Christian Praxis
adalah model katekese umat yang menekankan sifat dialog dan partisipasi supaya mendorong umat berdasarkan konfrontasi tradisi dan
visi hidup dengan Tradisi dan Visi Kristiani sehingga dapat mewujudkan nilai- nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan sehari-hari Sumarno Ds, 2013: 14-15.
1. Pengertian Shared Christian Praxis
Katekese umat model Shared Christian Praxis SCP terdiri dari 3 tiga unsur penting yang harus diperhatikan yaitu Shared, Christian, dan Praxis
Sumarno Ds, 2012: 15-17.
93
a. Shared
Istilah „shared’ merupakan pengertian dari komunikasi iman yang bersifat dialogal, partisipasi dan kritis, sikap egaliterian, terbuka terhadap diri sendiri,
sesama dan rahmat Tuhan. Shared menekankan aspek dialog, kebersamaan, keterlibatan dan solidaritas. Oleh sebab itu proses sharing pengalaman peserta
diharapkan dapat saling mendengarkan dengan terbuka, dengan hati dan berkomunikasi dengan kebebasan hati. Karena sharing mempunyai hubungan
antara hidup faktual dengan tradisi dan visi kristiani Groome, 1997: 4. Sharing berarti saling berbagi rasa, pengetahuan, dan saling mendengarkan
pengalaman setiap umat. Proses sharing diawali dengan berdialog kepada diri sendiri kemudian diungkapkan dalam berbagai pengalaman dengan suasana
persaudaraan dan cinta kasih Sumarno Ds, 2013: 16. Aspek dialog dalam sharing didahului dengan refleksi dan pengolahan
pengalaman pribadi sebagai pokok penegasan bersama. Dalam proses berdialog dibutuhkan kejujuran, keterbukaan, kepekaan dan penghormatan. Hal terpenting
dalam berdialog adalah mendengarkan dengan hati yaitu mendengarkan penuh simpati. Oleh karena itu dialog memiliki unsur peneguhan, penegasan, dan hasrat
untuk maju bersama serta unsur hubungan dialegtis antara praktis faktual peserta dengan nilai dan semangat kristiani Groome, 1997: 4.
Dalam dialog terdapat dua unsur yaitu membicarakan to tell dan mendengarkan to lisen. Membicarakan berarti menyampaikan kebenaran dan
pengalaman pribadi dan mengatakannya dengan kejujuran, bukan atas apa yang didengar, diperkirakan dan dipikirkan. Membicarakan didasari sikap keterbukaan,
kejujuran, dan kerendahan hati untuk mengungkapkan pengalaman hidup.
94
Mendengarkan berarti mendengar dengan hati dan rasa yang dikomunikasikan orang lain. Dengan mendengarkan pribadi tersebut akan menemukan diri sendiri
dan menemukan kehendak Tuhan dalam hidupnya. Mendengarkan melibatkan keseluruhan diri sehingga muncul empati Sumarno Ds, 2013: 16-17.
b. Christian
Model Shared Christian Praxis akan mengusahakan supaya kekayaan iman Kristiani dan visinya dapat terjangkau, dekat, dan relevan di tengah-tengah
kehidupan umat. Dengan proses itu kekayaan iman Gereja dapat berkembang menjadi pengalaman iman karena kekayaan iman menekankan dua unsur pokok
yaitu pengalaman iman Kristiani tradisi dan visi Groome, 1997: 2-3. Tradisi T dengan huruf besar merupakan keseluruhan pengalaman iman
umat yang terungkap dan dibakukan Gereja dalam menanggapi pewahyuan Allah. Tradisi Gereja merupakan seluruh corak kehidupan umat Kristiani, Kitab Suci,
ajaran Gereja resmi, intepretasitafsir, penelitian para teolog, praktek suci, ibadat, sakramen, simbol, ritus, pestaperingatan, hiasanlukisan merupakan ekspresi
iman akan pengalamannya dengan Allah berdasarkan peristiwa historis, mati, dan kebangkitan Yesus Sumarno Ds, 2013: 17.
