BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasar modal dibentuk untuk menjalankan fungsi ekonomi dan keuangan dalam sistem perekonomian suatu negara. Pasar modal adalah pelengkap di
sektor keuangan terhadap dua lembaga lainnya yaitu bank dan lembaga pembiayaan yang memberikan jasanya untuk menghubungkan dana dari pihak
yang memiliki kelebihan dana investor kepada pihak di sektor produktif yang membutuhkan dana. Investor akan mengharapkan keuntungan dari investasi yang
telah dilakukan dan mempunyai hak dalam kepemilikan perusahaan tanpa harus terlibat langsung didalamnya, sebaliknya pihak perusahaan atau emiten
memperoleh alternatif sumber dana tanpa menunggu tersedianya dana dari hasil operasi perusahaan.
Saham merupakan komoditi investasi yang tergolong beresiko tinggi, karena sangat peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi baik perubahan di bidang
politik, ekonomi, moneter, undang-undang, kebijakan fiskal pemerintah maupun perubahan-perubahan yang terjadi dalam industri emiten. Investasi saham selalu
mengandung unsur resiko, karena perolehan yang diharapkan baru akan diterima pada masa yang akan datang, dalam investasi saham juga dikenal istilah high risk
high return. Investor tentunya memiliki daya tarik terhadap investasi yang memberikan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dengan mempertimbangkan
resiko yang akan dihadapi dalam target investasinya. Investasi adalah suatu komitmen untuk menempatkan sejumlah dana yang
dilakukan pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh sejumlah keuntungan
Universitas Sumatera Utara
atas dana tersebut di masa yang akan datang Tandelilin, 2001:1. Investasi yang aman memerlukan analisis yang cermat, teliti dan didukung dengan data yang
akurat dan terpercaya, sehingga dapat mengurangi resiko bagi investor yang berinvestasi. Secara umum ada banyak teknik analisis dalam melakukan penilaian
investasi, tetapi yang sering digunakan adalah penilaian analisis yang bersifat fundamental, analisis teknikal, analisis ekonomi dan analisis rasio keuangan
Anoraga dan Pakarti, 2006:108. Bahkan ada juga masyarakat yang hanya melihat trend yang secara sepintas dalam melakukan investasi.
Tingkat pengembalian return saham merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Sumber-sumber return investasi terdiri dari dua komponen utama yaitu
yield dan capital gain loss. Yield merupakan komponen return yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh secara periodik dari
suatu investasi, sedangkan capital gain loss merupakan kenaikan penurunan harga suatu surat berharga bisa saham ataupun surat hutang jangka panjang,
yang bisa memberikan keuntungan kerugian bagi investor. Dalam kata lain, capital gain loss bisa juga diartikan sebagai perubahan harga sekuritas
Tandelilin, 2001:48. Harapan untuk memperoleh return juga terjadi dalam asset financial. Suatu
asset finansial menunjukkan kesediaan investor menyediakan sejumlah dana pada saat ini untuk memperoleh sebuah aliran dana pada masa yang akan datang
sebagai kompensasi atas faktor waktu selama dana ditanamkan dan risiko yang ditanggung. Dengan demikian para investor sedang mempertaruhkan suatu nilai
sekarang untuk sebuah nilai yang diharapkan pada masa mendatang. Para investor dalam asset financial juga mengharapkan return yang maksimal.
Universitas Sumatera Utara
Harapan untuk memperoleh return yang maksimal tersebut diusahakan agar dapat terwujud dengan mengadakan analisis dan upaya tindakan-tindakan yang
berkaitan dengan investasi dalam sahamnya. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi return saham sehingga harapan untuk
memperoleh return yang maksimal bisa dicapai. Investor yang akan menginvestasikan dananya akan melihat faktor-faktor
fundamental, dan biasanya yang diteliti adalah nilai instrinsik, nilai pasar, Return on Total Asset ROA, Return on Total Investment ROI, Return on Equity ROE,
Book Value BV, Debt to Equity Ratio DER, Deviden Earning, Earning Per Share EPS, Price Earning Ratio PER, Deviden Payout Ratio DPR, Deviden
Yield dan likuiditas saham Tambunan, 2007:11. Analisis fundamental sebagai salah satu teknik analisis perusahaan yang
digunakan investor dalam mencari informasi dari laporan keuangan memiliki dua komponen utama yaitu Earning Per Share dan Price Earning Ratio. Ada tiga
alasan yang mendasari penggunaan dua komponen tersebut. Pertama, karena pada dasarnya kedua komponen tersebut bisa dipakai untuk mengestimasi nilai intrinsik
suatu saham. Kedua, dividen yang dibayarkan perusahaan pada dasarnya dibayarkan dari earning. Ketiga, adanya hubungan antara perubahan earning
dengan perubahan harga saham Tandelilin, 2001:232. Earning Per Share menginformasikan kepada pemegang saham maupun investor tentang banyaknya
keuntungan yang dihasilkan setiap saham Tambunan, 2007:117. Price Earning Ratio mengindikasikan besarnya rupiah yang harus dibayarkan investor untuk
memperoleh satu rupiah earning perusahaan Brigham Houston, 2006:110.
