Tabel 53 Nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Location Quotient LQ di Kapet Bima
Kode Sektor PDRB Rp.000
LQ PDRB
1 Tanaman Bahan Makanan
799,682,448 1.4892
2 Tanaman Perkebunan
61,151,894 0.7558
3 Peternakan dan Hasil-Hasilnya
130,132,782 1.0020
4 Kehutanan
92,079,324 2.7388
5 Perikanan
126,803,512 1.5223
6 Penggalian
59,235,026 0.8069
7 Industri Pengolahan Non Migas
79,691,000 0.5262
8 Listrik
7,339,056 0.6834
9 Air bersih
1,737,486 1.1709
10 Bangunan
182,882,966 0.7386
11 Perdagangan Besar dan Eceran
394,075,257 0.9583
12 Hotel
24,772,012 0.3870
13 Angkutan
202,457,556 0.7582
14 Pos dan Telekomunikasi
24,242,501 0.5310
15 Bank dan Lbg Keu. Bukan Bank
23,332,098 0.6756
16 Sewa Bangunan dan Jasa Preusan
15,521,623 0.7261
17 Jasa Pemerintahan Umum
364,150,028 0.9899
18 Jasa Swasta
23,131,897 0.4508
Jumlah 2,612,418,466
1.0000
Sumber : Hasil Analisis Dari Data BPS Propinsi NTB, 2004
5.3. Sektor Unggulan Potensial
Sektor unggulan merupakan sektor basis dan berperan sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi wilayah serta memiliki potensi besar untuk
dikembangkan. Sehingga kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan sektor unggulan potensial wilayah :
1. Merupakan sektor basis, hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai LQ PDRB yang tinggi.
2. Memiliki kemampuan yang tinggi untuk menggerakkan sektor lain baik keterkaitan kedepan dengan sektor hilir maupun keterkaitan kebelakang
dengan sektor hulu, hal ini dapat ditunjukkan dengan indeks daya tarik dan daya dorong terhadap sektor lain yang tinggi.
3. Memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, hal ini ditunjukkan dengan nilai indeks output ekonomi suatu sektor .
Tabel 54 Tingkat Keunggulan Masing-Masing Sektor di Kapet Bima
Kode Nama Sektor
Skor Keunggulan Sektor SKS TKS
IOS IDT IDD LQ Jmlh
1 Tanaman Bahan
Makanan
1 0 1 1 3 I
2 Tanaman Perkebunan
0 0 0 0 0 IV
3 Peternakan dan
Hasil-Hasilnya
0 1 0 1 2 II
4 Kehutanan
0 0 0 1 1 III
5 Perikanan
0 0 1 1 2 II
6 Penggalian
0 0 0 0 0 IV
7 Industri Pengolahan Non Migas
1 1 1 0 3 I
8 Listrik
0 1 0 0 1 III
9 Air bersih
0 0 0 1 1 III
10 Bangunan
1 1 0 0 2 II
11 Perdagangan Besar dan Eceran
1 0 1 0 2 II
12 Hotel dan
Restoran
0 1 0 0 1 III
13 Angkutan
1 0 1 0 2 II
14 Pos dan
Telekomunikasi
0 0 1 0 1 III
15 Bank dan Lbg Keu. Bukan Bank
0 1 1 0 2 II
16 Sewa Bangunan dan Jasa Pershn
0 0 0 0 0 IV
17 Jasa Pemerintahan
Umum
1 1 0 0 2 II
18 Jasa Swasta
0 1 0 0 1 III
Sumber : Data Hasil Analisis
Berdasarkan peringkat keunggulan sektor seperti yang dijelaskan pada tabel 54, maka yang menjadi sektor unggulan I total skor = 3 adalah : tanaman
bahan makanan dan industri pengolahan non migas; Sektor unggulan II total skor = 2 adalah : Peternakan dan hasilnya, Perikanan, bangunan, perdagangan besar
dan eceran, angkutan, bank dan lembaga keuangan bukan bank serta sektor jasa pemerintahan umum; Sektor unggulan III adalah total skor = 1 : kehutanan,
listrik, air bersih, hotel dan restoran, pos dan telekomunikasi, dan jasa swasta; sedangkan unggulan IV total skor = 0 adalah : tanaman perkebunan, penggalian
dan sewa bangunan dan jasa perusahaan.