Tradisi mengungkapkan kenyataan iman umat yang hidup dan dihidupi. Sebagai kenyataan iman Tradisi Kristiani terus mengundang umat dalam
keterlibatan praktis dan proses pembribadian. Tradisi Kristiani merupakan perjumpaan antara rahmat Allah dalam Kristus dan tanggapan manusia. Tradisi
sebagai sabda yang dihidupi untuk mengembangkan identitas kristiani dan memberi insiprasi supaya nilai-nilai itu terwujud Groome, 1997: 3.
95
Tradisi t dalam huruf kecil merupakan seluruh pengalaman konkret manusia dan sejarahnya dalam menghayati hidup serta menjalani hidup di dunia
atas dasar iman Sumarno Ds, 2013: 17. Visi V dengan huruf besar merupakan pengetahuan dan kenyataan
hadirnya isi Tradisi, dan menjadi jawaban pengalaman iman kristiani serta janji Allah yang terungkap dalam Tradisi. Visi merupakan kenyataan konkret atas
jawaban manusia terhadap janji-janji Allah yang terwujud dalam Tradisi Sumarno Ds, 2012: 17.
Visi Kristiani menekankan tuntutan dan janji yang terdapat dalam Tradisi, tanggungjawab dan perutusan umat merupakan jalan menghidupi semangat dan
sikap kemuridan dan hal mendasar adalah terwujudnya Kerajaan Allah. Visi Kristiani mengarah pada proses sejarah kehidupan yang saling berhubungan,
bersifat dinamis, mengandung penilaian, penegasan, pilihan, dan keputusan Groome, 1997: 3.
Visi v dalam huruf kecil merupakan kritik perbuatan manusia pada masa kini, dan menjadi ukuran beriman dan terbuka atas masa depan. Manusia dalam
menjalankan kehidupannya
berusaha menganggapi
janji Allah
dan merumuskannya dalam visi kristiani berdasarkan pengalaman akan tradisi atau
pengalaman yang sedang dihayati Sumarno Ds, 2013: 17.
c. Praxis
Praxis merupakan perbuatantindakan manusia yang meliputi keseluruhan
diri manusia dengan segala sesuatu yang dibuat dengan tujuan tertentu. Praxis mengacu pada tindakan manusia dengan tujuan perubahan hidup meliputi
96
kesatuan praktik dan teori kreatifitas, antara refleksi kritis dan kesadaran historis keterlibatan baru. Praxis merupakan praktek yang didukung oleh refleksi teoritis
dan sebaliknya. Praxis merupakan ungkapan pribadi meliputi ungkapan fisik, emosional, intelektual, dan spiritual dari hidup Sumarno Ds, 2013: 15.
Aktifitas terdiri dari kegiatan mental, fisik, kesadaran, tindakan pribadi dan sosial, hidup pribadi, kegiatan publik yang merupakan kenyataan masa kini
sebagai perwujutan diri. Aktifitas bersifat historis sehingga ditempatkan pada waktu dan tempat Sumarno Ds, 2013: 15; bdk. Groome, 1997: 2
Penekanan refleksi ada pada refleksi kritis terhadap tindakan historis pribadi dan sosial terhadap praxis pribadi dan kehidupan masyarakat terhadap Tradisi dan
Visi kristiani Sumarno Ds, 2013: 15; bdk. Groome, 1997: 2. Kreativitas merupakan perpaduan antara aktifitas dan refleksi dengan
menekankan sifat transenden sebagai manusia dalam dinamika praxis sehingga menciptakan praxis baru yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
Sumarno Ds, 2013: 15; bdk. Groome, 1997: 2
2. Langkah Katekese Umat Model Shared Christian Praxis
Katekese umat model Shared Christian Praxis yang menekankan proses komunikasi pengalaman hidup. Oleh sebab itu katekese umat model Shared
Christian Praxis SCP dapat dipahami sebagai suatu proses yang mengalir.
Katekese umat model Shared Christian Praxis terdiri dari lima langkah yang saling berurutan, walaupun dalam kenyataanya tidak jarang terjadi tumpang
tindih, atau terulang atau langkah satu dengan yang lainnya saling bergabung menjadi satu Groome, 1997: 5.
