Kondisi Jamban Sanitasi Lingkungan

dalam berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah. Dalamnya dari permukaan tanah biasanya di atas 15 meter. Oleh karena itu, sebagian air sumur dalam ini sudah cukup sehat untuk dijadikan air minum langsung tanpa melalui proses pengolahan. Air bersih terutama yang digunakan sebagai air minum harus memenuhi syarat-syarat tertentu sebagai berikut: Sri Winarsih, 2009: 11-12 a. Syarat fisik, yaitu tidak berwarna, tidak mempunyai rasa, tidak berbau, jernih, dengan suhu dibawah suhu udara sehingga terasa nyaman. b. Syarat kimia, yaitu memiliki PH netral, kandungan mineral-mineralnya terbatas, dan tidak mengandung zat kimia atau mineral berbahaya misalnya CO 2 , H 2 S, NH 4 , dan sebagainya. c. Syarat bakteriologis, yaitu tidak mengandung bakteri penyebab penyakit patogen yang melampaui batas yang diijinkan. Bakteri patogen misalnya bakteri E . coli yang dapat menyebabkan diare dan Salmonella sp . yang mengakibatkan tifus. Kedua bakteri tersebut biasanya terdapat dalam kotoran manusia. Dalam kondisi normal, air tidak mengandung kedua bakteri tersebut. Jika ternyata mengandung bakteri tersebut, berarti air telah tercemar kotoran manusia.

2.1.2.2 Kondisi Jamban

Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidsk dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh Notoatmodjo, 2003. Menurut Kusnoputranto 2000 dalam Umiati 2010 jamban merupakan tempat pembuangan kotoran manusia yang dibuat sedemikian rupa guna memutuskan mata rantai penularan penyakit yang ditularkan melalui tinja. Sementara menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia 2008 jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Jamban yang memenuhi syarat kesehatan sangat diperlukan keluarga sebagai upaya untuk mencegah terjadinya penularan penyakit yang disebabkan oleh kotoran manusia yang tidak dikelola dengan baik Dinkes Kota Semarang, 2014. Menurut Azwar 1998: 76-77, terdapat beberapa jenis jamban, antara lain: a. Jamban cubluk pit privy adalah jamban yang tempat penampungan tinjanya dibangun dekat di bawah tempat injakan dan atau di bawah bangunan jamban. Jamban model ini ada yang mengandung air berupa sumur-sumur yang banyak ditemui di pedesaan di Indonesia, ataupun yang tidak mengandung air seperti kaleng, tong, lubang tanah yang tidak berair the earth pit privy ataupun lubang bor yang tidak beraiir the bored-hole latrine. b. Jamban empang overhung latrine adalah jamban yang dibangun di atas empang, sungai ataupun rawa. Jamban model ini ada yang kotorannya tersebar begtu saja, yang biasanya dipakai untuk makanan ikan, atau ada yang dikumpulkan memakai saluran khusus yang kemudian diberi pembatas berupa bambu, kayu dan lain sebagainya yang ditanamkan melingkar di tengah empang, sungai atau rawa. c. Jamban kimia chemical toilet. Jamban model ini biasanya dibangun pada tempat-tempat rekreasi, pada alat transportasi dan lain sebagainya. Di sini tinja di disinfeksi dengan zat-zat kimia seperti caustik soda dan sebagai pembersihnya dipakai kertas toilet paper. Ada dua macam jamban kimia yaitu tipe lemari commode type dan tipe tanki tank type. Mudahlah diduga bahwa jamban kimia ini sifatnya sementara, karena kotoran yang telah terkumpul perlu dibuang lagi. d. Jamban dengan “angsa trine” adalah jamban dimana leher lubang closet berbentuk lengkungan, dengan demikian akan selalu terisi air yang penting untuk mencegah bau serta masuknya binatang-binatang kecil. Jamban model ini biasanya dilengkapi dengan lubang atau sumur penampung dan lubang atau sumur rembesan yang disebut septic tank. Jambal model ini adalah yang terbaik, yang dianjurkan dalam kesehatan lingkungan. Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai berikut : Kemenkes RI, 2014 a. Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi. b. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau sumur. c. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan. d. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain. e. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar, atau bila memang benar-benar diperlukan,harus dibatasi seminimal mungkin. f. Jamban harus bebas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang dan nyaman digunakan. g. Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal. Agar persyaratan-persyaratan diatas dapat dipenuhi, maka perlu diperhatikan antara lain hal-hal sebgai berikut: Notoatmodjo, 2003 a. Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban terlindung dari panas dan hujan, seranga dan binatang-binatang lain, terlindung dari pandangan orang privacy dan sebagainya. b. Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak yang kuat dan sebagainya. c. Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak menggangu pandangan, tidak menimbulkan bau, dan sebagainya. d. Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau kertas pembersih.

2.1.2.3 Kondisi Tempat Sampah

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS METATU BENJENG KABUPATEN GRESIK TAHUN 2015

0 35 22

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DAN PERSONAL HYGIENE IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANGKANG.

0 5 13

HUBUNGAN PERILAKU IBU TERHADAP HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH Hubungan Perilaku Ibu Terhadap Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Boloh Kecamatan Toroh Kabu

0 1 18

HUBUNGAN PERILAKU IBU TERHADAP HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA Hubungan Perilaku Ibu Terhadap Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Boloh Kecamatan Toro

0 1 12

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Usia 2 Bulan-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas

0 2 15

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita Usia 2 Bulan-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas

0 2 13

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NOGOSARI KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2009.

1 7 109

HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL DAN LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TANAH GARAM KOTA SOLOK TAHUN 2014.

0 0 11

HUBUNGAN PENYEDIAAN AIR, PENGELOLAAN SAMPAH, DAN KEBIASAAN IBU DALAM MENGAWASI KEBERSIHAN TANGAN BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MANGKANG SEMARANG TAHUN 2016

0 2 62

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEHIDRASI DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KALIJUDAN

0 0 12