struktur pertumbuhan ilmiah sebuah bidangsubjek dan membuat peta batas-batas subjek.
4. Kajian historis dan penelitian yang sedang berlangsung. Melacak
perkembangan sebuah subjek melalui kaidah waktu, densitas dan konteks sitiran serta menggunakan jaringan sitiran sebagai ukuran untuk menilai
antar hubungan dan pengaruh berbagai pengarang beserta karya mereka. 5.
Pola komunikasi penelitian. Kajian dampak isolasi karena kendala bahasa, jarak, dan ketersediaan literatur ilmiah.
6. Untuk menghitung paruh hidup literature sebuah bidang ilmu
pengetahuan.
3. Kajian Islam dan Penerbitan Studia Islamika
Studi Islam atau kajian Islam merupakan sebuah istilah yang ambigu. Dari sudut pandang muslim, kajian Islam menjadi istilah yang mencakup ilmu pengetahuan
Islam. Termasuk di dalamnya pemikiran Islam klasik seperti teologi Islam dan hukum Islam maupun pemikiran modern, seperti sains Islam dan ekonomi Islam. Sedangkan
dari sudut pandang non-muslim terutama di dunia barat, kajian Islam secara umum merujuk pada kajian sejarah, budaya, dan filsafat Islam. Para akademisi dunia barat
dari beragam bidang keilmuan ikut andil menyumbangkan pemikiran bagi komunitas muslim di masa lalu dan sekarang. Sebelum era 1980-an, para akademisi barat yang
mengkaji dunia Islam disebut “Islamicist”, namun setelah era tersebut mereka populer dengan sebutan “Orientalist”, yaitu orang yang belajar tentang ketimuran
atau budaya timur, yang secara salah kemudian diartikan sebagai orang non-muslim yang mempelajari tentang Islam.
Studi Islam atau kajian Islam adalah suatu usaha untuk mempelajari seluk beluk agama Islam secara meyeluruh dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya,
termasuk ajaran-ajarannya, doktrin-doktrinnya, kebudayaannya, sejarahnya dan lain sebagainya. Ada dua cara pandang dalam kajian Islam.
26
Pertama meliputi aspek normativitas, yaitu ajaran yang dibahas melalui pendekatan doktrinal teologis. Kedua
adalah yang meliputi aspek historis, yaitu studi kebudayaan Muslim yang dibahas melalui pendekatan keilmuan sosial-keagamaan yang bersifat multi dan
interdisipliner. Studi Islam normatif sudah dimulai oleh orang Islam sejak berdirinya Islam itu sendiri. Mereka mempelajari ajaran-ajaran, wahyu, ibadah ritual dan doktrin
yang mutlak benar dan tidak dapat dilakukan penelitian atasnya sehingga terkesan statis dan apologetik. Sementara Islam historis mulanya dipelajari oleh orientalis dan
semakin populer di abad 20 hingga sekarang. Di Indonesia, kajian Islam memiliki bentuk tersendiri. Nurcholis Madjid melihat
keunikan dan kompleksitas ciri-ciri Islam Indonesia yakni Islam dan budaya lokal, Islam dan sufisme, dan kebangkitan Islam.
27
Namun dalam perkembangannya banyak dipengaruhi oleh kajian-kajian kesarjanaan lulusan luar negeri. Hingga kini,
Amri, Yasser. Signifikansi studi Islam. http:msibki3.blogspot.com200809signifikansi- studi-islam.html, diakses pada tanggal 14 April 2009 pukul 11.34 WIB
Ali, Muhamad. Kajian Islam Indonesia. http:muhamadali.blogspot.com200803kajian- islam-indonesia.html, diakses pada tanggal 14 April 2009 pukul 11.41 WIB
kesarjanaan Islam di Indonesia masih mencari bentuknya. Para lulusan Timur Tengah masih terfokus pada kajian teks dan kajian normatif. Pengaruh ini sangat kental
dalam transmisi ilmu dari Saudi dan Mesir. Melalui Saudi, kajian-kajian Islam tertuju pada ushuluddin, sementara lewat Mesir lebih beragam, seperti tafsir, filsafat, dan
seterusnya. Dari para sarjana Pakistan, format kajian Islam di Indonesia menjadi lebih pada kajian negara Islam dan ekonomi Islam. Selain itu, pengaruh luar juga datang
melalui Iran, Afrika Sudan, Leiden, dan negeri-negeri barat ini terwakili oleh UIN. Secara singkat bisa dikatakan bahwa kajian Islam Indonesia sangat
multikultural. Kajian-kajian Islam di Indonesia mengalami peningkatan pesat selama satu atau dua
dekade belakangan. Baik dalam diskusi publik di media massa, maupun dalam ranah akademis yang lebih serius. Lebih jauh lagi, diskusi-diskusi tersebut sudah tidak lagi
terbatas soal-soal klasik seperti teologi dan filsafat, melainkan juga mencakup berbagai persoalan seperti ekonomi dan politik. Bahkan diskusi tentang Islam tidak
terbatas di kalangan muslim, melainkan juga dilakukan oleh para sarjana dari berbagai latar belakang agama.
