Analisis Sikap Konsumen dan Strategi Pemasaran Madu Pada Perusahaan Mutiara Tugu Ibu Cimanggis dan Cibubur

(1)

ANALISIS SIKAP KONSUMEN DAN STRATEGI PEMASARAN

MADU PADA PERUSAHAAN MUTIARA TUGU IBU

CIMANGGIS DAN CIBUBUR

SKRIPSI

FIJRIA RAHMAWATI

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008


(2)

RINGKASAN

FIJRIA RAHMAWATI. D34104046. 2008. Analisis Sikap Konsumen Rumah Tangga dan Strategi Pemasaran Madu pada Perusahaan Mutiara Tugu Ibu Cimanggis dan Cibubur. Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Asi H. Napitupulu, MSc. Pembimbing Anggota : Ir. Juniar Atmakusuma, MS.

Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki kekayaan alam yang melimpah baik flora maupun fauna, selain itu memiliki jumlah penduduk yang besar. Hal tersebut merupakan peluang pasar untuk meningkatkan usaha bidang perlebahan. Perusahaan Mutiara Tugu Ibu (MTI) merupakan salah satu perusahaan perlebahan yang merupakan hasil pelatihan pemuda mandiri yang diselenggarakan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB (LPPM IPB).

Perusahaan MTI menghadapi beberapa tantangan dalam pemasaran produk madunya yaitu produk-produk madu dalam negeri dan madu impor yang kualitas keasliannya lebih terjamin serta kemasan yang lebih menarik. Dalam menghadapi tantangan ini perusahaan MTI harus melakukan pemasaran yang tepat agar produk yang dipasarkan bisa diterima, disenangi, kemudian dikonsumsi dan akhirnya konsumen puas terhadap produk yang dipasarkan. Analisis riset konsumen diperlukan untuk mengetahui sikap konsumen terhadap atribut produk madu MTI. Sikap konsumen ini selanjutnya digunakan oleh pemasar untuk mengetahui atribut apa yang menyebabkan konsumen bersikap positif maupun negatif terhadap suatu produk. Analisis sikap konsumen ini dapat digunakan dalam pertimbangan penyusunan strategi pemasaran yang tepat.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui karakteristik umum konsumen madu MTI dan pengukuran sikap konsumen terhadap atribut-atribut produk madu MTI, (2) mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal yang dihadapi perusahaan dalam pemasaran produknya, dan (3) merumuskan alternatif strategi pemasaran bagi perusahaan MTI. Penelitian dilaksanakan di kantor dan dua toko milik perusahaan Mutiara Tugu Ibu (MTI). Lokasi kantor milik MTI berada di Jalan Gatotkaca N0.28, RT 004/03, Harjamukti Depok, sedangkan kedua lokasi toko MTI berada di Jalan Raya Bogor KM 29 Cimanggis Depok, dan Jalan Alternatif Cibubur KM1.

Penelitian dilaksanakan tanggal 1 November – 31 Desember 2007 yang didesain sebagai penelitian yang bersifat survei. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis proses keputusan pembelian konsumen, analisis sikap konsumen menggunakan model Fishbein, analisis perumusan strategi yang terdiri dari matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation), matriks SWOT, dan matriks QSP (Quantitative Strategic Planning). Konsumen yang diwawancarai mayoritas adalah laki-laki, kisaran umur konsumen 17-34 tahun, pegawai swasta dan bertempat tinggal di wilayah Depok dengan latar belakang kelas sosial menengah.

Peniaian sikap konsumen terhadap atribut-atribut produk madu MTI sebesar +9,401 yang berarti penilaian sikap konsumen terhadap atribut produk madu MTI


(3)

sudah baik. Berdasarkan analisis Internal Factor Evaluation (IFE), kekuatan utama yang dimiliki perusahaan adalah keberagaman produk dengan skor 0,416 serta kelemahan utamanya adalah pengorganisasian yang kurang tertata baik dengan skor 0,186. Total matriks IFE sebesar 2,560 hal ini berarti kemampuan perusahaan dalam menggunakan kekuatan untuk mengatasi kelemahan relatif sedang atau rata-rata. Berdasarkan analisis External Factor Evaluation (EFE), peluang yang paling direspons tinggi yaitu perkembangan teknologi dan informasi dengan skor 0,328 serta ancaman yang terbesar adalah jumlah konsumsi madu masyarakat Indonesia rendah dengan skor 0,325. Total matriks EFE sebesar 2,196 hal ini berarti perusahaan dalam memanfaatkan peluang yang ada dalam menghindari ancaman relatif sedang atau rata-rata.

Berdasarkan kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan ancaman eksternal perusahaan, maka dapat disusun suatu strategi berdasarkan matriks SWOT. Pendekatan matriks SWOT memberikan berbagai alternatif strategi, yaitu strategi S-O, strategi S-T, strategi W-S-O, dan strategi W-T. Strategi S-O yang dapat dilakukan perusahaan adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas produk. Strategi S-T yang dapat dilakukan adalah aktif melakukan kegiatan pengembangan produk, melakukan kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap konsumsi madu, dan meningkatkan pelayanan kepada pelanggan. Strategi W-O yang dapat dilakukan adalah meningkatkan promosi. Strategi W-T yang dapat dilakukan adalah memperbaiki kualitas manajemen.

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM), maka urutan strategi pemasaran perusahaan MTI adalah 1) meningkatkan kegiatan promosi (Total Actriveness Score = 6,696), 2) meningkatkan pelayanan kepada pelanggan (Total Actriveness Score = 6,255), 3) aktif melakukan kegiatan pengembangan produk (Total Actriveness Score = 6,021), 4) meningkatkan kualitas dan kuantitas produk (Total Actriveness Score = 5,692), 5) melakukan kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat (Total Actriveness Score = 5,652), dan 6) memperbaiki kualitas manajemen (Total Actriveness Score = 4,939). Kata-kata kunci : Model Fishbein, strategi, pemasaran, faktor internal dan eksternal


(4)

ABSTRACT

The Customer Attitude Analysis and Marketing Strategic Honey of Mutiara Tugu Ibu Factory in Cimanggis and Cibubur

Rahmawati, F., A. H. Napitupulu, dan J. Atmakusuma

Now, honey has a good prospect. It could be seen that so many variance of honey brand in the market. The aims of this research were: 1) identify the characteristic of honey consumers in MTI factory and to know the scoring of the attitude toward attributes product of MTI factory, 2) to identify internal and external environmental factor which effect marketing product of MTI factory and 3) to formulate alternative marketing strategies for MTI factory. This research was held on November 1 until December 31, 2007. The data consisted of primary and secondary data. The analyze data consisted of decision buyers process, the Fishbein attitude honey of consumers attributes, Internal Factor Evaluation (IFE) and External Factor Evaluation (EFE) matrix, SWOT matrix, and QSP matrix. The result of this research were: 1) the dominant consumers interview were male between 17-34 years old, majority of consumers were private employee, live in Depok area, have medium income category and the scoring of the attitude toward attributes show score 9,401 means that the score was good, 2) the total IFE matrix score was 2,560 and EFE matrix score was 2,196. The results of IFE and EFE can be make SWOT matrix to formulate marketing strategis. From SWOT matrix there were six alternatives strategy to develop this factory. Based on Calculation of QSP matrix, strategies that can be implied were to increased the promotion, served consumers development, product development, increased of the quality and quantity product, promote public awareness of the benefit honey consumption and improved management quality. Keyword: Fishbein model, strategy, marketing, internal factor, external factor


(5)

ANALISIS SIKAP KONSUMEN DAN STRATEGI PEMASARAN

MADU PADA PERUSAHAAN MUTIARA TUGU IBU

CIMANGGIS DAN CIBUBUR

Oleh

FIJRIA RAHMAWATI D34104046

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 10 Juli 2008

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Asi H. Napitupulu, MSc. Ir. Juniar Atmakusuma, MS. NIP. 130 256 389 NIP. 130 804 891

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr NIP. 131 955 531


(6)

ANALISIS SIKAP KONSUMEN DAN STRATEGI PEMASARAN

MADU PADA PERUSAHAAN MUTIARA TUGU IBU

CIMANGGIS DAN CIBUBUR

FIJRIA RAHMAWATI D34104046

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 19 April 1986 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Harman Rahmat Pandipa dan Ibu Sriwinarti. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar di SD Dewi Sartika Bekasi pada tahun 1998. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama diselesaikan di SLTP Negeri 7 Bekasi pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 4 Bekasi dan lulus pada tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan dengan minat studi Agribisnis Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2004.

Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Penulis pernah mengikuti organisasi intra kampus, diantaranya Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (DPM TPB) sebagai staf divisi keuangan tahun 2004-2005, Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (BEM KM IPB) sebagai staf Departemen Pertanian (Deptan) tahun 2005-2006, dan Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Industri Peternakan (HIMASEIP) sebagai staf sosial lingkungan masyarakat tahun 2006-2007.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadiran Allah SWT atas segala nikmat, karunia dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Sikap Konsumen dan Strategi Pemasaran Madu pada Perusahaan Mutiara Tugu Ibu Cimanggis dan Cibubur”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan,Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki kekayaan alam yang melimpah baik flora maupun fauna, selain itu memiliki jumlah penduduk yang besar. Hal tersebut merupakan peluang besar untuk meningkatkan usaha bidang perlebahan. Semakin banyaknya perusahaan perusahaan perlebahan menyebabkan tingkat persaingan semakin tinggi, sehingga setiap perusahaan perlu mengetahui informasi mengenai karakteristik dan sikap konsumen serta mempunyai strategi pemasaran yang tepat untuk dapat memenangkan usaha persaingan.

Perusahaan Mutiara Tugu Ibu (MTI) merupakan salah satu perusahaan perlebahan yang merupakan hasil pelatihan pemuda mandiri yang diselenggarakan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB (LPPM-IPB). Perusahaan ini menawarkan berbagai macam produk perlebahan yang sangat berguna bagi kesehatan manusia.

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna khususnya bagi perusahaan Mutiara Tugu dan Ibu untuk dapat memenangkan persaingan, dan bagi para pembaca, akhir kata Penulis mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Bogor, Juli 2008


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN……… i

ABSTRACT ………... iii

RIWAYAT HIDUP……….. iv

KATA PENGANTAR………... v

DAFTAR ISI………. vi

DAFTAR TABEL………...……….…………... viii

DAFTAR GAMBAR………...………. x

DAFTAR LAMPIRAN………. xi

PENDAHULUAN………. 1

Latar Belakang……….. 1

Perumusan Masalah……….………. 2

Tujuan Penelitian……….. 3

Kegunaan Penelitian………. 4

KERANGKA PEMIKIRAN………. 5

TINJAUAN PUSTAKA……….... 7

Lebah Madu...……….. 7

Produk-Produk Lebah Madu……… 7

Proses Keputusan Pembelian Konsumen………... 9

Sikap Konsumen………... 10

Atribut Produk……….. 10

Konsep Pemasaran ……...………... 11

Analisis Lingkungan Pemasaran……….. 11

Analisis Lingkungan Internal………... 11

Analisis Lingkungan Eksternal..……… 13

Analisis Perumusan Strategi……… 15

Tahap Input…....………... 15

Tahap Mencocokkan…………...……… 15

Tahap Pengambilan Keputusan………... 16

METODE PENELITIAN……….. 17

Lokasi dan Waktu……… 17

Populasi dan Sampel……… 17

Disain Penelitian……….. 19

Data dan Instrumentasi………. 20

Pengumpulan Data……… 21

Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen……….. 21

Analisis Data……… 22


(10)

