Analisis Penentuan Faktor Optimum yang Mempengaruhi Jumlah Kecacatan pada Produk Kertas Rokok dengan Metode Response Surface pada PT. Papeteries De Mauduit

(1)

fANALISIS PENENTUAN FAKTOR OPTIMUM

YANG MEMPENGARUHI JUMLAH KECACATAN PADA PRODUK KERTAS ROKOK DENGAN METODE RESPONSE SURFACE

PADA PT. PAPETERIES DE MAUDUIT

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

FIELEY KHORMAN NIM. 060403045

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini. Tugas Akhir merupakan salah satu syarat akademis yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Teknik Industri untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik.

Penulis melaksanakan Tugas Akhir di PT. Papeteries De Mauduit bergerak dalam pembuatan kertas rokok untuk keperluan pabrik rokok. Tugas Akhir ini berjudul “Analisis Penentuan Faktor Optimum yang Mempengaruhi Jumlah Kecacatan pada Produk Kertas Rokok dengan Metode Response Surface pada PT. Papeteries De Mauduit”. Topik ini ditujukan untuk memperoleh setting faktor yang optimal untuk mengurangi jumlah kecacatan pada produk kertas rokok.

Penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis selalu terbuka untuk saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak untuk kesempurnaan tulisan ini kedepan.

Medan, Desember 2010


(3)

UCAPAN TERIMAKASIH

Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis telah mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa materil, spiritual, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Aulia Ishak, S.T., M.T. selaku koordinator Tugas Akhir Departemen Teknik Industti USU.

3. Bapak Ir. Abdul Jabbar Rambe M.Eng dan Bapak Ir. Nazaruddin Matondang, MT, selaku Dosen Pembimbing dalam pelaksanaan Tugas Akhir yang telah memberikan banyak pengajaran baru bagi penulis dan memberikan motivasi yang sangat berharga.

4. Ibu Juliana, Pak Ikhsan, Pak Jimmy dan pihak pabrik PT. Papeteries De Mauduit yang telah bersedia mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian dan membantu penulis untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.

5. Bapak Ir. Nazaruddin Matondang, MT selaku dosen wali penulis, yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama penulis mengikuti perkuliahan.

6. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT dan Bapak Ir. A. Jabbar Rambe, M. Eng, selaku Kepala Laboratorium Pengukuran dan Statistik dan Staff,


(4)

Departemen Teknik Industri Universitas Sumatera Utara yang telah dengan tidak henti-hentinya memberikan nasehat kepada penulis untuk tetap semangat.

7. Bapak Ir. Poerwanto Msc., Ibu Ir. Khawarita Siregar MT, dan Bapak Buchari ST. M.Kes., selaku para penguji penulis yang telah memberi masukan yang dapat memperbaiki kekurangan laporan penulis.

8. Bang Mijo, Kak Dina, Bang Nurmansyah dan seluruh staf jurusan Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

9. Kedua orang tua penulis (Andy Khorman dan Wati) dan saudara-saudara penulis (Fieda Khorman dan Jestra Khorman) yang telah mendukung penulis dalam doa dan semangat. Semoga harapan dan cita-cita kita semua terwujud dengan Doa, kerja keras dan kerjasama.

10. Irsyad Nazar (Icad) yang selalu mendukung penulis dan setia menemani penulis. (Icad,,,cepet selesaikan akademisnya yaaaaa ^_^)

11. Tara’s Family (Kibot, Pengky, Gondang, Tatik, Sangek) yang telah mendukung penulis dan menghibur penulis di saat susah. (teman-teman,,,tanpa kalian,,,aku gak mungkin bisa seperti ini,,,maju terus ya!!) 12. Varia Defi, sahabat penulis yang selalu menemani dan mendukung

penulis.

13. Jaka Arief Kurniawan dan M.Iman Rizki selaku tim Tugas Akhir penulis yang telah sama-sama berjuang untuk mengambil data di pabrik.

14. Para Asisten Laboratorium Pengukuran dan Statistik (Bang Velino, Bang Budi, Kak Dwi, Kak Melda, Iman Rizki, Shinta, Eko, Delfandi, Wulan,


(5)

Nidia, Diky, Fakhri, Chani, Surya, Erin, Ita, Heryanto), yang telah banyak membantu penulis dalam bertukar pikiran (huaaaa,,,saya bersyukur jadi asisten Statistik,,,, dapat banyak ilmu yang mendukung skripsiku ^_^). 15. Rekan-rekan Stambuk 06 dan Pengurus dan Anggota HIMTI periode

2010-2011 atas dukungan dan kerjasamanya yang baik. Salam Kebersamaan


(6)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

ABSTRAK ... xvii

I. PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar Belakang Permasalahan ... I-1 1.2. Rumusan Masalah ... I-4 1.3. Tujuan Penelitian ... I-4 1.4. Asumsi dan Batasan Masalah ... I-5 1.4.1. Asumsi ... I-5 1.4.2. Batasan Masalah ... I-5 1.5. Sistematika Penulisan Tugas Akhir ... I-6


(7)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1

2.1. Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-2 2.3. Organisasi dan Manajemen ... II-3 2.3.1 Struktur Organisasi ... II-3 2.3.2 Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan ... II-5 2.3.3 Sistem Pengupahan dan Fasilitas yang Digunakan ... II-6 2.4. Proses Produksi ... II-8 2.4.1 Bahan ... II-9 2.4.1.1 Bahan Baku ... II-9 2.4.1.2 Bahan Penolong ... II-11 2.4.1.3 Bahan Tambahan ... II-15 2.4.2 Pengendalian Mutu Produk... II-15 2.4.3 Uraian Proses Produksi... II-18 2.4.3.1 Tahap Persiapan... II-18 2.4.3.2 Tahap Proses Pembuatan Kertas di Paper

Machine ... II-21 2.4.3.3 Tahap Finishing ... II-24


(8)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

2.4.4 Mesin, Peralatan, dan Utilitas ... II-27 2.4.4.1 Mesin ... II-27 2.4.4.2 Peralatan (Equipment) ... II-33 2.4.4.3 Utilitas ... II-33

III. LANDASAN TEORI ... III-1

3.1. Pengendalian Kualitas ... III-1 3.2. Stratifikasi ... III-1 3.3. Pareto Diagram ... III-2 3.4. Fish Bone (Cause and Effect Diagram) ... III-3 3.5. Response Surface Methodology ... III-5 3.6. Model Orde Pertama ... III-8 3.7. Metode Steepest Descent ... III-12 3.8. Model Orde Kedua ... III-15 3.9. Central Composite Design ... III-16 3.10. Teori Mengenai Desain Eksperimen... III-22 3.10.1. Tujuan Desain Eksperimen ... III-23 3.10.2. Prinsip Dasar Dalam Desain Eksperimen ... III-24


(9)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.10.2.1. Replikasi ... III-25 3.10.2.2. Pengacakan ... III-26 3.10.2.3. Kontrol Lokal ... III-26 3.10.3. Langkah-langkah membuat desain percobaan ... III-27 3.10.4. Pengumpulan Data ... III-2 3.10.5. Metode Analisis ... III-2

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1. Jenis Penelitian ... IV-2 4.2. Lokasi Penelitian ... IV-3 4.3. Obyek Penelitian... IV-3 4.4. Identifikasi Variabel Penelitian ... IV-3 4.5. Metode Penelitian ... IV-4 4.5.1. Pengumpulan Data ... IV-4 4.5.2. Penentuan Teknik Pengumpulan Data ... IV-5 4.5.3. Metode Pengolahan Data ... IV-6 4.6. Analisis Hasil Perancangan ... IV-8 4.7. Kesimpulan dan Saran ... IV-8


(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN V. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-I

5.1. Pengumpulan Data Sekunder dengan Stratifikasi ... V-1 5.2. Pembuatan Pareto Diagram ... V-2 5.3. Pembuatan Fish Bone ... V-4 5.4. Pengumpulan Data Model Orde Pertama... V-5 5.4.1. Penentuan Faktor Penelitian ... V-6 5.4.2. Penetapan Titik Setting Faktor ... V-6 5.4.3. Penetapan Range Faktor ... V-6 5.4.4. Jumlah Produk Cacat Kertas Rokok dalam Rentang

Produksi selama 1 Hari ... V-7 5.5. Pengolahan Data untuk Orde Pertama ... V-9 5.5.1. Penentuan Koefisien b0, b1, b2 dan b3 ... V-9

5.5.2. Uji Ketidaksesuaian Model Orde Pertama ... V-13 5.6. Steepest Descent ... V-15 5.7. Penentuan Model Orde Kedua ... V-17

5.7.1. Penentuan Koefisien b0, b1, b2, b3, b11, b22, b33, b12,

b13, b23 ... V-17


(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.7.3. Uji Ketidaksesuaian Model Orde Kedua ... V-26 5.8. Penentuan Titik Optimum Faktor ... V-28

VI. ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1

6.1. Analisis Stratifikasi dan Pareto Diagram ... VI-1 6.2. Analisis Fish Bone ... VI-1 6.3. Analisis Model Orde Pertama ... VI-2 6.4. Analisis Steepest Descent ... VI-3 6.5. Analisis Model Orde Kedua ... VI-5 6.6. Analisis Contour Plot ... VI-6 6.7. Analisis Penentuan Titik Optimum Faktor ... VI-6

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1. Kesimpulan... VII-1 7.2. Saran ... VII-3


(12)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Presentasi Kecacatan Enam Bulan Terakhir ... I-2 2.1. Jenis Pulp Serat Panjang ... II-10 2.2. Jenis Pulp Serat Pendek ... II-10 2.3. Jenis Kalsium Karbonat ... II-12 2.4. Jenis-jenis Cationic Retention Aid ... II-12 2.5. Jenis-jenis Anti Foam ... II-13 2.6. Jenis Biocide ... II-13 2.7. Jenis Citric Acid ... II-14 2.8. Jenis Potassium Hydroxide ... II-14 2.9. Jenis-jenis Coagulant ... II-14 2.10. Perbedaan Kertas Biasa dengan Kertas Rokok ... II-18 3.1. Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Pertama ... III-11 3.2. Faktor dan Level dalam Desain Eksperimen ... III-13 3.3. Perhitungan Pergerakan Level pada Metode Steepest Descent ... III-14 3.4. Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Kedua ... III-19 5.1. Stratifikasi Jumlah Kecacatan Produk ... V-1 5.2. Urutan Jenis Kecacatan ... V-3 5.3. Simbol Faktor ... V-6 5.4. Range Faktor ... V-7 5.5. Jumlah Produk Cacat (Per 1 Hari Produksi) ... V-8


(13)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.6. Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Pertama ... V-14 5.7. Cara Perhitungan Pergerakan Level pada Metode Steepest Descent V-15 5.8. Perhitungan Pergerakan Level pada Metode Steepest Descent ... V-16 5.9. Nilai Faktor setelah Steepest Descent ... V-18 5.10. Nilai α untuk Masing - masing Faktor ... V-20 5.11. Jumlah Produk Cacat (Per 1 Hari Produksi) ... V-20 5.12. Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Kedua ... V-28 6.1. Perhitungan Pergerakan Level pada Metode Steepest Descent ... VI-3 6.2. Nilai Faktor setelah Steepest Descent ... VI-4 6.3. Nilai α untuk Masing-masing Faktor ... VI-5


(14)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi PT.PDM Indonesia ... II-4 2.2. Blok Diagram Pembuatan Kertas Rokok... II-26 3.1. Diagram Pareto ... III-3 3.2. Model Diagram Sebab Akibat ... III-4 3.3. Central Composite Design ... III-17 3.4. Jenis - jenis Desain Percobaan Sebenarnya ... III-31 4.1. Blok Diagram Metodologi Penelitian... IV-2 4.2. Kerangka Konseptual ... IV-4 5.1. Pareto Diagram ... V-3 5.2. Fish Bone ... V-5 5.3. Desain 2k ... V-8 5.4. Grafik Steepest Descent ... V-17 5.5. Central Composite Design ... V-18 5.6. Contour Plots Terhadap Jumlah Cacat ... V-25 6.1. Fish Bone ... VI-2


(15)

ABSTRAK

PT. Papeteries De Mauduit merupakan suatu perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang pembuatan kertas rokok. Pada saat melakukan studi pendahuluan pada proses pembuatan kertas rokok dan diketahui bahwa kondisi proses pembuatan kertas rokok saat ini menunjukkan tingkat kecacatan produk yang cukup tinggi. Namun, belum diketahui penyebab utama dari kecacatan tersebut.

