BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Semangat reformasi telah mewarnai pendayagunaan aparatur negara dengan tuntutan untuk mewujudkan admnistrasi negara yang mampu mendukung
kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan dengan mempraktekkan prinsip-prinsip
good governance. Good governance yang dimaksudkan adalah merupakan proses
penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public goods and service. Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat utama
untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita bangsa dan negara. Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan dan
penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, nyata sehingga penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya
guna, berhasil guna,bersih dan bertanggung jawab.
1
Keterpurukan bangsa kita selama ini antara lain disebabkan oleh kurangnya komitmen terhadap akuntabilitas, terutama dari para penyelenggara
negara dalam melaksanakan amanah rakyat. Dalam perspektif ini akuntabilitas merupakan perwujudan dari kewajiban untuk mempertanggungjawabkan
1
Sedarmayanti. 2003. Good Govenance Kepemerintahan yang Baik Dalam Rangka Otonomi Daerah. Bandung: Penerbit Mandar Maju. Hal 2
Universitas Sumatera Utara
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan- tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui suatu media
pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik. Dari itu dapat dilihat bahwa adanya suatu sistem pertanggungjawaban merupakan suatu hal yang
mutlak harus dipenuhi oleh aparatur negara untuk mewujudkan dan menghasilkan pelayanan yang prima bagi masyarakat..
Indonesia secara eksplisit mulai mengimplementasikan konsep akuntabilitas melalui Instruksi Presiden No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah AKIP dengan dilatarbelakangi keinginan untuk lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdaya guna, berhasil
guna, bersih dan bertanggung jawab disamping untuk mengetahui kemampuan instansi pemerintahan dalam pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Hal ini
muncul berdasarkan pengalaman dan pengamatan sejarah birokrasi Indonesia yang selama ini belum menunjukkan kondisi prima sebagaimana yang diharapkan
oleh masyarakat. Kondisi ini menjadi penyebab utama ketidakberhasilan kinerja birokrasi dalam upaya menuju good governance. Sejak munculnya iklim yang
lebih demokratis dalam pemerintahan, kinerja instansi pemerintah semakin menjadi sorotan dan masyarakat mulai banyak menuntut nilai yang diperoleh atas
pelayanan yang diberikan. Untuk mewujudkan akuntabilitas ini, maka disusunlah sebuah pedoman
dan rangkaian petunjuk dalam peraturan tersebut yang disebut dengan SAKIP Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan dikemukakan media
pelaporan yang digunakan adalah laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah LAKIP. Untuk melaksanakan pelaporan ini maka dipersyaratkan untuk mengembangkan sistem akuntabilitas kinerja yang mencakup indikator,
metode, mekanisme, dan tata cara pelaporan kinerja instansi pemerintah dengan dasar perencanaan stratejik. Akuntabilitas instansi pemerintah tersebut hendaknya
mampu untuk menjelaskan dan menjawab mengenai aktivitas yang dijabarkan dan dijalaninya telah sesuai dengan visi, misi dan arah kebijakan. Demikian pula
dalam tataran operasional mereka harus mampu melaporkan dan menjelaskan pelaksanaan program pembangunannya dengan menjabarkan tujuan, sasaran,
strategi, aktivitas dan kinerjanya. Kinerja yang mereka tunjukkan haruslah dapat mewujudkan indikator keberhasilan maupun kemungkinan adanya kegagalan
dengan segala penyebabnya. Untuk melihat sejauh mana pelaksanaan SAKIP ini pemerintah terus
berupaya melakukan kajian dan evaluasi kebijakan pengembangan dan pelaksanaan SAKIP di berbagai instansi pemerintah pusat, provinsi, kabupaten
dan kota. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh Pusat Kajian Manajemen Kebijakan yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara, Badan
Diklat Provinsi Jawa Timur, Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah, PKPA I Jawa Barat, Badan Diklat Provinsi Kalimantan Timur, dan Badan Diklat Provinsi
Sumatera Utara yang melibatkan sebanyak 538 responden. Berdasarkan kajian tersebut ditemukan beberapa fakta yang terjadi di lapangan sehubungan dengan
pelaksanaan AKIP, antara lain 1pemahaman pejabat di lingkungan instansi pemerintah tentang SAKIP tergolong cukup baik, namun tetap masih ditemukan
kesulitan dalam penyusunannya karena banyak komponen yang tidak dijelaskan
Universitas Sumatera Utara
secara spesifik, 2beragamnya lansasan hukum penyusunan renstra, rendahnya pemahaman dan anggapan akan tidak pentingnya renstra, 3kesulitan dalam
penyusunan rencana kerja, 4instansi pemerintah masih mengikuti trend dalam penentuan indikator kinerja, 5keterbatasan waktu, anggaran data pendukung dan
pemahaman aparat terhadap evaluasi kinerja, 6 masih sangat sedikit instansi yang secara terbuka dan jujur menyampaikan keberhasilan dan kegagalan dalam
pencapaian targetnya.