Analisis Sikap Konsumen Multiatribut Fishbein……… 22

Analisis Perumusan Strategi………... 24

Definisi Istilah……….. 30

GAMBARAN UMUM LOKASI……….. 32

Sejarah dan Perkembangan Perusahaan………... 32

Visi dan Misi………... 33

Lokasi dan Tata Letak Perusahaan………... 33

Struktur Organisasi Perusahaan………... 35

Lingkup Usaha Perusahaan……….. 36

HASIL DAN PEMBAHASAN………. 38

Karakteristik Konsumen…….………. 38

Proses Keputusan Pembelian…………..………. 40

Pengenalan Kebutuhan……… 41

Pencarian Informasi……… 42

Evaluasi Alternatif………. 43

Keputusan Pembelian………. 45

Evaluasi Pasca Pembelian………... 47

Analisis Penilaian Sikap Terhadap Atribut Madu MTI………... 49

Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal Perusahaan………. 54

Analisis Lingkungan Internal……….. 54

Visi dan Misi………... 55

Sumberdaya Manusia………. 55

Produksi dan Operasi………. 56

Pemasaran……….. 58

Keuangan……… 61

Analisis Lingkungan Eksternal………... 62

Lingkungan Mikro……… 62

Lingkungan Makro………... 65

Lingkungan Industri………... 69

Analisis Perumusan Strategi……… 72

Analisis Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE)…………..……….. 72

Analisis Matriks SWOT... 79

Alternatif Strategi Pemasaran Terbaik………. 82

KESIMPULAN DAN SARAN……… 84

Kesimpulan………... 84

Saran………... 84

UCAPAN TERIMA KASIH……… 86

DAFTAR PUSTAKA……… 88


(11)

DAFTAR TABEL Nomor

Halaman

1. Jumlah Sampel Penelitian di Wilayah Cimanggis dan Cibubur... 18

2. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) ... 25

3. Matriks External Factor Evaluation (EFE)... 25

4. Metode Paired Comparation………. 26

5. Matriks SWOT ... 28

6. Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)... 29

7. Karakteristik Konsumen Toko Madu Cimanggis dan Cibubur, 2007... 40

8. Sebaran Konsumen Berdasarkan Motivasi untuk Tertarik Membeli Madu MTI………... 41

9. Sebaran Konsumen Berdasarkan Manfaat yang Dicari Saat Membeli Produk Madu MTI... 41

10. Sebaran Konsumen Berdasarkan Sumber Informasi Pertama Kali Mengenai Produk Madu MTI... 43

11. Sebaran Konsumen Berdasarkan Sikap Konsumen terhadap Informasi Pertama Kali Mengenai Produk Madu MTI... 43

12. Sebaran Konsumen Berdasarkan Atribut Produk Utama yang Dipertimbangkan pada Saat Pembelian Produk Madu MTI Pertama Kali……….. 44

13. Sebaran Konsumen Berdasarkan Jenis Merek Madu Lain yang Pernah Dikonsumsi... 44

14. Sebaran Konsumen Berdasarkan Cara Memutuskan Pembelian Madu MTI... 45

15. Sebaran Konsumen terhadap Pengaruh Media dalam Menentukan Jenis Madu pada Keputusan Pembelian... 45

16. Sebaran Konsumen terhadap Pengaruh Media dalam Menentukan Ukuran Madu pada Keputusan Pembelian ... 46

17. Sebaran Konsumen terhadap Jenis Madu MTI yang Paling Sering Dibeli... 46


(12)

18. Sebaran Konsumen Berdasarkan Frekuensi Pembelian Madu MTI Setiap Tahun… ... 47 19. Sebaran Sikap Konsumen Berdasarkan Pengaruh Promosi Merek

Madu Lain terhadap Pembelian Madu MTI ……….. 48 20. Sebaran Konsumen terhadap Tingkat Kepuasan Produk Madu MTI… 48 21. Sebaran Sikap Konsumen terhadap Kenaikkan Harga Produk Madu

MTI 20% ……… 49

22. Nilai Evaluasi (ei) Konsumen terhadap Atribut Produk Madu Secara

Umum... 50 23. Nilai Keyakinan (bi) Konsumen terhadap Atribut Produk Madu MTI.. 51 24. Penilaian Sikap Konsumen terhadap Atribut Madu MTI... 52 25. Nilai Maksimum dan Minimum Sikap (AO) terhadap Atribut Produk

Madu MTI………... 53

26. Rentang Skor Nilai Sikap Responden dan Posisi Sikap Konsumen terhadap Atribut-Atribut Madu MTI ………. 54 27. Karakteristik Pegawai - pegawai Perusahaan MTI ……… 55 28. Tingkat Inflasi Indonesia Tahun 2002-2007 ... 65 29. Perkembangan Volume dan Nilai Impor Madu Tahun 2002-2006 …… 66 30. Estimasi Jumlah Penduduk di Wilayah Penjualan Madu Mutiara Tugu

Ibu ………... 67

31. Matriks IFE ( Internal Factor Evaluation) Perusahaan MTI ………… 78 32. Matriks EFE (External Factor Evaluation) Perusahaan MTI ………… 78 33. Matriks SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) ……….. 81 34. Hasil Perhitungan Matriks QSP ………. 83


(13)

DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ……… 6 2. Toko MTI Cibubur, Toko MTI Cimanggis, dan Toko Detos …... 34 3. Bangunan Kantor dan Gudang ……….. 34 4. Struktur Organisasi Perusahaan Mutiara Tugu Ibu ………... 35 5. Perkembangan Omzet Penjualan MTI Selama Tahun 2007 ……. 62


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner ……….. 90

2. Daftar Harga Madu Perusahaan MTI………. 103

3. Uji Validitas dan Reliabilitas Nilai Evaluasi (ei) ... 105

4. Uji Validitas dan Reliabilitas Nilai Keyakinan (bi) …... 106

5. Pemberian Bobot untuk Matriks IFE ……… 107

6. Pemberian Rating untuk Matriks IFE……… ………... 108

7. Pemberian Bobot untuk Matriks EFE ………... 109


(15)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan kesadaran masyarakat atas kebutuhan hidup sehat menimbulkan permintaan pangan yang tidak hanya memberikan citarasa yang enak, namun juga yang dapat meningkatkan kesehatan. Pangan yang memberikan manfaat terhadap kesehatan tubuh dikenal dengan istilah pangan fungsional. Roberfroid (2002) menjelaskan bahwa pangan fungsional merupakan pangan dengan kandungan komponen yang dapat menurunkan resiko penyakit.

Salah satu pangan fungsional adalah prebiotik. Prebiotik adalah pangan dengan kandungan oligosakarida yang berpotensi memberikan nutrisi bagi mikrobiota usus yang menguntungkan. Pertumbuhan mikroba yang menguntungkan akan menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti E. coli dan Clostridia yang dapat menghasilkan toksin (Roberfroid 2002). Gibson (2004) menyebutkan komponen oligosakarida memberikan pengaruh sebagai ’penyubur’ mikrobiota usus manusia, meningkatkan penyerapan mineral, membantu metabolisme lemak dan mencegah kanker usus.

Ubi jalar berpotensi untuk dikembangkan menjadi pangan prebiotik karena mengandung oligosakarida yang dapat digunakan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL). Suryadjaya (2005) melaporkan pemberian ekstrak kasar oligosakarida ubi jalar segar selama 10 hari dapat menurunkan E. coli sebesar 2.35 log CFU/g pada feses tikus dan menyebabkan Salmonella tidak terdeteksi selama percobaaan. Pada penelitian tersebut, ekstraksi oligosakarida dilakukan dengan etanol 70%. Dengan metode ini, selain oligosakarida (rafinosa dan maltotriosa), pada ekstrak juga mengandung gula sederhana (sukrosa dan maltosa). Untuk itu perlu dilakukan pemurnian oligosakarida untuk melihat potensinya sebagai prebiotik.

Kim et al. (2003) melaporkan oligosakarida dalam suatu produk dapat diekstrak dengan etanol dan air mendidih. Kondisi optimal untuk ekstraksi oligosakarida suatu produk dipengaruhi pelarut yang digunakan. Untuk itu digunakan pendekatan lain pemurnian oligosakarida dari ubi jalar seperti


(16)

halnya yang dilakukan oleh Kim et al. (2003) dengan kacang kedelai yang mengekstrak oligosakarida kacang kedelai dengan menggunakan etanol dan air mendidih.

Dalam aplikasinya, tepung ubi jalar akan dikonsumsi setelah melalui proses pengolahan seperti pengukusan, pemanggangan, penyangraian dan pengeringan drum dried. Pengolahan dilaporkan dapat merubah oligosakarida (Mayastuti 2002). Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian kandungan oligosakarida dan potensi prebiotik tepung ubi jalar setelah tepung ubi jalar mengalami pengukusan, pemanggangan, penyangraian dan pengeringan drum dried untuk mempelajari perubahan komponen dan potensi prebiotik oligosakarida.

B. HIPOTESA PENELITIAN Hipotesa dari penelitian ini adalah:

1. Etanol dan air mendidih dapat mengekstrak oligosakarida dari ubi jalar. 2. Metode isolasi dengan kromatografi pertukaran ion akan menghasilkan

oligosakarida murni dari tepung ubi jalar.

3. Tepung ubi jalar setelah mengalami proses pemanggangan, pengukusan, penyangraian dan drum drying mengalami perubahan komponen oligosakarida.

4. Tepung olahan ubi jalar berpotensi sebagai prebiotik.

C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah:

1. Membandingkan efektivitas metode ekstraksi oligosakarida dengan etanol 70% dan air mendidih.

2. Membandingkan pengaruh pengelusi etanol dan air pada isolasi oligosakarida dengan kromatografi kolom pertukaran ion.

3. Mengidentifikasi perubahan kandungan oligosakarida tepung ubi jalar karena pengaruh pengolahan (pengukusan, pemanggangan, penyangraian dan drum drying).


(17)

4. Menguji kemampuan fraksi oligosakarida dan ekstrak kasar oligosakarida ubi jalar dalam mendukung pertumbuhan BAL secara in vitro.

5. Menguji kemampuan ekstrak kasar oligosakarida tepung olahan ubi jalar dalam mendukung pertumbuhan BAL, baik secara tunggal maupun berkompetisi dengan patogen secara in vitro.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mendapat informasi tentang:

1. Potensi ubi jalar sebagai sumber prebiotik baik dalam bentuk segar maupun olahan.

2. Diperoleh metode isolasi oligosakarida untuk ubi jalar.

3. Mendapatkan data kandungan oligosakarida tepung ubi jalar setelah pengolahan (pengukusan, pemanggangan, penyangraian dan drum drying).


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PREBIOTIK

1. Definisi Prebiotik

Prebiotik adalah komponen bahan pangan yang non-viable, memiliki pengaruh menguntungkan terhadap inang dan berhubungan dengan modulasi mikrobiota (FAO 2007). FAO (2007) menegaskan komponen prebiotik bukan organisme atau obat, dapat dikarakterisasi secara kimia dan ’food grade’. Prebiotik dapat meningkatkan kesehatan, terukur dan tidak terserap dalam saluran darah. Komponen dan formulasi prebiotik mampu mengubah komposisi atau aktivitas mikrobiota inang target (modulasi mikrobiota), dapat

dengan cara fermentasi atau memblok reseptor. 2. Evaluasi untuk dapat meng-klaim suatu produk sebagai prebiotik

FAO (2007) menyatakan bahwa komponen yang dapat diklaim sebagai prebiotik harus terlebih dahulu dikarakterisasi meliputi sumber asalnya, kemurnian, komposisi dan struktur kimia, konsentrasi dan jumlah yang dibawa ke inang. Panduan evaluasi dan pembuktian suatu produk diklaim sebagai prebiotik dapat dilihat pada Gambar 1.

Manfaat minimum prebiotik adalah mempengaruhi fisiologi dan modulasi mikrobiota pada bagian tertentu (terutama saluran pencernaan dan berpotensi pada bagian lain seperti vagina dan kulit). Perubahan faktor target dipelajari melalui penelitian dan didukung secara nyata dengan statistik serta bermanfaat secara biologi sesuai dengan yang diklaimkan. Klaim harus berdasarkan penelitian hingga produk akhir dan diujikan pada inang target. Untuk mengklaim suatu produk sebagai prebiotik, perlu adanya penelitian terhadap kontrol percobaan dan ada penelitian independen lainnya.


(19)

Gambar 1 Panduan evaluasi dan pembuktian suatu produk diklaim sebagai prebiotik (FAO 2007).

