tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap dan tindakan Sarwono, 2004.
2.3.1. Determinan perilaku masyarakat
Teori Blum yang dikutip Notoatmodjo 2005a mengatakan ada empat faktor yang mempengaruhi status kesehatan individu, kelompok dan masyarakat yaitu lingkungan,
perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Determinan perilaku merupakan faktor-faktor yang menentukan atau
mempengaruhi perilaku individu, kelompok atau masyarakat itu sendiri. Menurut Green dalam Notoatmodjo 2003b, perilaku ini ditentukan oleh tiga faktor utama,
yakni : a. Faktor predisposisi predisposing factors
Faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku pada individu atau masyarakat, adalah pengetahuan dan sikap seseorang atau
masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan. Misalnya perilaku seorang penderita malaria untuk memeriksakan penyakitnya akan dipermudah apabila orang
tersebut tahu manfaat pengobatan, siapa dan kemana harus berobat. Dan hal tersebut akan dipermudah bila seseorang tersebut mempunyai sikap positif tentang malaria.
Disamping itu, kepercayaan, tradisi, sistem, nilai di masyarakat juga mempermudah atau mempersulit terjadinya perilaku.
Rumanti Siahaan:Determinan Tindakan Masyarakat Dalam pemberantasan Malaria Di Kecamatan Tanjung Balai kabupaten Asahan, 2008.
USU e-Repository © 2008
b. Faktor pendukungpemungkin enabling factors Faktor pemungkin atau pendukung enabling perilaku adalah fasilitas, sarana atau
prasarana yang mendukung atau memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Dalam Notoatmodjo 1993, dikatakan bahwa faktor pendukung ini
termasuk juga aspek lingkungan fisik. Misalnya, keluarga yang tinggal dalam rumah dengan konstruksi yang tidak baik, dinding tepas dengan atap tanpa langit-langit, hal ini
akan mempengaruhi keluarga tersebut dalam melakukan tindakan pemberantasan malaria, karena mereka akan beranggapan bahwa pemasangan kawat kasa pada ventilasi
rumah tidak bisa mencegah masuknya nyamuk ke dalam rumah. c. Faktor penguat reinforcing factors
Faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku, untuk berperilaku sehat diperlukan contoh dari para tokoh masyarakat seperti, lurah, dokter
tenaga kesehatan, camat dan lain-lain. Disamping itu, juga perlu peraturan dan undang-undang.
Respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Meskipun stimulus sama pada beberapa orang, namun respons tiap-
tiap orang berbeda. Determinan perilaku, menurut Notoatmodjo 2003b dapat juga dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Faktor internal Karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya
: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya. Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian Benthem et.al 2002 di Thailand. Hasil penelitian
Rumanti Siahaan:Determinan Tindakan Masyarakat Dalam pemberantasan Malaria Di Kecamatan Tanjung Balai kabupaten Asahan, 2008.
USU e-Repository © 2008
tersebut menunjukkan bahwa penduduk usia muda mempunyai pengetahuan tentang malaria 3,9 kali dibandingkan penduduk usia tua. Sedangkan tingkat pengetahuan
penduduk wanita tentang malaria 2 kali dibandingkan penduduk laki-laki. b. Faktor eksternal
Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan lain sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang
mewarnai perilaku seseorang. Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat
luas. Benyamin Bloom dalam Notoatmodjo 2003a, membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 domain yakni : a kognitif, b afektif, c psikomotor.
a Kognitif Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah proses penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku baru atau adopsi perilaku yang didasari
pengetahuan, kesadaran dan sikap positif akan bersifat langgeng long lasting. Sedangkan perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan kesadaran tidak akan
berlangsung lama. b Attitude Sikap
Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan tindakan, tetapi merupakan predisposisi tindakan. Sikap
itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan reaksi terbuka atau tingkah laku terbuka. Allport dalam Notoatmodjo 2003b, menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3
Rumanti Siahaan:Determinan Tindakan Masyarakat Dalam pemberantasan Malaria Di Kecamatan Tanjung Balai kabupaten Asahan, 2008.
USU e-Repository © 2008
komponen pokok yaitu : 1 kepercayaan keyakinan, ide, konsep terhadap suatu objek. 2 kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3 kecenderungan untuk
bertindak. Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Menurut Berkowitz dalam Azwar 2007, sikap
adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak favorable maupun perasaan tidak
mendukung atau tidak memihak unfavorable . c Practice tindakan
Sikap belum tentu otomatis terwujud dalam suatu tindakan overt behavior. Agar sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor-faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas, dukungan support pihak lain dan lain-lain.
Praktek atau tindakan mempunyai beberapa tingkatan, yakni: 1 Persepsi, mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil
adalah merupakan praktek tingkat pertama. 2 Respons terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah indikator
praktek tingkat dua. 3 Mekanisme, dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis dan sudah berupa kebiasaan adalah praktek tingkat tiga. 4 Adopsi tindakan
yang sudah berkembang dengan baik, sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan Notoatmodjo ,2003b.
Hasil penelitian Maulana di Kecamatan Simeulue Timur tahun 2003, menunjukkan bahwa 61 ibu yang berpengetahuan rendah mengalami kejadian
Rumanti Siahaan:Determinan Tindakan Masyarakat Dalam pemberantasan Malaria Di Kecamatan Tanjung Balai kabupaten Asahan, 2008.
USU e-Repository © 2008
malaria, sedangkan ibu dengan pengetahuan tinggi hanya 9. Ibu dengan pengetahuan rendah mempunyai risiko 6,47 kali mengalami kejadian malaria pada anaknya
dibandingkan ibu yang mempunyai pengetahuan tinggi. Ibu dengan sikap kurang mempunyai risiko 2,42 kali mengalami kejadian malaria pada anaknya dibandingkan
ibu dengan sikap yang baik. Sedangkan ibu yang mempunyai tindakan kurang mempunyai risiko 3,05 kali mengalami kejadian malaria pada anaknya dibandingkan
ibu dengan tindakan baik. Sedangkan ibu keluarga dengan penghasilan rendah berisiko 3,52 kali mengalami kejadian malaria pada anaknya dibandingkan ibu dari keluarga
dengan penghasilan tinggi.
2.3.2. Perilaku Kesehatan