dan mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian, terutama di negara-negara di benua Afrika, Prabowo 2004.
2.1.2.4. Faktor lingkungan
Dalam Prabowo 2004 dikatakan bahwa malaria ditemukan di dunia tersebar pada wilayah 64° Lintang Utara Rusia sampai 32° Lintang Selatan Argentina.
Ketinggian yang memungkinkan parasit malaria hidup adalah 400 m dibawah permukaan laut Laut Mati dan 2500 m diatas permukaan laut Bolivia. Malaria
ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, yang meliputi lebih dari 100 negara,
terutama yang beriklim tropis dan sub tropis. Lingkungan berperan dalam
pertumbuhan vektor penular malaria, menurut Harijanto 2000 ada beberapa faktor lingkungan yang sangat berperan yaitu :
1. Lingkungan fisik Faktor geografi dan meteorologi di Indonesia sangat menguntungkan transmisi
malaria di Indonesia. Pengaruh suhu ini berbeda pada setiap spesies. Pada suhu 26,7°C masa inkubasi ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk P.falciparum dan 8-11 hari untuk
P.vivax, 14-15 hari untuk P.malariae dan P.ovale. a
Suhu Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum
berkisar antara 20 – 30°C. Makin tinggi suhu sampai batas tertentu makin pendek masa inkubasi ekstrinsik sporogoni dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang
masa inkubasi ekstrinsik.
Rumanti Siahaan:Determinan Tindakan Masyarakat Dalam pemberantasan Malaria Di Kecamatan Tanjung Balai kabupaten Asahan, 2008.
USU e-Repository © 2008
b Kelembaban
Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60 merupakan batas paling rendah
untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan
malaria. c
Hujan Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya
epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan deras hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar
kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk anopheles. d
Ketinggian Ketinggian yang semakin naik maka secara umum malaria berkurang, hal ini
berhubungan dengan menurunnya suhu rata-rata. Mulai ketinggian diatas 2000 m jarang ada transmisi malaria, hal ini dapat mengalami perubahan bila terjadi pemanasan bumi
dan pengaruh El-Nino. Di pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria kini lebih sering ditemukan malaria. Ketinggian maksimal yang masih memungkinkan
transmisi malaria ialah 2500 m diatas permukaan laut di Bolivia. e
Angin Kecepatan dan arah angin dapat mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut
menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia.
Rumanti Siahaan:Determinan Tindakan Masyarakat Dalam pemberantasan Malaria Di Kecamatan Tanjung Balai kabupaten Asahan, 2008.
USU e-Repository © 2008
f Sinar matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An.sundaicus lebih suka tempat yang teduh . An.hyrcanus spp dan An.pinctulatus spp
lebih menyukai tempat yang terbuka. An.barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang.
g Arus air
An.barbirostris menyukai perindukan yang airnya statismengalir lambat, sedangkan An.minimus menyukai aliran air yang deras dan An.letifer menyukai air
tergenang. Hasil survey vektor di Kecamatan Tanjung Balai, tempat perindukan yang paling banyak ditemukan adalah parit dan perahu-perahu yang terbengkalai.
2. Lingkungan biologik Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat
mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan
larva seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah.
3. Lingkungan kimiawi Kadar garam dari tempat perindukan mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk,
seperti An.sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12-18 dan tidak berkembang pada kadar garam 40 keatas. Namun di Sumatera Utara ditemukan
pula perindukan An.sundaicus dalam air tawar.
Rumanti Siahaan:Determinan Tindakan Masyarakat Dalam pemberantasan Malaria Di Kecamatan Tanjung Balai kabupaten Asahan, 2008.
USU e-Repository © 2008
4. Lingkungan sosial budaya Kebiasaan masyarakat berada diluar rumah sampai larut malam, dimana vektor
yang bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi
kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria antara lain dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan
menggunakan anti nyamuk.
Aktivitas mandi berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lain, begitu juga
dengan waktu pengambilan air bersih, ada pagi buta dan ada pada sore hari. Di beberapa daerah pegunungan, penduduk harus menuruni tebing untuk menuju sumber air,
sedangkan penduduk pantai harus menyiapkan perahu pagi buta untuk mencari lobster. Di Sumatera menyadap karet sering dilakukan pada pagi hari, kebiasaan nonton televisi
di rumah dan memelihara ternak di rumah. Hal tersebut memberi peluang penularan malaria Achmadi, 2005. Di Kecamatan Tanjung Balai masih ada kebiasaan
masyarakat berkumpul di luar rumah pada malam hari tanpa menggunakan pelindung dari gigitan nyamuk dan mayoritas masyarakatnya adalah nelayan yang mempunyai
kebiasaan berangkat melaut pada malam hari. Menurut penelitian Dasril 2005, masyarakat yang berpengetahuan rendah
kemungkinan risiko tertular malaria 3 kali dibandingkan masyarakat yang berpengetahuan baik, sedangkan risiko penularan malaria pada masyarakat yang
memiliki sikap kurang 2,7 kali dibandingkan masyarakat yang memiliki sikap baik Masyarakat dengan kebiasaan bekerja di luar rumah malam hari mempunyai risiko
Rumanti Siahaan:Determinan Tindakan Masyarakat Dalam pemberantasan Malaria Di Kecamatan Tanjung Balai kabupaten Asahan, 2008.
USU e-Repository © 2008
tertular malaria 4 kali dibandingkan masyarakat yang tidak memiliki kebiasaan bekerja di luar rumah malam hari.
2.1.3. Pencegahan Malaria Usaha pembasmian penyakit malaria di Indonesia belum mencapai hasil yang