Kualifikasi prebiotik adalah bahwa prebiotik tidak hanya untuk meningkatkan bifidobakteria saja namun juga ditunjukkan dengan pengaruh meningkatkan kesehatan fisiologi. Contoh-contoh pengaruh fisiologi karena konsumsi prebiotik yaitu dapat membantu penyerapan nutrisi seperti Ca, Mg, trace elements dan protein. Prebiotik mampu mengurangi waktu atau lamanya infeksi, menurunkan kolesterol, mengatur buang air besar, menurunkan resiko kanker dan membawa perubahan terhadap imun spesifik dan nonspesifik yang meningkatkan kesehatan.

Parameter keamanan prebiotik ditetapkan oleh peraturan masing-masing negara, seperti halnya komponen makanan lainnya. FAO merekomendasikan bahwa keamanan formulasi produk akhir prebiotik adalah sebagai berikut:

Karakterisasi komponen yang meliputi sumber asal, kemurnian, komposisi dan struktur kimianya

Pengujian secara in vitro dan in vivo untuk karakterisasi kegunaan

Formulasi dalam bentuk produk meliputi konsentrasi dan jumlah

Penilaian keamanan secara in vitro dan in vivo pada hewan dan manusia jika produk tidak GRAS

Uji secara acak pada manusia beserta kontrol untuk mengetahui adanya korelasi antara hasil pengukuran

fisiologis dan modulasi mikrobiota pada sisi spesifik secara independen Uji pada manusia


(20)

i) Jika produk mempunyai sejarah yang aman pada inang target (GRAS) maka uji lanjutan kepada hewan atau uji toksik pada manusia tidak diperlukan lagi. ii) Harus ditetapkan jumlah konsumsi aman dengan gejala dan efek samping minimal. iii) Produk tidak boleh terkontaminasi dan tidak murni. iv) Prebiotik tidak boleh mengubah mikrobiota dan menggangu inang dalam jangka waktu yang lama.

3. Manajemen produk prebiotik

Manajemen produk prebiotik meliputi tiga aspek yaitu aspek produksi, aspek formulasi dan penyimpanan serta aspek peraturan. Dalam proses produksi, setiap proses mempunyai jaminan dalam mempertahankan kemurnian oligosakarida dan konsistensi komposisinya dalam tiap produk. Dalam aspek formulasi dan penyimpanan, FAO merekomendasikan evaluasi setiap jenis produk akan stabilitas komposisi prebiotiknya dan aktivitas biologi inang target yang diinginkan akibat pengaruh pengolahan dan teknologi produksi. Dalam peraturan, produsen bertanggung jawab untuk menyediakan peraturan penjualan dimana para penjualan disiapkan dengan dokumentasi yang sesuai untuk mendukung klaim kesehatan. Bila ada produk baru, perlu kesepakatan dan tanggungjawab produsen untuk membuktikan secara ilmiah dengan target inang bahwa produk tersebut dapat meningkatkan kesehatan (FAO 2007).

Tidak ada peraturan khusus tentang standar jumlah prebiotik yang dikonsumsi karena bergantung kepada kebiasaan penduduk suatu negara (FAO 2007). Peraturan Foodstuffs Cosmetics and Disinfectants Act (Act No 54 of 1972) di Afrika Selatan menyatakan bahwa jumlah dan sumber prebiotik yang harus tercantum pada label suatu produk yang dapat diklaim sebagai prebiotik adalah paling sedikit 3 gram prebiotik per penyajian harian (Venter 2007).


(21)

4. Keuntungan Prebiotik

Manning et al. (2004) menjelaskan keuntungan prebiotik meliputi: (a) Menghambat patogen, (b) Meningkatkan penyerapan kalsium, (c) Melindungi terhadap kanker usus, (d) Menurunkan lemak darah dan (e) Meningkatkan imunitas.

Menghambat patogen. Wang dan Gibson (1994) menyatakan prebiotik (oligofruktosa) dapat meningkatkan pertumbuhan Bifidobacterium infantis. Hasil uji kompetisi antara B. infantis, E.coli dan C. perfringens dengan

jumlah inokulum awal masing-masing sebesar 108, 108 dan 106 CFU/ml dalam satu media dapat menurunkan E.coli satu sikus log dan

mematikan C. perfringens hingga nol masing-masing setelah 52 jam kompetisi dan diikuti turunnya pH media dari 7 menjadi 5.3. Populasi B. infantis tidak terpengaruh selama uji kompetisi. B. infantis mampu menghasilkan senyawa seperti CO2, asam asetat, propionat, butirat, laktat dan suksinat yang dapat

menghambat E. coli dan Clostridium perfringens.

Mekanisme penghambatan patogen oleh prebiotik terbagi menjadi dua yaitu secara langsung maupun tidak langsung. Penghambatan patogen oleh prebiotik secara langsung adalah karena prebiotik (oligosakarida) dapat mem’blok’sisi reseptor pelekatan patogen pada mukosa usus, sehingga patogen tidak menempel pada mukosa usus. Penghambatan patogen oleh prebiotik secara tidak langsung adalah karena prebiotik dimanfaatkan dan meningkatkan pertumbuhan probiotik (Rastall et al. 2005)

Collado et al. (2005) melaporkan tiga mekanisme penghambatan patogen oleh probiotik sebagai berikut: 1) Probiotik melekat dan berkolonisasi di mukosa usus sehingga patogen tidak menempel pada mukosa usus dan keluar melalui feses. 2) Probiotik mampu menggantikan sisi penempelan patogen dengan mekanisme kompetisi sisi spesifik penempelan karbohidrat. Hal ini menyebabkan patogen yang telah lebih dahulu menempel di mukosa usus terlepas dan bakteri probiotik menempel sehingga menghalangi patogen menginfeksi mukosa. 3) Bakteri probiotik mengeluarkan senyawa metabolit seperti asam laktat yang mampu mengganggu dan membunuh kehidupan patogen.


(22)

Meningkatkan penyerapan kalsium. BAL memfermentasi prebiotik seperti inulin dan menghasilkan produk asam lemak rantai pendek (SCFA), menyebabkan penurunan pH dinding mukosa usus. pH rendah meningkatkan kelarutan dan penyerapan kalsium di dalam usus (Ouwenhand et al. 1999).

Mencegah kanker usus. Mekanisme perlindungan dari prebiotik terhadap perkembangan kanker usus, yaitu: 1) BAL mengurangi populasi patogen yang menghasilkan senyawa-senyawa karsinogen dalam usus. 2) Kemampuan dinding sel BAL terutama peptidoglikan dapat mengikat senyawa mutagen sepeti Tp-P1, Trp-P2, Glu P1 dan senyawa mutagen lainnya (Surono 2004).

Reddy (1999) melaporkan oligofruktosa dan inulin dapat menghambat potensi tumor pada usus besar tikus. Mekanisme yang terjadi adalah: 1) Prebiotik meningkatkan pertumbuhan bifidobakteria. Bifidobakteria berkolonisasi dan menghasilkan asam laktat, menurunkan pH usus sehingga dapat membunuh E. coli dan Clostridium perfringens. Lingkungan usus menjadi nyaman bagi bifidobakteria dan mendukung modulasi enzim β -glukuronidase yang dapat mengubah prokarsinogen menjadi proksimat karsinogen. 2) Butirat yang dihasilkan BAL dapat menghambat proliferasi sejumlah sel secara in vitro dan menginduksi diferensiasi sel tumor.

Menurunkan kolesterol. Prebiotik dapat meningkatkan pertumbuhan BAL dan BAL memiliki dua mekanisme dalam menurunkan kolesterol: 1) BAL memproduksi enzim BSH (Bile Salt Hidrolase) yang menghasilkan asam empedu terdekonjugasi (senyawa yang tidak bereaksi dengan senyawa lain), dalam bentuk asam kholat bebas yang kurang diserap oleh usus halus dibandingkan asam empedu terkonjugasi. Asam-asam empedu membentuk garam empedu. Dekonjugasi garam empedu akan lebih mudah terbuang melalui feses. Hal ini mengakibatkan semakin banyak kolesterol yang dibutuhkan untuk membentuk garam empedu lagi sehingga kolesterol yang ada dalam serum diambil oleh garam empedu. Hal ini menyebabkan kadar kolesterol dalam serum darah menurun. 2) Membran sel BAL dapat mengikat kolesterol dalam usus halus sebelum kolesterol diserap oleh tubuh. Ilustrasi


(23)

mekanisme BAL dalam menurunkan kolesterol dapat dilihat pada Gambar 2 (Surono 2004).

Gambar 2 Mekanisme BAL dalam penurunan kadar kolesterol (Surono 2004).

Meningkatkan imunitas. Prebiotik dapat meningkatkan pertumbuhan BAL. BAL mengeluarkan senyawa imunomodulator yaitu suatu komponen yang mampu berinteraksi dengan sistem imun serta menimbulkan efek menstimulasi atau menekan sistem imun spesifik dan sistem imun non spesifik (Tzianabos 2000). Respon imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme seperti pada keringat, kulit, air mata, selaput lendir, batuk, bersin dan tubuh dapat memberikan respon langsung. Respon imun spesifik mengenali benda asing terlebih dahulu. Bila sistem imun terpapar kembali dengan benda asing yang sama, maka akan dikenal dan dihancurkan oleh respon imun spesifik.

Ouwehand et al. (1999) berpendapat bahwa rangsangan sistem imun oleh BAL dengan cara peptidoglikan menginduksi permukaan mukosa. Glukan pada dinding sel bakteri merangsang makrofag memproduksi interleukin, meningkatkan aktivitas proliverasi sel limfosit. Sel limfosit membelah menjadi limfosit T dan limfosit B. Limfosit T akan melepaskan interferon, kembali mengaktifkan makrofag dan limfosit B memproduksi antibodi. Glukan juga akan merangsang makrofag lebih banyak memproduksi lisozim.


(24)

B. OLIGOSAKARIDA

Oligosakarida merupakan gula dengan 3 hingga 20 unit sakarida. Oligosakarida merupakan rantai pendek polisakarida (Manning et al. 2004). Karakteristik senyawa oligosakarida (Manning dan Gibson 2004) adalah a) terdiri dari susunan monosakarida antara lain glukosa, galaktosa, xylosa dan fruktosa. b) Memiliki ikatan glikosidik. (Gambar 3). Ikatan glikosidik terdiri dari ikatan β (1→4), α (1→4), β (1→6) dan α (1→6) (Wilbraham dan Matta 1992). c) Memiliki berat molekul yang rendah dibawah polisakarida. Inulin merupakan oligosakarida dengan berat molekul yang paling tinggi.

Gambar 3 Salah satu contoh ikatan glikosidik (Wilbraham dan Matta 1992)

Oligosakarida tidak dapat dihidrolisa dan diserap usus halus (Weese 2002), karena mukosa mamalia tidak mempunyai enzim pencerna oligosakarida yaitu α-galaktosidase (Muchtadi 1989). Bifidobakteria memiliki enzim β-fruktofuranosidase yang dapat memutus ikatan beta-D-fruktofuranosida dengan beta-D-beta-D-fruktofuranosida sehingga oligosakarida seperti FOS dapat dicerna oleh bifidobakteria. Laktobasili mempunyai α -galaktosidase yang mampu memutus ikatan alfa-galaktosa dan alfa-galaktosa sehingga oligosakarida seperti galaktooligosakarida dapat dicerna oleh laktobasili.


