Analisis Analisis Model Orde Kedua

Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidaksesuaian terhadap model orde pertama. Ketidaksesuaian menyatakan deviasi respon terhadap model yang dibangun. Dalam uji ini juga mengukur besar kekeliruan eksperimen yang telah dilakukan. Dari uji yang dilakukan dapat dilihat bahwa tidak ada ketidaksesuaian, hal ini terlihat dari F hit 0.08 yang lebih kecil dari F tabel 5.41 pada model persamaan regresi yang berupa model linier sehingga dapat simpulkan bahwa tidak ada ketidaksesuaian terhadap model yang dibangun. Karena tidak ada ketidaksesuaian pada model orde pertama, maka penelitian dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap Steepest Descent.

6.4. Analisis

Steepest Descent Setelah model orde pertama diperoleh, langkah selanjutnya adalah melakukan prosedur Steepest Descent, yang bertujuan mencari wilayah yang memberikan nilai minimum dari fungsi model orde pertama. Hasil yang diperoleh dari prosedur ini dapat dilihat pada Tabel 6.1. Tabel 6.1. Perhitungan Pergerakan Level pada Metode Steepest Descent Prosedur x 1 x 2 x 3 Perubahan relatif pada unit desain b i 4.375 4.375 -4.375 Unit origin 1 unit desain 2 2 1 Perubahan relatif pada unit origin 8.75 8.75 -4.375 Perubahan per n pada variabel i ∆ 1 1 -0.5 Universitas Sumatera Utara Tabel 6.1. Perhitungan Pergerakan Level pada Metode Steepest Descent Lanjutan Pergerakan steepest descent x 1 x 2 X 3 Hasil Percobaan kg Level awal origin=o 135 115 30 Pergerakan Level o + n ∆; n = 1 136 116 29.5 280 Pergerakan Level o + n ∆; n = 2 137 117 29 140 Pergerakan Level o + n ∆; n = 3 138 118 28.5 175 Dari Tabel 6.1. dapat dilihat bahwa level yang memberikan nilai jumlah cacat minimum adalah level di pergerakan ke n = 2, dengan jumlah cacat 140 kg produk, temperatur burner 1 = 137 °C, temperatur burner 2 = 117 °C dan lama waktu pengepressan = 29 detik. Setting ini ditetapkan sebagai titik origin untuk penelitian berikutnya karena sesuai tujuan penelitian yaitu eksplorasi menuju wilayah optimum dimana dalam hal ini adalah optimisasi untuk minimisasi fungsi. Dari penentuan titik origin ini, langkah selanjutnya adalah penentuan titik di level 1 dan -1. Hasil penentuan yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 6.2. Titik ini akan digunakan sebagai titik untuk penentuan model orde kedua. Tabel 6.2. Nilai Faktor setelah Steepest Descent Faktor -1 1 Temperatur Burner 1, x 1 ˚C 135 137 139 Temperatur Burner 2, x 2 ˚C 115 117 119 Lama waktu pengepresan, x 3 detik 28 29 30 Universitas Sumatera Utara

6.5. Analisis Model Orde Kedua

Setelah nilai faktor baru telah ditentukan dari steepest descent, selanjutnya dilakukan penentuan model orde kedua menggunakan Central Composite Design CCD dimana di dalam CCD terdapat star points α. Dalam hal ini nilai α adalah = ± 1,68. Nilai setting untuk α = ± 1,68 pada masing – masing faktor dapat dilihat pada Tabel 6.3. Tabel 6.3. Nilai α untuk Masing-masing Faktor α Temperatur Burner 1 o C Temperatur Burner 2 o C Lama waktu pengepressan detik 1,68 140 120 31 -168 134 114 27 Penggunaan CCD memiliki 15 perlakuan antara lain: 8 perlakuan dititik kubik, 6 perlakukan di titik star α dan 1 perlakuan dititik pusat. Perlakuan yang lebih banyak daripada desain pada model orde pertama adalah untuk eksplorasi disekitar wilayah optimum. Setting faktor yang telah ditentukan tersebut digunakan dalam pengumpulan data. Hasil pengolahan data untuk menghasilkan model orde kedua memperoleh hasil yaitu: Y = 75.166 – 3.475x 1 – 4.292x 2 – 3.475x 3 + 2.15x 1 2 + 8.291x 2 2 + 1.902x 3 2 – 26.25x 1 x 3 Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidaksesuaian terhadap model orde kedua. Ketidaksesuaian menyatakan deviasi respon terhadap model yang Universitas Sumatera Utara dibangun. Dalam uji ini juga mengukur besar kekeliruan eksperimen yang telah dilakukan. Dari hasil pengujian yang dilakukan dapat diketahui bahwa tidak ada ketidaksesuaian pada model orde kedua yang dibangun. Hal ini terlihat dari F hit 0.39 yang lebih kecil dari F tabel 4.77 pada model persamaan regresi yang berupa model linier dan kuadratis sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada ketidaksesuaian terhadap model yang dibangun. Karena tidak ada ketidaksesuaian pada model kedua, maka tahap berikutnya adalah penentuan nilai optimum faktor.

6.6. Analisis