Oleh karena itu, diperlukan suatu metode untuk mendapatkan informasi mengenai setting faktor yang optimal agar jumlah produk cacat dapat dikurangi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi kondisi operasi yang diinginkan adalah metode Response Surface Methodology (RSM). Sedangkan dalam penentuan penyebab kecacatan digunakan fish bone berdsarkan jenis kecacatan yang dicari dengan metode pareto diagram.

Berdasarkan hasil analisis Pareto Diagram, diperoleh bahwa tingkat kecacatan tertinggi terdapat pada jenis cacat unstable porosity dan wrinkle. Kemudian dengan analisis Fish Bone, dicari penyebab masalah dan diperoleh bahwa adanya pengaturan mesin yang tidak standar dalam hal ini Temperatur Madeleine Roll, Reel Moisture dan Draw Ratio. Kondisi operasi yang dilakukan oleh pihak perusahaan sebelum penggunaan metode RSM, yakni Temperatur Madeleine Roll: 125˚C, Reel Moisture: 5.2% dan Draw Ratio: 0.94. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk menentukan model orde pertama dan dihasilkan model yaitu: Y = 236.008 – 14.909 x1 + 6.919 x2 – 6.091 x3, selanjutnya

dilakukan pengujian dan memberikan kesesuaian. Prosedur SD memberikan hasil yaitu: Temperatur Madeleine Roll (x1) = 130˚C, Reel Moisture (x2) = 5.2% dan Draw Ratio (x3) = 0.94. Setelah itu dilakukan pembuatan model orde kedua dan menghasilkan model yaitu: Y = 155.707 – 0.217x1 + 6.152x2 + 6.813x3 + 3.116x12

– 4.971x22 – 2.614x32 – 2.551x1x2 – 2.139x1x3 – 3.264x2x3, dimana pengujian

yang dilakukan memberikan kesesuaian. Penentuan titik optimum memberikan hasil yaitu: Temperatur Madeleine Roll = 131˚C, Reel Moisture = 5.3% dan Draw Ratio = 0.93.

Hasil penelitian perolehan titik optimum tersebut disampaikan kepada supervisor agar dapat diterapkan di perusahaan. Dengan penerapan titik optimum faktor-faktor penyebab kecacatan akan dapat meminimasi jumlah kecacatan pada produk kertas rokok. Dengan jumlah produk cacat yang minimum, tentu perusahaan tersebut tidak akan mengalami kerugian yang terlalu banyak.

Kata Kunci : Response Surface Methodology, kertas rokok, pareto diagram, fish bone


(16)

ABSTRAK

PT. Papeteries De Mauduit merupakan suatu perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang pembuatan kertas rokok. Pada saat melakukan studi pendahuluan pada proses pembuatan kertas rokok dan diketahui bahwa kondisi proses pembuatan kertas rokok saat ini menunjukkan tingkat kecacatan produk yang cukup tinggi. Namun, belum diketahui penyebab utama dari kecacatan tersebut.

Oleh karena itu, diperlukan suatu metode untuk mendapatkan informasi mengenai setting faktor yang optimal agar jumlah produk cacat dapat dikurangi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi kondisi operasi yang diinginkan adalah metode Response Surface Methodology (RSM). Sedangkan dalam penentuan penyebab kecacatan digunakan fish bone berdsarkan jenis kecacatan yang dicari dengan metode pareto diagram.

Berdasarkan hasil analisis Pareto Diagram, diperoleh bahwa tingkat kecacatan tertinggi terdapat pada jenis cacat unstable porosity dan wrinkle. Kemudian dengan analisis Fish Bone, dicari penyebab masalah dan diperoleh bahwa adanya pengaturan mesin yang tidak standar dalam hal ini Temperatur Madeleine Roll, Reel Moisture dan Draw Ratio. Kondisi operasi yang dilakukan oleh pihak perusahaan sebelum penggunaan metode RSM, yakni Temperatur Madeleine Roll: 125˚C, Reel Moisture: 5.2% dan Draw Ratio: 0.94. Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk menentukan model orde pertama dan dihasilkan model yaitu: Y = 236.008 – 14.909 x1 + 6.919 x2 – 6.091 x3, selanjutnya

dilakukan pengujian dan memberikan kesesuaian. Prosedur SD memberikan hasil yaitu: Temperatur Madeleine Roll (x1) = 130˚C, Reel Moisture (x2) = 5.2% dan Draw Ratio (x3) = 0.94. Setelah itu dilakukan pembuatan model orde kedua dan menghasilkan model yaitu: Y = 155.707 – 0.217x1 + 6.152x2 + 6.813x3 + 3.116x12

– 4.971x22 – 2.614x32 – 2.551x1x2 – 2.139x1x3 – 3.264x2x3, dimana pengujian

yang dilakukan memberikan kesesuaian. Penentuan titik optimum memberikan hasil yaitu: Temperatur Madeleine Roll = 131˚C, Reel Moisture = 5.3% dan Draw Ratio = 0.93.

Hasil penelitian perolehan titik optimum tersebut disampaikan kepada supervisor agar dapat diterapkan di perusahaan. Dengan penerapan titik optimum faktor-faktor penyebab kecacatan akan dapat meminimasi jumlah kecacatan pada produk kertas rokok. Dengan jumlah produk cacat yang minimum, tentu perusahaan tersebut tidak akan mengalami kerugian yang terlalu banyak.

Kata Kunci : Response Surface Methodology, kertas rokok, pareto diagram, fish bone


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

PT. Kimsari Paper Indonesia atau yang sekarang bernama PT. Papeteries De Mauduit merupakan suatu perusahaan kimiawi yang bergerak di bidang produksi kertas rokok dengan status Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Hasil produksi dari perusahaan ini disalurkan kepada perusahaan-perusahaan rokok di Indonesia seperti PT. Gudang Garam, PT. Dji Sam Soe dan beberapa perusahaan rokok lain di Pulau Sumatera dan Jawa.

Dalam menjalankan produksinya, sering terjadi cacat produk dalam jumlah yang sangat banyak. Produk cacat yang dihasilkan digunakan kembali sebagai bahan baku pada produksi kertas rokok berikutnya. Komposisi bahan baku yang berasal dari produk cacat digunakan dalam persentase yang kecil bila dibandingkan dengan jumlah defects keseluruhan sehingga sisa produk cacat dijadikan inventory untuk digunakan dalam proses produksi berikutnya. Namun kertas rokok yang cacat bila disimpan dalam waktu yang lama di gudang akan menyebabkan produk cacat menjadi lapuk, sementara bahan baku yang berasal dari produk cacat harus dalam keadaan yang masih baik agar tidak mempengaruhi komposisi bahan baku yang lain.

Di dalam era persaingan industri secara global yang semakin pesat ini, tentu setiap perusahaan harus melakukan yang terbaik untuk meningkatkan


(18)

profitabilitas perusahaan agar dapat diakui secara global dan agar dapat meningkatkan pangsa pasarnya. Namun kenyataannya, tingkat kecacatan pada produksi kertas rokok di perusahaan tersebut bersifat fluktuasi untuk setiap periode tertentu. Bila hal ini dibiarkan terus menerus, perusahaan akan mengalami penurunan laba di dalam memasarkan produknya. Biaya yang dibutuhkan perusahaan untuk menjalankan produksinya semakin meningkat sedangkan kerugian yang dialami juga meningkat. Produktivitas di perusahaan tersebut akan mengalami penurunan dalam jangka waktu panjang yang dapat menurunkan profitabilitas perusahaan. Perusahaan pun tidak akan mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan pembuat kertas rokok lainnya. Perusahaan sangat menginginkan untuk dapat mengurangi tingkat kecacatan yang terjadi.

Berikut merupakan presentasi jumlah kecacatan produk kertas rokok yang terjadi dalam periode enam bulan terakhir pada tahun 2010 :

Tabel 1.1. Presentasi Kecacatan Enam Bulan Terakhir

Bulan Total Kecacatan

(kg)

April 64,370

Mei 71,604.16

Juni 52,822.32

Juli 55,621.03

Agustus 52,979.67

September 48,473.18

sumber : PT. PDM Indonesia

Pengendalian kualitas merupakan suatu fungsi manajemen untuk mengurangi maupun mengendalikan jumlah produk yang cacat ataupun yang tidak


(19)

memenuhi spesifikasi perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan laba perusahaan. Dalam melakukan proses produksi, ada beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi kecacatan tersebut baik dari mesin, metode kerja, material yang digunakan dan faktor lainnya. Namun dari faktor-faktor tersebut belum diketahui secara spesifik bagian mana yang mempengaruhi kecacatan produk paling besar baik dari setting mesin, pemberian komposisi bahan baku, metode kerja maupun faktor lainnya. Oleh sebab itu dalam penelitian ini dilakukan analisis penyebab kecacatan tersebut dan menentukan titik yang optimal dari faktor-faktor penyebab kecacatan tersebut untuk dapat mengurangi jumlah kecacatan tersebut. Dalam hal ini, untuk menganalisis penyebab kecacatan pada produk kertas rokok digunakan metode Response Surface Methodology, yang merupakan salah satu metode dalam teknik pengendalian kualitas yang bertujuan untuk menentukan titik optimal dari faktor-faktor yang mempengaruhi unit eksperimen. Dalam hal ini, faktor-faktor yang dipilih untuk digunakan dalam eksperimen adalah yang bersifat controlable. Metode Response Surface dapat digunakan untuk mengurangi jumlah produk yang cacat. Titik optimal dari faktor-faktor yang mempengaruhi kecacatan yang diperoleh dari hasil analisis dengan metode tersebut digunakan lagi di dalam eksperimen baru untuk melihat seberapa besar penurunan jumlah produk cacat yang dihasilkan. Dengan pengaplikasian dari titik optimal dari faktor penyebab kecacatan yang terpilih tentu perusahaan akan mengalami kemajuan dalam menghasilkan kertas rokok yang lebih baik.


(20)

1.2. Rumusan Masalah

Berdsarkan latar belakang permasalahan, adapun fenomena yang dihadapi PT. Papeteries De Mauduit ialah tingginya jumlah produk cacat pada produk kertas rokok yang dipengaruhi faktor-faktor tertentu.

