Persepsi Distribusi Produk Kebutuhan yang Lebih Cepat dari

Badau lebih memilih produk kebutuhan Pokok asal Malaysia dibandingkan produk Kebutuhan Pokok asal Indonesia. Adapun faktor- faktor tersebut terdiri dari faktor yang berpengaruh langsung seperti distribusi produk kebutuhan pokok made in Malaysia yang lebih cepat, kualitas produk kebutuhan pokok made in Malaysia yang lebih terjamin, kemasan produk kebutuhan pokok made in Malaysia yang lebih baik, dan harga produk kebutuhan pokok made in Malaysia yang lebih terjangkau. Sedangkan faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi keputusan pembelian produk Malaysia versus Indonesia yaitu: kebudayaan yang sama antara warga perbatasan dari kedua negara, pernikahan antara warga Badau dengan warga Malaysia terkait dengan adanya kesamaan budaya, akses pendidikan di Malaysia yang di peroleh masyarakat Badau yang menjadi warga negara Malaysia, serta layanan kesehatan yang cepat dan lengkap bagi warga Badau yang melakukan pemeriksaan di Rumah Sakit Malaysia. Berikut ini pembahasan lebih detail terkait beberapa faktor yang sudah disebutkan diatas:

a. Persepsi Distribusi Produk Kebutuhan yang Lebih Cepat dari

Malaysia. Dari hasil penelitian diketahui alasan masyarakat Badau membeli produk kebutuhan pokok ke Malaysia dikarenakan proses distribusi produk kebutuhan pokok dari Malaysia ke Badau lebih cepat daripada proses distribusi produk kebutuhan pokok dari Putussibau ke Badau. Hal ini terkait dengan letak geografis yang dekat dan infrastruktur jalan yang baik dari Malaysia ke Badau dengan hanya memakan waktu sekitar 30 menit. Selain itu, para pedagang yang juga masyarakat Badau diberikan kemudahan untuk distribusi produk kebutuhan pokok dari Malaysia oleh toke Malaysia melalui layanan pesan-antar. Berbeda dengan proses distribusi produk kebutuhan pokok made in Indonesia dari Pontianak-Badau atau Putussibau -Badau yang dilakukan dengan dua jalur distribusi yaitu jalur air dan jalur darat. Proses disribusi jalur air memakan waktu sekitar 1 sampai dengan 2 minggu. Hal ini dikarenakan produk kebutuhan pokok made in Indonesia dibawa dengan menggunakan motor bandung dari pontianak ke perbatasan Badau. Di dalam motor bandung, produk kebutuhan pokok ditempatkan pada bagian bawah, sehingga tidak jarang mayoritas produk kebutuhan pokok yang datang sudah dalam keadaan rusak atau basah. Sedangkan pada proses distribusi jalur darat, produk kebutuhan pokok made in Indonesia yang dibawa dari Putussibau ke Badau dengan dengan menggunakan truk, memakan waktu sekitar 5-6 jam. Sehingga, menurut masyarakat Badau yang juga pedagang, proses distribusi jalur darat memakan banyak waktu dan biaya. Hal ini diperkuat dari hasil wawancara dengan beberapa informan yang dapat disimak sebagai berikut: “Kalo beli dari Indon tu kita pake motor bandung yang dibawa dari ponti atau ndak sintang. Lamaaa, mau 1 minggu bah. Kita belanja sebulan sekali. Sms toke di Malaysia nanti mereka datang dengan mobil box. Tu lah sms pagi kadang siang mereka datang, atau sms sore pagi besok mereka datang.” Selvia,Pedagang , 612012 “Kita nunggu mobil box, kalo ada mobil box datang kita beli yang dari Indon kan, aaa kalo ndak ada beli ke Malaysia. a’aa ndak pasti kalo ada seminggu sekali dari indon seminggu sekali.” Ibu Neneng, Pedagang, 120112 “Aku kalo belanja ambil sendiri kesana. Jadi lebih murah, bisa belanja banyak. Kalo nunggu mobil bok dari Indon lama, mau ambil ke Putussibau mahal. .” Erni, Pedagang, 812012 Hasil wawancara dengan beberapa informan ini juga diperkuat dengan melakukan observasi yang dapat dilihat dari