Akibat Hukum Terhadap Aset Yang Disekuritisasi Apabila Terjadi

BAB IV AKIBAT HUKUM PEMEGANG UNIT PENYERTAAN KONTRAK INVESTASI KOLEKTIF EFEK BERAGUN ASET ASSET BACKED SECURITIES DALAM KEPAILITAN ORIGINATOR

A. Akibat Hukum Terhadap Aset Yang Disekuritisasi Apabila Terjadi

Kepailitan Atau Insolvensi Atas Kreditur Originator Permohonan kepailitan dapat diajukan baik oleh kreditur sebagai pemohon pailit ataupun debitur sendiri voluntair petition sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 37 tahun 2004 jo Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang berbunyi: 141 Apabila kreditur awal dikarenakan satu dan lain hal dinyatakan pailit memang untuk kreditur yang awal yang berupa Bank sesuai ketentuan Pasal 2 ayat 3 permohonan kepailitan hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia, maka pada prinsipnya kepailitan terhadap seorang debitur mengakibatkan seluruh aset debitur masuk dalam sita umum, karena sita-sitaan yang lain jika harus ada dianggap gugur karena hukum. Sesuai dengan Pasal 21 Undang-Undang No. 37 Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya. 141 Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No. 37 tahun 2004 jo Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Universitas Sumatera Utara Tahun 2004 jo Undang-Undang No.4 Tahun 1998, sitaan umum tersebut berlaku terhadap seluruh kekayaan debitur meliputi: 142 1. kekayaan yang sudah ada pada saat pernyataan pailit ditetapkan; dan 2. kekayaan yang akan diperoleh oleh debitur selama kepailitan tersebut. Tentu menjadi permasalahan adalah akibat dari kepailitan tersebut. Investor akan terhambat untuk menagih pembayaran atas hutangnya, dan mengajukan sita untuk asetnya yang telah masuk dalam sita umum. Hal ini merupakan permasalahan hukum yang dinyatakan dalam legal overview of Asset- Backed Securities 143 Ketentuan tersebut adalah sama dengan Pasal 56A ayat 1 Undang- Undang Kepailitan kita yang mengakibatkan kreditur separatis Kreditur dengan hak mendahului sebagaimana ketentuan Pasal 1133 KUH Pedata tidak diperkenankan untuk mengeksekusi jaminan hutangnya dalam masa penangguhan eksekusi stay selama 90 hari. Walaupun dalam ketentuan jelas mereka dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Sehingga terhalang tujuan percepatan pembayaran hutang, bahkan juga menunda pelaksanaan eksekusi atas jaminan kebendaan yang nyata-nyata merupakan hak preferen dari Uppon filling a petition under the federal Bankrupty code 11 U.S.C. Section 101 et seq., the right of creditors, including secured creditors, are substantially impaired. For example, upon filling a bankruptcy petition, creditor actions to collect prepetition debt or to foreclose on collateral are automatically stayed under section 362 a. Thus, a secured creditor would not receive timely payments and would be unable to realize on its collateral once petition was filed. 142 Pasal 21 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 jo Undang-undang No.4 Tahun 1998 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. 143 Lederman, 1996: 42 dikutip dari Yunus Edward Manik, Op.Cit., hlm. 29. Universitas Sumatera Utara kreditur. Apabila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1178 KUH Perdata yang menyebutkan cara pelaksanaan eksekusi dengan parate eksekusi yang artinya merupakan eksekusi langsung tanpa title eksekutorial, ataupun keputusan hakim, tentunya akan menimbulkan pemikiran Undang-undang Kepailitan adalah bersifat lex specialis. 144 Dalam suatu Trusts, harta kekayaan yang diserahkan atau diletakkan dalam Trusts Trusts Corpus untuk diurus dan dikelola oleh Trustee bukanlah harta kekayaan milik Trustee pribadi meskipun harta kekayaan tersebut tercatat atas nama Trustee. Trusts bukanlah badan hukum, dan karenanya tidaklah memiliki suatu kepribadian dalam hukum sendiri, oleh karena itu setiap tindakan Trustee atas nama Trusts Corpus adalah atas tanggungan harta kekayaan Trustee pribadi. 145 Dalam konteks yang demikian berarti Trustee akan berhadapan dengan dua kelompok kreditor yaitu kreditor dari Trusts Corpus dan kreditor Trustee pribadi. 146 144 Yunus Edward Manik, Op.Cit., hlm. 29-30. Dalam konteks yang demikian, baik kreditor Trustee pribadi maupun kreditor dari Trusts Corpus hanya akan dapat menuntut dan menggugat Trustee di hadapan hukum. Dalam halnya kepailitan Trustee, maka hanya harta kekayaan Trustee pribadi yang dipertanggungkan, baik kepada kreditor Trustee pribadi maupun kepada kreditor dari Trusts Corpus. Jika dan selama melakukan pengurusan dan atau pengelolaan Trusts Corpus, Trustee tidak melakukan kesalahan, maka demi hukum Trustee berhak atas penggantian reimbursement 145 Lihat Malcolm Stephens, “Winding up Corporate Trustees: Resolving Competing Interest of Creditors and Beneficiaries”, disampaikan dalam AAR Insolvency Seminar tanggal 3 Oktober 2001, hlm. 2, diakses melalui http:www.legalitas.orgdatabaseartikelperdatasekuritisasi.pdf , pada tanggal 6 Februari 2010. 146 Ibid. Universitas Sumatera Utara dari Trusts Corpus atas pemenuhan kewajiban Trusts Corpus kepada para kreditornya. 