Untuk memahami lebih lanjut tentang permasalahan dan cara penanggulangannya maka pertanyaan yang perlu dijawab : Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kecacatan pada produk kertas rokok?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah memperoleh titik optimum dari faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas kertas rokok dalam usaha mengurangi jumlah produk cacat.

Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Membuat stratifikasi untuk menggolongkan jenis kecacatan dengan jumlah yang cacat.

2. Membuat Pareto Diagram untuk melihat jenis kecacatan mana yang harus diatasi.

3. Membuat Fish Bone untuk menganalisis penyebab kecacatan.

4. Menentukan fungsi linier sebagai pendekatan untuk mencari daerah optimum yang akan digunakan sebagai wilayah percobaan.

5. Menentukan level percobaan didaerah optimum.

6. Menentukan fungsi kuadratis sebagai pendekatan untuk mencari titik optimum faktor.


(21)

1.4. Asumsi dan Batasan Masalah 1.4.1. Asumsi

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Ketrampilan karyawan dalam mengoperasikan mesin dan peralatan produksi telah sesuai dengan standar yang berlaku.

2. Tidak ada perubahan secara tiba-tiba dalam setting proses produksi. 3. Kondisi lingkungan pabrik dalam keadaan stabil dan normal. 4. Keadaan perlengkapan serta mesin dianggap cukup baik.

1.4.2. Batasan Masalah

Penelitian dilakukan dalam batasan-batasan tertentu, antara lain: 1. Penelitian dilakukan pada bagian pembuatan kertas rokok.

2. Produk kertas rokok yang diamati adalah produk House of Sampoerna. 3. Produk cacat yang diamati adalah produk yang di luar spesifikasi

perusahaan.

4. Variabel input yang diteliti berupa faktor-faktor yang merupakan hasil analisis Fish Bone Diagram.

5. Variabel respon yang akan ditentukan kondisi terbaiknya adalah jumlah produk cacat.

6. Penentuan jenis kecacatan yang akan dianalisis menggunakan Pareto Diagram.

7. Jumlah data yang digunakan untuk analisis Pareto Diagram sesuai dengan produksi untuk 30 hari (bulan September 2010).


(22)

1.5. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Sistematika penyusunan bab yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Menjelaskan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup dan asumsi penelitian dan sistematika penulisan tugas akhir.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Menguraikan secara singkat sejarah dan gambaran umum perusahaan, organisasi dan manajemen serta proses produksi.

BAB III LANDASAN TEORI

Memaparkan teori-teori yang digunakan dalam analisis pemecahan masalah.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

Menampilkan tahapan-tahapan penelitian mulai dari persiapan hingga penyusunan laporan tugas akhir.

BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Mengumpulkan data primer dan sekunder serta mengolah data yang membantu dalam pemecahan masalah.

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH


(23)

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Memberikan hasil penelitian secara keseluruhan dan menunjukkan kesimpulan yang didapat dari hasil pemecahan masalah dan saran-saran yang bermanfaat bagi pihak perusahaan.


(24)

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1. Sejarah Perusahaan

PT. Kimsari Paper Indonesia didirikan pada tahun 1984 dan mulai melakukan produksi kertas rokok pada tahun 1985. PT. Kimsari Paper Indonesia merupakan sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang produksi kertas rokok dengan status Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Perusahaan ini didirikan atas prakarsa tiga pemegang saham, yaitu PT. Sarida Perkasa, PT. Duta Mendut dan Kimberly Clark Corporation yang mana pada akhir tahun 1983 membeli seluruh aset eks. PT Delitua Paper Mill yang mengalami likuidasi dengan SPP Presiden No. 441/I/PMA/1983, 31 Desember 1983 dan akte pendirian 31 Desember 1983 N0. 427, 24 Februari 1984 Notaris Ridwan Suselo, Jakarta.

Papeteries de Mauduit (PDM) yang merupakan anak perusahaan Schweiter-Mauduit di Prancis, terlibat dalam desain dan konstruksi pabrik pada pertengahan tahun 1980-an, memberikan bantuan teknis dan lisensi kepada Kimsari untuk menggunakan merek dagang PDM dalam memasarkan produk di Indonesia. Pada tahun 24 Oktober 2003, Schweitzer-Mauduit International Inc mengumumkan di Alpharetta bahwa adanya kesepakatan untuk mengambil salah satu anak perusahaannnya yaitu PT. Kimsari Paper Indonesia. Schweitzer-Mauduit France mengambil alih kepemilikan 100 persen saham Kimsari. Transaksi tersebut direalisasikan dalam kurun waktu 90 hari oleh pemerintah.


(25)

Sejak saat itu PT. Kimsari Paper Indonesia berganti nama menjadi PT. PDM Indonesia.

Dari tahun ke tahun perusahaan ini mengalami perkembangan yang baik dengan adanya peningkatan dalam kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan melalui modifikasi beberapa mesin produksi, perluasan lantai produksi, dan koordinasi dengan semua unit dalam perusahaan. PT. PDM Indonesia yang merupakan penghasil kertas rokok terbesar di Indonesia, sangat menjaga kualitas produksinya agar kertas rokok yang dihasilkan selalu sesuai dengan standard kualitas yang ditentukan.

2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha

Perusahaan ini bergerak dalam bidang industri pembuatan kertas rokok (cigarette paper). Kertas rokok tersebut diproduksi dalam dua bentuk yaitu bobbin dan ream. Adapun ukurannya yaitu :

- Bobbin (gulungan), lebar 24-29 mm Panjang 5500-6000 cm

- Ream (lembaran), lebar 51 cm

Panjang 76-83 cm, Jumlah 500 lembar

Produk ini dipasarkan ke pabrik-pabrik rokok yang ada di Sumatera Utara dan Pulau Jawa. Pasar terbesar perusahaan terutama adalah dari Pulau Jawa sekitar 75% dan daerah Sumatera Utara sekitar 25%.


(26)

2.3. Organisasi dan Manajemen

Organisasi dan manajemen merupakan faktor yang paling penting untuk memperlancar aktivitas perusahaan sehingga tercapai sasaran dan target yang diharapkan. Agar aktivitas perusahaan berjalan dengan lancar maka perusahaan harus memiliki organisasi dan manajemen yang baik. Perusahaan yang terdiri dari beberapa bagian aktivitas yang berbeda-beda harus dikoordinasikan sedemikian rupa sehingga dapat mencapai sasaran dan target perusahaan dengan efisiensi yang tinggi.

2.3.1. Struktur Organisasi

Struktur organisasi adalah suatu cara atau sistem untuk mengadakan pembagian kerja, pembatasan tugas, tanggung jawab, dan wewenang serta menetapkan hubungan-hubungan antar unsur organisasi yang satu dengan yang lain sehingga memungkinkan orang untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan.

Struktur organisasi yang digunakan di PT. PDM Indonesia adalah struktur organisasi garis dan fungsional, yaitu perpaduan antara organisasi garis dan organisasi fungsional. Adapun struktur organisasi di PT. PDM Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(27)

Sumber : PT. PDM Indonesia


(28)

2.3.2. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja Perusahaan

Jumlah tenaga kerja pada PT. PDM Indonesia adalah sebanyak 201 orang yang terdiri atas 178 orang laki-laki dan 23 orang wanita. Tenaga kerja ini dapat digolongkan atas staf dan karyawan. Golongan staf adalah pekerja pada tingkat direktur, manajer, kepala bagian, dan pekerja yang tidak bekerja pada bagian produksi. Sedangkan golongan karyawan adalah pekerja yang bekerja pada bagian produksi termasuk satpam.

Staf bekerja pada hari Senin sampai Jumat dengan jumlah jam kerja 7 jam sehari. Jadwal kerja golongan staf adalah sebagai berikut:

- Pukul 08.30 – 12.00 waktu kerja - Pukul 12.00 – 13.30 waktu istirahat - Pukul 13.30 – 17.00 waktu kerja

Untuk karyawan, jadwal kerja dibagi atas 3 shift, dimana jam kerjanya pada hari senin - minggu adalah 7 jam sehari. Jadwal kerjanya adalah berikut:

Shift 1 Pukul 06.00 – 12.00 waktu kerja Pukul 12.00 – 13.00 waktu istirahat Pukul 13.00 – 14.00 waktu kerja Shift 2 Pukul 14.00 – 18.00 waktu kerja

Pukul 18.00 – 19.00 waktu istirahat Pukul 19.00 – 22.00 waktu kerja Shift 3 Pukul 22.00 – 02.00 waktu kerja

Pukul 02.00 – 03.00 waktu istirahat Pukul 03.00 – 06.00 waktu kerja


(29)

2.3.3. Sistem Pengupahan dan Fasilitas yang Digunakan

PT. PDM Indonesia memiliki 3 sistem pengupahan, yaitu: 1. Upah bulanan

Upah bulanan diberikan kepada karyawan yang sudah tetap, dimana jumlahnya ditentukan berdasarkan kebijakan pemerintah. Karyawan tetap yang bekerja pada perusahaan ini berjumlah 186 orang yang terdiri dari manajer, kepala bagian, dan supervisor.

2. Upah borongan

Upah borongan diberikan kepada karyawan yang bekerja pada masa tertentu dimana jumlahnya disesuaikan dengan perjanjian antara perusahaan dengan karyawan tersebut. Karyawan yang bekerja pada bagian ini ada 8 orang termasuk supir yang bertugas mengirim hasil produksi ke pabrik rokok yang ada di Sumatera maupun Pulau Jawa.

3. Upah harian

Upah harian diberikan kepada karyawan harian lepas dan pembayarannya dilakukan perhari. Karyawan lepas ini berjumlah 7 orang, yang terdiri atas cleaning service atau helper.

PT. PDM Indonesia memiliki sistem laporan penilaian terhadap karyawan yang digunakan untuk menentukan prestasi kerja serta kenaikan gaji atau upah terhadap karyawan tersebut. Sistem laporan penilaian tersebut antara lain:

- Kualitas kerja

Karyawan mampu melaksanakan pekerjaannya sesuai prosedur kerja yang ada di perusahaan dan mencapai hasil yang memuaskan.


(30)

- Kuantitas kerja

Karyawan mampu melaksanakan pekerjaannya lebih banyak dari rata-rata yang biasa dilakukan pekerja lainnya.

- Pengetahuan kerja

Karyawan mampu menguasai seluk beluk pekerjaannya dengan baik. - Kepatuhan kerja

Karyawan melaksanakan pekerjaannya tepat waktu sesuai instruksi atasan. - Kerjasama

Karyawan dapat bekerjasama dan membina hubungan baik dengan rekan sekerja, sehingga dapat menciptakn suasana kerja yang kondusif.

- Inisiatif

Karyawan mampu mengemukakan ide-ide dan saran yang membangun untuk kebaikan perusahaan.

- Loyalitas kepada perusahaan

Karyawan tersebut mampu menjaga nama baik perusahaan dengan sikap teladan.

- Kehadiran kerja

Karyawan selalu datang teratur sesuai dengan jadwal kerja. - Keselamatan kerja

Karyawan dapat melaksanakan pekerjaannya sesuai prosedur dan peraturan keselamatan kerja.