Universitas Sumatera Utara
Debt to Equity Ratio menggambarkan perbandingan hutang dengan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dengan menunjukkan kemampuan modal sendiri
perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. “Semakin kecil rasio ini semakin baik. Rasio ini disebut juga rasio leverage. Untuk keamanan pihak luar, rasio
terbaik jika modal lebih besar dari jumlah hutang atau minimal sama” Harahap, 2007:303. Leverage keuangan dapat digunakan untuk meningkatkan hasil
pengembalian pemegang saham, tetapi dengan risiko akan meningkatkan kerugian pada masa-masa suram. Apabila hasil pengembalian atas aktiva lebih besar dari
daripada biaya hutang maka leverage itu menguntungkan dan hasil pengembalian atas modal rentabilitas modal sendiri dengan penggunaan leverage ini juga
meningkat Sawir, 2000:11. Perusahaan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah perusahaan-
perusahaan emiten sektor perbankan dan properti. Perusahan sektor properti telah banyak menarik investor Sibarani, 2009. Industri properti merupakan industri
dengan prospek yang cukup baik mengingat semakin pesatnya pertambahan penduduk yang disertai dengan penambahan pendapatan masyarakat sehingga
mendorong peningkatan permintaan dan penawaran tempat tinggal. Oleh karena itu sektor properti merupakan lahan yang paling strategis untuk berinvestasi yang
akan memberikan keuntungan yang tinggi. Sektor properti merupakan salah satu sektor yang menjadi indikator
seberapa efektifnya kegiatan ekonomi secara umum. Sektor properti memiliki efek pelipatgandaan multiplier effect, yakni dengan berkembangnya sektor
properti akan mendorong serangkaian aktivitas sektor ekonomi lainnya. Dalam aktivitasnya, sektor properti memiliki keterkaitan dengan sektor perbankan
Universitas Sumatera Utara
terutama dalam hal pemberian fasilitas kredit, baik kredit konstruksi maupun kredit kepemilikan rumah dan apartemen Gunawan, 2004.
Perusahaan perbankan merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat, juga tidak terlepas dari
kondisi ekonomi terutama bagi perusahaan perbankan yang go public. Salah satu yang menunjukkan keberhasilan kinerja perusahaan adalah tingkat pengembalian
investasi sahamnya. Saham-saham sektor perbankan merupakan salah satu jenis saham yang cukup aktif diperdagangan di lantai bursa. Sektor perbankan ini
terdiri dari 19 bank yang sudah go public, yang dapat menjadi pilihan investor dalam target investasinya. Sektor perbankan merupakan sektor yang rentan
terhadap resiko, karena sektor ini berhubungan dengan tingkat kepercayaan atas pengembalian dana di masa yang akan datang, sektor ini sangat erat kaitannya
dengan kondisi makro ekonomi yaitu tingkat inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar. Tabel 1.1 berikut menunjukkan rata-rata dari variabel faktor fundamental
dari tahun 2005-2007 pada 11 bank dan 16 perusahaan properti yang menjadi data penelitian.
Tabel 1.1 Earning Per Share, Price to Equity Ratio, Debt to Equity Ratio dan Tingkat
Pengembalian Saham rata-rata perusahaan perbankan dan properti yang menjadi data penelitian periode 2005-2007
Sektor Tahun
EPS Rp
PER Rp
DER Tingkat
Pengembalian Saham
Perbankan
2005
68,98 23,92
13,60 0,03
2006
72,11 18,97
10,91 0,49
2007 72,63
24,80 9,30
0,40
Properti
2005
33,3
19,10
122,8
-0.06 2006
19,52
40,79
103,28
0.60 2007
20,23
27,97
131,6
0.87 Sumber :
www.idx.co.id data diolah, 15 Februari 2009
Universitas Sumatera Utara
Pada Tabel 1.1, dapat dilihat pada sektor perbankan, dimana variabel Earning Per Share EPS tahun 2007 mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya
namun diikuti oleh penurunan tingkat pengembalian saham. Fenomena tersebut berbeda dengan pendapat Tambunan 2007:117 yang menyatakan bahwa
semakin tinggi tingkat Earning Per Share akan semakin baik karena investor akan tertarik menanamkan investasinya ke dalam perusahaan dengan anggapan akan
mendapatkan pengembalian saham yang tinggi. Debt to Equity Ratio DER pada tahun yang sama mengalami penurunan dari tahun sebelumnya namun diikut i
oleh turunnya tingkat pengembalian saham. Pada sektor properti juga dapat dilihat bahwa kenaikan variabel Earning
Per Share EPS tahun 2005 justru diikuti dengan penurunan tingkat pengembalian saham, sementara di tahun 2006 terjadi penurunan variabel
Earning Per Share EPS yang justru diikuti dengan kenaikan tingkat pengembalian saham. Variabel Debt to Equity Ratio DER pada tahun 2007
mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya namun kenaikan tersebut justru diikuti oleh kenaikan tingkat pengembalian saham. Hal ini berbeda dengan
pendapat Tambunan 2007:117 yang menyatakan bahwa semakin tinggi Debt to Equity Ratio menunjukkan bahwa perusahaan cenderung menggunakan utang
sebagai sumber pembiayaan daripada menggunakan modal sendiri, tingginya rasio ini akan mengakibatkan utang yang bertambah dan sangat mempengaruhi
penurunan nilai pengembalian saham. Penulis ingin mengetahui pengaruh dan kondisi yang sebenarnya antara
faktor fundamental terhadap tingkat pengembalian saham maka penulis tertarik
untuk mengkajinya lebih lanjut dalam bentuk skripsi dengan judul “Pengaruh
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor Fundamental Terhadap Tingkat Pengembalian Saham Pada Perusahaan Sektor Perbankan dan Properti yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia”.
B. Perumusan Masalah