(25)

Beberapa oligomer yang memiliki potensi prebiotik seperti laktulosa, fruktooligosakarida (FOS), galaktooligosakarida (TOS), soyoligosakarida (SOS), laktosukrosa, isomaltooligosakarida (IMO), glukooligosakarida (GOS), xylooligosakarida (XOS) dan palatinosa (Manning et al. 2004). Beberapa struktur golongan oligosakarida dapat dilihat pada Gambar 4-8. Jenis senyawa oligosakarida dan senyawa prebiotik lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 4 Struktur maltotriosa

Sumber : Girigowda dan Mulimani (2005)

Gambar 5 Struktur oligosakarida (rafinosa dan kerabatnya)

Verbaskosa

Stakiosa

Rafinosa

Sukrosa Ajugosa


(26)

Fruktooligosakarida Glukooligosakarida

Gambar 6 Struktur fruktooligosakarida (FOS) dan glukooligosakarida (GOS)

Gambar 7 Struktur galaktooligosakarida (TOS)


(27)

Tabel 1 Jenis senyawa oligosakarida dan senyawa prebiotik lainnya Kelompok Jenis senyawa prebiotik

Polylols Xylitol

Sorbitol Mannitol Disakarida Laktulosa

Laktitol Oligosakarida Rafinosa

Oligosakarida kedelai (rafinosa+stakiosa)

Fruktooligosakarida (FOS)

Oligofruktosa (campuran oligosakarida)

Galaktooligosakarida (TOS)

Palatinosa

Isomalto-oligosakarida Laktosukrosa

Galaktosil-laktosa Polisakarida Inulin

Pati resisten

Sumber : Suskovic et al. (2001)

Oligosakarida dengan rantai terpanjang adalah inulin. Beberapa literatur menggolongkan inulin kepada polisakarida, namun banyak penelitian menyebutkan bahwa inulin termasuk golongan oligosakarida. Inulin dapat diperoleh dari berbagai tanaman seperti umbi dahlia, jerusalem artichoke, artichoke, chicory dan dandelions. Perbedaan tanaman menghasilkan perbedaan inulin dalam hal derajat polimerisasi (DP). Inulin artichoke menunjukkan nilai DP yang tinggi (DPn=46) dibandingkan inulin dari sumber lain seperti jerusalem artichoke, chicory, dan dahlia yaitu berturut-turut DPn=26, 24 dan 43. Inulin dengan rantai panjang lebih sukar larut dan membentuk mikrokristal pada air dan susu (Molina et al. 2005).

Inulin memiliki sensasi tekstur creamy dan memberikan sensasi lemak. Inulin telah sukses dikembangkan menggantikan lemak pada pangan panggang, produk susu, makanan beku dan sebagai pengisi. Inulin artichoke dapat digunakan dalam kombinasi dengan senyawa pembentuk jel seperti gelatin, alginat, k- dan i- karagenan, gellan gum, dan maltodekstrin. Hal ini dapat meningkatkan stabilitas busa dan emulsi seperti pada es krim dan saus sehingga inulin dapat menjadi stabiliser pada produk pangan (Fanck 2002 di dalam Molina et al. 2005).


(28)

C. MIKROBIOTA USUS

Mikrobiota usus sangat penting untuk kesehatan. Pada usus manusia, terdapat sekitar 500 spesies bakteri dengan populasi sebesar 1014 dengan berat keseluruhannya dapat mencapai 1-2 kg. Mikrobiota yang diisolasi dari feses anak-anak dan dewasa berbeda jenis dan jumlahnya (Tabel 2). Perbedaan jenis dan jumlah bakteri pada saluran pencernaan manusia dipengaruhi oleh faktor fisik, kimia dan mekanisme biologis (Ballongue 2004).

Jumlah mikrobiota pada bagian saluran pencernaan manusia berbeda-beda (Tabel 3). Jumlah mikrobiota pada lambung adalah yang paling kecil dibandingkan pada usus. Bakteri pada ileum terdiri dari E. coli dan bakteri anaerob seperti Clostridium, Fusobacterium dan Bacteroides (106 CFU/ml). Pada usus besar terdapat banyak jenis dan jumlah bakteri, baik positif dan Gram-negatif (Ballongue 2004).

Tabel 2 Mikrobiota pada feses manusia dengan berbagai kelompok usiaa

Grup bakteri Bayi, 1-4 hari

Bayi, 5-90 hari

Anak-anak, 4-6

tahun

Dewasa, 20-64 tahun

Dewasa 65-86 tahun

Total mikroba 10.1 10.5 10.8 10.8 10.5

Bakteri obligat aerob atau anareobik fakultatif

Enterobacteria 9.3 8.8 8.0 8.2 7.8

Streptococcus 8.5 8.1 7.8 7.7 8.2

Staphylococcus 6.2 6.8 4.0 4.4 4.3

Lactobacillus 6.4 7.3 7.0 6.7 8.0

Kamir 3.5 4.0 4.2 3.7 4.6

Bakteri anaerobik

Bacteroides 8.6 8.2 10.4 10.3 10.0

Bifidobacteria 9.3 9.9 10.1 9.8 9.4

Peptococcus 0 9.0 8.2 8.9 7.7

C. perfringens 5.9 6.9 5.7 4.8 6.6

Eubacteria 0 9.7 9.9 9.9 9.5

Veillonellae 5.6 6.3 5.2 4.8 6.1

a

log CFU per gram saluran pencernaan Sumber : Ballongue (2004)


(29)

Tabel 3 Mikrobiota pada saluran pencernaan manusia a

Lambung Ileum Jejenum Usus besar

Total mikroba 0-103 0-105 103-107 1011-1012 Bakteri obligat aerob atau anareobik fakultatif

Enterobacteria 0-102 0-103 102-105 104-1010 Streptococcus 0-103 0-104 102-105 105-1010 Staphylococcus 0-102 0-103 102-105 104-107 Lactobacillus 0-103 0-104 102-105 106-1010

Fongy 0-102 0-102 102-105 102-106

Bakteri anaerobik

Bacteroides Jarang 0-102 103-106 1010-1012 Bifidobacteria Jarang 0-103 103-107 108-1012 Peptococcus Jarang 0-103 103-104 108-1012 Clostridium Jarang Jarang 103-104 106-1011 Fusobacterium Jarang Jarang Jarang 109-1010 Eubacteria Jarang Jarang 103-105 109-1012 Veillonellae Jarang 0-102 103-104 103-104

a

CFU per gram saluran pencernaan Sumber : Ballongue (2004)

Peranan mikrobiota usus berdasarkan aktivitasnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu aktivitas yang menguntungkan dan aktivitas yang merugikan. Bifidobacteria, Lactobacillus sp., dan Eubacteria memiliki aktivitas yang menguntungkan sedangkan Clostridium perfringens, Veillonellae sp. dan Proteus sp. memiliki aktivitas yang merugikan. Bakteri yang memiliki sifat menguntungkan dan merugikan adalah Bacteroides, Streptococcus sp., Escherichia coli serta Enterococcus (Yuguchi et al. 1992).

Rao (2001) melaporkan bahwa konsumsi sukrosa (5g/hari) selama 3 minggu tidak berpengaruh pada jumlah bakteri feses manusia sehat, sedangkan konsumsi oligofruktosa (5g/hari) selama 11 hari meningkatkan bifidobakteria mendekati 1 siklus log. Bila konsumsi oligofruktosa dilanjutkan selama 10 hari, jumlah bifidobakteria cenderung tetap. Bifidobakteria terus mengalami penurunan secara perlahan setelah konsumsi oligofruktosa dihentikan (Tabel 4).


(30)

Tabel 4 Pengaruh konsumsi sukrosa dan oligofruktosa terhadap mikrobiota feses manusia (log CFU/g)

Pengukuran Sukrosa 21 hari Oligofruktosa 11 hari Oligofruktosa 21 hari Pasca oligofruktosa Total anaerob Total aerob Bifidobakteria Bacteroides Koliform

9.97 ± 0.27 8.3 ± 0.52 8.85 ± 0.45 9.75 ± 0.4 6.72 ± 1.34

10.60 ± 0.22 8.32 ± 0.85

9.8 ± 0.40 10.41 ± 0.29

5.99 ± 1.17

10.55 ± 0.17 8.86 ± 0.8 9.77 ± 0.24 10.15 ± 0.28

6.93 ± 2.21

10.10 ± 0.32 8.33 ± 0.38 9.11 ± 0.35 9.76 ± 0.14 6.53 ± 0.33

Sumber: Rao (2001)

Menne et al. (2000) melaporkan bahwa secara umum pemberian oligofruktosa chicory sebanyak 8 g/hari tidak berpengaruh nyata terhadap total anaerob, laktobasili, Bacteroides, koliform atau C. perfringens, namun berpengaruh nyata dalam meningkatkan bifidobakteria feses manusia. Pengukuran dilakukan selama 7 minggu, dengan kontrol (tanpa penambahan oligofruktosa) selama 2 minggu, perlakuan 1 (pemberian oligofruktosa chicory) selama 2 minggu dan perlakuan 2 (pemberian makanan masakan rumah yang biasa mereka makan dan ditambahkan 8 gram/hari oligofruktosa chicory) selama 3 minggu. Pengukuran terhadap pH feses menunjukkan pada akhir perlakuan 1 dan 2 terjadi penurunan pH hingga 1 unit dibandingkan dengan pH kontrol akhir (Tabel 5).

Tabel 5 Pengaruh konsumsi oligofruktosa chicory 8 g/hari (log CFU/g) terhadap mikrobiota usus manusia.

Masa pemberian

Bakteri Kontrol

(2 minggu)

Perlakuan 1 (2 minggu)

Perlakuan 2 (3 minggu) Total anaerob 10.3 ± 0.6 10.1 ± 0.5 10.4 ± 0.4 Bifidobakteria 8.6 ± 0.5 9.6 ± 0.3* 9.4 ± 0.6* Laktobasili 5.7 ± 1.0 6.0 ± 1.5 6.4 ± 0.7 Bacteroides 8.9 ± 0.2 8.8 ± 0.2 9.2 ± 0.7 Koliform 7.0 ± 1.3 6.6 ± 1.6 6.5 ± 1.2 C. perfringens 3.5 ± 1.2 3.2 ± 1.0 3.2 ± 0.8

*berbeda signifikan sebelum perlakuan Sumber : Menne et al. (2000)

Suryadjaya (2005) melaporkan pemberian campuran L. casei Rhamnosus (6.5 x 108 log CFU) dan ekstrak oligosakarida ubi jalar varietas Sukuh (sinbiotik) menurunkan E. coli pada feses tikus sebesar 3.77 log CFU/ml pada hari ke-10.


(31)

Kelompok sinbiotik paling efektif menurunkan jumlah E. coli di dalam saluran pencernaan tikus percobaan. Pada kelompok prebiotik yang hanya diberi ekstrak oligosakarida juga terjadi penurunan E. coli sebesar 2.35 log CFU/ml pada hari ke-10. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak oligosakarida dari ubi jalar dapat dicerna oleh BAL di usus sehingga populasi BAL meningkat dan dapat bersaing dengan E. coli.

D. PROBIOTIK

Prebiotik tidak dapat dipisahkan dengan probiotik oleh karena target prebiotik adalah memacu pertumbuhan bakteri probiotik (Roberfroid 2000). WHO (2002) menyatakan bahwa probiotik adalah mikroorganisme hidup jika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dapat meningkatkan kesehatan inang. Tannock (1999) menyatakan beberapa manfaat probiotik yang telah diteliti adalah dapat meningkatkan ketahanan terhadap penyakit infeksi pencernaan, mencegah diare, menurunkan tekanan darah, menurunkan kolesterol, mengurangi alergi, merangsang fagositosis sel darah putih, menurunkan potensi karsinogen dan menurunkan tumor. Probiotik dapat meningkatkan kesehatan, namun probiotik bukanlah obat, meskipun probiotik tersedia di supermarket dan toko kesehatan.

Beberapa bakteri probiotik komersial mencakup Lactobacillus casei Shirota (Spanhaak et al. 1998), Lactobacillus casei Rhamnosus, Lactobacillus acidophilus, Bifidobacterium longum dan Bifidobacterium bifidum (Salminen 2004). Beberapa bakteri probiotik lain yang telah diteliti adalah B. animalis (Bielecka et al. 2001), B. infantis (Wang dan Gibson 1993), L. johnsonii LA1 dan L. casei Rhamnosus GG (Salminen 2004).

