Perencanaan Planning Manajemen Pengelolaan Dana ZIS Masjid dan Mushola Se-Kelurahan

58 pada bulan Ramadhan kepada para mustahik. Berkaitan pula dengan faktor yang melatarbelakangi kegiatan pengelolaan dana ZIS, 21,74 amil masjid dan mushola melakukan kegiatan penghimpunan dan pendistribusian dana ZIS pada bulan Ramadhan dengan salah satu landasan yaitu mengisi kekosongan kegiatan masjid atau mushola pada saat bulan Ramadhan. Hal ini menunjukkan fakta bahwa terdapat sebagian kecil masjid dan musholla melakukan kegiatan pengelolaan dana sosial masyarakat dengan manajemen yang kurang baik. Pembahasan lain dalam model perencanaan yang terkait dengan kegiatan penghimpunan dan pendistribusian dana ZIS adalah mengenai konsistensi kelembagaan atau amil tersebut. Di sini penulis ingin melihat tentang bagaimana amil yang terbentuk memposisikan kinerja dan tugasnya yang kemudian akan mengindikasikan keberlangsungan tugas dan konsistensi lembaga. Berkenaan dengan aspek ini, hampir seluruh 86,96 masjid dan mushola yang diteliti memiliki model perencanaan sebagai lembaga atau satuan kerja unit yang bersifat momental berlaku pada saat Ramadhan saja . Namun, ada beberapa masjid yang melakukan kegiatan penghimpunan dan pendistribusian dana sosial masyarakat tidak hanya dilakukan pada bulan ramadhan atau dengan kata lain kepengurusan panitia zakat tidak hanya berlaku saat bulan ramadhan, namun kepengurusan ini berlanjut hingga bulan lainnya. Masjid yang melakukan model seperti ini adalah masjid Jabalul Rahmah, masjid Al Barkah, masjid Al 59 Mujahidin, masjid Al Mughirah, masjid Baitul Ula, masjid Daarus Sa’adah, dan masjid Al Istiqomah. Sedang mushola yang melakukan model serupa adalah mushola As Syifa dan mushola Nurus Sajidin. Banyak ditemui keberadaan masjid dan mushola, namun ironinya belum banyak dijumpai masjid atau mushola yang telah melakukan fungsi dan tujuannya secara optimal. Dengan kata lain bahwa keberadaan masjid atau mushola hanya masih difungsikan sebagai tempat ritual atau ibadah, bahkan aplikasi nilai-nilai ritual atau ibadah belum terlalu maksimal. Artinya, optimalisasi jamaah untuk menumbuhkan kesadaran memakmurkan masjid atau mushola, terutama sebagai institusi pemberdayaan umat, dirasa masih kurang. Hal ini semestinya menjadi perhatian banyak pihak, khususnya bagi setiap insan yang peduli akan kondisi perkembangan ummat. Di Kelurahan Cireundeu, masjid yang memang memiliki kapasitas sebagai amil yang mendekati profesional adalah masjid Jabalul Rahmah karena masjid ini telah memiliki Unit Pengelolaan Zakat. Ketika penulis secara khusus mengunjungi masjid ini memang terlihat bahwa di sekitar area masjid ini pun benar-benar telah berdiri sebuah bangunan sederhana yang memang khusus diperuntukkan untuk kegiatan yang berkaitan erat dengan penghimpunan dan pendistribusian dana ZIS. Berkaitan dengan proses konsolidasi atau rapat persiapan sebelum pelaksanaan sebagai salah satu bentuk perencanaan, diperoleh informasi bahwa hampir seluruh 91,30 amil ZIS masjid dan mushola melakukan rapat atau 60 konsolidasi sebelum pelakasanaan kegiatan penghimpunan atau pendistrbusian dana ZIS. Namun peneliti menjumpai ada satu masjid di daerah Poncol yaitu masjid Al Hidayah yang memperlihatkan satu fakta menarik. Ketika penulis mendatangi salah seorang pengurus masjid yang kini berubah nama menjadi masjid Menara Al Hidayah, yaitu bapak