147 Berbeda dengan Trustee, suatu SPV adalah suatu perseroan terbatas, yang pada umumnya didirikan menurut ketentuan undang-undang perseroan terbatas yang berlaku. Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwa dalam suatu Trusts, kepalitan Trustee tidaklah membawa akibat apapun bagi harta kekayaan yang diserahkan atau diletakkan dalam Trusts tersebut, sehingga dengan demikian berarti kepailitan Trustee sebagai Issuer sebagai akibat permohonan kreditor Trustee pribadi, tidaklah membawa akibat apapun terhadap piutang-piutang yang disekur itisasikan. 148 Ini berarti SPV memenuhi kriteria dan dapat untuk dipailitkan setiap saat selama dan sepanjang ia memiliki dan memenuhi kriteria atau persyaratan yang diatur dalam peraturan kepailitan. 149 Dengan demikian maka SPV harus merupakan suatu perusahaan yang dengan sengaja harus dibuat susah untuk memenuhi persyaratan kepailitan, dan untuk itu maka: 150 147 Ibid., hlm. 3-4 1. Kecuali dalam rangka melaksanakan pembelian piutang sebagai rangkaian awal proses atau kegiatan sekuritisasi, SPV dilarang untuk melakukan kegiatan komersial lainnya; 148 http:www.clarityglobal.comfilereearchUtvsIT.pdf ., diakses pada tanggal 19 November 2009. 149 Di Indonesia kriteria atau syarat kepailitan diatur dalam Pasal 2 ayat 1 Undang- Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yaitu harus memenuhi persyaratan adanya dua kreditor dan tidak membayar salah satu utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. 150 Gunawan Widjaja, Beberapa Konsepsi Hukum Yang Harus Diperhatikan Dalam Rangka Penyusunan RUU Sekuritisasi, diakses melalui http:www.legalitas.orgdatabaseartikelperdatasekuritisasi.pdf pada tanggal 6 Februari 2010. Universitas Sumatera Utara 2. SPV menyerahkan kegiatan-kegiatan dalam proses sekuritisasi lain yang terkait, yang tidak perlu dilaksanakannya sendiri, seperti melakukan penagihan dan debitor piutang, penyimpanan piutang- piutang, pembayaran hasil penagihan dari debitor piutang dan lain sebagainya; 3. SPV hanya menerbitkan satu surat utang jumbo atau surat utang Global Global Note, yang kemudian dipecah-pecah menjadi surat utang kecil yang merupakan satu bagian kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan sebagai piutang-piutang tersendiri. Dengan kegiatan yang nihil dari SPV selain melakukan penerbitan Surat Utang Global, diharapkan dapat diperoleh jaminan keamanan atas piutang-piutang tersebut, yang dipergunakan sebagai “jaminan” untuk pembayaran kepada Investor pemegang EBA ABS. Hal ini berarti harapan pengembalian return yang diidam-idamkan investor akan dapat lebih terjamin. Sistem bankruptcy remote ini diharapkan dapat menjadi cara yang aman dan lebih terjamin, baik bagi Investor maupu n bagi Originator. 151 Jika SPV adalah suatu perseroan terbatas yang hanya melakukan satu kali proses sekuritisasi hingga selesai, maka Conduit adalah perusahaan yang secara terus menerus melakukan sekuritisasi asset. Untuk melindungi Conduit dari proses kepailitan, maka ada baiknya jika Conduit diberikan perlindungan, dengan cara membuat lembaga Conduit ini menjadi lebih susah untuk dipailitkan. Hal ini dapat 151 Ibid. Universitas Sumatera Utara dilakukan misalnya dengan hanya memberikan kewenangan memohonkan kepalitan dan atau penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap Conduit ini kepada lembaga Pemerintah tertentu. Di Amerika Serikat FNMA dan GNMA bukanlah institusi yang dapat dengan mudah dimohonkan dan dinyatakan pailit. 152 Aset keuangan yang menjadi portofolio Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset akan terbebas dari kasus kepailitan penerbitnya karena yang menerbitkan Efek Beragun Aset adalah Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset yang bukan merupakan badan hukum akan tetapi suatu kontrak yang tidak dapat dinyatakan pailit. Disamping itu, karena adanya pengaturan khusus dalam UUPM, aset keuangan juga terbebas dari masalah kepailitan pihak-pihak dalam kontrak tersebut karena seluruh aset keuangan dalam portofolio Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset di catat atas nama Bank Kustodian, dan bukan atas nama Manajer Investasi selaku pengelolanya, untuk kepentingan para investor Efek Beragun Aset. Sebagaimana diatur dalam Pasal 56 3 UUPM bahwa: 153 Dan diperkuat dengan pasal 44 3 yang menyatakan: Apabila Efek dalam Penitipan Kolektif pada Bank Kustodian merupakan bagian dari Portofolio Efek dari suatu kontrak investasi kolektif dan tidak termasuk dalam Penitipan Kolektif pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, maka Efek tersebut dicatat dalam buku daftar pemegang Efek Emiten atas nama Bank Kustodian untuk kepentingan pemilik Unit Penyertaan dari kontrak investasi kolektif tersebut. 154 Efek yang disimpan atau dicatat pada rekening Efek Kustodian bukan merupakan bagian dari harta Kustodian tersebut. 152 Ibid. 153 Pasal 56 3 UUPM 154 Pasal 44 3 UUPM Universitas Sumatera Utara

B. Perlindungan Hukum Terhadap Investor Dalam Mekanisme