Spanhaak et al. (1998) melaporkan konsumsi L. casei Shirota dalam susu fermentasi dapat meningkatkan jumlah Lactobacillus difeses laki-laki berumur 40-65 tahun. Setelah perlakuan feses didominasi oleh L. casei Shirota hingga mencapai 107 CFU/g feses. Bakteri lain seperti Bifidobacterium juga meningkat signifikan dan menurunkan Clostridium.

Isolat lokal yang berpotensi sebagai probiotik adalah Lactobacillus F1, Lactobacillus G3 dan Lactobacillus G1 yang diisolasi dari feses bayi (Evanikastri 2003). Evanikastri (2003) melaporkan isolat manusia Lactobacillus F1 dan


(32)

Lactobacillus G1 mampu menempel pada permukaan stainless steel dengan baik (4.9 log sel/cm2), mampu menghambat pertumbuhan E. coli, Salmonella Typhimurium dan Staphylococcus aureus dan meningkatkan jumlah BAL yang ada pada mikroflora normal tikus. Lactobacillus G3 mengalami penurunan kurang dari 1 log (resisten) pada larutan MRSB yang diasamkan dengan HCl hingga pH 3. Hal ini menunjukkan Lactobacillus G3 memiliki ketahanan terhadap asam lambung dan berpotensi sebagai prebiotik.

1. Kriteria Probiotik

WHO (2002) menyatakan bahwa probiotik mempunyai kriteria sebagai berikut: tahan terhadap asam lambung dan asam empedu, mampu menempel pada mukus atau sel epitel manusia dan sel lain, mempunyai aktivitas mikroba melawan bakteri patogen, mampu menurunkan penempelan patogen pada permukaan usus, mempunyai aktivitas hidrolase garam empedu dengan menghasilkan enzim bile salt hidrolase dan tahan terhadap spermisida (aplikasi probiotik pada vagina). Selain hal tersebut di atas, literatur lain (Gibson dan Fuller 2000) menyebutkan kriteria probiotik meliputi: a) Galur asli, b) Harus aman dikonsumsi (GRAS-Generally Recognized as Safe) c) Memiliki ketahanan hidup yang baik pada pangan. d) Dapat ditumbuhkan dalam skala besar tanpa variasi genetik. e) Memiliki sifat sensori yang dapat diterima. Probiotik tidak mengurangi kualitas sensori pangan ketika probiotik ditambahkan pada makanan. f) Probiotik mampu bertahan dalam ekosistem mikroba pencernaan dan berkembang biak dalam saluran pencernaan. g) Tidak menyebabkan perut menjadi kembung. h) Probiotik dapat melekat pada sel epitel usus dengan baik sehingga dapat meningkatkan pertahanan pada pencernaan. i) Probiotik mampu menghambat patogen dengan menghasilkan asam dan bakteriosin. j) Mampu mengatur aktivitas metabolit seperti menginaktivasi prokarsinogen. Mampu mengatur sistem imun (imunomodulaor) seperti mengurangi pengaruh alergi makanan.


(33)

2. Metabolit Probiotik

Probiotik menghasilkan senyawa metabolit primer seperti asam organik, hidrogen peroksida dan karbondioksida, juga metabolit sekunder seperti bakteriosin, senyawa flavor (diasetil dan asetaldehid) dan eksopolisakarida (EPS) (Surono 2004).

Asam organik. Fermentasi yang melibatkan BAL menghasilkan asam-asam organik, terutama asam-asam laktat. Asam laktat dihasilkan oleh seluruh Lactobasili dan bifidobakteria. Bifidobakteria memproduksi asam asetat dan asam laktat dengan perbandingan berturut-turut 3:2. Asam laktat dan asam asetat telah diketahui menghambat Staphylococcus aureus (Naidu dan Clemens 2000).

Wong dan Chen (1988) di dalam Naidu dan Clemens (2000) menyebutkan bahwa pertumbuhan B. cereus dihambat dengan adanya BAL yang memproduksi asam asetat pada pH 6 dan menghambat pertumbuhan spora seiring bertambahnya asam format, asam laktat dan asam asetat berturut-turut pada pH 4.4, 4.3 dan 4.2.

Bifidobakteria tidak menghasilkan H2O2, namun memproduksi asam

asetat dan asam laktat. Produksi kedua asam ini menurunkan pH saluran pencernaan, yang dapat menghambat pertumbuhan patogen dan bakteri pembusuk. Dengan mengontrol pH saluran pencernaan, memungkinkan membatasi bakteri pembusuk mengeluarkan fenol, ammonia, metabolit steroid, toksin bakteri seperti senyawa amin (histamin, tyramin, cadaverin dan agmatin) (Hidaka dan Eida 1988 di dalam Naidu dan Clemens 2000).

Asam organik seperti asam laktat, asam asetat dan asam piruvat efektif untuk membunuh banyak mikroorganisme. Mekanisme asam organik dalam menginaktivasi bakteri dapat dilihat pada Gambar 9. Asam organik dalam bentuk yang tidak terdisosiasi mudah masuk ke dalam membran sel dan menurunkan pH sel internal. Hal ini menyebabkan protein dan DNA sel bakteri terganggu dan menyebabkan bakteri mati (O’Keeffe dan Hill 1999).


(34)

Gambar 9 Mekanisme asam lemah dalam menginaktivasi bakteri (Garbutt 1997).

Hidrogen Peroksida. Hidrogen peroksida (H2O2) dihasilkan oleh BAL

yang tidak memiliki enzim katalase. Pada kondisi aerob, BAL mampu memproduksi hidrogen peroksida dimana senyawa ini tidak stabil dan terurai menjadi radikal superoksida (O2- *) dan hidroksil (OH-).

Reaksi : H2O2 +O2O2−∗+OH

Mekanisme senyawa H2O2 dalam membunuh bakteri adalah: 1)

Terjadinya oksidasi pada sel bakteri. Bakteri memiliki gugus sulfhidril pada protein dinding sel. Gugus sulfhidril akan berinteraksi dengan radikal superoksida oksigen sehingga meningkatkan permeabilitas membran (membran sel terganggu) dan mendenaturasi sejumlah enzim sel, 2) H2O2

dapat bertindak sebagai prekursor (zat yang mengawali suatu reaksi) bagi pembentukan radikal bebas yang dapat merusak DNA, 3) Reaksi pembentukan H2O2 akan mengikat oksigen sehingga membentuk suasana anaerob yang

tidak nyaman bagi bakteri aerob (Surono 2004). Contoh probiotik yang menghasilkan H2O2 adalah Lactobacillus acidophilus (Naidu dan Clemens

2000).

Bakteriosin. Bakteriosin adalah suatu peptida yang bersifat antibakteri (toksin). Aktivitas bakterisidal (efek pembunuhan) terhadap bakteri yang sensitif yaitu melalui destabilisasi fungsi permeabilitas membran sel dan terhambatnya produksi energi (Surono 2004) .

R-COOH R-COO-+ H+ Kondisi

netral

RCOO-H RCOO- + H+

pH internal berubah Protein sel dan DNA terganggu


(35)

Bakteriosin tidak aktif melawan Gram-negatif namun aktif melawan Gram-positif. Aksi penghambatan bakteriosin adalah bakteriosin merupakan protein yang bersifat hidrofobik, sifat hidrofobik ini mampu berpenetrasi ke dalam membran sel Gram-positif yang bersifat hidrofobik melalui lapisan peptidoglikan (Gambar 10 ) (Parada et al. 2007).

Gambar 10 Dinding sel Gram-negatif dan Gram-positif .

Sifat antimikroba yang dimiliki bakteriosin adalah spesifik (mampu membunuh bakteri tertentu saja). Adsorpsi ini diikuti dengan perubahan metabolik, biologi dan morfologi dan menyebabkan kematian bakteri yang diserang (Nissen-Meyer 1992). Contoh probiotik yang menghasilkan bakteriosin adalah B. bifidum dengan nama bifidin (Salminen 2004) dan L. acidophilus dengan nama lactacin F (Parada et al. 2007).

Karbondioksida. Karbondioksida merupakan produk akhir dari fermentasi heksosa oleh BAL heterofermentatif. Sifat antimikroba yang dimiliki karbondioksida berupa kemampuan menciptakan kondisi lingkungan yang anaerob dengan cara menggantikan posisi oksigen dan CO2 terakumulasi

dalam membran lipid bilayer yang akan mengganggu permeabilitas membran sehingga menyebabkan kerusakan sel membran. Contoh probiotik yang menghasilkan CO2 adalah B. infantis (Wang dan Gibson 1993) .

Diasetil dan asetaldehid. Diasetil merupakan produk akhir pada metabolisme piruvat melalui fermentasi sitrat oleh BAL. Diasetil mempunyai aktivitas antimikroba melawan patogen penyebab keracunan makanan dan

Gram-positif Gram-negatif

Lipopolisakarida Asam teikoat Porin

Membran luar Lipoprotein murein Peptidoglikan Ruang Periplasma

Membran sel Membran protein Lipid


(36)

mikroorganisme berbahaya. Diasetil lebih efektif melawan bakteri Gram-negatif, kapang dan kamir dibandingkan melawan Gram-positif.

Diasetil memiliki berat molekul yang rendah dan bersifat hidrofilik. Sifat hidrofilik ini menyebabkan diasetil mampu masuk melalui protein porin ke bagian dalam bakteri Gram-negatif tanpa mengganggu permeabilitas membran luar. Hal inilah yang memberikan nilai tambahan pada diasetil sebagai senyawa antimikroba pada makanan, karena aksinya yang kuat secara alami membunuh bakteri Gram-negatif. Diasetil dengan konsentrasi 100 ppm mampu mematikan E. coli dan Staphylococcus aureus (Lanciotti et al. 2003).

Asetaldehid terbentuk selama metabolisme karbohidrat oleh BAL heterofermentatif seperti L. bulgaricus dan S. thermophilus. Asetaldehid menjadi etanol dengan reoksidasi dari nukleutida piridin, dikatalis oleh NAD dependent alkohol dehidrogenase. Asetaldehid memberikan aroma khas yoghurt. Asetaldehid dengan konsentrasi (10-100 ppm) melawan patogen seperti E. coli, Salmonella Typhimurium dan Staphylococcus aureus.

Eksopolisakarida (EPS). BAL menghasilkan polisakarida sebagai komponen dinding sel dan juga sebagai kapsul dan lendir (Surono 2004). Roberts et al. (1995) melaporkan beberapa BAL dapat memproduksi EPS. EPS dapat terdiri atas polisakarida dengan satu jenis gula (homopolisakarida) dan campuran beberapa gula (heteropolisakarida). Contoh BAL penghasil homopolisakarida adalah Streptococcus mutans dan Leuconostoc mesenteroides dengan jenis glukan berturut-turut disebut mutan dan dekstran. Contoh BAL yang menghasilkan EPS heteropolisakarida adalah Bifidobacterium longum BB-79 dengan kandungan EPS terdiri dari galaktosa dan gula heksosa (kemungkinan glukosa) dengan campuran asam laktat.

Dengan adanya EPS, bakteri probiotik mampu menempel pada mukosa usus. EPS mengawali adhesi (penempelan) dan menjadi senyawa pelekat permanen bagi bakteri untuk berkolonisasi. Dengan berkolonisasinya probiotik pada permukaan usus mukosa maka dapat meningkatkan aktivitas antagonistik terhadap enteropatogen, modulasi sistem imun dan memperbaiki kesembuhan mukosa lambung. Semakin lama bakteri probiotik tinggal pada


(37)

permukaan mukosa, maka semakin memberi kesempatan untuk metabolisme dan menstimulir sistem imun (Surono 2004).

E. UBI JALAR (Ipomoea batatas L)

Ubi jalar termasuk ke dalam famili Convolvulaceae dan mempunyai nama botani Ipomoea batatas (L) Lam. (Rukmana 1997). Pada umumnya ubi jalar dibagi dalam dua golongan yaitu ubi jalar yang berumbi lunak karena banyak mengandung air dan ubi jalar yang berumbi keras karena banyak mengandung pati (Lingga et al. 1986).