Sofyan, beliau menjelaskan tentang kondisi masjid khususnya terkait dengan pengelolaan dana ZIS yang ada pada masjid tersebut. Menjadi menarik karena kepengurusan DKM atau panitia pengelola dana ummat tidak melakukan rapat konsolidasi sebelum melakukan kegiatan pengelolaan dana masyarakat. Beberapa hal yang menyebabkan kondisi tersebut adalah pengurus masjid yang memiliki idealisme bahwa biasanya orang-orang yang terlibat dalam kepengurusan hanya sebatas eksis dalam format kepengurusan panitia namun tidak berwujud dalam aplikasi kinerja. 3 Oleh karenanya, penulis berkesimpulan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan masjid Menara Al Hidayah tidak melakukan rapat koordinasi atau konsolidasi awal menjelang pelaksanaan pengelolaan dana ZIS adalah karena ketidak percayaan pengurus terhadap kondisi umum yang ada pada masayarakat sekitar menurut beliau. Aspek lain yang masih terkait dengan perencanaan adalah apakah Amil ZIS atau kepanitiaan serupa yang dibentuk melakukan pendataan terbaru tentang muzakki atau mustahik. Untuk data muzakki terbaru, diperoleh 3 Wawancara langsung dengan pengurus masjid Menara Al Hidayah,Poncol: bapak Sofyan 61 informasi bahwa 60,87 masjid dan mushola melakukan pendataan baru tentang muzakki pemberi zakat. Namun setelah penulis konfirmasi, bahwa model pendataan yang dilakukan adalah pada saat muzakki datang ke masjid atau mushola kemudian membayarkan Zakatnya setelah itu petugas atau Amil Zakat mencatat nama dan jenis dana yang dikeluarkannya. Model semacam rekapitulasi penerimaan dan pihak yang membayar zakatnya bukan proses pendataan yang dilakukan sebelum kegiatan penghimpunan dan pendistribusian dana ZIS. Untuk pendataan mustahik pun demikian, hanya saja untuk pendataan mustahik dilakukan pada saat berlangsungnya proses atau kegiatan penghimpunan dana zakat. Sambil berjalan, sebagian pengurus melakukan pendataan mustahik yang diperoleh melalui aparat lingkungan sekitar atau menyortir data lama yang sudah ada. Berbagai macam pengalaman yang berkaitan dengan tata kelola dana ZIS yang telah dilakukan oleh beberapa Lembaga Amil Zakat profesional bisa dijadikan bahan masukkan atau pelajaran yang kemudian dapat diaplikasikan dalam bentuk pengelolaan dana ZIS pada masjid atau mushola. Hal ini bisa diwujudkan melalui beragam cara seperti melakukan Pelatihan Tata kelola Zakat bekerja sama dengan Lembaga Amil Zakat Profesional. Berkaitan dengan hal ini, diperoleh informasi bahwa masjid dan mushola di Kelurahan Cireundeu yang melakukan kegiatan penghimpunan dan pendistribusian dana ZIS tidak atau belum pernah melakukan kegiatan semacam itu pelatihan tentang tata kelola 62 dana ummat. Melalui usaha seperti ini, mestinya pengelola bisa memaksimalkan kinerja terkait dengan standarisasi pencatatan dana ZIS yang dihimpun, kriteria dan kategori mustahik orang yang berhak menerima dana ZIS termasuk dalam hal ini insentif untuk amil, sistem keuangan serta pelaporan kepada publik dan jamah secara umum atau internal kepanitiaan. Kesemua hal tadi merupakan perangkat yang akan meningkatkan kinerja dan profesionalitas dari amil atau kepanitiaan pengelolaan dana ZIS yang ada pada masjid dan mushola. Karena walaupun sifat dari pengelolaan kegiatan ini adalah ibadah namun tetap memerlukan proses pertanggung jawaban dan selalu dituntut untuk bisa melakukan segala hal yang terkait dengan pengelolaan secara optimal.

