Plotting Kuadran Analisis Deskriptif .1 Pertumbuhan ekonomi, Penyerapan Tenaga Kerja dan Anomali

69 Angka pada tingkat nasional pada Tabel 5.2 tersebut perlu dibaca secara hati-hati karena pertumbuhan PDRB, pertumbuhan tenaga kerja maupun elastisitas tenaga kerja sangat bervariasi antar provinsi. Ringkasan statistik pada tingkat provinsi mengenai ini dapat dilihat pada Tabel 5.1 yang disajikan sebelumnya. Sementara pada Tabel 5.2 menunjukkan pertumbuhan PDRB per tahun, rata-rata propinsi sekitar 5.07 persen tetapi dengan rentang yang sangat lebar yaitu antara -0,73 persen dan 7.44 persen. Demikian juga dengan elastisitas yang rentangnya terletak antara minus 3,51 dan 1.43. Perhatian khusus perlu dilakukan pada dua provinsi yang mempunyai tingkat elastisitas diatas satu yaitu Kalimantan Timur dan Maluku Utara masing masing sebesar 1,43 dan 1,10 persen per tahun. Elastisitas pada dua provinsi tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan penyerapan tenaga kerja lebih besar dari tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah provinsi. Sementara Aceh merupakan provinsi dengan tingkat elastisitas terendah yaitu -3,51 persen. Elastisitas negatif karena selama kurun waktu 2002-2009 provinsi ini mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang menurun. Sementara itu, Provinsi Gorontalo merupakan provinsi dengan tingkat elastisitas tenaga kerja tertinggi yaitu sebesar 0,79 persen. Angka ini menunjukan setiap 1 persen kenaikan PDRB akan mengungkit 0,79 persen pertumbuhan penduduk yang bekerja. Dengan demikian, pertumbuhan PDB 7,19 persen misalnya, akan mengungkit sekitar 5,68 persen tenaga kerja. Jika misalnya total tenaga kerja berjumlah 450 ribu orang maka pertambaha nnya karena ―daya ungkit‖ itu sekitar 25.560 orang 0,0568 x 450 ribu.

5.1.3 Plotting Kuadran

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan penyerapan tenaga kerja maka dilakukan plotting kedua indikator tersebut dalam 4 kuadran. Dari hasil plotting ini dapat dikelompokkan provinsi-provinsi yang terpapar pada Kuadran I, II, III dan IV lihat Grafik 5.2. Tujuan dari plotting ini adalah untuk mengidentifikasi secara visual provinsi-provinsi yang diduga terjadi anomali antara pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja selama kurun waktu 2002-2009. 70 Grafik 5.2: Plotting pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, 2002-2009 70 71 Grafik 5.2 juga mengilustrasikan hasil plotting antara pertumbuhan ekonomi dengan pertumbuhan tenaga kerja. Provinsi-provinsi yang berada pada Kudran I merupakan gambaran provinsi- provinsi yang bisa dikatakan ―ideal‖ yaitu provinsi yang memiliki pertumbuhan yang berkualit as yang ―ramah‖ terhadap tenaga kerja pro job. Yang akan menjadi fokus perhatian adalah provinsi-provinsi yang terletak pada posisi pojok yaitu pojok kanan atas, pojok kanan bawah, pojok kiri atas dan pojok kiri bawah. Empat provinsi di pojok berada pada kuadran yaitu Provinsi Gorontalo pada Kuadran I, Maluku Utara pada Kuadran II, Aceh pada Kuadran III dan Sulawesi Tengah pada Kudran IV. Secara pengelompokkan berdasarkan hasil plotting dapat dilihat pada Tabel 5.3 dibawah ini. Tabel 5.3: Hasil Plotting antara Laju Pertumbuhan PDRB dan Penyerapan Tenaga Kerja Catatan: Provinsi-provinsi baru yang belum terbentuk pada tahun 2002 seperti Sulawesi Barat digabung dengan provinsi induknya Sulawesi Selatan, Provinsi Kepulauan Riau digabung dengan Riau dan Provinsi Papua Barat digabung dengan Papua Penyerapan Tenaga Kerja Pertumbuhan Ekonomi Rendah Tinggi Tinggi 1. Aceh 2. Riau 3. Kalimantan Selatan 4. Kalimantan Timur 5. Maluku Utara 6. Maluku 7. Papua 1. Sumatera Utara 2. Bangka Belitung 3. DKI Jakarta 4. Kalimantan Tengah 5. Sulawesi Utara 6. Sulawesi Selatan 7. Sulawesi Tenggara 8. Gorontalo Rendah 1. Sumatera Selatan 2. Jawa Barat 3. Jawa Tengah 4. DI Yogyakarta 5. Bali 6. Nusa Tenggara Barat 7. Nusa Tenggara Timur 8. Kalimantan Barat 1. Sumatera