PT. PDM Indonesia juga menyediakan sarana untuk kesejahteraan tenaga kerja, yaitu sebagai berikut:


(31)

- Jaminan sosial untuk tenaga kerja (Jamsostek) - Jaminan Kesehatan

- Tunjangan Hari Raya - Tunjangan Keluarga

2.4. Proses Produksi

Pada proses manufaktur terdapat proses transformasi dari bahan baku (raw material) menjadi produk jadi. Proses ini disebut sebagai proses produksi yang didefinisikan sebagai suatu metode dan teknik-teknik mengubah input menjadi output sehingga hasil yang berupa barang atau jasa serta hasil sampingannya memiliki nilai tambah atau nilai guna yang berarti. Dalam pengolahaan proses tersebut dapat terjadi perubahan secara fisik seperti bentuk dan dimensi, maupun non fisik seperti sifat. Sedangkan yang dimaksud dengan nilai tambah adalah nilai keluaran yang bertambah secara fungsional dan ekonomis.

Setiap perusahaan memiliki keinginan untuk meningkatkan produktivitasnya sehingga diperlukan pemahaman terhadap proses produksi yang ada agar dapat mempermudah dalam menganalisa kerja perusahaan guna perbaikan sistem kerja. Untuk itu perlu diketahui proses produksi di PT. PDM Indonesia yang meliputi bahan baku, bahan penolong, bahan pembantu serta tahapan proses produksi.


(32)

2.4.1. Bahan

Untuk memproduksi kertas rokok, PT. PDM Indonesia menggunakan bahan dengan syarat utama harus bersertifikat food grade (aman untuk makanan) dan tidak mengandung bahan berbahaya (non hazardous material). Bahan yang digunakan untuk memproduksi kertas rokok terdiri dari bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong.

2.4.1.1.Bahan Baku

Bahan baku utama adalah bahan utama yang digunakan dalam pembuatan produk pada proses produksi dan memiliki persentase yang besar dibandingkan bahan-bahan lainnya. Adapun bahan baku yang digunakan dalam proses produksi di PT. PDM Indonesia adalah:

a. Pulp serat panjang (Needle Bleached Kraft Pulp)

Gunanya untuk kerangka dasar struktur dan menjaga kekuatan kertas sewaktu masih dalam keadaan basah (wet strenght) dan mempertahankan kekuatan kertas agar tidak mudah putus (runability) pada proses pembuatan maupun pada mesin pembuat kertas rokok. Serat NBKP masih panjang dan harus dihaluskan melalui proses penggilingan (refining). Pulp serat panjang ini sangat banyak jenisnya, diantaranya dapat dilihat pada Tabel 2.1.


(33)

Tabel 2.1. Jenis Pulp Serat Panjang

Nama Jenis Negara Asal Dipakai (aplikasi)

NBKP Caribo Serat Panjang Canada Hydra Pulper NBKP Harmac Serat Panjang Canada Hydra Pulper Fax Pulp Serat Panjang Afrika Selatan Hydra Pulper Abaca Pulp Serat Panjang Filipina Hydra Pulper Sumber : PT.PDM Indonesia

b. Pulp Serat Pendek (Leaf Bleached Kraft Pulp)

Berfungsi sebagai pembentuk perata sususnan kertas dan pengisi (sheet uniformity). Serat LBKP tidak perlu dihaluskan lagi agar tidak hancur. Pulp serat pendek ini beragan jenis, diantaranya disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Jenis Pulp Serat Pendek

Nama Jenis Negara Asal Dipakai (aplikasi)

LBKP Baycell Serat Pendek Chilli Hydra Pulper LBKP Santa Fc Serat Pendek France, USA Hydra Pulper LBKP Aracruz Serat Pendek Brazil Hydra Pulper Sumber : PT.PDM Indonesia

c. Kertas Bekas (Broke)

Kertas bekas merupakan kertas-kertas hasil produksi dari tiap Paper Machine yang tidak layak jual karena adanya kerusakan, tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan konsumen ataupun sisi kertas yang terbuang.

Pemakaian kertas bekas ini dapat mengurangi biaya produksi karena jumlahnya banyak dan juga dapat membantu kerataan formasi kertas serta kelengkungan. Jenis-jenis kertas broke adalah :


(34)

1. Wet Broke

Yaitu kertas yang belum memasuki proses drying atau berasal dari sisiran pada saat pressing.

2. Dry Brooke

Yaitu broke yang telah kering atau telah memasuki drying namun putus dengan sendirinya.

2.4.1.2.Bahan Penolong

Bahan penolong adalah bahan yang digunakan untuk memperlancar proses produksi, tetapi tidak tampak di bagian akhir produk. Bahan penolong yang digunakan di PT. PDM Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Precipitated Calcium Carbonate

CaCO3 dengan struktur Calcite dan partikel size-nya berukuran 1.0 ±0.2

µ m digunakan sebagai filler (bahan pengisi) kertas, pemerata pori-pori (porosity) dan memutihkan kertas (whiteness). Guna filler antara lain :

1. Menghasilkan struktur atau susunan kertas yang lebih baik

2. Meningkatkan tekstur agar permukaannya lebih halus dan komposisinya lebih seragam.

3. Meningkatkan opacity (daya tahan terhadap sinar) pada kertas 4. Membuat hasil cetakan menjadi lebih baik

Jenis-jenis kalsium karbonat yang dipakai antara lain dapat dilihat pada Tabel 2.3.


(35)

Tabel 2.3. Jenis Kalsium Karbonat

Nama Jenis Negara /Daerah Asal Dipakai (aplikasi)

PC 700 Tepung CaCO3 Jepang Dissolving Tank

Precarb 100 Tepung CaCO3 Malaysia Dissolving Tank

LA 100 Tepung CaCO3 Yogyakarta Dissolving Tank Sumber : PT.PDM Indonesia

b. Cationic Retention Aid

Bahan dasar CRA (starch) dan gum arabicum, kanji kentang yang dibutuhkan untuk pengikat partikel buburan sehingga menghasilkan buburan pulp yang homogen dan menambah kekuatan kertas pada waktu basah maupun kering dan mengurangi lose pada wire. Jenis-jenis CRA yang dipakai adapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Jenis-jenis Cationic Retention Aid

Nama Jenis Negara/Daerah Asal Dipakai (aplikasi)

Meyproid Gum Arabicum France Hyra Pulper

4200 Gum Arabicum France, Korea Hydra Pulper Polygal

Redibond

Modifikasi

Kanji Jakarta Forming

Raysamil T150

Modifikasi

Kanji Lampung Forming


(36)

c. Anti Foam (Deformer)

Polimer yang berdasarkan water base digunakan untuk mencegah buih-buih agar tidak masuk kedalam kertas. Jenis-Jenis anti foam yang dipakai dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Jenis-jenis Anti Foam

Nama Jenis Negara/Daerah Asal Dipakai (aplikasi)

Bevaloid 5631 Anti Busa France Mixing

Nopco ENA-475 Anti Busa Tanggerang Mixing

Afranil Anti Busa Tanggerang Mixing

Sumber : PT.PDM Indonesia

d. Pencegah Bakteri (biocide)

Biocide digunakan sebagai pembunuh bakteri untuk mencegah penggumpalan bakteri (slime pot), Jenis-jenis biocide dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Jenis Biocide

Nama Jenis Negara/Daerah Asal Dipakai (aplikasi)

Natrium Hypochlorite

Biocide,

Anti Bakteri Medan Forming

Sumber : PT.PDM Indonesia

e. Citric Acid, Anhydrous C6H8O7 Kering

Citric acid atau asam citrun yang dipakai sebagai zat pembakar dalam kertas yang harus dinetralkan dengan KOH. Jenisnya disajikan pada Tabel 2.7.


(37)

Tabel 2.7. Jenis Citric Acid

Nama Jenis Daerah Asal Dipakai (aplikasi)

Citric Acid C6H8O7

Zat pembakar Lampung Size Press Sumber : PT.PDM Indonesia

f. Potassium Hydroxide KOH

Digunakan untuk menetralisir Citric Acid sebelum diaplikasikan ke mesin distribusi. Jenisnya disajikan pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Jenis Potassium Hydroxide

Nama Jenis Negara Asal Dipakai (aplikasi) Potassium

Hydroxide, KOH

Penetralisir

Citric Acid India, Korea Cooking Tank

Sumber : PT.PDM Indonesia

g. Bahan penggumpal (coagulant)

Untuk pengolahan air sungai (water treatment). Jenis-jenis coagulant dapat dilihat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9. Jenis-jenis Coagulant

Nama Jenis Negara/Daerah Asal Dipakai (aplikasi) Poly Aluminium

Chloride

Penggumpal

(coagulant) Air sungai Korea, India, Jepang Water treatment

PAC Kymene Penggumpal white

water Korea Clarifier

Nalco 1452 Penggumpal white

water Jakarta Clarifier

Sumber : PT.PDM Indonesia


(38)

2.4.1.3.Bahan Tambahan

Bahan tambahan adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi dan berfungsi meningkatkan mutu produk serta merupakan bagian dari produk akhir. Bahan tambahan yang digunakan PT. PDM Indonesia adalah:

a. Kertas Pembungkus

Kegunaan kertas pembungkus adalah untuk membungkus kertas rokok dalam ukuran ream.

b. Core

Kegunaan core sebagai inti dari gulungan kertas selama proses penggulungan baik di paper machine maupun di bagian finishing.

c. Kotak Karton

Keguanaan kotak karton adalah untuk mengepak hasil produksi d. Label atau etiket

Kegunaan label sebagai pengenal peusahaan yang ditempel pada kertas pembungkus produk.

2.4.2. Pengendalian Mutu Produk

Pandangan konsumen (pemakai) terhadap mutu cigarette paper menunjukkan ada 3 unsur penting yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Kertas tahan dan tidak mudah putus dalam proses di pabrik kertas rokok pada kecepatan tinggi.

2. Keadaan kertas putih dan bersih.


(39)

Di PT. PDM Indonesia, setiap bahan baku yang masuk dilakukan pengujian standar mutu oleh departemen Quality Control. Fungsi Quality Control dibagi pada 2 kategori penting, yaitu untuk eksternal dan internal. Eksternal antara lain:

a. Sebagai pertimbangan akan kebutuhan konsumen. Yaitu pemenuhan spesifikasi yang diberikan oleh konsumen.

b. Hubungan baik dengan konsumen. Menerima keluhan konsumen mengenai kehandalan kualitas produk yang dihasilkan perusahaan.

c. Kepuasan konsumen. Memenuhi secara tepat segala kualifikasi yang ditargetkan oleh konsumen.

PT. PDM Indonesia dalam melakukan eksternal control biasanya langsung datang ke konsumen untuk mendengarkan saran atau keluhan dari pelangggan yang biasanya dilakukan 2 kali dalam sebulan, dan biasanya keluhan konsumen berupa masalah packaging (pengepakan), dan juga basis weight (masalah berat kertas). Internal control antara lain dilakukan melalui pemeriksaan sample kertas secara rutin, baik pada waktu produksi maupun sesudah produksi apakah cocok dengan spesifikasi yang ditentukan.

Adapun pelaksanaan quality control dibagi ke dalam 2 jenis tindakan, yaitu :

a. Dynamic control: meliputi departemen slitter (bobbin) dimana banyak petunjuk yang diambil dan dianalisa. Dynamic control selalu memberikan petunjuk seperti kecepatan yang tidak sama pada slitting machines.


(40)

Beberapa unsur yang perlu diperhatikan dalam pengendalian kualitas adalah: 1. Basis weight : Berat kertas yang merupakan satu unsur cigarrette paper yang

terpenting. Bila basis weight berubah maka semua parameter yang lain akan berubah. Basis weight ditentukan dalam satuan gr/m2.