2. Pengorganisasian Organizing

Pengorganisasian merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting dalam mengintegrasikan beberapa tujuan dari penyelenggaraan suatu kegiatan atau kinerja organisasi. Di sini, analisis pengorganisasian diwujudkan melalui beberapa pembahasan yaitu mengenai tenaga kerja pelaksana tugas, waktu pelaksanaan, dan model pembagian tugas. Mengenai salah satu unsur pengorganisasian yaitu model tenaga kerja pelaksana tugas diperoleh informasi bahwa 82,61 komposisi dari amil atau pengelola dana ummat didominasi oleh kepengurusan DKM setempat serta remaja di lingkungan sekitar masjid dan mushola terkait. Keberadaan pengurus 63 DKM dari masjid atau mushola menjadi kepengurusan amil panitia ZIS secara otomatis, atau dengan kata lain setelah diadakan rapat koordinasi internal pengurus DKM maka dipilih penanggung jawab untuk kegiatan pengelolaan ZIS pada periode tertentu, yang kemudian penanggung jawab tersebut akan menyusun kepanitiaan secara utuh untuk melakukan kegiatan pengelolaan ZIS. Biasanya yang menjadi penanggung jawab dari kegiatan pengelolaan ZIS pada masjid dan mushola adalah salah satu pengurus DKM yang memang telah memiliki pengalaman dalam kegiatan pengelolaan dana ZIS pada periode sebelumnya. Sehingga sedikit banyak telah mengetahui tentang pola serta alur kerja kepengurusan atau panitia ZIS. Sedang keberadaan remaja dalam hal ini yang berdekatan dengan lingkungan masjid atau mushola menjadi kepengurusan amil panitia ZIS lebih berfungsi sebagai tenaga pelaksana di lapangan atau langsung bersinggungan dengan hal-hal teknis seperti tenaga untuk menjaga stand penghimpunan dana ZIS serta membantu kepengurusan inti dalam proses pendistribusian dana ZIS yang terhimpun kepada para mustahik yang telah tercantum datanya pada Panitia ZIS. Model pengorganisasian lain terkait dengan tenaga kerja atau pelaksana tugas yaitu 65,22 komposisi tenaga amil terdiri dari kepengurusan DKM bekerja sama dengan segenap jama’ah rutin dan aparat lingkungan sekitar masjid atau mushola. Bekerja sama tersebut dalam wujud kerja sama dengan aparat lingkungan khususnya yang berkaitan dengan data mengenai warga sekitar 64 yang memenuhi kriteria sebagai mustahik. Kepengurusan amil atau panitia ZIS umumnya hanya meminta data mustahik dari aparat lingkungan terkait karena data demografi. Namun ada juga masjid atau mushola masjid Al Irfan, masjid Baitul Ula, masjid Al Mujahidin, masjid Al Barkah, masjid Jabalul Rahmah, m asjid Darus Sa’adah, masjid Ruhama, masjid Al Istiqomah, mushalla Nurus Sajidin, mushalla As Syifa, mushalla Al Muhajirin, mushalla Al Falah, mushalla Nurul Iman, mushalla Al Huda yang memang berinisiatif melakukan pencatatan tentang daftar mustahik dari lingkungan sekitar untuk kemudian dikompromikan dengan data yang diperoleh dari aparat lingkungan. Dari hasil pengumpulan data yang diperoleh, tidak ditemukan adanya model yang terkait dengan kepanitiaan ZIS menggunakan jasa tenaga amil zakat profesional. Hal ini juga memberikan gambaran bahwa pelaksanaan atau pengelolaan dana ZIS masih bersifat sederhana, baik dilihat dari segi struktur pelaksana tugas maupun proses kerja yang dilakukan. Namun mestinya, bukan berarti karena sifat pengelolaannya yang masih sederhana kemudian pelaksanaan kegiatan tersebut tidak dilakukan secara maksimal dan lebih terarah. Karena pelaksanaan kegiatan pengelolaan dana ZIS oleh amil atau panitia ZIS merupakan suatu rangkaian dari proses ibadah pula yang mengintegrasikan unsur ketuhanan dan sosial masyarakat. Sehingga diperlukan proses tanggung jawab dan tuntutan untuk melakukan yang terbaik demi terciptanya output atau hasil yang maksimal.