Pengembangan Infrastruktur Transportasi dan Perdagangan Skala

ini, perlu didorong agar aktivitas ekonominya memiliki keterkaitan yang tinggi dengan sektor lainnya. Industri pengolahan non migas dan perdagangan besar dan eceran adalah sektor yang memiliki keterkaitan yang tinggi dengan aktivitas usaha sektor lainnya, namun sektor-sektor ini memiliki aktivitas dan volume usaha yang relatif masih rendah jika dibandingkan dengan daerah lain di Propinsi NTB. Berbagai faktor produksi usaha hulu masih banyak yang didatangkan dari luar kawasan, seperti pakan ikanternak, ayam broiler, pupuk dan obat-obatan pertanian, alat dan mesin usaha perikananpertanian, sedangkan kegiatan industri di sektor hilir juga masih rendah. Karena komoditi yang dijual pada umumnya masih produk mentah dan setengah jadi. Sektor-sektor industri pengolahan, bank dan lembaga keuangan non bank serta perdagangan memiliki kemampuan untuk menggerakkan sektor lainnya karena memiliki keterkaitan kedepan dan atau kebelakang yang kuat dengan sektor lainnya, namun perlu ditingkatkan jumlah usaha dan kelembagaannya, serta nilai produktivitasnya dengan berbasis keunggulan produk spesifik lokal. Sektor-sektor unggulan primer masih bisa dikembangkan lebih besar pada lahan lahan kering dan peraiaran yang masih sangat luas. Selain untuk pengusahaan sektor pertanian, pada lahan kering dapat pula diusahan sektor unggulan non pertanian, yakni sektor industri pengolahan dan perdagangan. Saat ini lahan kering baru sebagian kecil dimanfaatkan untuk usaha peternakan pelepasan ternak dan perkebunan, sedangkan sebagian besar lainnya, masih sebagai lahan tidur, belum diusahakan sama sekali. Ketersediaan air yang terbatas dan tingginya biaya usaha tani adalah menjadi alasan sulitnya berusaha tani lahan kering. Pengusahaan kegiatan usaha tani yang mencirikan usaha tani lahan kering serta kegiatan non pertanian dapat mengeliminir permasalahan dimaksud.