Untuk membantu menggambarkan tingkat keunggulan suatu sektor terhadap sektor lainnya maka sektor-sektor tersebut dapat ditempatkan dalam
grafik yang dapat dilihat pada gambar 7 berikut ini.
TINGKAT KEUNGGULAN SEKTOR
- 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
KODE SEKTOR INDE
KS KE
U NG
G UL
AN IOS
IDD IDT
LQ
Gambar 7 Tingkat Keunggulan Sektor Berdasarkan Indeks Keunggulan Setiap Indikator di Kapet Bima
Sektor yang merupakan unggulan I merupakan sektor yang memenuhi indikator keunggulan paling tinggi dibandingkan sektor lainnya, namun tidak ada
satupun sektor yang memenuhi seluruh indikator keunggulan sektor empat indikator. Adapun sektor unggulan I adalah : tanaman bahan makanan sektor 1
dan industri pengolahan non migas sektor 7. Kedua sektor ini memiliki total skor keunggulan sektor SKS = 3, artinya sektor tersebut memiliki keunggulan pada
tiga dari empat indikator keunggulan sektor. Sektor tanaman bahan makanan memiliki keunggulan pada indikator nilai output ekonomi wilayah yang tinggi,
daya dorong keterkaitan kedepan terhadap sektor lain serta merupakan sektor basis yang merupakan sektor yang berpotensial untuk melakukan kegiatan
eksport, namun rendah pada indikator daya tarik keterkaitan kebelakang terhadap sektor lainnya. Sedangkan sektor industri pengolahan non migas
memiliki keunggulan pada indikator nilai output ekonomi wilayah yang tinggi serta keterkaitan yang kuat dengan sektor lainnya baik keterkaitan kebelakang
daya tarik maupun keterkaitan kedepan daya dorong. Seperti ditunjukkan pada gambar 7 di atas. Sektor tanaman bahan makan
memiliki output yang sangat dominan terhadap total ekonomi wilayah. nilai output sektor ini adalah sebesar Rp.1.02 trilyun yakni dengan indeks output sektor
IOS sebesar 4.85, artinya nilai outputnya hampir mencapai 5 lima kali besarnya output rata-rata di Kapet Bima. Jenis komoditas yang masuk dalam
sektor tamanan bahan makanan antara lain padi, kacang tanah, kedelai dan bawang merah. Nilai produksi komoditi ini rata-rata 25 dari total produksi
Propinsi NTB, bahkan bawang merah mencapai 80.84 dari total produksi Propinsi NTB sehingga merupakan salah satu komoditi unggulan yang dieksport
diperdagangkan antar pulau. Sektor ini memiliki keterkaitan kebelakang dengan sektor pengangkutan, perdagangan besar dan eceran. Selain itu juga memiliki
keterkaitan ke depan yang kuat, yang dapat mendorong pertumbuhan industri pengolahan makanan, hotel dan restoran, bangunan, peternakan, perikanan dan
pemerintahan. Sektor industri pengolahan non migas memiliki nilai output ekonomi
terbesar keempat di Kapet Bima yakni sebesar Rp.413.70 milyar yakni dengan indeks output sektor IOS sebesar 1.97, artinya nilai output sektor ini sebesar
1.97 kali besarnya output rata-rata di Kapet Bima. Sektor industri pengolahan non migas memiliki tingkat keterkaitan yang tinggi dengan sektor lainnya. Dengan
nilai indeks daya dorong sebesar 1.21 dan indeks daya tarik sebesar 1.52 menjadikan kegiatan industri pengolahan non migas sebagai sektor kunci yang
menghubungkan kegiatan ekonomi sektor-sektor hulu dengan kegiatan ekonomi sektor hilir.
Di sisi lain, keberadaan sektor industri pengolahan non migas belum menjadi sebagai sektor basis. Sektor ini memiliki aktivitas dan volume usaha yang
relatif masih rendah jika dibandingkan dengan daerah lain di Propinsi NTB. Produk-produk industri serta berbagai faktor produksi usaha hulu masih banyak
yang didatangkan dari luar kawasan, seperti pakan ikanternak, ayam broiler, pupuk dan obat-obatan pertanian, alat dan mesin usaha perikananpertanian,
sedangkan kegiatan industri di sektor hilir juga masih rendah. Karena komoditi yang dijual pada umumnya masih produk mentah dan setengah jadi. Oleh karena
sektor ini memiliki kemampuan untuk menggerakkan sektor lainnya baik dengan keterkaitan kedepan dan kebelakang maka perlu ditingkatkan jumlah usaha dan
kelembagaannya, serta nilai produktivitasnya dengan berbasis keunggulan produk spesifik lokal.
