99 3 Pertumbuhan sektor padat karya seperti Sektor Pertanian dan Industri yang
memberikan kontribusi terbesar dalam PDB jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan Sektor Listrik Gas dan Air, Konstruksi dan Angkutan
Komunikasi. Gambaran mengenai pertumbuhan PDB menurut sektor tahun 2009 seperti
yang disajikan dalam Grafik 6.2 di bawah ini.
Grafik 5.8 Pertumbuhan PDB menurut sektor 2009
5.2.7 Respon Tenaga Kerja terhadap PDRB
Untuk melihat dari sisi tenaga kerja serta sumber daya manusia proxy dari pendidikan dan modal capital fisik yang terangkum dalam fungsi produksi agregat
maka dilakukan estimasi koefisien data panel pada kelompok Kuadran I dan I serta Kuadran II dan IV. Analisis ini dilakukan untuk memperoleh gambaran apakah
pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga terjadi hubungan timbal balik dan antara keduanya saling mempengaruhi baik dalam jangka pendek maupun jangja
panjang. Hasil analisis ekonometrika respon tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi seperti disampaikan berikut ini:
4,1 4,4
2,1 13,8
7,1
1,1 15,5
5,0 6,4
2 4
6 8
10 12
14 16
18
Pertumb u
h a
n
100 Tabel 5.18: Hasil estimasi koefisien data panel model fungsi produksi agregat
Dari hasil estimasi menunjukkan bahwa pada kelompok Kuadran I dan III: tenaga kerja, kapital fisik dan sumber daya manusia pendidikan berdampak positif
terhadap peningkatan PDRB. Sementara pada Kelompok II dan IV: pendidikan SD dan SMA berdampak negatif dan tamatan perguruan tinggi tidak signifikan
terhadap peningkatan PDRB. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan PDRB di kelompok wilayah Kuadran I dan III relatif lebih cepat dibandingkan dengan
Kuadran II dan IV. Dari hasil analisis bab sebelumnya tentang pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja dengan menggabung
hasil analisis fungsi produksi agregat mengindikasikan bahwa terjadi hubungan timbal balik antara pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Dalam
jangka panjang keduanya akan bergerak bersama dan saling menguntungkan memperkuat satu sama lain.
5.2.8 Pembahasan Anomali Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja
Kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kurun waktu 2002-2009 menunjukkan pola yang tidak ajeg. Dari tahun 2002-2007 trennya cenderung naik
dan 2008-2009 cenderung menurun. Gambaran kondisi makroekomi dapat dilihat pada beberapa indikator makro penting yang telah diulas sebelumnya, yaitu PDRB,
Suku bunga, inflasi, dan kurs. Sementara indikator sosial dapat dilihat dari sisi
Koefisien p-value
Koefisien p-value
Koefisien p-value
Kuadran I dan III
Intersep 3.9322
0.00 3.9322
0.00 3.9322
0.00 TENAGA KERJA
0.1505 0.00
0.1505 0.00
0.1505 0.00
KAPITAL FISIK 0.4694
0.00 0.4694
0.00 0.4694
0.00 SD
0.0082 0.00
0.0082 0.00
0.0082 0.00
SMP 0.0052
0.00 0.0052
0.00 0.0052
0.00 SMA
0.0101 0.00
0.0101 0.00
0.0101 0.00
PT 0.0131
0.00 0.0131
0.00 0.0131
0.00
Kuadran II dan IV
Intersep -5.6223
0.03 -5.6223
0.04 -5.6223
0.04 TENAGA KERJA
0.6331 0.00
0.6331 0.00
0.6331 0.00
KAPITAL FISIK 0.9170
0.00 0.9170
0.00 0.9170
0.00 SD
-0.0649 0.00
-0.0649 0.00
-0.0649 0.00
SMP 0.2101
0.00 0.2101
0.00 0.2101
0.00 SMA
-0.1676 0.00
-0.1676 0.00
-0.1676 0.00
PT 0.0036
0.75 0.0036
0.77 0.0036
0.77 Variabel
PLS FEM
REM
101
ketenagakerjaaan dan pendidikan. Adanya fluktuasi peningkatan atau penurunan untuk beberapa titik waktu tertentu menunjukkan bahwa stabilitas makroekonomi di
Indonesia belum menunjukkan kondisi yang belum stabil sustaine. Fluktuasi tersebut disebabkan adanya beberapa guncangan baik internal maupun eksternal.
