Analisis Kebutuhan METODE PENELITIAN

45 Tiga komponen pembuka adalah appersepsi, judul, dan tujuan pembelajaran. Appersepsi berfungsi untuk membawa dunia mereka ke dunia kita. Inilah peran kontekstual menjadi penting. Judul merupakan titik awal sebagai penarik perhatian pengguna. Tujuan pembelajaran sebagai landasan acuan hasil yang dicapai. 2. Komponen inti Komponen inti meliputi uraian yang komunikatif, contoh, ilustrasi, analogi, latihan, test, umpan balik, pemilihan media yang relevan, interaktivitas, dan lain-lain. Uraian komunikatif berarti multimedia pembelajaran tidak didominasi oleh teks. Teks, gambar, audio, animasi dan lainnya harus proposional sehingga seolah-olah sedang berkomunikasi dengan siswa.

3.2 Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan siswa dilakukan pada siswa kelas VII di tiga sekolah yang berbeda. Data yang didapatkan dijadikan sebagai landasan untuk melanjutkan proses penelitian pengembangan multimedia komputer pada kompetensi menyimak dongeng fabel. Tiga sekolah yang digunakan adalah SMP Negeri 1 Semarang, SMP Negeri 2 Semarang, SMP Negeri 16 Semarang. Pemilihan sekolah berdasar tiga kategori sekolah yang ada. Kategori pertama adalah sekolah berstandar Nasional, kategori kedua adalah sekolah bertaraf internasional, dan kategori terakhir adalah sekolah selain SSN dan SBI. Data kedua yang diambil adalah data analisis 46 kebutuhan guru. Adapun kisi-kisi pertanyaan meliputi ; 1 respon terhadap pembelajaran menyimak, 2 penerapan cakram padat interaktif, dan 3 pembelajaran model pembelajaran produktif. Sekolah yang pertama kali diteliti adalah SMP Negeri 1 Semarang, dengan 40 responden kelas VII F. Hasil yang diperoleh dari angket dan wawancara yang dilakukan di SMP 1 Semarang adalah sebagai berikut. Lampiran 7 dan Lampiran 8 1. Sebanyak 58 atau 23 responden menyatakan pembelajaran menyimak termasuk pembelajaran yang sangat menyenangkan, 37 atau 15 responden menyatakan pembelajaran menyimak adalah pembelajaran yang menyenangkan, dan 5 menyatakan tidak setuju jika pembelajaran menyimak dongeng adalah termasuk pembelajaran yang menyenangkan. 2. Sebanyak 73 atau 29 responden menyatakan setuju jika cakram padat interaktif mampu mengatasi perbedaan kemampuan guru dan kondisi siswa didik yang beraneka ragam. Sembilan responden bahkan menyatakan setuju sekali terhadap pernyataan tersebut. Hanya dua responden yang menyatakan ketidaksetujuannya jika cakram padat interaktif mampu mengatasi perbedaan kemampuan guru dan keberanekaragaman kondisi siswa didik. 3. Sebanyak 24 responden atau 60 siswa menyatakan sangat setuju jika pembelajaran menyimak dongeng mampu memancing ide-ide siswa. Empat belas responden atau 35 dari responden menyatakan setuju jika pembelajaran menyimak dongeng mampu memancing kreativitas siswa. Dua responden tidak setuju terhadap pernyataan ini. 47 4. Sebanyak 27 responden atau 67 menyatakan sangat setuju jika pembelajaran menyimak dongeng memuat nilai budi pekerti yang harus dimiliki siswa. Sisanya menyatakan setuju jika pembelajaran menyimak dongeng memuat nilai budi pekerti siswa. Hasil kesimpulan ketiga dan keempat menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran produktif tepat diterapkan dalam pembelajaran menyimak dongeng, khususnya untuk mendapatkan makna dari dongeng yang disimak. Analisis kebutuhan kedua dilakukan di SMP Negeri 2 Semarang dengan 22 responden dari kelas VII G. Hasil yang didapat adalah sebagai berikut. Lampiran 9 dan Lampiran 10 1. Pembelajaran menggunakan cakram padat sudah biasa dilakukan dalam setiap proses pembelajaran. Kategori sekolah berstandar internasional menuntut setiap pengajarnya aktif menggunakan fasilitas-fasilitas yang ada seperti adanya cakram padat yang ada di setiap ruang kelas. Sebanyak 10 responden atau 45 siswa menyatakan persetujuannya dengan pernyataan tentang adanya cakram padat interaktif dalam pembelajaran di kelas. Sebanyak 7 responden bahkan menyatakan setuju sekali terhadap pernyataan tentang adanya cakram padat pembelajaran yang mendukung proses pembelajaran. Sebanyak lima responden menyatakan ketidaksetujuannya tentang adanya cakram padat interaktif di sekolah mereka. Wawancarapun dilakukan terhadap responden yang ada. Hasilnya cakram padat pembelajaran bahasa Jawa 48 memang sudah tersedia, tetapi cakram padat yang ada adalah cakram padat linier, dan bukan cakram padat interaktif. 2. Sebanyak 64 atau 14 responden dari 22 siswa menyatakan setuju jika cakram padat interaktif dibutuhkan untuk mengatasi perbedaan kemampuan guru dalam bercerita dongeng berbahasa Jawa. Bahkan 7 responden atau 32 responden menyatakan setuju sekali terhadap pernyataan bahwa cakram padat interaktif memang dibutuhkan untuk mengatasi salah satu hambatan belajar adalah perbedaan kemampuan guru dalam menyampaikan materi. Analisis kebutuhan ketiga dilaksanakan pada SMP Negeri 16 Semarang dengan 42 responden pada kelas VII F. Sekolah ini berkategori sekolah rintisan SSN. Hasil yang didapat adalah sebagai berikut. Lampiran 11 dan Lampiran 12 1. Sebanyak 18 responden atau 43 menyatakan setuju jika pembelajaran menyimak dongeng mampu menumbuhkan minat siswa belajar bahasa Jawa. Sisanya yakni 24 responden bahkan sangat setuju dengan pernyataan tersebut. Hal ini sejalan dengan penerapan model pembelajaran produktif pada pembelajaran menyimak, yakni hal pertama yang harus dimiliki siswa adalah minat terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. 2. Sebanyak 33 responden atau 79 menyatakan setuju atas pernyataan bahwa siswa sering menemui kata-kata sulit dalam pembelajaran menyimak dongeng. Sebanyak 8 responden atau 19 menyatakan setuju 49 sekali jika mereka sering menemukan kata sulit dalam proses menyimak dongeng. Hanya 1 orang yang tidak setuju terhadap pernyataan tersebut. 3. Sebanyak 22 responden atau 52 dari jumlah responden menyatakan tidak setuju dengan pernyataan tentang adanya cakram padat interaktif di SMP Negeri 16 Semarang. Pernyataan sangat tidak setuju ada 18 responden. Hanya dua responden yang menyatakan kesetujuannya tentang adanya cakram padat interaktif di sekolah mereka. Meskipun SMP Negeri 16 Semarang belum berkategori SSN maupun SBI, sekolah ini setelah dianalisis lingkungan memiliki laboratorium yang bisa digunakan untuk proses pembelajaran dengan menggunakan cakram padat. Hasil secara umum yang bisa disimpulkan dari ketiga sekolah, yaitu pengembangan multimedia komputer pada kompetensi menyimak dongeng fabel dalam model pembelajaran produktif layak untuk dilanjutkan.

3.3 Prosedur Pengembangan