Sektor unggulan II total skor = 2 adalah : Peternakan dan hasilnya sektor 3, Perikanan sektor 5, bangunan sektor 10, perdagangan besar dan
eceran sektor 11, sektor angkutan sektor 13, bank dan lembaga keuangan bukan bank sektor 15 dan jasa pemerintahan umum sektor 17. Aktivitas
ekonomi sektor bangunan dan jasa pemerintahan umum memiliki output ekonomi yang tinggi serta telah menyerap faktor produksi input domestik dalam kegiatan
ekonominya, namun keberadaan sektor ini belum menjadi sebagai sektor basis jika dibandingkan dengan daerah lain di Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Sektor bangunan dan jasa pemerintahan umum ini belum mampu mendorong yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi lainnya. Indeks daya dorong
atau keterkaitan kedepan masih rendah. Artinya alokasi anggaran pembangunan hendaknya memperhatikan aktivitas ekonomi produktif dan dengan proporsi nilai
alokasi yang lebih besar. Sektor unggulan II yang merupakan sektor basis adalah sektor peternakan
dan perikanan. Komoditi peternakan dan perikanan dapat menjadi komoditi unggulan karena merupakan komoditi eksport. Dengan potensi sumber daya lahan
yang luas dimana lahan kering mencapai 94.68 termasuk didalamnya terdapat 55.80 yang merupakan lahan potensial untuk pengembangan peternakan dan
luas kawasan pesisir dan kelautan sebesar 63.77 dari total luas wilayah, merupakan sumber daya potensial untuk pengembangan sektor perikanan, namun
output sektor ini masih rendah yakni masing-masing hanya mencapai Rp.173.50 milyar dan Rp.161.33 milyar.
Komoditi peternakan di Kapet Bima merupakan komoditi eksport antar pulau seperti kuda, sapi, kerbau dan kambing meliki keterkaitan kebelakang yang
kuat namun memilki keterkaitan kedepan yang rendah. Sektor ini memiliki keterkaitan ke belakang yang kuat terhadap sektor industri pengolahan,
perdagangan besar dan eceran, angkutan, tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan. Sedangkan keterkaitan ke depan yakni dengan sektor hotel dan
restoran seta industri pengolahan. Begitu pula dengan komoditi perikanankelautan. Sektor ini memiliki
keterkaitan kebelakang dengan sektor industri pengolahan, perdagangan, angkutan, serta memiliki keterkaitan kedepan dengan sektor hotel dan restoran,
dan sektor industri pengolahan. Mutiara sebagai salah satu komoditi perikanan yang dibudidayakan di Kapet Bima merupakan komoditi eksport, dan nilai
produksinya mencapai 42 dari total produksi di Propinsi NTB, namun kegiatan kerajinan mutiara hampir tidak didapat Kapet Bima seperti hal di daerah Sekarbila
Mataram. Begitu juga dengan kegiatan kerajinan kulit kerang mutiara, yang juga bernilai jual tinggi. Sedangkan pengolahan komoditi lainnya seperti rumput laut
dan ikan juga masih terbatas. Rumput laut sudah mulai diolah dalam bentuk dodol, kemudian ikan bandeng sudah ada yang diproduksi dalam bentuk presto,
sedangkan ikan laut lebih banyak yang dijual dalam keadaan segar dan pengolahannya baru diusahakan dalam bentuk pengasinan atau pengeringan.
Sektor perdagangan, angkutan, bank dan lembaga keuangan bukan bank memiliki indeks daya dorong yang tinggi yakni masing-masing sebesar 1.34, 1.18
dan 1.10. Dengan output ekonomi yang tinggi, sektor perdagangan dan angkutan dapat mendorong dinamika ekonomi wilayah serta hubungan antar wilayah baik
intra maupun inter regional.
5.4. Interaksi Spasial Intra-Inter Regional 5.4.1. Pola Hubungan Wilayah Intra-Inter Regional