Guncangan internal seperti kejadian bencana alam gempa bumi, tsunami, dan masalah sosial seperti demonstrasi, kondisi politik menjelang pemilu legislatif dan
pemilihan presiden. aksi terorisme dan konflik sosial dibeberapa daerah di Indonesia yang direspon oleh kebijakan pemerintah yang belum tepat. Guncangan eksternal
misalnya kenaikan harga minyak dunia yang membuat pemerintah terpaksa menaikan harga BBM dalam negeri sekitar 100 persen maupun krisis ekonomi global awal
2008. Kondisi ini telah membuat ekspektasi pelaku ekonomi semakin tinggi terhadap variabel-variabel makro tersebut.
Pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja menunjukkan tren yang cenderung meningkat. Gambaran tersebut merupakan berita yang menarik terutama
jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi. Pemerintah harus mampu menjaga stabilitas perekonomian agar tetap di jalur yang benar on track. Yang terpenting adalah
kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah tidak salah. Apabila hal ini terjadi justru akan memperparah pertumbuhan yang terjadi yang akan menimbulkan recovery cost
yang tinggi. Gambaran pola atau tren penyerapan tenaga kerja juga cenderung meningkat. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi diperkirakan angka
meningkatkan penyerapan tenaga kerja, apabila pertumbuhan ekonomi tidak semata- mata mengejar kualitas tetapi yang terpenting adalah struktur dan kualitas dari
pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Kondisi akan terwujud bila disertai upaya intensif antara pemerintah, swasta dan dunia usaha dalam menciptakan investasi yang dapat
memperluas kesempatan kerja. Upah Minimum regional UMR yang ditetapkan tiap tahunnya sebagai acuan
penentuan upah dikaitkan dengan investasi berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Upah di Indonesia menunjukkan tren yang terus meningkat. Peningkatan upah ini
seiring dengan meningkatnya harga-harga inflasi. Disatu sisi peningkatan upah dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteran buruh atau karyawan, namun disisi
lain akan menambah beban perusahaan. Perusahaan akan cenderung menggunakan tenaga kontrak off sourcing dari pada mengangkat pegawai tetap. Bila kondisi
seperti ini berlangsung terus dan tidak ada kepastian jaminan kerja di masa depan akan mengakibatkan tingginya pengangguran. Kondisi seperti ini berdampak secara
102
ekonomi pada menurunnya penerimaan negara dari pajak dan terganggunya pertumbuhan ekonomi dan gejala sosial,
Hasil penelitian menunjukkan anomali terjadi di beberapa provinsi utamanya di wilayah Kuadran IV. Anomali antara pertumbuhan ekonomi dan penyerapan
tenaga kerja terjadi dalam jangka pendek. Dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja atau menurunkan
pengangguran. Kondisi ini akan tercapai hanya jika kebijakan pemerintah dan dunia usaha yang relevan disertai dengan adanya aturan perundang-undangan yang dapat
direalisasikan secara efektif dalam menyerap tenaga kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja dalam jangka panjang antara lain share
PDRB dan pendidikan. Kedua indikator ini sangat penting dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja dimasa mendatang.
Sementara itu UMR mempunyai dampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja di wilayah Kuadran I dan III tetapi berdampak positif di wilayah Kuadran II dan
IV. Hal ini menunjukan bahwa kebijakan upah dimasa mendatang sangat penting karena dapat mempengaruhi kondisi penyerapan tenaga kerja. Penetapan upah yang
tepat yang selama ini mengacu pada UU No.13 tahun 2003 dimana penetapan upah tenaga kerja berdasarkan kebutuhan hidup minimum KHM tenaga kerja dan
memperhatikan produktivitas tenaga kerja dan bukan berdasarkan pada kebutuhan hidup layak KHL dan upah tinggi. Kebijakan upah tinggi upah efisiensi justru
akan mempengaruhi perputaran tenaga kerja atau worker turnover dan dalam jangka panjang justru akan berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja
Namun produktivitas dengan upah selama ini masih menunjukkan korelasi yang negatif. Dimana peningkatan upah belum disertai dengan peningkatan
produktivitas tenaga kerja. Rendahnya produktivitas identik dengan tingkat pendidikan, kesehatan pekerja dan profesionalitas kerja yang masih rendah. Dari sisi
perdagangan, produktivitas tenaga kerja Indonesia yang masih rendah bila dibandingkan dengan negara-negara asia lainnya yang lebih maju, justru
menimbulkan kekhawatiran dalam melakukan kompetensi di pasar internasional dengan semakin kuatnya sistem perdagangan bebas Hadisuwito, 1996. Sehingga
menuntut tenaga kerja untuk lebih maju dan mengingat bahwa produktivitas merupakan salah satu variabel penting dalam keunggulan daya saing.