hasil dokumentasi sebagai berikut: Gambar 1.4 Distribusi Produk Kebutuhan Pokok Made In Indonesia Melalui Jalur Darat dari Putussibau ke Badau 1 2 3 4 Keterangan: 1 Desa Pulan, 2 desa kerangkang, 3 desa palin, 4 desa ngaung keruh yang memiliki tingkat kerusakan jalan paling parah. Dari gambar 1-4 diketahui bahwa kondisi infrastruktur jalan dari putussibau ke perbatasan Badau masih belum beraspal. Sehingga, pada saat curah hujan tinggi seringkali jalan di beberapa desa menuju ke Badau menjadi mudah rusak. Adapun desa yang memiliki tingkat kerusakan jalan paling parah antara lain desa Pulan, desa Kerangkang, desa Palin dan desa Ngaungkeruh. Infrastruktur jalan yang buruk menyebabkan distribusi produk kebutuhan made in Indonesia dari Putussibau tersendat datang ke Badau. Permintaan yang tinggi akan kebutuhan pokok dan infrastruktur jalan yang lebih baik mendorong masyarakat Badau untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dengan berbelanja ke Malaysia. Foto 1.5 Distribusi Produk Kebutuhan Pokok Made In Malaysia Melalui Pos Lintas Batas di Perbatasan Badau 1 2 Keterangan: 1 Pos Lintas Batas di perbatasan Badau yang terlihat dari jalan 2 pintu gerbang menuju kantor Bea Cukai dan Pos Lintas Batas Badau Lanjutan Foto 1.5 Distribusi Produk Kebutuhan Pokok Made In Malaysia Melalui Pos Lintas Batas di Perbatasan Badau 3 4 5 6 Keterangan: 3 pintu gerbang masuk menuju Pos Lintas Batas Badau 4 pintu gerbang kedua memasuki Pos Lintas Batas Badau menuju Malaysia 5 pintu gerbang memasuki daerah perbatasan Badau,Indonesia dengan Sarawak, Malaysia 6 wilayah Pos Lintas Batas Malaysia yang terlihat dari Pos Linta Batas Badau. Dari gambar 1-6, diketahui bahwa kondisi infrastruktur jalan dari Pos Lintas Batas Badau menuju ke Pos Lintas Batas Malaysia sudah beraspal mulus. Kondisi jalan yang baik dari Malaysia mendukung distribusi produk kebutuhan pokok lebih cepat datang ke perbatasan Badau. Selain alasan lebih cepat, infrastruktur yang baik menjamin kualitas produk kebutuhan pokok yang datang dari Malaysia. dan jarak yang dekat dari Badau ke Malaysia mendukung masyarakat Badau untuk berbelanja ke Malaysia. Hal ini dikarenakan distribusi produk menjadi cepat dan kualitas produk kebutuhan pokok yang datang dari Malaysia lebih terjamin dari resiko rusak. Selain alasan distribusi yang lebih cepat, faktor lain yang menyebabkan produk kebutuhan pokok made in Malaysia membanjiri perbatasan Badau adalah Pos Perbatasan Lintas Batas yang didirikan di Badau belum siap dibuka secara resmi. Pada tahun 2007, Pemerintah Indonesia sudah membangun kantor imigrasi, Bea cukai, dan polisi perbatasan Badau. Namun secara sepihak kesepakatan ini dibatalkan oleh Malaysia. Hal ini sangat merugikan masyarakat Badau di perbatasan karena hampir 95 kebutuhan pokok berasal dari Malaysia. Ketergantungan masyarakat Badau membuat Pemerintah Indonesia mengeluarkan suatu peraturan untuk mengatur Perdagangan Lintas Batas di Badau. Dalam peraturan ini, setiap warga Badau harus memiliki pass merah sebagai identitas dan syarat untuk berbelanja ke Malaysia. Selain itu, setiap warga Badau di perbatasan boleh berbelanja sebesar RM 600 tiap bulannya untuk kebutuhan sehari- hari yang tidak diperjualbelikan kepada pihak lain . Akantetapi, peraturan tersebut belum berjalan sesuai dengan yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia. Hal ini dikarenakan PPLB belum siap dibuka untuk perdagangan bebas. Sehingga, baik itu warga Badau maupun warga Malaysia di perbatasan masih terlihat bebas keluar- masuk ke Badau-Malaysia.

b. Persepsi Masyarakat Badau Terhadap Kemasan Produk