2. Tensile Strenght : Untuk mengukur daya tahan maksimum kertas sampai putus. Bagian quality control memeriksa apakah sesuai dengan range yang telah ditetapkan. Jika ada penyimpangan dari range-nya akan diuji kembali dengan lebih mempertahankan arah serat (satuan KgF).

3. Porosity : Pengukuran aliran udara melalui kertas sample 20 cm2 dengan perbedaan tekanan 10 cm WG. Sangat penting untuk membedakan antara penembusan udara pada pori-porinya dengan penembusan udara pada lubang-lubang besar akibat kesalahan proses (satuan 4H20cm210WG).

4. Filler : Untuk megukur banyaknya CaCO3 yang tidak ditambahkan pada

kertas untuk meninggikan opacity atau porosity atau kedua-duanya (satuan %.In Paper).

5. Opacity : Utuk menguji daya tembus (daya tahan) kertas untuk menahan sinar terang (satuan %).

6. Brightness : Pengukuran keputihan kertas (916 lipatan) dengan sinar terang (satuan %).

7. Formation : Pemeriksaan secara visual terhadap susunan serat kertas, formasi jelek bukan berarti kertas memiliki kualitas yang jelek, tetapi yang diperhatikan adalah kertas mudah terputus pada waktu dipotong di mesin slitter.


(41)

Perbedaan kertas biasa dengan kertas rokok disajikan pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10. Perbedaan Kertas Biasa dengan Kertas Rokok

Kertas Biasa Kertas Rokok

Basis weight +/- (70 gr/m2) Basis weight +/- (25 gr/m2) Porosity +/- (5-10 cm) Porosity +/- (2-2,5cm) Tensile > 5 KgF Tensile > 3 KgF TiO2 sebagai filler CaCO3 sebagai filler Sumber : PT.PDM Indonesia

2.4.3. Uraian Proses Produksi

Uraian proses produksi di PT. PDM Indonesia dapat diuraikan atas beberapa tahapan yaitu tahap persiapan, tahap proses pembuatan kertas di Paper Machine, dan tahap finishing.

2.4.3.1.Tahap Persiapan

Bahan baku sebelum diolah menjadi kertas harus dipersiapkan terlebih dahulu. Bagian yang melaksanakan hal ini disebut stock preparation. Bahan yang digunakan ada tiga yaitu pulp NBKP, LBKP, dan CaCo3.

a. Pengolahan NBKP

Bahan baku NBKP dimasukkan ke dalam hydra pulper dengan menggunakan konveyor. Hydra pulper ini merupakan tangki untuk menguraikan serat-serat pulp yang dicampur dengan white water sebagai pengencer. Didalam hydra pulper terdapat pisau sebagai alat pemotong lembaran pulp sehingga


(42)

didapatkan buburan dengan konsistensi 38-40 gr/ltr. Proses berlangsung secara batch setiap 10-20 menit. Bahan baku ini digunakan sebanyak 1,5 bal untuk satu kali pelarutan.

Kemudian buburan NBKP ditransfer ke wood dump chest sebagai tempat penampungan sementara yang didalamnya terdapat agiator (pengaduk) untuk membuat konsistensi bubur tetap terjaga.

Lalu buburan NBKP dipompakan ke refiner. Refiner merupakan suatu alat yang berfungsi untuk memotong dan memecahkan serat sehingga serat-serat menjadi lebih halus. Kemudian buburan yang telah halus ini ditampung di refiner chest, dan dijaga konsistensinya sama dengan sebelum di mixing.

b. Pengolahan LBKP

LBKP sekitar 1,5 bal dilarutkan selama 10-20 menit. Untuk mendapatkan konsistensi 38-40 gr/liter. Proses juga berlangsung secara batch. Pelarutan LBKP dilakukan di hydra pulper bergantian dengan NBKP. Setelah itu dipompa ke dalam storage chest, sebagai tempat penampungan sementara. Larutan terus diaduk agar tidak mengendap sehingga konsistensinya tetap.

c. Pengolahan Broke

Buburan broke yang diproses di stock preparation ini berasal dari dry broke dan wet broke. Khusus untuk dry broke sebelum masuk ke mixing chest terlebih dahulu dihancurkan di sydra pulper untuk dibuat buburan dengan


(43)

konsistensi tertentu, selanjutnya buburan broke ditransfer ke super vibrator yang fungsinya hampir sama dengan refiner yaitu memecah gumpalan serat.

Untuk wet broke aliran prosesnya hampir sama dengan dry broke tetapi tidak melalui super fiberator karena wet broke tersebut berupa serat-serat yang sudah halus, maka alirannya langsung menuju broke chest.

d. Pengolahan Kalsium Karbonat

Kalsium karbonat dilarutkan di disolving tank sesuai dengan kebutuhan, tetapi biasanya dilarutkan sebanyak 125 kg untuk dicampur dengan 2000 liter air. Larutan diaduk selama 15 menit agar konsistensinya terjaga. Hasil larutan kalsium karbonat disaring dengan vibrating screen dengan ukuran 100 mesh.

e. Pencampuran NBKP, LBKP, Broke dan Kalsium Karbonat

Di mixing chest seluruh bahan baku NBKP, LBKP dan broke dicampur jadi satu. Komposisi dari pencampuran di mixing chest akan berlainan sesuai dengan grade kertas rokok yang diinginkan konsumen. Contoh salah satu komponen grade adalah low porosity dengan komposisi NBKP 25%, LBKP 35 % dan broke 40%. Konsistensi yang diinginkan adalah sekitar 60 gr/ liter. Pada saat pemompaan dalam proses mixing akan timbul buih-buih, sehingga diperlukan bahan tambahan seperti deformer untuk menghilangkan buih. Campuran ini dibuat sekitar 1 : 6 dengan air untuk kemudian dicampur terlebih dahulu di machine chest dan siap dipakai pada paper machine. Buburan dipompakan ke stock master yang digunakan untuk menjaga laju buburan pada machine tank.


(44)

Buburan yang keluar kemudian dialirkan ke centicleaner, yang berfungsi untuk mengeluarkan kontaminan berat berdasarkan gaya sentrifugal melalui tiga cleaner yaitu :

- Buburan yang telah diencerkan kembali dengan white water yang berasal dari penyaringan dipompakan ke primary cleaner. Kemudian buburan yang baik masuk ke constant level tank sedangkan reject masuk ke secondary cleaner. Di secondary cleaner dipisahkan lagi, dimana buburan yang baik masuk ke primary cleaner dan reject masuk ke tertiary cleaners dan kotorannya dibuang ke limbah pembuangan.

- Buburan yang baik dari primary cleaner diencerkan dalam constant level tank dengan white water dari pembuangan di wire. Buburan yang baik langsung ke headbox, sedangkan yang reject masuk ke rotary screen.

- Pada rotary screen dilakukan penyaringan, buburan yang baik masuk ke constant level tank dan reject mengalir ke wet broke chest.

2.4.3.2.Tahap Proses Pembuatan Kertas di Paper Machine

Setelah Approach flow system, tahap selanjutnya adalah pembuatan lembaran kertas yang berawal dari head box. Sistem yang dipakai adalah system close head box yang merupakan head box bertekanan untuk menjaga agar turbulansi didalam head box tetap stabil. Tujuan utama head box adalah :

a. Mengeluarkan aliran yang seragam dari slice opening ke wire dengan sudut dan kecepatan yang benar.


(45)

c. Menghasilkan turbulensi terkontrol untuk menghilangkan gumpalan fiber d. Mengatur grammatur kertas yang diproduksi

Dengan mengatur slice, maka aliran stock yang dihasilkan akan konstan dan hampir sama dengan kecepatan wire sehingga akan didapatkan kertas dengan formasi dan grammatur yang sama di tiap bagian.

Wire ini merupakan wire yang bersambung yang bergetar diantara dua roll besar, satu didekat headbox dan yang satu lagi diujung lainnya. Wire ini terbuat dari plastik berupa lembaran kasa yang telah dirancang sedemikian rupa. Di wire ini dilakukan pengurangan kadar air dengan memberikan tekanan vakum 4-5 bar secara terkontrol sehingga tidak merusak formasi lembaran kertas basah (wet paper). Wire juga dibersihkan secara kontinu dengan sistem shower sehingga wire tidak kotor dan selalu bersih.

Buburan diatas wire diayak dengan ukuran 100 mesh dan diatur sedemikian rupa agar berat dasar kertas diperoleh. Berat dasar kertas pada pembuatan kertas rokok ini merupakan elemen yang terpenting. Oleh karena itu, proses ini sangat diperhatikan. Air yang keluar dari wire selama pembentukan wet paper disebut white water dan biasanya ditampung di white water pit atau silo. White water ini didaur ulang secara terus menerus dan dipakai pada proses yang menggunakan air, karena akan lebih ekonomis dibandingkan dengan menggunakan fresh water. Kemudian buburan digiling lagi dengan dandy roll agar betul-betul uniform, setelah itu buburan dibentuk seperti lembaran (sheet).

Dari dandy roll, lembaran dipress dengan kekuatan 4-5 bar untuk mengeluarkan air yang terkandung. Walaupun masih basah, lembaran tersebut


(46)

sudah kuat untuk ditarik hingga kadar airnya menjadi 60%-65%. Lembaran yang masih basah dihisap oleh contact wire/ vacum rube menuju press utama.

Lembaran tersebut ditarik lagi ke embossing dengan pemberian garis horizontal yang disebut verge making, yang ditempatkan pada bagian bawah embossing. Pengepresan tergantung pada kadar air yang diinginkan. Setelah pemberian verge making, air residu dari kertas dibuang lagi denga cara evaporasi di main dryer. Proses evaporasi ini memerlukan banyak energi yang disuplai dalam bentuk uap. Main dryer juga merupakan bagian besar dalam mesin kertas sehingga memerlukan energi yang besar pula. Main dryer terdiri dari 15 dryer.

Tekanan dari steam bervariasi tergantung dari jenis kertas rokok yang akan diproduksi. Selanjutnya lembaran kertas yang kadar airnya mulai sedikit dilanjutkan ke unit size press yang berfungsi untuk melapisi permukaan kertas dengan chemical yang diberikan antara dryer 10 dan dryer 11.

Setelah melewati size press, kertas yang kadar airnya bertambah lagi akibat penambahan chemical tersebut dikeringkan lagi ke after dryer. Pengeringan ini melalui lima buah roll dengan suhu yang dibuat bertahap dari 500C sampai 1000C. Selanjutnya lembaran kertas ini ditransfer ke bagian on reel untuk digulung sesuai dengan order permintaan konsumen.

Kertas yang sudah kering digulung sehingga membentuk roll yang besar atau disebut juga dengan jumbo roll. Panjang jumbo roll itu tidak sama tergantung pada bentuk pada proses finishing. Bila untuk repping machine panjangnya sekitar 27000m. Pada penggulungan kertas menjadi jumbo roll, terdapat proses pemeriksaan quality control.


(47)

Jumbo roll dari on reel kemudian dicetak polanya berupa logo konsumen yang diinginkan. Pencetakan logo ini tergantung dari permintaan konsumen karena tidak semua roll dari paper machine yang melalui proses repping ini. Setelah roll selesai di repping, dibawa lagi ke bagian roll sliter untuk dipotong menjadi roll yang lebih kecil dimana lebar dan tebalnya dibuat sesuai kebutuhan.