Guncangan output berperan sangat besar dalam mempengaruhi variabilitas produktivitas. Berarti bahwa pertumbuhan ekonomi sangat penting, yaitu
103
pertumbuhan ekonomi yang dipicu oleh investasi. Peningkatan investasi perlu mendapat perhatian dalam rangka meningkatkan produktivitas. Misalnya investasi
dalam pendidikan. Dalam jangka panjang tenaga kerja Indonesia yang berkualitas sangat diperlukan seiring dengan kemajuan teknologi yang kian pesat. Hal ini dapat
pula dikaitkan dengan semakin maraknya tenaga kerja asing expatriat yang kian marak memasuki pasar tenaga kerja Indonesia saat ini Siregar, 2006.
Pertumbuhan PDB Indonesia dari sisi konsumsi masih di drive oleh konsumsi rumah tangga sementara komponen investasi masih lemah. Hal ini
menunjukkan bahwa selama ini pertumbuhan ekonomi belum mampu menciptakan kesempatan kerja. Identik dengan negara berkembang bahwa pertumbuhan ekonomi
yang dipicu oleh konsumsi akan memberikan dampak yang mengkhawatirkan di masa mendatang. Pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, merupakan dua
kondisi yang mempengaruhi aktivitas perekonomian. Pertumbuhan ekonomi sering kali tidak signifikan dengan penyerapan tenaga kerja. Hal ini terbukti dengan angka
pada beberapa tahun terakhir dalam perekonomian Indonesia menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan ekonomi tetapi belum dapat menyerap sejumlah tenaga
kerja yang terbukti dengan masih meningkatnya angka pengangguran di Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi yang direfleksikan oleh nilai PDRB terbukti memberikan dampak terhadap bertambahnya penyerapan tenaga kerja. Namun
ternyata penambahan jumlah pekerja yang dihasilkan dari pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak sebesar yang diharapkan. Ada beberapa faktor yang
diperkirakan menjadi penyebab kurang optimal dalam meningkatkan penyerapan tenaga kerja, antara lain:
Pertama , pertumbuhan ekonomi tersebut relatif masih belum cukup tinggi.
Hukum Okun menyatakan bahwa laju pengangguran kebalikan dari penduduk yang bekerja yang dinotasikan dengan u
t
berbanding terbalik dengan selisih laju pertumbuhan ekonomi g
t
terhadap laju pertumbuhan ekonomi dalam kondisi normal g
t n
, atau: u
t
= –g
t
– g
t n
+
t
di mana adalah konstanta positif dan
t
faktor-faktor lain yang secara agregat bersifat acak dengan rataan nol. Jika g
t
g
t n
maka u
t
meningkat, sehingga pengangguran meningkat atau jumlah pekerja menurun.
Kedua, masih relatif lemahnya keterkaitan sektor pertanian dengan sektor-
sektor lainnya, termasuk pariwisata dan industri pengolahan. Dalam penelitian ini
104 sektor pertanian dampaknya kurang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja.
Padahal bila sektor pertanian ini diperkuat keterkaitannya dengan sektor-sektor terkait maka dengan sendirinya akan memperkokoh perekonomian Indonesia.