97
Langkah-langkah katekese umat model Shared Christian Praxis SCP saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Katekese umat model Shared
Christian Praxis memiliki dari 5 lima langkah-langkah pokok yang didahului
dengan langkah 0 pemusatan aktifitas. Kelima langkah katekese umat model Shared Christian Praxis
SCP adalah mengungkap pangalaman hidup peserta, mendalami pengalaman hidup peserta, menggali pengalaman iman kristiani,
menerapkan iman kristiani dalam situasi peserta konkret, dan mengusahakan suatu aksi konkrit Sumarno Ds, 2013: 18-22; bdk. Groome, 1997: 5-50.
a. Langkah 0: Pemusatan Aktifitas
Langkah nol dapat digunakan bila diperlukan. Apabila sudah memiliki bahan atau buku panduan yang sudah jadi, maka langkah ini tidak perlu
digunakan. Unsur-unsur penting yang ada pada langkah nol adalah kekhasan, tujuan, peran peserta, dan peran pendamping.
Kekhasan dari langkah nol adalah peserta dapat menentukan sendiri tema pokok yang akan dibahas sesuai dengan minat, kebutuhan dan keprihatinan yang
sedang terjadi Sumarno Ds, 2013: 18. Melalui cerita, permasalahankeyakinan, peserta didorong menyampaikan
pemahaman dan pengalaman. Berdasarkan kepentingan, minat, kebutuhan peserta diajak merumuskan topik dan menyusunannya sesuai prioritas Groome, 1997: 8.
Tujuan yang ingin dicapai adalah peserta menentukan tema yang sesuai kenyataan hidup sehingga tema tersebut menjadi tema pokok. Tema yang
diangkat harus konkret yang mencerminkan pokok hidup, keprihatinan, permasalahan dan kebutuhan peserta Sumarno Ds, 2013: 18.
98
Membangun keterlibatan dan kesadaran peserta sebagai subjek dalam ketekese sehingga menjadi pendidikan yang menciptakan kesatuan kesadaran,
kehendak, dan keterlibatan baru. Tema dasar disadari sebagai tema bersama. Langkah nol bermaksud membangun kesadaran dan minat bersama dan visi
sebagai sarana perjumpaan, kebersatuan, dan komunikasi antar pribadi sebagai subjek dengan menghormati keunikan dan kebutuhan Groome, 1997: 8.
Peserta berperan untuk terlibat aktif dalam berkatekese, menjalin dialog dalam pemilihan tema dasar sesuai model Shared Christian Praxis dan tema
tersebut tidak bertentangan dengan iman kristiani. Melalui simbol, keyakinan, cerita, bahasa foto, poster, video, kaset, film, telenovela, atau sarana lain peserta
dapat menemukan sendiri salah satu aspek kehidupan yang bisa digunakan sebagai tema dasar dalam berkatekese Sumarno Ds, 2013: 19.
Pendamping menciptakan
lingkungan psikososial
yaitu peserta
berpartisipasi dan tercipta suasana persahabatan, kekeluargaan, dan saling percaya sehingga peserta diterima, dimengerti, dan dihargai. Pendamping menciptakan
lingkungan fisik yang mendukung. Pendamping memilih sarana yang tepat dan membantu peserta menentukan serta merumuskan tema pokok yang menjadi
prioritas Sumarno Ds, 2013: 19; bdk. Groome, 1997: 10.
b. Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Peserta
Langkah pertama merupakan keterlibatan peserta untuk membagikan pengalaman hidupnya sesuai dengan tema. Pengalaman hidup yang dibagikan
merupakan kejadian atau peristiwa yang benar-benar dialami. Langkah pertama
99
ini memiliki tiga hal pokok yang mendukung jalannya katekese yaitu kekhasan, tujuan, peran peserta, dan peran pendamping.
Kekhasan langkah pertama adalah sharing pengalaman hidup yang terjadi di masyarakat, dan kehidupan pribadi. Melalui cerita, puisi, tarian, nyanyian, drama
pendek, lambang, dll peserta mengungkapkan pengalaman hidup dan keterlibatannya. Pengalaman hidup yang diungkapkan dapat berupa perasaan,
menilai, sikap, kepercayaan, dan keyakinan sehingga peserta sadar dan kritis akan pengalaman hidupnya Sumarno Ds, 2013: 19; bdk. Groome, 1997: 5.
Tujuan yang akan dicapai pada langkah pertama adalah peserta dapat mengungkapkan pengalaman hidup sesuai tema. Peserta tidak hanya
mengungkapkan pengalaman pribadi tetapi pengalaman orang lainkeadaan masyarakatgabungan keduanya Sumarno Ds, 2013: 19; bdk. Groome, 1997: 5.