Ubi jalar mengandung karbohidrat yang tinggi dan protein serta lemak yang rendah. Kandungan proksimat ubi jalar putih dan ubi jalar merah tidak berbeda. Perbedaan komposisi antara ubi jalar putih dengan ubi jalar merah terletak pada kandungan vitamin A. Ubi jalar putih memiliki kandungan vitamin A yang kecil (60 SI) dibandingkan dengan ubi jalar merah (7700 SI). Komposisi gizi ubi jalar putih per 100 g bahan mentah dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi gizi ubi jalar per100 g bahan mentah (86%bdd) Komponen Kandungan

Kalori Protein Lemak Karbohidrat

Kalsium Fosfor

Besi Vitamin A Vitamin B1

Vitamin C Air

123 kal 1.8 g 0.7 g 27.9 g 30 mg 49 mg 0.7 mg

60 SI 0.09 mg

22 mg 68.5 g Sumber: DKBM, Dep Kes Gizi (1992)

Komposisi karbohidrat dan jenis gula yang terkandung dalam ubi jalar dapat dipengaruhi oleh umur panen, jenis varietas (Marzempi et al. 1988) dan metode pengolahan (Yadav et al. 2006).

Waktu Panen. Kandungan gula pada ubi jalar cenderung meningkat seiring bertambahnya umur panen (Marzempi et al. 1988). Kandungan gula meningkat pada umbi muda (80 hari) hingga lewat matang (140 hari). Hal ini diduga


(38)

pembentukan umbi meningkat. Glukosa yang dibentuk di daun dalam fotosintesis akan dibawa ke dalam umbi untuk pembentukan pati dan senyawa lainnya. Namun terjadi penurunan kandungan sukrosa pada umbi lewat matang (140 hari) (Tabel 7). Hal ini disebabkan menurunnya kegiatan fotosintesis karena tanaman menuju tahap senescene (layu) dan sukrosa yang telah ada dalam umbi berubah menjadi glukosa dan fruktosa (Marzempi 1988).

Tabel 7 Kandungan gula (%) ubi jalar varietas Prambanan, Bun dan TIS-5152-4 dengan waktu panen berbeda.

Prambanan Bun TIS-5152-4 Umur

panen

(hari) Glu Fruk Suk Glu Fruk Suk Glu Fruk Suk

80 0.45 0.57 2.94 0.18 0.17 2.84 0.12 0.18 1.57 100 0.52 0.59 2.04 0.23 0.25 2.60 0.16 0.27 2.25 120 0.81 1.18 2.82 0.41 0.15 2.42 0.23 0.12 3.53 140 0.96 1.24 2.33 0.53 0.37 1.71 0.34 0.45 1.50 Keterangan : Glu=Glukosa, Fruk=Fruktosa dan Suk=Sukrosa

Sumber : Marzempi (1988)

Varietas. Perbedaan varietas ubi jalar memiliki kandungan pati yang berbeda. Tjintokohadi et al (2001) melaporkan bahwa varietas Sukuh memiliki kandungan pati 27.7% (bk), lebih besar dibandingkan varietas Jago dengan kandungan pati 22.9% (bk). Collins dan Walter melaporkan kandungan pati varietas Garnet memiliki kandungan pati 46.2% (bk).

Marzempi (1988) mengidentifikasi tiga komponen gula (fruktosa, glukosa dan sukrosa) pada ubi jalar varietas Prambanan, Bun dan TIS-5125-4. Konsentrasi total kandungan glukosa, fruktosa dan sukrosa dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah varietas Prambanan, varietas Bun dan TIS-5152-4 dengan konsentrasi berturut-turut adalah 3.96%, 3.19% dan 1.87% (Tabel 7). Kandungan gula ubi jalar dari ketiga varietas tersebut secara keseluruhan memiliki urutan konsentrasi dari yang terbesar hingga terkecil adalah sukrosa, fruktosa dan glukosa.

Proses pengolahan. Collins dan Walter (1985) melaporkan bahwa komposisi karbohidrat ubi jalar berubah karena proses pengolahan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ubi jalar yang dipanggang meningkatkan


(39)

kandungan gulanya, namun kandungan pati, selulosa, hemiselulosa dan pektin menurun (Tabel 8).

Tabel 8 Komposisi karbohidrat pada ubi jalar mentah dan panggang varietas Garnet

Konsentrasi (% berat kering) Komposisi karbohidrat

mentah panggang Pati 46.2 2.6 Gula 22.4 37.6

Hemiselulosa 3.8 1.0

Selulosa 2.7 2.5

Pektin larut air 0.47 0.31

Sumber : Collins dan Walter (1985)

Adijuwana (2005) menyebutkan kandungan gula yang terdapat pada ubi jalar varietas Sukuh adalah rafinosa, maltosa, sukrosa dan maltotriosa (Tabel 9). Konsentrasi gula ubi jalar yang dikukus meningkat dibandingkan dengan ubi mentah. Hal ini menunjukkan pengolahan mengubah konsentrasi gula yang ada dalam ubi jalar.

Tabel 9 Kandungan gula ekstrak tepung ubi jalar varietas Sukuh Konsentrasi (ppm)

Jenis gula

ubi mentah ubi kukus

Rafinosa 48.04 39.5

Sukrosa 125.99 124.59 Maltosa 392.34 476.88

Maltotriosa 164.56 182.48

Sumber : Adijuwana (2005)

Tanaman ubi jalar varietas Sukuh memiliki karakteristik semi kompak dengan panjang antara 75-150 cm, tidak memiliki umbi yang kembar pada satu tanaman dan daunnya secara umum berbentuk hati. Ubi jenis ini dapat tumbuh dengan stabil pada 3 daerah dengan iklim berbeda, yaitu Bogor, Lembang dan Malang. Masa panen yang ideal terjadi pada hari ke-120 setelah penanaman (di rendah) dan hari ke-150 (di dataran tinggi). Gambar ubi jalar varietas Sukuh dapat dilihat pada Gambar 11. Karakteristik ubi jalar putih varietas Sukuh dapat dilihat pada Tabel 10.


(40)

Gambar 11 Ubi jalar varietas Sukuh

Tabel 10 Karakteristik ubi jalar putih varietas Sukuh

Karakteristik Sukuh Klon

Tahun rilis Warna kulit Warna daging

Total padatan kering (%) Kadar serat (%)

Kadar protein (%) Total gula (%) Vitamin C (mg/100g) Beta karoten (mg/100g) Rendemen segar (ton/ha) Spesifikasi

AB 94001-8 2000 Kuning

Putih 35.0 0.85 1.62 4.56 19.21

36.5 25-30

Rendemen tinggi, total padatan kering tinggi cocok untuk tepung atau pati

Sumber: Jusuf (2003)

Yadav et al. (2006) melaporkan bahwa teknik pengeringan berbeda menghasilkan perubahan karakteristik tepung ubi jalar. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa komposisi proksimat (g/100g) tepung ubi jalar yang dikeringkan dengan drum dryer tidak berbeda nyata dengan yang dikeringkan dengan udara panas (Tabel 11).


(41)

Tabel 11 Komposisi proksimat (g/100g berat kering) tepung ubi jalar dengan teknik pengeringan drum dryer dan udara panas

Teknik pengeringan Parameter

drum dryer udara panas

Protein Lemak

Total serat makanan Abu

Total fosfor Total karbohidrat

6.5 ± 0.1 1.1 ± 0.07 17.5 ± 0.2 1.0 ± 0.06 0.1 ± 0.01 73.0 ± 0.6

6.3 ± 0.1 1.1 ± 0.06 17.2 ± 0.2 1.1 ± 0.07 0.11 ± 0.01

73.6 ± 0.7

Sumber : Yadav et al. (2006)

Mayastuti (2002) melaporkan berdasarkan analisa HPLC, konsentrasi gula ubi jalar varietas Cilembu yang dipanggang meningkat dibandingkan dengan konsentrasi gula ubi jalar Cilembu mentah (Tabel 12). Perubahan terbesar adalah pada glukosa yang meningkat sekitar 6-8% setelah dipanggang (suhu 200oC). Hal ini disebabkan oleh pada suhu pemanggangan terjadi hidrolisis karbohidrat kompleks menjadi karbohidrat yang lebih sederhana.

Tabel 12. Kisaran konsentrasi gula ubi jalar varietas Cilembu Kisaran konsentrasi (%)* Jenis gula

ubi mentah ubi panggang

Fruktosa 0.742-1.793 5.371-10.158

Glukosa 1.603-2.667 7.945-10.852

Sukrosa 0.360-1.466 0.693-1.514

Maltosa 0.386-1.970 0.622-1.872

Rafinosa 0.130-0.430 0.646-1.136

*kisaran konsentrasi dipengaruhi faktor penyimpanan ubi selama 3 bulan Sumber : Mayastuti (2002)

F. METODE ISOLASI OLIGOSAKARIDA

Beberapa metode isolasi oligosakarida yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan ekstraksi, pemisahan dengan kromatografi, pemekatan (Pazur 1970) serta membran ultrafiltrasi (Kim et al. 2003).


(42)

1. Ekstraksi

Pemilihan metode ekstraksi bergantung pada senyawa yang ingin diekstrak. Ekstraksi dengan pelarut organik digunakan untuk pemurnian oligosakarida. Pelarut organik yang hidrofilik seperti alkohol dan air (Kim et al. 2003). Pelarut organik yang hidrofobik seperti heksan dan kloroform. 2. Kromatografi

Kromatografi merupakan metode yang sering digunakan untuk pemurnian oligosakarida. Kromatografi kolom digunakan dengan adsorben selektif seperti silika magnesium asam dan karbon aktif. Kromatografi kolom berkembang dengan menggunakan resin pertukaran-ion, selulosa bubuk, dan dekstran ikatan-silang. Resin berguna untuk memisahkan kelompok oligosakarida yang mampu terion.

Isolasi oligosakarida dapat dilakukan dengan kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis. Kromatografi lapis tipis lebih singkat dibandingkan kromatografi kertas atau kolom. Metode ini berguna untuk identifikasi oligosakarida secara kualitatif dan untuk persiapan prosedur analisa.

Conkerton (1983) mengisolasi oligosakarida pada kedelai dengan menggunakan etanol 70% untuk mengekstrak karbohidrat. Kemudian menggunakan heksan untuk mengekstrak lemak kedelai yang dilanjutkan dengan pemisahan protein dengan menggunakan alkohol dan sentrifugasi. Protein akan terlarut dalam alkohol. Selanjutnya supernatan diekstraksi dengan tahapan kromatografi kolom pertukaran ion Dowex 50WX4 resin yang dielusikan dengan air. Hasil yang diperoleh dengan analisa HPLC terbaca 90% fraksi-fraksi karbohidrat bebas dan diperoleh stakiosa, rafinosa, glukosa dan fruktosa.

Muzquiz et al. (1999) melakukan isolasi oligosakarida dengan berbagai tahapan untuk mengisolasi oligosakarida pada Lupin yang kaya kandungan alkaloid. Tahap awal pemanasan untuk menghilangkan senyawa protein dan non-protein dan Ca(OH)2 untuk memisahkan asam organik dan inorganik dan

penguraian senyawa nitrogen. Pemisahan antara komponen oligosakarida dan alkaloid dari sampel uji dilanjutkan denagn penggunaan kromatografi kolom Dowex 50WX8 dengan eluen air dan NH4OH. Senyawa NH4OH akan


(43)

O

-SO3-

H

CH

3

-CH

2

-O-H

O

O

O

δ

-O-H

Ditarik

O

δ+

δ

-δ+

δ-

δ+

S

Ditarik oleh sulfoksida Kepolaran etanol

dapat menarik Hδ+ dari gugus sulfoksida

Dowex 50WX4

gula etanol

menghilangkan senyawa alkaloid sedangkan fraksi yang terbawa oleh fase air diperoleh ekstrak oligosakarida yang tinggi dengan kisaran 87-90%.