Kondisi ini sangat kontras dengan situasi empat atau lima dekade lampau. Pada masa itu studi Islam mengalami marginalisasi dua arah.
28
Di satu sisi, dari para sarjana pengkaji Islam internasional cenderung menganggap Islam di Indonesia sebagai
Permata, Ahmad Norma. Dari studi budaya ke studi bahaya: arah baru kajian tentang Islam di Indonesia.
http:www.indonesianmuslim.comdari-studi-budaya-ke-studi-bahaya-arah-baru- kajian-tentang-islam-di-indonesia.html, diakses pada tanggal 14 April 2009 pukul 12.01 WIB
“Islam pinggiran” yang banyak bercampur dengan budaya lokal. Ini mengakibatkan buku-buku internasional tentang dunia Islam jarang menyertakan bahasan tentang
Indonesia. Di sisi lain, di kalangan para sarjana Asia Tenggara Southeast Asian Studies,
Islam di Indonesia dianggap hanyalah kulit luar yang tidak mewakili karakter asli masyarakat Indonesia. Akibatnya, para sarjana tersebut cenderung
menganggap Islam tidak memainkan peran signifikan dalam proses sosial maupun politik di kawasan ini.
Yang menarik dicermati lebih jauh adalah fakta bahwa kajian-kajian Islam bukan hanya meningkat melainkan juga mengalami pergeseran trend. Pergeseran ini terlihat
dari yang hanya melihat Islam sebagai sebuah sistem budaya, bergeser pada corak yang berbeda yang melihat Islam sebagai potensi dan kekuatan politik. Di awal tahun
1990-an, beberapa tulisan seperti dari Martin van Bruinessen sudah menyinggung tentang gejala radikalisme dan fundamentalisme di kalangan Islam.
Jurnal Studia Islamika yang diterbitkan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat
PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hadir dengan fokus pada kajian Islam di Asia Tenggara secara umum, khususnya Indonesia. Jurnal ini bertujuan
menghadirkan berbagai kajian akademis Islam di wilayah ini. Ruang lingkup kajian Islam pada Jurnal Studia Islamika mencakup berbagai aspek kajian keilmuan yang
dapat dikelompokkan pada bidang-bidang: Quran dan Ilmunya, Ilmu Hadits, Ilmu Kalam Teologi, Fiqh Hukum Islam, Akhlak Tasawuf, Sosial Budaya Islam,
Filsafat Islam, Aliran dan Sekte Islam, dan Sejarah Islam. Jurnal Studia Islamika
menghadirkan pendekatan dan opini berbeda, yakni mengenai Islam lokal yang bersahabat, moderat, dan toleran. Jauh dari kesan radikal.
Sejak edisi pertama tahun 1994, Studia Islamika telah menerbitkan artikel-artikel berkualitas, baik oleh penulis Indonesia maupun luar negeri. Ini bisa dilihat dari
nama-nama para kontributornya dari Indonesia seperti Nurcholis Madjid, Azyumardi Azra, Saiful Muzani, Kuntowijoyo, Yusril Ihza Mahendra, Din Syamsuddin, Bahtiar
Effendi, Masdar F. Mas’udi, dan nama-nama lain yang sudah tidak diragukan lagi kapasitas keilmuannya. Juga para kontributor dari luar negeri seperti Martin van
Bruinessen, Greg Barton, Howard M. Federspiel, Karel Steenbrink, Andree Feillard, Stephen Headley, Kobayashi Yasuko, M. B. Hooker, Laurence Husson, dan lainnya,
yang sudah tidak asing sebagai ilmuwan yang memberikan kontribusi besar dalam kajian Islam di Indonesia. Dari nama-nama yang telah dipaparkan, dapat terasa
nuansa ilmiah yang muncul di Jurnal Studia Islamika mengesankan suasana yang bersahabat, toleran, dan moderat.
Berkat konsistensi penerbitan dan kualitas artikelnya, pada tahun 2000 jurnal ini menjadi salah satu jurnal kajian Islam yang mendapat penghargaan dari Departemen
Pendidikan Nasional Republik Indonesia sebagai jurnal akademis yang memiliki standar internasional terbaik.
BAB IV HASIL DAN ANALISA DATA
7. Pola sitiran