Untuk mendukung terwujudnya tujuan yang akan dicapai maka peserta berperan mengungkapkan pengalaman hidup. Peserta menyadari pengalaman
pribadinya, mendalami, membahasakan, dan menyampaikan kepada peserta yang
lain Sumarno Ds, 2013: 19; bdk. Groome 1997: 11.
Pengalaman hidup yang diungkapkan adalah pengalaman pribadi, atau kehidupan dan permasalahan sosial, ekomomi, budaya yang terjadi di lingkungan
masyarakat atau gabungan keduanya. Dengan sharing pengalaman peserta yang masih subjektif dan akan menjadi objektif sehingga mereka akan diteguhkan dan
dikembangakan imannya Sumarno Ds, 2013: 19; bdk. Groome, 1997: 11.
Demi terciptanya peran peserta pendamping juga ikut berperan yaitu berperan sebagai fasilitator yang mampu menciptakan suasana hangat dan
mendukung. Apabila peserta yang hadir banyak, maka dibagi dalam kelompok
100
kecil supaya efektif. Pendamping merumuskan pertanyaan dengan jelas, terarah, tidak menyinggung pribadi peserta, pendamping menyesuaikan latar belakang
peserta, terbuka dan objektif dalam menghadapi peserta. Pendamping membangun sikap ramah, sabar, hormat, dan bersahabat. Pendamping peka terhadap
permasahan peserta, dan memberi kebebasan memilih pertanyaan yang cocok. Pendamping juga menyadari tujuan dan pokok pemikiran dasar langkah pertama
Sumarno Ds, 2013: 19; bdk. Groome, 1997: 13, 42.
c. Langkah II: Mendalami Pengalaman Hidup Peserta
Berdasarkan proses sharing pengalaman hidup pada langkah pertama maka langkah kedua ini peserta mendalami pengalaman hidupnya menjadi pengalaman
iman. Langkah kedua ini juga terdiri dari tiga hal pokok yaitu kekhasan, tujuan, peran peserta, dan peran pendamping.
Kekhasan langkah kedua adalah refleksi kritis dan mengantar peserta pada pengalaman hidup dan tindakannya yang mencakup tiga hal yaitu pemahaman
kritis dan sosial alasan, minat, asumsi menekankan pemahaman terhadap tindakan dan pertimbangannya serta menganalisa pengalaman hidup yang
dibentuk oleh sistem sosial yang keduanya saling berhubungan. Kenangan analisis dan sosial sumber historis yang mencakup sejarah hidup dan pranata sosial yang
membentuk dan mempengaruhi cara hidup masyarakat. Imajinasi kreatif dan sosial harapan konsekunsi historis, mencakup dua tekanan yaitu bersifat pribadi
berarti membayangkan konsekuansi, kemungkinan, dan tanggungjawab pribadi atas keputusan konsekuansi yang membuat peserta sadar akan keterlibatan dan
solidaritas sosial Sumarno Ds, 2013: 20; bdk. Groome 1997: 5-6.
101
Tujuan yang akan dicapai adalah merefleksikan dan mengantar peserta pada kesadaran kritis pengalaman hidupnya dan tindakanya yang berhubungan dengan
pemahaman kritis dan sosial alasan, minat, asumsi, kenangan analisis dan sosial sumber historis dan imajinasi kreatif serta sosial harapan konsekuensi historis.
Berdasarkan pengalaman hidup peserta sampai pada kesadaran terdalam, sehingga dapat mengolah dan menemukan makna hidup, dan praksis baru Sumarno Ds,
2013: 20; bdk. Groome, 1997: 5-6, 43. Peran peserta pada langkah kedua adalah memperdalam pengalaman hidup
melalui refleksi dan berproses pada kesadaran kritis atas pengalaman hidup dan tindakannya yang meliputi tiga hal yaitu pemahaman kritis dan sosial, kenangan
analisis dan sosial, serta imajinasi kreatif dan sosial. Peserta berusaha merefleksikan pengalaman hidupnya yang telah dikomunikasikan sehingga
menemukan arti dan nilai dari pengalaman tersebut. Peserta juga dapat mencapai kesadaran terhadap tradisi dan visi hidupnya sehingga menciptakan keterlibatan
hidup dan praksis baru. Jadi inti peran peserta pada langkah kedua adalah memperdalam sharing pengalaman hidup pada langkah kedua dan mengantar
peserta pada kesadaran kritis akan pengalaman dan tindakannya Sumarno Ds, 2013: 20; bdk. Groome, 1997: 14-15.