Penguatan keterkaitan antara sektor pertanian dan industri agro dengan sektor- sektor lainnya berarti peningkatan mobilitas aliran bahan baku output di antara
sektor-sektor tersebut. Sektor pertanian dan industri agro, atau yang lebih umum yaitu ‘industri‘ perdesaan berskala kecil dan menengah, perlu ditingkatkan
keterkaitannya dengan usaha-usaha berskala besar dalam bentuk kemitraan yang saling menguntungkan. Dengan demikian, perkembangan yang terjadi pada usaha-
usaha berskala besar yang umumnya adalah sektor modern berteknologi relatif lebih maju akan dapat mengangkat kinerja pertanian dan pengolahan hasil
pertanian berskala kecil-menengah atau UKM yang melibatkan lebih banyak tenaga kerja.
Menurut Sulekale 2003, struktur perekonomian Indonesia relatif mudah ambruk karena kurang seimbangnya perhatian yang diberikan pemerintah pada
pengembangan ekonomi kelompok-kelompok UKM dibandingkan pada kelompok-kelompok usaha besar. Kelompok-kelompok usaha besar ini dalam
perkembangannya kurang menjalin hubungan yang sifatnya saling memperkuat dengan kelompok-kelompok UKM. Sejauh ini, struktur output menurut skala
usaha masih terlihat timpang. Data BPS menunjukkan sekitar 44,2 persen PDRB provinsi-provinsi di Indonesia berasal dari usaha besar, sedangkan kontribusi
usaha kecil terhadap PDRB sekitar 40,6 persen. Padahal jumlah usaha besar di Indonesia rata-rata periode 2000-2003 hanyalah 2 ribu unit, sementara jumlah
usaha kecil mencapai 40.1 juta unit. Artinya pendapatan atau PDRB per produsen UKM relatif sangat kecil.
Ketiga, masih relatif terkonsentrasinya kegiatan pembangunan di Jawa
khususnya dan di Kawasan Barat Indonesia KBI umumnya. Tingginya konsentrasi pembangunan di pulau Jawa menyebabkan tingginya kompetisi
penggunaan sumberdaya non-tenaga kerja di kawasan tersebut. Secara alamiah, SDM dengan kualitas relatif rendah unskill worker akan kalah dalam kompetisi
tersebut. Akibatnya, tanpa campur tangan yang efektif dari pemerintah, penyerapan tenaga kerja akan rendah di kawasan tersebut.
105
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Pertumbuhan ekonomi selama kurun 2002-2009 baik pada tingkat nasional maupun provinsi berdampak pada penyerapan tenaga kerja yang sangat bervariasi
antar provinsi. Beberapa provinsi yang berada pada Kuadran I dapat memanfaatkan momentum pertumbuhan ekonomi yang lebih berpihak kepada
tenaga kerja. Sementara provinsi-provinsi yang berada di wilayah Kuadran IV sebagian belum dapat memanfaatkan pertumbuhan yang dicapai untuk dapat
menyerapa tenaga kerja yang signifikan. Berdasarkan uraian penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1 Terjadi anomali hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan penyerapan
tenaga kerja pada beberapa provinsi, salah satu penyebab adalah kurangnya kontribusi sektor dalam menyerap tenaga kerja not friendly growth. Sektor
riil pertanian, pertambangan dan insustri tumbuh lambat, sementara sektor perdagangan, angkutan dan jasa tumbuh cepat. Dengan adanya anomaly ini
mengindikasikan bahwa tidak selamanya teori ekonomi berlaku umum 2 Terdapat hubungan yang erat antara pertumbuhan ekonomi dengan
penyerapan tenaga kerja. Baik hubungan normal maupun terjadi anomali menunjukkan
pola hubungan yang tidak sederhana, ada ―lag‖ 3 Dalam jangka pendek maupun jangka panjang pertumbuhan ekonomi diyakini
dapat mengungkit penyerapan tenaga kerja, terjadi hubungan timbal balik dan keduanya dapat saling memperkuat
6.2 Implikasi Kebijakan
Masalah-masalah ketenagakerjaan
bersifat multi-dimenasional,
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor dengan pola hubungan yang kompleks sehingga penyelesaiannya menuntut arah kebijaksanaan serta
pendekatan yang multi-dimensional pula. Jelas terlalu naif untuk menganggap masalah-masalah ketenagakerjaan dapat diatasi oleh suatu kebijakan tunggal atau
merupakan tanggung jawab satu kementrian tertentu. Masalah ketenagakerjaan