d. Pengembangan Infrastruktur Transportasi dan Perdagangan Skala

Regional Secara faktual, Kota Bima merupakan kota penting di Nusantara khususnya di kawasan timur, terutama dalam hubungan wilayah dan percaturan dagang regional. Posisi dan peranannya yang penting ini didukung oleh letaknya yang strategis. Bima menjadi kota jangkar yang menghubungkan antara Kawasan Indonesia Barat Jawa dengan Sulawesi dan kepulauan – kepulauan di Kawasan Indonesia Timur lainnya. Setiap armada dagang yang berlayar di perairan Selat Sunda ke timur umumnya melakukan transit di Pelabuhan Bima, baik dalam rangka mengembangkan perdagangan maupun sekedar untuk berlindung dari serangan badai angin barat. Selain itu Kapet Bima berada dalam jalur segi tiga emas pariwisata Indonesia Bali-Pulau Komodo-Tanah Toraja dan Berdasarkan kajian sejarah, kerajaan di Kapet Bima telah cukup lama berinteraksi dengan daerah lain di Nusantara maupun internasional Kapet Bima memiliki aksessibilitas yang tinggi terhadap berbagai kawasan strategis lainnya. Aktifitas sosial ekonomi kota dihubungkan secara rutin dan lancar oleh saranaprasarana transportasi darat, laut dan udara. Melalui darat, tersedia 2 terminal utama yakni terminal Dara Kota Bima dan terminal Ginte Kabupaten Dompu dan dua sub terminal dengan dukungan ± 76 armada Bus antar kota dan antar pulau ke Lombok, Bali dan Jawa. Melalui laut, didukung oleh pelabuhan laut Kota Bima dan armada kapal ferry dan PELNI yang cukup intensif ke berbagai pelabuhan yaitu Tanjung Perak, Ujung Pandang, Labuhan Bajo, Kupang dan Maumere. Di Kapet Bima terdapat 5 lima buah pelabuhan yaitu pelabuhan laut di Teluk Bima, pelabuhan penyeberangan di Kecamatan Sape, pelabuhan Waworada di Langgudu, ketiganya di Kabupaten Bima, dan pelabuhan laut di Calabai dan Kempo Kabupaten Dompu. Untuk mewujudkan Kapet Bima sebagai pusat perdagangan yang maju, maka Pelabuhan Laut Bima yang merupakan pintu gerbang ke Kapet Bima perlu dikembangkan sehingga memenuhi syarat untuk disinggahi kapal-kapal nusantara maupun mancanegara. Demikian pula pelabuhan penyeberangan Sape perlu dikembangkan untuk mendukung interaksi spasial skala regional. Untuk sistem transportasi udara, Bandara Udara M. Salahuddin di kota Bima merupakan salah satu simpul transportasi udara nasional, yang pelayanannya meliputi beberapa wilayah yang menghubungkan antara bandar udara utama dan kedua, yakni dengan pesawat udara jenis F27, F100 dan B737 ke Mataram, Denpasar, Surabaya dan Jakarta setiap hari serta ke NTT. Memperhatikan peran dan keberadaan Kapet yang memnghubungkan pusat-pusat pertumbuhan Kawasan Indonesia Barat dan Kawasan Indonesia Timur, maka dipandang perlu untuk meningkatkan infrastruktur transportasi dan perdagangan skala regional. Peningkatan hubungan intra dan inter regional di Kapet Bima melalui pengembangan prasarana dan sarana transportasi dan perdagangan mendorong mobilitas sumber daya dan kerja sama antar wilayah yang optimal dan berimbang. Untuk mendukung promosi dan keberlanjutan kegiatan perdagangan juga perlu didukung dengan pengadaan gudang, cold storage dan etalase khususnya untuk komoditi unggulan baik dalam kawasan maupun di daerah-daerah pasar potensial luar kawasan. Pengadaan gudang, cold storage dan etalase komoditi dapat menciptakan pencitraan komoditi yang baik, menjagamengendalikan tingkat harga yang layak serta dapat meningkatkan daya saing komoditi dari Kapet Bima. Kegiatan ini dapat melibatkan pihak perbankan dan swastakadin.

VI. PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan tentang studi pengembangan wilayah di Kapet Bima dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Kapet Bima memiliki beragam potensi sumber daya dalam pengembangan wilayah. Kabupaten Bima dan Dompu memiliki karakteristik sebagai daerah pertanian dan perdagangan sedangkan Kota Bima dengan karakteristik sebagai kota jasa dan perdagangan. Dengan laju pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat rata-rata 4.45 pertahun atas dasar harga konstan dan 12.16 atas dasar harga berlaku di atas pertumbuhan ekonomi propinsi, dapat menjadikan kawasan ini sebagai prime mover bagi pertumbuhan wilayah sekitarnya, namun di sisi lain, ketersedian infrastruktur sosial ekonomi relatif terbatas dan kurang merata, disamping belum optimalnya pengelolaan lahan kering, kawasan pesisir dan kelautan, serta masih lemahnya komunikasi dan koordinasi antar pelaku pembangunan kawasan sehingga orientasi dan kepentingan pembangunan masih bersifat parsial. 2. Sektor yang memiliki tingkat keunggulan paling tinggi di Kapet Bima Skor keunggulan = 3 adalah sektor tanaman bahan makanan dan industri pengolahan non migas. Sektor tanaman bahan makan merupakan sektor basis LQ-PDRB 1 dengan output ekonomi yang paling tinggi yakni sebesar Rp.1.02 trilyun serta memiliki daya dorong yang tinggi terhadap sektor lainnya. Sedangkan kegiatan industri pengolahan non migas juga merupakan sektor yang memiliki output ekonomi yang tinggi serta memiliki tingkat keterkaitan yang tinggi baik kedepan maupun kebelakang dengan sektor lainnya, sehingga dapat memberikan multiplier effect yang besar terhadap total pertumbuhan ekonomi wilayah. Sektor unggulan kedua skor keunggulan = 2 adalah peternakan dan hasilnya, perikanan, bangunan, perdagangan besar dan eceran, angkutan, bank dan lembaga keuangan bukan bank serta sektor jasa pemerintahan umum. Sektor-sektor ini memenuhi dua dari tiga indikator keunggulan sektor