Pendamping juga berperan menciptakan suasana saling menghormati dan mendukung setiap gagasan, sumbangan dari peserta. Pendamping mengundang
peserta melakukan refleksi kritis, menguji pemahaman, kenangan, dan imajinasi peserta. Pendamping mengajak peserta untuk aktif berbicara tanpa paksaan.
Pendamping dapat menggunakan pertanyaan pembantu untuk mendalami tema bukan mengintrogasi, mengganggu harga diri dan rahasia peserta. Pendamping
102
memahami kondisi peserta, terutama peserta yang tidak biasa melakukan refleksi kritis. Pendamping berusaha untuk menghindari kesan bahwa peserta diwajibkan
mempertanggungjawabkan pengalaman hidup. Peran pendamping yang penting adalah kesabaran dalam berproses, dan menggunakan imajinasi sebagai
penyambung langkah ketiga Sumarno Ds, 2013: 20; bdk. Groome, 1997: 44. Pendamping menyadari adanya kesulitan dalam refleksi kritis sehingga
dibutuhkan kesabaran, dan keterampilan untuk mengembangkanya. Pendamping perlu menciptakan lingkungan psikososial yaitu keakraban, rasa senasib-
sepenanggungan dan kepercayaan antar peserta. Groome, 1997: 19.
d. Langkah III: Menggali Pengalaman Iman Kristiani Peserta
Pada langkah ketiga peserta akan berhadapan dengan teks Kitab Suci untuk didalami bersama supaya menemukan nilai-nilai Kerajaan Allah yang bisa
diwujudkan dalam kehidupan. Langkah ketiga memiliki tiga hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu kekhasan, tujuan, peran peserta, dan peran pendamping.
Kekhasan langkah ketiga adalah pendamping menyampaikan pesan Tradisi dan Visi Kristiani supaya terjangkau dan mengena dalam kehidupan peserta.
Tradisi dan Visi Kristisni berisikan pewahyuan dan kehendak Allah yang memuncak dalam misteri hidup dan karya Yesus serta mampu mengungkapkan
tanggapan manusia atas pewahyuan-Nya. Sifat pewahyuan Allah adalah dialogal, menyejarah dan normatif, seperti terungkap dalam Kitab Suci, ajaran-ajaran
Gereja, liturgi, spiritual, devosi, kepemimpinan, kehidupan umat beriman. Oleh sebab itu diperlukan penafsiran supaya pewahyuan-Nya relevan dalam kehidupan
Sumarno Ds, 2013: 20-21.
103
Tujuan yang hendak dicapai pada langkah ketiga mengkomunikasikan nilai- nilai yang terdapat dalam Tradisi dan Visi kristiani supaya dekat dan mengena
dalam kehidupan peserta dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda. Pendamping membuka jalan, menghilangkan hambatan sehingga peserta dapat
menemukan nilai-nilai yang terkandung dalam Tradisi dan Visi kristiani tersebut Sumarno Ds, 2013: 20; bdk. Groome, 1997: 6.
Peran peserta demi terciptanya tujuan langkah ini adalah mendialogkan tradisi dan visi hidup dengan Tradisi dan Visi Gereja sehingga iman Kristiani
dapat dekat dan hadir di tengah-tengah kehidupan peserta dan peserta terdorong mempribadikan makna kebenaran secara kritis dan kreatif, dan menemukan
praksis baru Sumarno Ds, 2013: 19; bdk. Groome, 1997: 19. Pendamping juga berpartisipasi dengan menghormati Tradisi dan visi
Kristiani yang otentik, dan normatif, memanfaatkan sarana dan menafsirakan Kitab Suci sebagai informasi dan mambantu peserta supaya nilai-nilai Tradisi dan
visi Kristiani dapat dekat dalam kehidupan peserta. Tafsiran Kitab Suci disertai dengan kesaksian iman, harapan, dan hidup pribadi. Pendamping menggunakan
metode yang tepat dan cocok, mengantar peserta pada kesadaran diri, tidak mengulang-ulang rumusan, tidak bersikap sebagai guru serta mempersiapkan
bahan secara maksimal Sumarno Ds, 2013: 21; bdk. Groome, 1997: 28.
