berbelanja sebesar RM 600 tiap bulannya untuk kebutuhan sehari- hari yang tidak diperjualbelikan kepada pihak lain
. Akantetapi,
peraturan tersebut belum berjalan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia. Hal ini dikarenakan PPLB belum siap
dibuka untuk perdagangan bebas. Sehingga, baik itu warga Badau
maupun warga Malaysia di perbatasan masih terlihat bebas keluar- masuk ke Badau-Malaysia.
b. Persepsi Masyarakat Badau Terhadap Kemasan Produk
Kebutuhan Pokok Made In Malaysia yang Lebih Baik
Berdasarkan hasil observasi ditemukan bahwa kemasan produk kebutuhan pokok asal Malaysia lebih baik dari kemasan
produk kebutuhan pokok asal Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari hasil dokumentasi sebagai berikut :
Gambar 1.6 Kemasan produk gula made in Malaysia Versus made in
Indonesia
1 2
Keterangan: 1 Produk
gula made in Indonesia yang dikemas dengan plastik
ukuran 1 kilogram, 2 Produk gula made in Malaysia dalam kemasan 1 kilogram.
Dapat dilihat dari gambar 1 dan 2 diatas bahwa kemasan produk gula made in Malaysia memenuhi standar produk. Hal ini
dibuktikan dari adanya informasi produk pada kemasan gula made in Malaysia seperti expired date, bahan yang digunakan, berat isi,
nama perusahaan yang memproduksi produk, dan asal produk. Sedangkan kemasan produk gula made in Indonesia tidak
memenuhi standar produk. Hal ini dikarenakan produk gula made in Indonesia yang didatangkan dari Pontianak hanya menggunakan
karung goni, sehingga produk gula tersebut dikemas ulang oleh para pedagang di Badau ke dalam plastik ukuran 1 kilogram. Hal
ini juga diperkuat dari hasil dokumentasi terhadap produk minyak goreng made in Malaysia sebagai berikut:
Gambar 1.7 Kemasan Produk Minyak Goreng Made In Malaysia
1 2
Keterangan: 1 Kemasan minyak goreng made in Malaysia dengan berat isi 1
kilogram, 2 kemasan minyak goreng made in Malaysia yang disertai dengan
informasi produk.
Dapat dilihat dari gambar 1. dan 1. bahwa produk
minyak goreng made in Malaysia memiliki kemasan yang standar. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, kemasan yang standar
merupakan kemasan yang memiliki tingkat keamanan yang baik dan informasi produk berupa expired date, bahan yang digunakan,
berat isi, nama perusahaan yang memproduksi produk, dan asal produk. Selain berfungsi untuk menjaga keamanan produk,
kemasan juga memudahkan konsumen dalam membeli produk. hal ini diperkuat dari hasil wawancara dengan beberapa informan
sebagai berikut: “Kalo beli dari Indonesia, biasanya kita tunggu motor
bandung datang dari sintang atau ndak dari ponti. Kadang kayak gula yang kita pesan 20 kg bah nyampai ke kita paling
16 kg, pokoknya ndak nyampe 20 kg. Karna bah gula kita telarut kena basah. Kalo di motor bandung kan barang
ditimpa-timpa. Gula tu kan pake goni datang ke kita udah basah, warna udah kuning mau kita jual ndak enak, ndak
dijual kita rugi. Kalo dah kayak gitu mana orang mau beli dengan kita. Kalo Malaysia udah pake bungkus tu bah,
bungkusnya udah bagus. aku biasa beli 1 kardus isi 20 bungkus, 1 bungkus tu sekilo.sama eh dengan garam tu,
datang banyak udah basah” Selvia, Pedagang, 612012
“Minyak goreng dari Malaysia, kalo dari indon tu repot. Kan masih kita timbang lagi, bungkus lagi. Dari Malaysia enak
kita, udah terbungkus pasti lagi beratnya. Ada dari Indonesia tapi agak mahal, kalo bungkusan suka bocor” Erni,
Pedagang, 812012.
Berdasarkan wawancara diatas, diketahui bahwa produk minyak goreng made in Indonesia dianggap kurang praktis. Hal ini
terkait dengan kemasan produk yang belum standar dan proses
distribusi yang buruk dari Pontianak ke Badau. Sehingga, kualitas produk kebutuhan pokok made in Indonesia yang datang menjadi
lebih rendah dari kualitas produk kebutuhan pokok made in Malaysia. Hal ini akan dibahas pada poin berikutnya yaitu persepsi
masyarakat Badau terhadap kualitas produk kebutuhan pokok made in Malaysia.
c. Persepsi Masyarakat Badau Terhadap Kualitas Produk