2.4.3.3.Tahap Finishing

Pada tahap ini, rol-rol kertas rokok dibagi menurut bentuk kertas yang akan diproduksi. Kegiatan-kegiatan yang ada antara lain :

a. Ream Cutter

Rol-rol kecil dari roll sliter dipotong menjadi lembaran-lembaran (ream). Lembaran ini panjangnya 76-83 cm dan lebarnya 51 cm. Pada tahap ini kertas masih diperiksa untuk yang terakhir kalinya. Pemeriksaan yang dilakukan ialah : - Cutting

Pemeriksaan ini dilakukan pada hasil pemotongan oleh mesin. Apabila hasil pemotongan kasar, maka kertas akan dibuang menjadi broke.

- Penampilan fisik

Termasuk disini adalah kebersihan, jika kertas kotor maka kertas juga akan di buang dan dijadikan broke.

- Rectangular

Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada ream, kertas dilipat dan diperiksa apakah simetris atau tidak. Apabila ketidaksimetrisan kertas melampaui batas yang ditentukan, maka kertas di broke.


(48)

b. Bobbin Slitter

Rol-rol dari slitter dipotong lagi pada bagian ini menjadi bobbin-bobbin. Setiap bobbin mempunyai ukuran 24-29 mm. Sedangkan panjang kertas sekitar 5500-6000 m. Pada tahap ini, kertas yang berbentuk bobbin masih diperiksa lagi utnuk terakhir kalinya. Pemeriksaan yang dilakukan adalah :

- Cutting

Pemeriksaan ini dilakukan pada hasil pemotongan oleh mesin. Apabila hasil pemotongan kasar, maka kertas akan dibuang menjadi broke.

- Penampilan fisik

Termasuk disini adalah kebersihan, jika ada bagian bobbin kotor maka kertas juga akan di buang dan dijadikan broke.

- Hasil penggulungan

Pemeriksaan ini khusus dilakukan pada bobbin. Bobbin yang sudah dipotong, diperiksa gulungannya apakah rapi atau tidak. Jika ada bobbin yang kurang rapi akan dikirim ke bagian bobbin reclamer untuk digulung kembali.

c. Packaging

Produk jadi berbentuk ream atau bobbin yang sudah selesai, dibungkus dengan pembungkus. Setelah diletakkan labelnya kemudian dipindahkan ke gudang barang jadi untuk selanjutnya dikirimkan ke konsumen atau pabrik rokok. Blok diagram proses pembuatan kertas rokok dapat dilihat pada Gambar 2.2.


(49)

Penghancuran Bahan Baku

Pencampuran Bahan Baku Penghalusan Bahan Baku

Pelarutan Bahan Baku

Embossing Pressing Fourdriner

Pembersihan Bubur Kertas

Penggulungan Kertas Pengeringan II Pemberian Zat Kimia

Pengeringan I

Pemotongan Kertas Pencetakan Logo

Bentuk Bobbin Bentuk Ream

Packing

Tahap Persiapan

Bahan

Tahap Pembuatan

Kertas

Tahap Penyelesaian


(50)

2.4.4. Mesin, Peralatan, dan Utilitas 2.4.4.1.Mesin

Dalam memproduksi kertas rokok, PT. PDM Indonesia menggunakan beberapa jenis mesin. Adapun jenis dan spesifikasi mesin yang digunakan untuk memproduksi kertas rokok di PT.PDM Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Tangki Penampungan a. Wood Dump Chest

Kapasitas : 20 m3 Merek : Kimsari Type : Rotary 763

Fungsi : Menampung larutan NBKP yang berasal dari hydra pulper sebelum diproses pada refiner.

b. Wood refiner chest Kapasitas : 15 m3 Merek : Kimsari Type : Rotary 763

Fungsi : Menampung larutan NBKP yang berasal dari refiner sebelum dimasukkan ke dalam mixing chest.

c. Storage chest Kapasitas : 380 m3 Merek : Kimsari Type : Rotary 763


(51)

Fungsi : Menampung larutan LBKP yang berasal dari hydra pulper sebelum dimasukkan ke dalam mixing chest. d. Super vibrator chest

Kapasitas : 10 m3 Merek : Kimsari Type : Rotary 763

Fungsi : Menampung broke dari super vibrator sebelum dimasukkan ke dalam broke chest

e. Broke Chest Kapasitas : 10 m3 Merek : Kimsari Type : Rotary 763

Fungsi : Menampung broke yang sudah dihancurkan pada rotary screen (wet broke) dan super vibrator chest sebelum

dimasukkan ke dalam mixing chest. f. Mixing chest

Kapasitas : 10 m3 Merek : Kimsari Type : CM 7T30/2

Fungsi : Mencampur NBKP, LBKP, dan broke menjadi satu untuk kemudian dialirkan ke dalam machine chest.

g. Machine chest Kapasitas : 20 m3


(52)

Merek : Kimsari Type : CM 7T30/2

Fungsi : Menampung campuran larutan pulp sebelum diproses dalam paper machine.

2. Tangki pengolah pulp a. Hydra Pulper

Kapasitas : 20 m3 Merek : Kimsari Type : CM 7T30/2

Fungsi : Menghancurkan dan melarutkan NBKP dan LBKP menjadi larutan pulp yang kemudian dialirkan ke dalam b. Sydra Pulper

Kapasitas : 20 m3 Merek : Kimsari Type : CM 7T30/2

Fungsi : Melarutkan broke yang kemudian dialirkan ke super vibrator.

c. Super Vibrator Kapasitas : 20 m3 Merek : Kimsari

Type : Engasungs Tank

Fungsi : Menghancurkan dan menghaluskan broke yang kemudian dialirkan ke broke chest.


(53)

d. Twin Hydraulic Refiner Ukuran : 20”/22” Berat : 1150 kg Tegangan : 3300 V Frekuensi : 50 Hz Putaran : 980 rpm

Type : BDH

Fungsi : Menghancurkan dan menghaluskan NBKP yang kemudian dialirkan ke refiner chest.

e. Pompa

Kapasitas : 1,5 m3/menit Putaran : 1150 rpm Daya : 18,5 Kw

Fungsi : Memompakan larutan pulp melalui pipa-pipa dari satu tangki ke tangki yang lain.

3. Mesin

a. Head of machine

Fungsinya: untuk mengencerkan buburan dan untuk membersihkan serta mengatur laju buburan.

- Centi cleaner, yang terdiri dari pipa kerucut untuk memisahkan kotoran dari pulp, jumlahnya 35 buah

- Rotary screen, untuk menyaring pulp atau serat yang kasar yang dikembalikan ke sistem


(54)

- Constant level tank, untuk menstabilkan keadaan buburan dilengkapi dengan alat otomatis 1 buah flow meter dan motor rised pulper, dimana flow buburan 500m3/hr dan flow CaCO3 30m3/hr.

b. Four driner

Fungsinya: untuk membentuk buburan menjadi lembaran/sheet. Perlengkapan lainnya adalah :

- Head box yang dilengkapi dengan pressure rise (bertekanan) - Vacum box sebanyak 18 buah

- Pomp-pompa sebanyak 18 buah

- Wire dengan panjang 30 cm, dilengkapi dengan shaker (penggoyang) serta dandy roll yang berfungsi untuk meratakan buburan.

- Wet felt dengan ukuran 16,7 m x 2 m yang berputar membawa kertas yang terdiri dari 2 buah roll yang dilapisi karet berdiameter 60 cm.

c. Pick up press

Fungsinya: untuk mengeluarkan air yang masih dikandung oleh lembaran kertas.

d. Embosser

Fungsinya: untuk mencetak garis-garis horizontal pada kertas. Embossing terdiri atas roll yang berputar terbuat dari stainless steel bergaris yang dilapisi dengan karet (hard rubber).


(55)

Fungsinya: untuk menambah bahan kimia agar kualitas pada kertas bertambah baik. Terdiri dari tiga buah roll yang berintegrasi dengan dryer dan ditambahkan diantara dryer nomor 10 dan 11.

f. Dryer

Fungsinya: untuk mengeringkan lembaran kertas. Menggunakan 15 dryer yang terdiri dari 2 jenis :

- Free dryer - Position dryer

Dryer dilengkapi dengan kain bentangan, selain itu ada juga madeline yang berfungsi untuk menghembuskan udara panas ke kain felt dan 2 unit exhaust untuk menghisap udara-udara yang keluar dan seperangkat carier roop untuk membawa kertas dari press ke felt.

g. Roll slitter

Fungsinya: untuk memotong jumbo roll menjadi roll yang lebih kecil. h. Ream cutter

Fungsinya: untuk memotong rol kecil menjadi lembaran ream. i. Bobbin slitter

Fungsinya: untuk memotong rol-rol kecil menjadi gulungan (bobbin). j. Repping machine

Fungsinya: untuk mencetak garis atau pola sesuai dengan permintaan konsumen.

k. Bobbin reaclemer


(56)

2.4.4.2.Peralatan (Equipment)

Peralatan material handling digunakan untuk memindahkan material dari suatu tempat ke tempat lain. Mesin dan peralatan material handling yang digunakan adalah:

1. Hinged Forklift

Forklift ini digunakan untuk mengangkut jumbo roll ke daerah finishing untuk dipotong pada mesin-mesin roll slitter. Selain itu juga digunakan untuk mengangkut barang jadi ke gudang barang jadi. Gerakan garpu pada forklift jenis ini terbatas, hanya bisa digerakkan atas-bawah dan maju-mundur. Kapasitasnya tiga ton.

2. Hoist Crane

Crane ini digunakan untuk mengangkat jumbo roll ke daerah repping machine. Operasi pemakaiannya dikendalikan dengan switch gantung dari lantai.

2.4.4.3.Utilitas

Sarana pendukung merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi kelancaran proses produksi. Sarana pendukung yang ada di pabrik PT. PDM Indonesia terdiri dari kebutuhan tenaga listrik, kebutuhan tenaga air, dan steam (boiler).

1. Kebutuhan tenaga listrik

Tenaga listrik dibutuhkan untuk menggerakkan motor listrik, pompa compressor, mesin bubut, bor las, AC, lampu penerangan, dan keperluan lainnya.


(57)

Pemenuhan kebutuhan listrik ini diperoleh dari perusahaan listrik negara (PLN). Pemakaian listrik yang dipergunakan pada PT. PDM Indonesia adalah 20 KV (1550 Kwh/metrik ton paper) dengan keperluan untuk boiler 900 Lt/metrik ton paper dan kebutuhan air 1200 m3.

2. Kebutuhan Air

Air dibutuhkan untuk membantu proses produksi serta kebutuhan para pegawai PT. PDM Indonesia. Air yang dipakai berasal dari air permukaan umum dan PDAM Tirtanadi.

3. (Steam) Boiler

Fungsi boiler disini adalah untuk menghasilkan energi panas yang diperlukan pada proses produksi untuk mengeringkan lembaran-lembaran kertas dan memberikan energi uap pada pencampuran chemical.


(58)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Pengendalian Kualitas 1

Pengendalian kualitas merupakan suatu sistem verifikasi dan penjagaan/perawatan dari suatu tingkat/derajat kualitas produk atau proses yang dikehendaki dengan perencanaan yang seksama, pemakaian peralatan yang sesuai, inspeksi yang terus-menerus serta tindakan korektif bilamana diperlukan. Jadi pengendalian kualitas tidak hanya kegiatan inspeksi ataupun menentukan apakah produk itu diterima (accepted) atau ditolak (rejected).