Barat 2. Jambi 3. Bengkulu 4. Lampung 5. Jawa Timur 6. Banten 7. Sulawesi Tengah 72 Grafik 5.3: Peta tematik pertumbuhan PDRB dan penyerapan tenaga kerja, 2002-2009 72 73 Sektor Indonesia K13 K24 1 -0.95 -1.56 -0.27 2 -9.10 -11.98 -7.17 3 5.77 9.23 2.77 4 0.54 0.36 0.74 5 2.20 1.78 3.09 6 1.17 0.71 1.74 7 2.93 2.71 3.20 8 2.25 1.22 4.42 9 1.06 0.83 1.37 Berdasarkan hasil plotting diatas selanjutnya dianalisis beberapa indikator makroekonomi yang dikelompokkan dalam dua bagian yaitu Kuadran I dan III, dan Kuadran II dan IV. Kelompok pertama merupakan wilayah dimana pertumbuhan ekonomi yang dicapai diiringi dengan penyerapan tenaga kerja atau sejalan dengan teori ekonomi. Kelompok kedua merupakan wilayah dimana terjadi hubungan tidak seimbang antara pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Pada pembahasan selanjutnya akan memfokuskan analisis beberapa indikator makroekonomi antara kedua kelompok tersebut serta nasional sebagai pembanding. Dari hasil plotting diatas diketahui bahwa pertumbuhan PDRB menurut sektor menunjukan kontribusi Sektor Industri masih mendominasi dibandingkan sektor yang lain baik secara nasional maupun wilayah. Seperti yang terlihat pada Tabel 5.4 dan Grafik 5.4 menunjukkan selama kurun waktu 2002-2009, rata-rata pertumbuhan Sektor Pertanian dan Pertambangan cenderung menurun dalam arti pertumbuhan sektor riil cenderung melambat. Sementara itu pertumbuhan Sektor Perdagangan, Angkutan dan Jasa menunjukkan pertumbuhan yang cepat. Hal ini merupakan salah satu indikasi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung kurang berkualitas dalam menyerapa tenaga kerja. Tabel 5.4: Rata-rata pertumbuhan PDRB menurut sektor dan wilayah 2002-2009 Pola pertumbuhan ekonomi menurut sektor yang terjadi pada tingkat wilayah baik untuk Kuadran I dan III maupun Kuadran II dan IV mirip dengan pola tingkat nasional. Hanya saja untuk Kuadran I dan III pertumbuhan sektor riil 74 khususnya industri menunjuukan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan Kuadan II dan IV. Grafik 5.4: Rata-rata pertumbuhan PDRB menurut sektor dan wilayah 2002-2009 Keterangan: 1. = Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan 2. = Pertambangan dan Penggalian 3. = Industri Pengolahan 4. = Listrik, Gas dan Air 5. = BangunanKonstruksi 6. = Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel 7. = Angkutan, Penggudangan dan Komunikasi 8. = Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan 9. = Jasa Kemasyarakatan Dari sisi penyerapan tenaga kerja, selama kurun waktu 2002-2009 terlihat bahwa penyerapan tenaga kerja pada sektor riil Pertanian, Pertambangan dan Industri cenderung tumbuh lambat. Bahkan pertumbuhan penyerapam tenaga kerja pada Sektor Pertanian cenderung menurun di wilayah Kuadran I dan III lihat Tabel 6.5 dan Grafik 6.5. Penyerapan tenaga kerja terbesar terjadi pada Sektor Listrik, Gas dan Air LGA untuk tingkat nasional dan wilayah Kuadran II 75 dan IV. Sementara Sektor Angkutan menunjukkan penyerapan tenaga terbesar di wilayah Kuadran I dan III. Tabel 5.5: Penyerapan tenaga kerja menurut sektor dan wilayah 2002-2009 Grafik 5.5: Penyerapan tenaga kerja menurut sektor dan wilayah, 2002-2009 Keterangan: 1. = Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan 2. = Pertambangan dan Penggalian 3. = Industri Pengolahan 4. = Listrik, Gas dan Air 5. = BangunanKonstruksi 6. = Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan dan Hotel 7. = Angkutan, Penggudangan dan Komunikasi 8. = Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan 9. = Jasa Kemasyarakatan Sektor Indonesia KI III KII IV 1 0,34 -0,07 0,89 2 5,20 4,31 6,51 3 0,84 0,78 0,96 4 6,62 3,26 13,70 5 3,63 3,15 4,53 6 3,04 2,55 3,95 7 3,93 3,27 5,16 8 5,95 7,25 3,66 9 4,40 3,99 5,06 Total 1,94 1,63 2,44 76 Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Begitu strategisnya sektor ini sehingga pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan terkait