e. Langkah IV: Menerapkan Iman Kristiani dalam Situasi Konkrit
Berdasarkan pengolahan langkah pertama sampai ketiga peserta menemukan nlai-nilai baik yang akan dikembangkan dan nilai-nilai tidak baik
104
yang akan ditinggalkan. Untuk itu langkah keempat ini juga mempunyai tiga unsur pokok yaitu kekhasan, tujuan, peran peserta, dan peran pendamping.
Kekhasan langkah ketiga ini, peserta diajak untuk mendialogkan hasil pengolahan langkah pertama, kedua dan isi pokok langkah ketiga. Peserta dapat
menemukan nilai-nilai Tradisi dan Visi Kristiani yang meneguhkan, mengkritik, sehingga peserta dapat melangkah pada kehidupan yang lebih baik dengan
semangat, nilai, dan iman baru demi terwujudnya Kerajaan Allah Sumarno Ds, 2013: 21; bdk. Groome, 1997: 7.
Berdasarkan penemuan nilai-nilai Tradisi maka tujuan yang dicapai pada langkah ini adalah mengajak peserta menemukan nilai hidup berdasarkan Tradisi
dan Visi Kristiani. Peserta diajak untuk dapat menentukan sendiri sikap lama yang akan diubah atau diperbaiki, dan menemukan nilai-nilai baru yang hendak
dikembangkan dan diwujudkan dalam kehidupan. Langkah empat bertujuan mengintepretasikan nilai hidup ke dalam Tradisi dan visi Kristiani serta
mempersonalisasikan dan memperkaya dinamika Tradisi dan visi Kristiani Sumarno Ds, 2013: 21; bdk. Groome, 1997: 30, 48.
Peserta dan pendamping juga berpartisipasi demi tujuan yang akan dicapai. Peran peserta adalah peserta mendialogkan hasil pengolahan langkah pertama,
langkah kedua dan isi pokok langkah ketiga. Berdasarkan hasil pengolahan setiap langkah peserta menemukan nilai-nilai tradisi dan visi Kristiani yang
meneguhkan, mengkritik, sehingga peserta dapat melangkah kehidupan yang lebih baik lagi dengan semangat, nilai, dan iman baru demi terwujudnya Kerajaan Allah
Sumarno Ds, 2013: 21; bdk. Groome, 1997: 5.
105
Dalam proses menemukan nilai hidup peserta dapat mengungkapkan perasaan, sikap, intuisi, perspektif, evaluasi, dan penegasan kebenaran nilai dan
kesadaran yang diyakini sebagai tanggapan dialog tradisi dan visi kristiani. Pengungkapan nilai hidup dapat berupa penjelasan, tulisan, simbol, atau ekspresi
dsb Sumarno Ds, 2013: 21; bdk. Groome, 1997: 32. Pendamping menghormati kebebasan dan saling menghormati hasil
penegasan peserta, terutama peserta yang menolak penafsiran pendamping, pendamping mampu meyakinkan peserta supaya menemukan nilai pengalaman
hidup dan visi dalam terang Tradisi dan Visi Kristiani. Pendamping mendorong peserta supaya dapat merubah sikap sebagai pendengar pasif menjadi pendengar
aktif, menyadari tafsiran pendamping bukan harga mati dan pendamping mampu mendengarkan dengan hati terhadap tanggapan, pendapat, dan pemikiran peserta
lain Sumarno Ds, 2012: 21-22; bdk. Groome, 1997: 48-49. Peran lainnya yang harus dilakukan pendamping adalah membantu peserta
dengan cara menyampaikan pertanyaan-pertanyaan bantuan yang bersifat aktif, supaya peserta dapat menemukan sendiri nilai-nilai hidup, kesadaran baru dari
iman, dan perjuangan hidup yang akan diwujudkan dan dikembangkan secara kritis dan kreatif dalam kehidupan sehari-hari Sumarno Ds, 2013: 21; bdk.
Groome, 1997: 49.
f. Langkah V: Mengusahakan Suatu Aksi Konkret
Langkah kelima merupakan langkah terakhir dari katekese umat model Shared Christian Praxis.