Pengendalian kualitas dilakukan mulai dari proses input, transformasi dan output dari suatu kegiatan baik itu perusahaan, pabrik ataupun industri jasa lainnya.

3.2. Stratifikasi

Stratifikasi yang berarti pengelompokkan digunakan untuk mengetahui/melihat secara lebih terperinci pengelompokkan faktor-faktor yang akan mempengaruhi karakteristik mutu. Di dalam pengendalian kualitas, stratifikasi bertujuan untuk:

1. Mencari faktor-faktor penyebab utama kualitas secara mudah. 2. Membantu pembuatan pareto diagram.

3. Mempelajari secara menyeluruh masalah yang dihadapi.

1


(59)

Stratifikasi di dalam pengendalian kualitas secara umum dapat dilakukan dengan berdasarkan 2 aspek pokok yaitu:

1. Berdasarkan sumber. 2. Berdasarkan hasil.

Pemilihan dasar stratifikasi ini dilakukan dengan melihat tujuan dari pemecahan masalah dan ketelitian yang diinginkan. Stratifikasi berdasarkan sumber dilakukan apabila diduga faktor penyebab utama dari perbedaan kualitas adalah sumber sedangkan stratifikasi berdasarkan hasil dilakukan bila ingin dilihat perbedaan karakteristik dari hasil.

3.3. Pareto Diagram

Pareto diagram adalah suatu diagram yang menggambarkan urutan masalah menurut bobotnya yang dinyatakan dengan frekuensinya. Kegunaannya adalah untuk:

1. Menentukan jenis persoalan utama.

2. Membandingkan masing-masing jenis persoalan terhadap keseluruhan. 3. Menunjukkan tingkat perbaikan yang berhasil dicapai.

4. Membandingkan hasil perbaikan masing-masing jenis persoalan sebelum dan setelah perbaikan.

Langkah-langkah pembuatan Pareto diagram sebagai berikut: 1. Stratifikasi dari masalah, dinyatakan dalam angka.


(60)

2. Tentukan jangka waktu pengumpulan data yang akan dibahas untuk memudahkan melihat perbandingan sebelum dan sesudah penanggulangan (jangka waktu harus sama).

3. Atur masing-masing penyebab (sesuai dengan stratifikasi) secara berurutan sesuai besarnya nilai dan gambarkan dalam grafik kolom. Penyebab dengan nilai lebih besar terletak di sisi kiri, kecuali ”dan lain-lain” terletak di paling kanan.

4. Gambarkan grafik garis yang menunjukkan jumlah persentase (total 100%) pada bagian atas grafik kolom dimulai dengan nilai yang terbesar dan di bagian bawah/keterangan kolom tersebut.

5. Pada bagian atas atau samping berikan keterangan/nama diagram dan jumlah unit seluruhnya.

Kumulatif

Gambar 3.1. Diagram Pareto

3.4. Fish Bone (Cause and Effect Diagram)

Fish Bone atau diagram sebab-akibat adalah diagram yang disusun dari garis-garis dan simbol yang dirancang untuk menunjukkan hubungan antara penyebab dan akibat dari suatu masalah. Diagram ini dibuat oleh Dr. Kaoru


(61)

Ishikawa pada tahun 1943 dan kadang-kadang juga dikenal sebagai diagram Ishikawa.

Diagram sebab-akibat adalah diagram yang menunjukkan kumpulan dari sekelompok sebab-sebab (yang disebut sebagai faktor) serta akibat yang timbul (yang disebut sebagai karakteristik mutu) yaitu masalah yang dihadapi.

Diagram sebab-akibat ini digunakan untuk menyelidiki akibat-akibat yang buruk dari suatu masalah untuk dicari solusinya atau akibat-akibat yang baik untuk dipelajari penyebab-penyebabnya. Untuk setiap akibat, bisa terdiri dari banyak penyebab.

Prinsip yang dipakai untuk membuat diagram sebab-akibat ini adalah sumbang saran (brainstorming). Untuk mempermudah menemukan faktor penyebab, pada umumnya faktor-faktor tersebut dikelompokkan dalam 5 faktor utama yaitu man, machine, material, method serta environment.

Langkah pertama dalam membuat Diagram Sebab-akibat adalah tim proyek mengidentifikasi akibat atau masalah kualitas. Ini ditempatkan di sisi kanan kertas yang besar oleh pemimpin team. Kemudian penyebab-penyebab utama diidentifikasi dan ditempatkan di diagram.

Masalah Manusia

Metode

bahan Mesin/peralatan

Lingkungan


(62)

Langkah selanjutnya adalah mencari faktor-faktor yang lebih terperinci yang berpengaruh pada faktor utama tersebut. Tulis faktor tersebut di kiri dan kanan panah penghubung tadi dan buatlah panah di bawah faktor tersebut menuju garis penghubung.

Dari diagram yang sudah lengkap cari penyebab utama dengan menganalisa data yang ada. Bila analisa data tidak dapat dilakukan, pilihlah faktor-faktor yang diduga sangat berpengaruh dalam menentukan urutan menggambarkan pada diagram.

Cause-Effect diagram mempunyai kegunaan yang cukup banyak baik dalam peningkatan kualitas maupun dalam hal-hal lain. Beberapa kegunaan dari Cause-Effect diagram adalah:

1. Sebagai alat untuk training.

2. Sebagai alat untuk mengarahkan diskusi pada faktor-faktor yang dominan. 3. Dapat dijadikan petunjuk dalam pengumpulan dan pencatatan data.

4. Dapat menunjukkan tingkat kemampuan dari pekerja.

3.5. Response Surface Methodology

Response Surface Methodology atau Metode Permukaan Respon adalah suatu metodologi yang terdiri dari suatu grup teknik statistik untuk membangun model empiris dan mengeksploitasi model. 2

Suatu eksperimen yang melibatkan k buah faktor antara lain : x ,1 x ,...,2 x , k

dimana k buah faktor disebut sebagai variabel bebas, prediktor ataupun variabel kontrol, dan menghasilkan Y, dimana Y adalah suatu variabel terikat, variabel tak


(63)

bebas ataupun variabel respon. Semua variabel ini dapat diukur dan diketahui bahwa Y adalah merupakan respon dari x ,1 x ,...,2 x , maka dikatakan bahwa Y k adalah fungsi dari x ,1 x ,...,2 x , dan secara umum ditulis dalam bentuk Y = k f(x ,1 x ,...,2 x ). Fungsi tersebut dikatakan sebagai response surface. k

3

Response Surface Methodology (RSM) memiliki beberapa kegunaan antara lain :

1. Menunjukkan bagaimana variabel respon y dipengaruhi oleh variabel bebas x di wilayah yang secara tertentu diperhatikan.

2. Menentukan pengaturan variabel bebas yang paling tepat dimana akan memberikan hasil yang memenuhi spesifikasi dari respon yang berupa hasil, kekotoran, warna, tekstur, dan lain sebagainya.

3. Mengeksplorasi ruang dari variabel bebas x untuk mendapatkan hasil maksimum dan menentukan sifat dasar dari nilai maksimum.

Untuk melaksanakan response surface methodology (RSM), ada tahap-tahap perencanaan yang dilakukan, dimana definisi perencanaan adalah proses, cara atau kegiatan merencanakan, menyusun dan menguraikan langkah-langkah pelaksanaan suatu kegiatan.

Adapun tahap-tahap perencanaan untuk memulai pelaksanaan response surface methodology (RSM) antara lain : 4

1. Menentukan model persamaan orde pertama, dimana suatu desain eksperimen dilakukan untuk pengumpulan data dan arah penelitian selanjutnya ditentukan dengan metode steepest descent.


(64)

2. Setelah arah penelitian selanjutnya diperoleh, kemudian ditentukan level faktor untuk pengumpulan data selanjutnya.

3. Menentukan model persamaan orde kedua. Penentuan model dilakukan dengan melakukan desain eksperimen dengan level yang telah ditetapkan setelah metode steepest descent dilakukan.

4. Menentukan titik optimum dari faktor-faktor yang diteliti.

Salah satu pertimbangan penting yang muncul dalam RSM adalah bagaimana menentukan faktor dan level yang dapat cocok dengan model yang akan dikembangkan. Jika faktor dan level yang dipilih dalam suatu eksperimen tidak tepat maka kemungkinan terjadinya ketidakcocokan model akan sangat besar dan jika itu terjadi maka penelitian yang dilakukan bersifat bias.

Response Surface Methodology (RSM) erat kaitannya dengan desain eksperimen karena dalam pelaksanaannya data yang dikumpulkan adalah melalui desain eksperimen. Beberapa alasan mengapa desain eksperimen sangat diperlukan, antara lain : 5

1. Variabel input yang penting yang memepengaruhi respon sering merupakan salah satu variabel yang tidak akan diubah.

2. Hubungan antara variabel respon dan berbagai variabel input mungkin dipengaruhi oleh variabel yang tidak tercatat dimana variabel tersebut mempengaruhi respon dan variabel input. Hal tersebut dapat membangun suatu korelasi yang salah.

3. Data operasi masa lalu sering mengandung celah dan mengandung informasi tambahan yang penting.


(65)

3.6. Model Orde Pertama

Model orde pertama adalah persamaan polinomial yang memiliki pangkat satu atau berbentuk linier. Tahap awal dari RSM adalah menentukan model orde pertama, persamaan atau modelnya adalah:

Y = b0x0 + b1x1 + ... + bixi

Dimana: Y = respon xi = prediktor

bi = koefisien prediktor

Tujuan dari pembuatan model orde pertama adalah sebagai pendekatan untuk mencari daerah optimal yang akan digunakan dalam eksperimen. Untuk membangun model orde pertama, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data dengan desain eksperimen.

Adapun langkah-langkah yang diperlukan untuk menentukan model orde pertama antara lain: 6

1. Menentukan terlebih dahulu desain eksperimen yang akan digunakan untuk kemudian dilakukan percobaan.

2. Model desain eksperimen dan hasil percobaan kemudian dihitung dengan melakukan pendekatan matriks agar diperoleh koefisen model orde pertama.

Desain yang digunakan sebagai desain model orde pertama adalah desain 2k, hal ini didasarkan jika level yang dipilih terlalu berdekatan, faktor memiliki kemungkinan untuk menunjukkan hasil yang tidak dianggap atau efek yang kecil pada eksperimen pertama dan level faktor akan bergerak sangat lambat dalam


(66)

pergerakan steepest descent. Interval yang terlalu kecil diantara level dapat membuat peneliti untuk menyimpulkan bahwa faktor yang dipilih tidak penting dan mengabaikannya dalam pertimbangan.

Desain dikatakan sebagai desain orde pertama karena memberikan kecocokan yang efisien dan pengecekan terhadap model orde pertama. Model ini dipilih karena peneliti percaya, tapi tidak secara pasti, bahwa ada jarak tertentu dari titik optimum. Pada keadaan tersebut, ada kemungkinan bahwa karakteristik lokal yang utama dari permukaan adalah kemiringan dan permukaan lokal kira-kira diperlihatkan oleh model orde pertama dimana memiliki kemiringan b1 pada

arah x1, kemiringan b2 pada arah x2, dan seterusnya. Jika gagasan ini benar, maka

adalah mungkin untuk mengikuti arah dari penurunan ataupun kenaikan dari respon pada lereng bukit.