Interaksi gula dengan kromatografi pertukaran ion Dowex 50WX4, mempengaruhi pergerakan gula. Suhartono (1989) menjelaskan kromatografi pertukaran ion memanfaatkan perbedaan afinitas molekul bermuatan di dalam larutan dengan senyawa tidak reaktif yang berfungsi sebagai pengisi kolom yang bermuatan berlawanan. Dowex 50WX4 memiliki gugus fungsional O -SO3- sebagai penukar kation. Mekanisme interaksi gula dengan gugus

fungsional O-SO3- dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Mekanisme isolasi oligosakarida dengan kromatografi pertukaran ion Dowex 50WX4

Gula atau oligosakarida adalah molekul yang banyak memiliki gugus OH yang bisa terjadi parsial positif (δ +) dan parsial negatif (δ-) akibat distribusi elektron yang tidak merata. Terjadinya parsial positif dan parsial negatif disebabkan adanya perbedaan keelektronegatifan antara oksigen dan hidrogen (perbedaan distribusi elektron). Semakin besar molekul gula maka gugus OH yang mereka miliki semakin sulit terparsial menjadi parsial positif


(44)

dan parsial negatif. Semakin besar molekul maka semakin banyak atom yang mengganggu terikatnya H+ (dari gula) dengan gugus sulfoksida yang parsial negatif. Hal ini mengakibatkan molekul gula yang besar akan turun terlebih dahulu dari kolom. Pada molekul gula yang kecil, halangan (gangguan atom molekul lain) tidak terlalu banyak sehingga atom H+ gula akan terikat baik pada matriks sulfoksida.

3. Pemekatan

Metode lain untuk mendapatkan oligosakarida adalah dengan pemekatan pada kondisi tertentu seperti dengan penguapan pada kondisi vakum dengan suhu rendah atau kering beku. Teknik ini berguna untuk pemekatan larutan dari senyawa biologi yang sensitif pada suhu tinggi atau mudah terhidrolisis pada larutan air. Tahapan berikutnya adalah dengan pemurnian dan isolasi akhir oligosakarida dengan menggunakan senyawa organik berberat molekul rendah (metanol), etanol dan propil alkohol; keton (aseton dan butanon). 4. Membran Ultrafiltrasi

Kim et al. (2003) melaporkan bahwa oligosakarida dapat dimurnikan dengan membran ultrafiltrasi. Membran ultrafiltrasi digunakan untuk memisahkan oligosakarida dari polisakarida dan protein berdasarkan berat molekul, dengan tekanan rendah pada kisaran 10-100psi.


(45)

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan adalah ubi jalar varietas Sukuh yang berasal dari the International Center Potato (CIP), Ciapus-Bogor. Kultur BAL yang digunakan adalah Lactobacillus casei Shirota (L. casei Shirota), L. casei Rhamnosus, Lactobacilus galur Fl dan G3, Bifidobacterium longum dan B. bifidum. Bakteri patogen yang digunakan adalah Escherichia coli, Salmonella sp dan Bacillus cereus.

Bahan-bahan untuk ekstraksi adalah air (air demineralisasi) dan etanol 70%. Bahan untuk isolasi oligosakarida adalah kromatografi kolom Dowex 50WX4 (H+, 200-400 mesh) dan etanol 30%. Bahan untuk analisis oligosakarida adalah etil asetat, 2-propanol, etanol, difenilamin, anilin, asam ortofosfat dan Pb-asetat jenuh. Standar yang digunakan adalah fruktosa (SIGMA), glukosa (MERCK), sukrosa (FLUKA), maltosa (MERCK), rafinosa (SIGMA), maltotriosa (FLUKA), stakiosa (SIGMA), oligofruktosa (ORAFTI) dan inulin (MERCK). Bahan-bahan yang digunakan pada analisis mikrobiologi adalah Nutrient Broth (NB)(OXOID), Nutrient Agar (NA) (DIFCO), de Mann Rogosa Broth (MRSB) (OXOID), de Mann Rogosa Agar (MRSA) (OXOID), media berbasis MRS (komposisi pada Lampiran 1), Eosine Methylene Blue Agar (EMBA) (MERCK), gliserol 2%, H2SO4 0.05 M, KOH 0.05 N, NaCl 0.85%, aquades dan spirtus.

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung ubi jalar meliputi oven pengering 60oC, slicer, willey mill dan ayakan 60 mesh. Peralatan mengolah tepung ubi jalar meliputi oven panggang 180oC, drum dryer. Peralatan ekstraksi dan analisis ekstrak kasar oligosakarida meliputi magnetic stirer, plate stirer, evaporator vakum, sentrifus, refraktometer, kertas Whatman No. 1, chamber kromatografi kertas, kertas saring dan botol semprot. Peralatan fraksinasi oligosakarida meliputi kolom kromatografi, tabung pelarut dan fraction collector. Peralatan analisis mikrobiologi meliputi ANOXOMATTM, laminar hood, refrigerator, spektrofotometer, pH meter, membran filter 0.2 μm (Millipore), micropippette 100-1000 μm, tips 100-1000 μm, syringe dan alat laboratorium berbahan gelas.


(46)

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini terbagi ke dalam lima tahap penelitian, meliputi (1) Ekstraksi oligosakarida, (2) Isolasi oligosakarida, (3) Pengaruh pengolahan terhadap kandungan oligosakarida tepung olahan ubi jalar, (4) Pengujian fraksi ekstrak oligosakarida dan ekstrak kasar oligosakarida tepung olahan ubi jalar dalam mendukung pertumbuhan BAL secara in vitro dan (5) Kompetisi BAL dan bakteri patogen dalam medium dengan ekstrak kasar oligosakarida tepung olahan ubi jalar sebagai sumber gula secara in vitro. Skema penelitian dapat digambarkan dengan diagram alir pada Gambar 13.

Gambar 13 Diagram alir penelitian

Ubi jalar

Pembuatan tepung ubi jalar

Ekstraksi oligosakarida dengan

etanol 70% (Muchtadi 1989) Analisis dan

identifikasi oligosakarida

dengan kromatografi

kertas

Isolasi oligosakarida (Conkerton 1983) dan Muzquiz et al. 1999 yang telah dimodifikasi)

Pengujian pertumbuhan BAL

dalam media yang mengandung fraksi

oligosakarida

Analisis dan identifikasi oligosakarida dengan

kromatografi kertas dan HPLC Ekstraksi oligosakarida

dengan etanol 70% (Muchtadi 1989) dan air mendidih (AOAC 1999)

Perlakuan pengolahan

Ekstraksi oligosakarida dengan etanol 70%

(Muchtadi 1989)

Pengujian pertumbuhan BAL dan kompetisi BAL dengan

patogen dalam media yang mengandung ekstrak kasar


(47)

1. Ekstraksi Oligosakarida

a. Pembuatan tepung ubi jalar.

Ubi jalar segar dibersihkan dan dikupas, kemudian diiris dengan menggunakan slicer dengan ketebalan ±1 mm. Selanjutnya irisan ubi jalar dikeringkan dalam oven pengering suhu 55oC selama 5 jam hingga irisan ubi dapat dipatahkan dengan tangan. Irisan ubi kemudian digiling dengan willey mill dan diayak 60 mesh. Tahapan dalam pembuatan tepung segar ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14 Tahapan pembuatan tepung ubi jalar

b. Ekstraksi dengan etanol 70% (Muchtadi 1989).

Sebanyak 10 gram tepung ubi jalar disuspensikan ke dalam 100 ml etanol 70% dan diaduk selama 15 jam menggunakan magnetic stirer pada suhu ruang. Setelah itu dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring dan residu dicuci dengan etanol 70%. Filtrat yang diperoleh dipekatkan menggunakan evaporator vakum pada suhu 40oC. Hasil pemekatan disentrifus pada 2000xg selama 10 menit untuk mengendapkan kotoran

Persiapan ubi jalar varietas Sukuh

Pengupasan

Pengirisan

Pengeringan pada 55oC, 5 jam

Penggilingan dengan willey mill

Tepung segar ubi jalar Pengayakan 60 mesh


(48)

dan padatan sehingga ekstrak mudah disterilisasi dengan membran steril 0.2 μm. Jenis oligosakarida yang terdapat dalam ubi jalar dianalisa dengan kromatografi kertas.

c. Ekstraksi dengan air mendidih (AOAC 1999).

Sebanyak 5 gram tepung ubi jalar dicampur dengan 40 ml air mendidih sambil diaduk dan pH diatur pada kisaran 6.5-8 dengan menambahkan 0.05 N KOH atau 0.05 N HCl. Elektroda dibilas dengan air mendidih. Ekstrak yang telah diatur pH-nya kemudian dipindahkan ke dalam labu volumetrik 100 ml dan ditera mencapai 100 ml. Ekstrak dipertahankan pada suhu 85oC±2oC dengan pengadukan terus menerus selama 10 menit. Analisa oligosakarida dilakukan terhadap ekstrak dengan kromatografi kertas.

2. Isolasi Oligosakarida (Conkerton et al. 1983 dan Muzquiz et al. 1999 yang telah dimodifikasi)

Ekstrak kasar oligosakarida yang diperoleh selanjutnya dimurnikan dengan kromatografi kolom pertukaran ion resin Dowex 50WX4 (H+, 200-400 mesh) dengan modifikasi eluen yang digunakan. Untuk mengelusi oligosakarida digunakan dua jenis eluen yaitu air dan etanol 30%. Laju alir eluen adalah 1 ml/menit. Sebanyak 1 ml perfraksi oligosakarida dikumpulkan dan diukur dengan refraktometer. Fraksi dengan kandungan padatan terlarut lebih 0oBrix selanjutnya diidentifikasi jenis oligosakaridanya dengan kromatografi kertas. Diagram alir isolasi oligosakarida tepung ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 15. Fraksi yang memiliki komposisi oligosakarida yang sama dikumpulkan dan diuji kemampuannya dalam mendukung pertumbuhan BAL secara in vitro.

3. Pengaruh Pengolahan terhadap Kandungan Oligosakarida Tepung Olahan Ubi Jalar

a. Proses pengolahan tepung ubi jalar.

Sebanyak 500 gram tepung ubi jalar diolah dengan 4 perlakuan yaitu pemanggangan, pengukusan, penyangraian dan drum dried. Perlakuan pertama, tepung ubi jalar dicampur air dengan perbandingan 5:3.5 (w/v)


(49)

dan dipanggang pada oven 160oC selama 30 menit. Perlakuan kedua, tepung ubi jalar dicampur air dengan perbandingan 1:1 (w/v) dan dikukus selama 30 menit. Perlakuan ketiga adalah tepung ubi jalar disangrai selama 5-7 menit tanpa penambahan air. Perlakuan keempat tepung ubi jalar dicampur air hingga kekentalan menyerupai pasta dengan perbandingan tepung dan air 2:3 (w/v). Seluruh adonan yang diperoleh ditepungkan dan diayak kembali agar ukuran partikel yang diperoleh seragam. Diagram alir tepung olahan ubi jalar dapat dilihat pada Gambar 16. Tepung olahan ubi jalar diekstrak dengan etanol 70%. Ekstrak kasar oligosakarida tepung olahan ubi jalar diidentifikasi oligosakaridanya dan diuji secara in vitro.

Gambar 15 Isolasi oligosakarida dari tepung ubi jalar (Conkerton et al. 1983 dan Muzquiz et al. 1999 yang telah dimodifikasi).

Ekstrak kasar oligosakarida

Dielusikan pada

kromatografi kolom pertukaran ion dengan eluen air

Analisis oligosakarida dengan kromatografi kertas dan uji pertumbuhan BAL dalam media yang mengandung fraksi oligosakarida secara in vitro

Dielusikan pada

kromatografi kolom pertukaran ion dengan eluen etanol 30 % Ekstraksi dengan pelarut etanol 70%

Pengadukan dengan magnetic stirer selama 15 jam

Penyaringan dengan kertas saring dan pencucian dengan etanol 70%

Sentrifus 2000xg selama 10 menit

Filtrat dipekatkan dengan evaporator vakum pada suhu 40oC


(50)

Diayak 60 mesh Dicampur air

dengan perbandingan

tepung : air 5:3.5 (w/v)

Dicampur air dengan perbandingan

tepung : air 1:1 (w/v)

Disangrai 5-7 menit

Dicampur air dengan perbandingan

tepung : air 2:3 (w/v)

Dipanggang pada suhu 160oC, 30 menit

Dikukus pada suhu 100oC, 30 menit

Dikeringkan dengan drum

dryer

Diiris-iris Diiris-iris

Dikeringkan dalam oven 55oC, 18 jam

Dikeringkan dalam oven 55oC, 18 jam

Digiling dengan willey

mill

Digiling dengan willey

mill

Diayak 60 mesh Diayak 60 mesh

Digiling dengan blender

kering

Tepung panggang

ubi jalar

Tepung sangrai ubi jalar Tepung

kukus ubi jalar

Tepung

drum dried

ubi jalar

Tepung ubi jalar


(1)

131

media yang mengandung ekstrak kasar oligosakarida tepung

sangrai ubi jalar.