Pada tahap ini peserta diajak menutup katekese umat dengan melakukan ibadat singkat untuk mendoakan seluruh proses katekese umat
106
yang telah berlangsung. Langkah kelima ini juga terdiri dari tiga hal penting yaitu kekhasan, tujuan, peran peserta, dan peran pendamping.
Kekhasan langkah kelima adalah peserta diajak menemukan keputusan pribadi dan bersama berdasarkan tema dalam berkatekese. Keputusan tersebut
dapat bermacam bentuk dan sifat serta subjek dan arah. Keputusan berdasarkan bentuk menekankan aspek kognitifpemahaman, aspek afektifperasaan, dan
tingkah lakupraktis-politis. Keputusan berdasarkan sifat berhubungan dengan pribadi, dan interpersonalsosial-politis. Keputusan berdasarkan subjek bersifat
aktivitas pribadi, dan bersama. Keputusan berdasarkan arah bersifat internkepentingan kelompok dan eksternkepentingan diluar kelompok
keterlibatan sesama Sumarno Ds, 2013: 22; bdk. Groome, 1997: 34-35. Sedangkan tujuan yang dicapai adalah peserta dapat sampai pada keputusan
praktis sebagai tanggapan umat terhadap wahyu Allah yang berlangsung dalam sejarah kehidupan dengan Tradisi Gereja dan Visi Kristiani. Keprihatinan dari
tujuan yang ingin dicapai adalah mendorong peserta pada keterlibatan baru sehingga muncul pertobatan pribadi dan sosial metanoia. Secara teologis peserta
diajak untuk mengungkapkan harapan rahmat Allah dan atas tanggapan tersebut kehidupan manusia akan menjadi lebih baik. Tanggapan tersebut bertujuan
membantu peserta mengambil keputusan secara moral, konseptual, sosial, politis sesuai nilai Kristiani. Langkah kelima merupakan sarana untuk menghayati dan
mewujudkan iman Sumarno Ds, 2013: 22; bdk. Groome, 1997: 34, 49. Berdasarkan tujuan yang akan dicapai peserta berperan untuk
mengungkapkan keputusan yang akan diwujudkan dan dikembangkan dalam berbagai bentuk aspek kognitifpemahaman, dan aspek afektifperasaan dan
107
berdasarkan sifat pribadi, interpersonal, sosial-politis; berdasarkan subjek aktifitas pribadibersama dan berdasarkan arah intern atau ekstern untuk
kepentingan kelompok Sumarno Ds, 2013: 22; bdk. Groome, 1997: 49. Pendamping juga berperan untuk membantu peserta mengambil keputusan
pribadi diiringi dengan pertobatan pribadi atau sosial. Keputusan tersebut sebagai wujud iman Kristiani supaya Kerajaan Alah dapat hadir dalam kehidupan manusia
Sumarno Ds, 2013: 22; bdk. Groome, 1997: 37. Pendamping menyadari hakikat praktis, inovatif, dan transformatif pada
langkah kedua. Pendamping mampu untuk merumuskan pertanyaan yang bersifat sederhana sehingga membantu peserta mengambil keputusan, dan menekankan
sikap optimis yang realistis. Pendamping merangkum isi langkah pertama sampai keempat sehingga membantu peserta mengambil keputusan pribadi dan bersama.
Sebagai penutup peserta diajak merayakan liturgi sederhana untuk mendoakan
keputusan yang diambil Sumarno Ds, 2013: 22; bdk. Groome, 1997: 50.
3. Tinjauan Kritis Katekese Umat Model Shared Christian Praxis
Keberhasilan katekese umat dipengaruhi oleh beberapa hal pokokuntuk mendukung jalannya ketekese umat model Shared Charistian Praxis. Hal-hal
yang mendukung katekese umat model Shared Christian Praxis adalah materi, kesiapan pendamping, fasilitator, dan lingkungan fisik yang mendukung.
Hal-hal yang harus diperhatikan demi terlaksananya katekese umat model Shared Christian Praxis
adalah urutan setiap langkah, peserta katekese umat, penggunaan waktu yang efektif, serta keterampilan katekispendamping dalam
berkatekese Sumarno Ds, 2013: 22-23.