Eksperimen pertama yang dilakukan mempunyai 2 tujuan, yaitu:

1. Menetapkan persamaan linier Y = b0x0 + b1x1 + ... + bixi sebagai penafsiran

terhadap fungsi disekitar titik awal.

2. Untuk menguji apakah pendekatan linier telah cocok dengan batas dari kesalahan eksperimen.

Setelah desain eksperimen dilakukan, data yang dikumpulkan akan digunakan untuk menaksir koefisien b0, b1, ..., bn.

Langkah-langkah dalam penentuan koefisien prediktor antara lain7: 1. Daftarkan nilai dari prediktor xiu dan nilai respon yu seperti tabel dibawah ini:

7


(67)

X Y x01 x11 … xk1 y1

x02 x12 … xk2 y2

x0n X1n … xkn yn

Susunan dari nilai xiu disebut sebagai matriks X dan nilai pada kolom yu

disebut vektor Y.

2. Membuat persamaan normal dengan bentuk (ij) X’X dan (iy) X’Y. Susunan kuadrat (ij) disebut matriks X’X dan kolom (iy) disebut vektor X’Y.

(ij) = X'X (iy) = X'Y (00) (01) … (0k) (0y) (10) (11) … (1k) (1y)

. . … . .

(k0) (k1) … (kk) (ky)

3. Membuat inverse dari matriks X’X menjadi bentuk cij = (X’X)-1

cij = (X'X)-1

C00 C01 … C0k

C10 C11 … C1k

. . … . Ck0 Ck1 … Ckk

4. Menentukan koefisien regresi bn dengan rumus:

=

= k j

ji n c iy b

0

) (


(68)

Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidaksesuaian terhadap model orde pertama. Ketidaksesuaian menyatakan deviasi respon terhadap model yang dibangun. Dalam uji ini juga mengukur besar kekeliruan eksperimen yang telah dilakukan. Uji ketidaksesuaian dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Tabel 3.1. Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Pertama

df SS MS Fhit Ftabel

Model Linier k

= k i i iy b 1 )

( MSm MSm/MSe Fα(v1,v2)

Ketidaksesuaian k + 1

= −

k

i

i i i y y r

1

2 ^

)

( MSl MSl/ MSe Fα(v1,v2)

Error n-2k-1

− − 2

1 )

(yu yi MSe

Total

Keterangan:

df = degree of freedom (derajat kebebasan), diasosiasikan dengan bagian yang dibutuhkan dalam membangun model.

SS = Sum of Square (jumlah kuadrat), menyatakan jumlah kuadrat pengaruh suatu perlakuan berhubungan hasil pengamatan.

MS = Mean Square (rata kuadrat), menyatakan perbandingan SS dengan df. k = jumlah variabel independen ; = respon perlakuan i


(69)

bi = koefisien b ke i ; = rata - rata respon di titik pusat

iy = hasil perkalian X’Y ; v1 = df pembilang

ri = replikasi perlakuan i ; v2 = df error

= nilai fungsi perlakuan i

3.7. Metode Steepest Descent

Metode Steepest Descent pertama sekali diusulkan oleh Box dan Wilson pada tahun 1951 dan telah dikembangkan lebih lanjut oleh Box dan lainnya. Metode Steepest Descent adalah suatu prosedur pergerakan fungsi pada titik yang diberikan yaitu x dengan arah kemiringan negatif yang akan memberikan nilai maksimum lokal dari fungsi yang diminimisasi. Setiap faktor yang dilibatkan pada penelitian awal, ketika penelitian berakhir, penafsiran polinomial terhadap fungsi respon permukaan disesuaikan terhadap hasil dan digunakan untuk menentukan arah eksperimen berikutnya. Apabila pendekatan ini digunakan untuk memaksimalkan suatu fungsi maka dinamakan metode steepest ascent sedangkan apabila digunakan untuk meminimumkan suatu fungsi maka disebut steepest descent.

Sebagaimana dalam pendekatan satu faktor, nilai maksimum ditemukan melalui berbagai seri eksperimen dan hasil yang diperoleh adalah melalui percobaan yang terdahulu, ketika suatu percobaan telah selesai, wilayah dari percobaan berikutnya diubah ke level yang lain. Level selanjutnya yang dipilih adalah level yang memberikan respon yang memberikan hasil minimum.


(1)

Dari hasil pengujian yang dilakukan dapat diketahui bahwa tidak ada ketidaksesuaian pada model orde kedua yang dibangun. Hal ini terlihat dari Fhit (3.47) yang lebih kecil dari Ftabel (4.77) pada model persamaan regresi yang berupa model linier dan kuadratis sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada ketidaksesuaian terhadap model yang dibangun. Karena tidak ada ketidaksesuaian pada model kedua, maka tahap berikutnya adalah penentuan nilai optimum faktor.

6.6. Analisis Contour Plot

Setelah model orde dua dinyatakan sesuai dengan hasil percobaan, maka dilakukan pembuatan contour plot untuk melihat jumlah produk yang cacat bila nilai faktor tersebut terus diterapkan. Dari pembuatan contour plots, keadaan

contour plots tersebut membentuk lengkungan sehingga masih belum dapat

dipastikan pada titik optimal di mana setting mesin setiap x1, x2, x3 berada. Dari gambar contour plot terlihat bahwa lengkungan yang paling atas menunjukkan jumlah produk cacat yang besar dimana jumlah cacat maksimum mencapai lebih dari 180kg. Namun dari gambar tersebut, terlihat bahwa nilai faktor untuk orde dua mulai dapat mengurangi jumlah cacatnya. Hal ini terlihat dari lengkungan yang semakin ke atas dan semakin terputus.

6.7. Analisis Penentuan Titik Optimum Faktor

Setelah pembuatan contour plot dilakukan, selanjutnya adalah penentuan titik optimum faktor yang berdasarkan model orde kedua yang diperoleh. Hasil penentuan titik optimum adalah sebagai berikut:


(2)

1. Temperatur Medeleine Roll = 130.615 ºC ≈ 131 ºC

Nilai ini menunjukkan keadaan optimum yang harus diperoleh untuk temperatur Madeleine Roll untuk dapat mengurangi jumlah produk cacat.

2. Reel Moisture = 0.05283 ≈ 0.053 = 5.3%

Nilai ini menunjukkan keadaan optimum yang harus diperoleh untuk reel

moisture untuk dapat mengurangi jumlah produk cacat.

3. Draw Ratio = 0.932 ≈ 0.93

Nilai ini menunjukkan keadaan optimum yang harus diperoleh untuk draw

ratio untuk dapat mengurangi jumlah produk cacat.

Dengan adanya perbaikan setting mesin ke titik yang optimal, jumlah produk cacat yang dihasilkan akan lebih sedikit bila dibandingkan jumlah produk cacat yang dihasilkan sebelum adanya perbaikan.


(3)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penerapan response surface methodology, dan analisa yang telah dibahas pada bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada pembuatan stratifikasi dan pareto diagram menunjukkan bahwa jenis kecacatan yang menyebabkan jumlah kecacatan pada produk kertas rokok yang mencapai lebih dari atau sama dengan 80% adalah unstable porosity dan wrinkle.

2. Hasil analisis fish bone menunjukkan bahwa penyebab utama masalah kecacatan pada produk kertas rokok ditinjau dari jenis cacat unstable

porosity dan wrinkle terdapat pada metode pengoperasian setting mesin

yaitu Temperatur Madeleine Roll, Reel Moisture dan Draw Ratio.

3. Kondisi operasi yang dilakukan oleh pihak perusahaan sebelum penerapan RSM, yakni: temperatur Madeleine Roll = 125 oC, reel moisture = 5.2% dan draw ratio = 0.94, tetapi kondisi ini belum optimal dimana diperoleh kecacatan 2126.20 kg produk kertas rokok.


(4)

4. Dari hasil pembuatan model orde pertama, diperoleh fungsi yaitu: Y = 236.008 – 14.909 x1 + 6.919 x2 – 6.091 x3. Pengujian efek model linier pada model orde pertama memberikan kesimpulan bahwa model yang dibangun tidak memiliki efek terhadap jumlah produk cacat yang dihasilkan, hal ini terlihat dari Fhitung < Ftabel (0.25 < 236.8).

5. Prosedur steepest descent memberikan titik minimum pada pergerakan level n = 5, dengan jumlah cacat 183.53kg kertas rokok, dimana temperatur Madeleine Roll (x1) = 130°C, reel moisture (x2) = 5.2% dan

draw ratio (x3) = 0.94.

6. Model orde kedua yang diperoleh yaitu:

Y = 155.707 – 0.217x1 + 6.152x2 + 6.813x3 + 3.116x12 – 4.971x22 – 2.614x32 – 2.551x1x2 – 2.139x1x3 – 3.264x2x3. Pengujian efek model orde kedua pada model orde kedua memberikan kesimpulan bahwa model orde kedua yang dibangun tidak memiliki efek terhadap jumlah produk cacat yang dihasilkan, hal ini terlihat dari Fhitung < Ftabel (3.47 < 4.77).

7. Pada pembuatan contour plots menunjukkan bahwa pola plots untuk setiap interaksi 2 faktor terhadap respons membentuk lengkungan yang tidak terpusat pada satu sudut yang sama. Hal ini berarti titik optimum dari setiap faktor belum tercapai. Ukuran lengkungan yang semakin besar menunjukkan jumlah cacat yang semakin besar.


(5)

8. Titik optimum yang hasilkan yaitu: temperatur Madeleine Roll = 131 oC,

reel moisture = 5.3% dan draw ratio = 0.93. Kondisi operasi inilah yang

akan diterapkan pada proses pembuatan kertas rokok agar dapat mengurangi jumlah kecacatan produk.

7.2. Saran

1. Perusahaan dapat menerapkan Response Surface Methodology (RSM) secara dalam perbaikan proses produk kertas rokok untuk mengurangi jumlah produk cacat.

2. Untuk memudahkan dalam penerapan metode RSM, pihak perusahaan dapat menyediakan laboratorium dan peneliti sebagai sarana untuk riset dan pengembangan proses produksi.

3. Untuk penerapan RSM, perubahan setting wajib dilakukan terhadap ketiga faktor yang diteliti, yaitu dengan menaikkan nilai dari faktor yang diteliti dan menurunkan nilai faktor draw ratio.

4. Karyawan pada bagian pembuatan kertas rokok harus memperhatikan dengan teliti kondisi operasi yang dijalankan.

5. Perusahaan dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengukur apakah perubahan nilai faktor tersebut masih memberikan efek yang signifikan terhadap jumlah produk cacat yang dihasilkan dengan perlakuan satu faktor ataupun kombinasi antar faktor.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Box, G. E. P., dan Draper N. R, Empirical Model-Building and Response

Surfaces. New York : John Wiley & Sons, Inc. 1987.

Cochran, W.G. Experimental Design. NewYork : John Wiley & Sons, Inc. 1962.

Ginting, Rosnani. Sistem Produksi. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2007.

Myers, Raymond H., Khuri, Andre I. and Carter, Walter H., Jr. Response Surface

Methodology: 1966-1988. Technometrics 31 (2): 137-153). 1989.

Nazir, M. Metode Penelitian. Cetakan Ketiga. Jakarta : Ghalia Indonesia. 1988.

Sudjana, Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi Ketiga. Bandung : Penerbit Tarsito. 1994.

Sekaran, Uma. Metoodologi Penelitian Untuk Bisnis, Buku 1 Edisi 4. Jakarta : Salemba Empat. 2007.