Tingkat Pengenceran

Patogen Perlakuan Waktu

(jam) 10-1

10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 10-7 10-8 10-9 CFU/ml

log CFU/ml

TBUD 82 11 0

0

TBUD 98 6 0 8.8 x 10

3

3.94

TBUD 93 8 2

24

TBUD 106 7 0 8.7 x 10

8

8.94

TBUD 68 5 1

Kontrol

48

TBUD 59 7 0 6.2 x 10

8

8.79

TBUD 44 5 2

0

TBUD 80 2 0 4.8 x 10

3 3.68

TBUD 298 3 5

24

TBUD TBUD 10 1 1.8 x 10

5

5.26

81 2 0 0

Es

cher

ich

ia c

o

li

Kompetisi

48

155 25 0 0 1.3 x 10

5

5.11

TBUD 92 5 0

0

TBUD 103 8 0 8.1 x 10

3

3.91

TBUD 142 13 0

24

TBUD 110 10 1 2.4 x 10

9 9.38

TBUD 85 8 0

Kontrol

48

TBUD 50 8 0 7.4 x 10

8

8.87

TBUD 97 2 0

0

TBUD 113 2 0 6.2 x 103 3.79

TBUD 27 1 0

24

215 8 0 5 8.8 x 10

3

3.94

35 1 0 0

Salmonella

Kompetisi

48

28 1 0 0 2.1 x 10

4 4.32

TBUD 263 15 1

0

TBUD 207 8 0 1.8 x 10

4

4.25

18 4 0 0

24

16 0 0 0 1.7 x 10

7

7.23

14 1 0 0

Kontrol

48

16 0 0 0 1.5 x 10

7

7.17

TBUD 69 4 0

0

TBUD 39 8 0 5.7 x 10

3 3.76

TBUD 292 80 10

24

TBUD 172 74 5 5.0 x 10

5

5.7

9 2 0 0

Bacillus cereus

Kompetisi

48

8 1 0 0 1.2 x 10

4

4.08

Ket : Kontrol : patogen tanpa kompetisi dengan

L.casei

Rhamnosus


(2)

Lampiran 48 Jumlah

L. casei

Rhamnosus kompetisi dengan patogen

dalam

media yang mengandung ekstrak kasar oligosakarida tepung

sangrai ubi jalar.

Tingkat Pengenceran

Perlakuan Bakteri Waktu

(jam) 10-1

10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 10-7 10-8 10-9 CFU/ml

log CFU/ml

TBUD TBUD 52 3

0

TBUD TBUD 48 4 4.2 x 10

8

8.62

TBUD 170 17 3

24

TBUD 218 27 6 2.9 x 10

9

9.46

TBUD 79 16 0

Kontrol

L.

c.

Rhamnosus

48

TBUD 117 17 1 1.3x 10

9

9.11

TBUD TBUD 28 1

0

TBUD 263 39 3 2.7 x 10

8 8.43

TBUD 87 5 1

24

TBUD 87 5 2 9.6 x 10

8

8.98

TBUD 97 15 1

E.co

li

48

TBUD 153 16 3 1.6 x 10

9

9.20

TBUD 207 18 1

0

TBUD 181 19 1 1.6 x 10

8

8.20

TBUD 119 11 1

24

TBUD 16 16 0 1.2 x 10

9 9.08

TBUD 124 22 4

Salmonella

48

TBUD 166 26 1 2.1 x 10

9

9.32

TBUD 186 18 1

0

TBUD 198 19 5 2.2 x 10

8

8.34

TBUD 140 7 0

24

TBUD 154 8 0 1.1 x 10

9

9.04

TBUD 179 28 2

Kompetisi

Bacillus cereus 48

TBUD 198 35 1 2.2 x 10

9 9.34


(3)

133

media yang mengandung ekstrak kasar oligosakarida tepung

drum

dried

ubi jalar.

Tingkat Pengenceran

Patogen Perlakuan Waktu

(jam) 10-1

10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 10-7 10-8 10-9 CFU/ml

log CFU/ml

TBUD TBUD 30 4

0

TBUD TBUD 53 2 3.6 x 10

4

4.56

236 27 4 4

24

273 49 21 0 6.3 x 10

8

8.79

TBUD 33 12 0

Kontrol

48

TBUD 43 1 0 5.2 x 10

8

8.72

TBUD 96 12 1

0

TBUD 158 23 0 1.5 x 10

4 4.18

TBUD TBUD 20 0

24

TBUD TBUD 15 0 1.8 x 10

5

5.26

260 20 1 0

Es

cher

ich

ia c

o

li

Kompetisi

48

138 18 0 0 1.9 x 10

5

5.28

TBUD 200 3 0

0

TBUD 162 5 0 1.1 x 10

4

4.04

TBUD 80 6 1

24

TBUD 54 1 0 5.1 x 10

8 8.71

TBUD 174 11 0

Kontrol

48

TBUD 180 12 0 7.4 x 10

8

9.46

TBUD 84 4 1

0

TBUD 85 3 0 2.2 x 10

4

4.34

TBUD 35 2 0

24

TBUD 41 1 0 5.3 x 10

4

4.72

40 0 0 0

Salmonella

Kompetisi

48

30 1 0 0 3.5 x 10

4 4.54

TBUD TBUD 20 3

0

TBUD TBUD 37 5 3.4 x 10

4

4.53

1 1 0 0

24

6 0 0 0 3.5 x 10

6

6.54

10 1 0 0

Kontrol

48

8 0 0 0 9.0 x 10

6

6.95

TBUD 65 4 0

0

TBUD 67 5 0 5.6 x 10

3 3.75

TBUD TBUD 70 2

24

TBUD TBUD 49 8 5.5 x 10

5

5.74

TBUD 110 7 0

Bacillus cereus

Kompetisi

48

TBUD 95 11 1 9.6 x 10

5

5.98

Ket : Kontrol : patogen tanpa kompetisi dengan

L.casei

Rhamnosus


(4)

Lampiran 50 Jumlah

L. casei

Rhamnosus kompetisi dengan patogen

dalam

media yang mengandung ekstrak kasar oligosakarida tepung

drum

dried

ubi jalar.

Tingkat Pengenceran

Perlakuan Bakteri Waktu

(jam) 10-1

10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 10-7 10-8 10-9 CFU/ml

log CFU/ml

TBUD TBUD 34 10

0

TBUD TBUD 33 1 4.4 x 10

8

8.64

TBUD 106 76 1

24

TBUD 111 35 1 2.5 x 10

9

9.39

TBUD TBUD 49 8

Kontrol

L.

c

. Rhamnosus

48

TBUD 133 40 5 5.5 x 10

9

9.74

TBUD 270 28 1

0

TBUD 218 33 4 2.7 x 10

8 8.43

TBUD 89 13 1

24

TBUD 109 14 1 1.1 x 10

9

9.04

TBUD 205 34 5

E. coli

48

TBUD 236 33 7 3.9 x 10

9

9.59

TBUD 212 26 5

0

TBUD 161 41 4 3.2 x 10

8

8.50

TBUD 107 15 2

24

TBUD 114 11 2 1.5 x 10

9 9.18

TBUD 253 23 4

Salmonella

48

TBUD 294 40 2 3.0 x 10

9

9.48

TBUD 218 18 1

0

TBUD 220 20 0 2.0 x 10

8

8.31

TBUD 126 6 1

24

TBUD 112 20 2 1.3 x 10

9

9.11

TBUD 160 23 3

Kompetisi

Bacillus cereus 48

TBUD 172 15 4 2.4 x 10

9 9.38


(5)

135

ekstrak kasar oligosakarida).

Tingkat Pengenceran

Patogen Perlakuan Waktu

(jam) 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 10-7 10-8 10-9 CFU/ml

log CFU/ml

TBUD 84 17 0

0

TBUD 69 8 0 1.0 x 10

4 4.00

TBUD 47 4 0

24

TBUD 23 5 0 4.0 x 10

8

8.60

242 35 12 0

Kontrol

48

217 22 1 0 3.9 x 10

8

8.59

TBUD 85 2 0

0

TBUD 116 12 0 8.5 x 10

3

3.93

TBUD TBUD TBUD 456

24

TBUD TBUD TBUD 411 4.3 x 10

7 7.63

TBUD TBUD 244 25

Es

cher

ich

ia c

o

li

Kompetisi

48

TBUD TBUD 254 13 2.2 x 10

8

8.34

TBUD 66 3 0

0

TBUD 46 1 0 3.8 x 10

3

3.58

TBUD 69 4 1

24

TBUD 41 6 1 6.8 x 10

8

8.83

TBUD 74 6 0

Kontrol

48

TBUD 83 3 0 6.2 x 10

8

8.79

TBUD 95 4 0

0

TBUD 65 12 1 8.0 x 10

3

3.90

TBUD TBUD TBUD 505

24

TBUD TBUD TBUD 480 4.9 x 10

7

7.69

TBUD TBUD 149 30

Salmonella

Kompetisi

48

TBUD TBUD 153 13 1.8 x 10

8

8.26

TBUD 64 1 1

0

TBUD 53 3 0 3.9 x 10

3 3.59

59 4 0 0

24

53 4 0 0 4.8 x 10

7

7.68

20 2 1 0

Kontrol

48

12 2 0 0 1.8 x 10

7

7.26

163 16 2 0

0

115 18 3 0 1.9 x 10

3

3.28

TBUD TBUD TBUD 107

24

TBUD TBUD TBUD 123 5.8 x 10

6 6.76

187 33 8 3

Bacillus cereus

Kompetisi

48

136 71 6 1 8.4 x 10

6

6.92

Ket : Kontrol : patogen tanpa kompetisi dengan

L. casei

Rhamnosus


(6)

Lampiran 52 Jumlah

L. casei

Rhamnosus kompetisi dengan patogen (tanpa

ekstrak kasar oligosakarida

Tingkat Pengenceran

Perlakuan Bakteri Waktu

(jam) 10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 10-6 10-7 10-8 10-9 CFU/ml

log CFU/ml

TBUD TBUD 62 5

0

TBUD TBUD 73 6 6.1 x 10

8 8.78

283 63 7 0

24

TBUD 58 11 1 7.5 x 10

8

8.88

129 12 2 0

Kontrol

L.

c.

Rhamnosus

48

66 12 2 0 1.4 x 10

8

8.15

TBUD 216 60 5

0

TBUD 279 54 6 4.6 x 10

8

8.66

279 39 20 3

24

221 48 26 0 9.9 x 10

8 8.99

142 15 2 1

E. coli

48

134 25 2 0 1.8 x 10

8

8.25

TBUD 102 33 4

0

TBUD 183 32 3 2.7 x 10

8

8.43

237 34 2 1

24

205 27 2 0 2.4 x 10

8

8.38

74 16 1 0

Salmonella

48

71 7 0 0 6.1 x 10

7

7.78

TBUD 180 25 3

0

TBUD 149 25 2 2.2 x 10

8

8.34

209 34 2 0

24

159 36 3 1 2.6 x 10

8

8.42

213 31 1 0

Kompetisi

Bacillus cereus 48

222 47 2 0 2.5 x 10

8

8.40

Ket : Kontrol :

L. casei

Rhamnosus tanpa kompetisi dengan patogen