108
a. Urutan Langkah
Urutan dalam berkatekese yang biasanya terjadi adalah mensharingkan pengalaman hidup dan merefleksikannya. Berdasarkan hasil refleksi peserta diajak
menemukan pengalaman iman dan menghadirkan Tradisi dan Visi Kristiani, mewujudkannya dalam tindakan nyata serta berani menanggapi wahyu Allah
sebagai pembaharuanketerlibatan baru Sumarno Ds, 2013: 22-23. Kelima langkah tersebut dapat dikombinasikan satu dengan yang lain
dengan memberi penekanan yang berbeda dalam setiap langkah. Langkah-langkah katekese umat tersebut dapat terjadi tumpang tindih antara langkah pertama dan
kedua, langkah empat dengan langkah kelima Sumarno Ds, 2013: 23. Semua langkah-langkah tersebut merupakan satu kesatuan, supaya
memudahkan pendamping dalam memandu. Untuk memulai katekese umat adalah dengan mengungkapkan pengalaman hidup secara bersama. Cara tersebut
merupakan cara yang bisa dilakukan walaupun tidak harus dilaksanakan. Tetapi yang terpenting dalam berkatekese adalah suasana kebersamaan, pengungkapan
dan merefleksikan pengalaman hidup menjadi pengalaman iman sehingga terarah pada pendidikan iman Sumarno Ds, 2012: 23.
b. Peserta
Mendorong peserta berdasarkan tradisi dan visi hidup dengan Tradisi dan Visi Kristiani, supaya secara pribadikelompok melakukan penegasan dan berani
mengambil keputusan demi terwujudnya Kerajaan Allah Sumarno Ds, 2013: 14. Suasana lingkungan yang mendukung akan membuat peserta menjadi bebas dan
terbuka mengungkapkan pengalaman hiduppendapatnya. Oleh sebab itu
109
dibutuhkan rasa percaya diri terhadap diri sendiri maupun peserta lain dan jika memungkinkan mampu berkontak dengan semua peserta Sumarno Ds, 2013: 24.
c. Penggunaan Waktu
Pada dasarnya Shared Christian Praxis merupakan suatu kegiatansikap yang dapat digunakan dalam setiap usaha pendidikan kristiani, maka berkaitan
dengan waktu tidak menjadi suatu masalah Sumarno Ds, 2013: 23. Shared Christian Praxis
merupakan kegiatan yang dapat dilaksanakan diberbagai kesempatan terutama berkaitan dengan pendidikan kristiani, maka
waktu yang digunakan dapat menyesuaikan situasi dan kondisi peserta. Waktu yang digunakan bersifat fleksibel karena menyesuaikan penggunaannya misalnya
retretrekoleksi. Penggunaan dan pemanfaatan lingkungan, tempat, dan waktu yang longgar merupakan sesuatu yang ideal dalam memberi perhatian yang cukup
pada setiap langkah Sumarno Ds, 2013: 23-24.
d. Keterampilan Katekis
Katekis terampil dalam menciptakan lingkungan emosional dan lingkungan physis yang mendukung. Lingkungan emosional merupakan suasana saling
menerima, hangat, dan terbuka, sehingga peserta merasa diterima, bebas, dan santai. Lingkungan physis merupakan lingkungan yang lembut, misalnya lantai
tertutup lebih baik dari pada lantai kosong, kursi yang nyaman dari pada kursi malas atau kursi bangku, memperhatikan pencahayaan, pengaturan tempat duduk,
suasana warna, lantai, hiasan, dll. Katekispendamping juga terampil dengan
110
berperan sebagai pemandu atau fasilitator dalam keseluruhan proses katekese umat Sumarno Ds, 2013: 24.
Tanggung jawab dan peran katekis dalam berkatekese adalah sebagai fasilitator dengan menciptakan suasana pertemuan menjadi hangat dan
mendukung, memberikan penjelasan dengan jelas, menghormati dan menghargai setiap gagasan yang disampaikan peserta, mengajak peserta untuk terlibat,
memberikan tafsiran yang jelas dan menggunakan bahasa yang sederhana, tidak mendoktrinasi kepada peserta tetapi membiarkan peserta berproses dengan
bantuan katekis serta berani bersaksi akan kebenaran Sumarno Ds, 2013: 19-22.
D. Penghayatan Iman dalam Katekese Umat