pendidikan antara lain anggaran pendidikan dinaikkan sebesar 20 persen dari APBN, meniadakan biaya pendidikan 9 tahun dengan meluncuran program Biaya Operasional Sekolah BOS dan lain-lain. Perkembangan pendidikan selama kurun waktu 2002-2009 menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan pada jenjang pendidikan menengah ke atas. Seperti yang terlihat pada Tabel 5.6 dan Grafik 5.6 menunjukkan bahwa salama kurun waktu tersebut pertumbuhan penduduk yang menyelesaikan jenjang pendidikan tinggi atau universitas mendekati 10 persen per tahun. Ini merupakan signal bagus bagi pemerintah karena tamatan pendidikan tinggi dari sisi keahlian skill mempunyai nilai lebih dibandingkan yang hanya tamat jenjang pendidikan menengah. Semakin membaiknya tingkat pendidikan juga terlihat untuk jenjang pendidikan dasar. Pertumbuhan penduduk yang menyelesaikan tingkat pendidikan dasar menunjukkan gejala menurun dalam arti bahwa semakin sedikit mereka yang hanya menyelesaikan pendidikan dasar karena lebih banyak yang melanjutkan pendidikan ke jenjang penddikan yang lebih tinggi. Tabel 5.6: Pertumbuhan penduduk menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan dan wilayah 2002-2009 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas. BPS Tingkat Pendidikan Indonesia KI III KII IV Tamat Perguruan Tinggi 9,80 9,45 10,42 Tamat SMASederajat 4,90 4,77 5,12 Tamat SMPSederajat 3,03 3,15 2,86 Tamat SDSederajat -0,44 -0,53 -0,29 TidakBelum Tmt SD -0,07 0,06 -0,27 TidakBelum Sekolah -3,06 -2,56 -3,73 77 Grafik 5.6: Pertumbuhan penduduk menurut tingkat penddikan yang ditamatkan dan wilayah 2002-2009 Tabel 5.7 dan Grafik 5.7 memberikan gambaran seberapa besar elastisitas tenaga kerja yang terjadi di setiap wilayah kuadran selama kurun waktu 2002- 2009. Sesuai dengan teori ekonomi provinsi-provinsi yang berada di wilayah Kuadran I umumnya mempunyai tingkat pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja relatif cukup tinggi. Dampaknya adalah provinsi-provinsi di wilayah ini mempunyai elastisitas tenaga kerja yang relatif tinggi juga. Wilayah Kuadran I mempunyai elastisitas tenaga kerja paling tinggi yaitu sebesar 0,52. Angka ini mengilustrasikan bahwa secara rata-rata kenaikan 1 persen PDRB di wilayah ini akan mengungkit 0,52 persen pertumbuhan penduduk yang bekerja. Dengan demikian, dengan rata-rata pertumbuhan PDRB sebesar 6 persen misalnya, akan mengungkit sekitar 3,12 persen tenaga kerja. Jika misalnya total tenaga kerja di wikayah ini berjumlah 20 juta orang maka pertambahannya karena ―daya ungkit‖ itu sekitar 624.000 orang 0,0312 x 20 juta. 78 Tabel 5.7: Pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan elastisitas tenaga kerja menurut wilayah 2002-2009 Elastisitas tenaga kerja sangat bervariasi antar wilayah maupun provinsi. Wilayah Kuadran II mempunyai median elastisitas tertinggi yaitu sebesar 0,82 dan terendah adalah Kuadran IV. Di wilayah inilah diduga ada beberapa provinsi mempunyai pertumbuhan ekonomi kurang berkualitas atau terjadi anomali ketimpangan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Pada bagian analisis ekonometrika akan mengulas lebih mendalam faktor- faktor penyebab anomali dan dampaknya dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Kuadran I Rata-Rata 5,99 3,11 0,52 Median 5,65 2,65 0,45 Maksimum 7,44 5,68 0,79 Minimum 5,25 2,37 0,35 Kuadran II Rata-Rata 3,72 3,53 0,25 Median 4,69 3,64 0,82 Maksimum 5,07 5,45 1,43 Minimum -0,73 2,35 -3,51 Kuadran III Rata-Rata 4,55 0,25 0,05 Median 5,18 2,30 0,44 Maksimum 5,01 0,63 0,13 Minimum 4,54 2,05 0,45 Kuadran IV Rata-Rata 5,72 1,81 0,32 Median 5,39 2,04 0,34 Maksimum 7,22 2,24 0,41 Minimum 5,22 0,71 0,13 Elastisitas Wilayah Penyerapan Tenaga Kerja Pertumbuhan Ekonomi 79 Grafik 5.7: Pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja dan elastisitas tenaga kerja menurut wilayah 2002-2009 5.2 Analisis Ekonometrika 5.2.1 Hasil Estimasi Koefisien Model Kelompok Wilayah