2
Selain itu, dalam pelaksanaannya sampai saat ini Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Kemenpan dan RB
sendiri belum menentukan sanksi yang jelas bagi setiap instansi yang tidak menyerahkan LAKIP tepat pada waktunya dan kesadaran setiap instansi untuk
menyerahkan LAKIP nya pun masih sangat rendah. Tahun 2011, 3 provinsi Maluku Utara, Papua Barat, dan Sulawesi Tenggara dan 300 kabupaten dan
sejumlah SKPD tidak meyerahkan LAKIP
3
. Sedangkan bila ditinjau dari segi kualitas LAKIP yang diserahkan, berdasarkan evaluasi dari MemenPAN RB,
mayoritas pemerintah provinsi di Indonesia akuntabilitas kinerjanya masih rendah. Dari 30 provinsi yang dinilai pada tahun 2011, hanya 2 yang mendapat
rapor B, sementara sisanya mendapat nilai C, termasuk provinsi Sumatera Utara dan Kota Medan.
4
2
http:pkmk-lanri.org20100525kajian-evaluasi-kebijakan-pengembangan-dan- pelaksanaan- sakip-lakip oleh PUSAT KAJIAN MANAJEMEN LAN RI, diakses pada tanggal 22 Juli 2012
pukul 12.37 WIB
3
http:www.jurnas.comhalaman42012-02-22199927; diakses tanggal 22 Juli pukul 12.49 WIB
4
http:waspada.co.idindex.php?option=com_contentview=articleid=223122:kinerja- pemprov-sumut-belum-baikcatid=14:medanitemid=27; diakses pada tanggal 22 Juli 2012
pukul 13.15 WIB
Universitas Sumatera Utara
Dalam LAKIP ini, disampaikan oleh Sekdaprov Sumut, Nurdin Lubis didapati belum adanya keterkaitan sinerji antara Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah RPJMD dengan Rencana Strategis Renstra, Rencana Kerja Renja hingga penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran RKA. Selain itu,
Dokumen Pelaksanaan Anggaran DPA Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD di lingkungan Pemprov Sumut juga belum menunjukan indikator yang jelas dan
terukur, bahkan ternyata ditemukan adanya kegiatan SKPD yang tidak tercantum
dalam Renstra dan Renja organisasi yang bersangkutan.
5
Salah satu SKPD yang turut wajib memberikan laporan akuntabilitas kinerjanya adalah Dinas Kebersihan Kota Medan yang bertanggung jawab atas
penyelenggara urusan pelayanan umum di bidang kebersihan, termasuk pengelolaan sampah Kota Medan.
Berdasarkan data statastik yang ada peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan volume sampah yang dihasilkan tiap harinya. pada
tahun 2006, jumlah penduduk kota Medan sebanyak 2.068.400 jiwa dan jumlah volume sampah mencapai 4.382,00m³ hari. Pada tahun 2007, jumlah penduduk
mencapai 2.067.288 jiwa dan volume sampah sebesar 4.382,00m³hari. Jumlah volume sampah ini meningkat drastis di tahun 2009 menjadi 5.616 m³hari 1.404
tonhari dan mencapai 1700 ton perhari di tahun 2011.
6
5
Bahkan jika diperhatikan lagi di setiap sudut Kota Medan masih sering ditemukan tumpukan sampah yang
sangat mengganggu pemandangan dan pastinya mempengaruhi kesehaan
http:www.antarasumut.comkinerja-aparatur-pemprov-sumut-bernilai-c; diakses pada tanggal 22 Juli 2012 pukul 13.25 WIB
6
http:narasibumi.blog.uns.ac.id20090417kondisi-persampahan-kota-di-indonesia diakses pada hari Rabu, 11 Juli 2012, pukul 08.38 WIB
Universitas Sumatera Utara
masyarakat. Warga kota Medan sendiri pun turut memberikan penilaian akan pelayanan kebersihan dalam bentuk protes dan kekecewaan atas terpilihnya
Medan untuk meraih penghargaan Piala Adipura tahun 2011. Penghargaan itu dinilai sebagai suatu teguran yang sangat memalukan.
7
Oleh karena itu, sesungguhnya Dinas Kebersihan Kota Medan memiliki tanggung jawab yang
berat untuk dapat mencapai visi yang diemban, yaitu mewujudkan pelayanan kebersihan yang prima. Hal ini sangat kontradiksi dengan hasil capaian Kinerja
Instansi Dinas Kebersihan Kota Medan dalam LAKIP tahun 2009 dan 2010 yang menyandang predikat sangat baik yang salah satu program kerjanya adalah
peningkatan sarana dan prasarana kebersihan.
8
Dari beberapa uraian di atas tampak bahwa dinas kebersihan sebagai instansi pemerintah wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya dalam mencapai
visi dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Implementasi Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah AKIP pada Dinas Kebersihan Kota Medan”
I.2 Fokus Masalah