67 2002-2009. Tabel tersebut mengilustrasikan bahwa pada tataran provinsi terlihat
adanya ketimpangan perekonomian maupun tingkat penyerapan tenaga kerja. Ada sekitar 14 provinsi yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi diatas rata-
rata nasional, sisanya ada 16 provinsi dibawah rata-rata nasional. Provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi ditempati Sulawesi Tenggara sebesar 7,4 persen,
diikuti Sulawesi Tengah sebesar 7,2 persen dan Gorontalo sebesar 7,2 persen. Bila dikaitkan dengan tingkat penyerapan tenaga kerja diantara ketiga provinsi tersebut
hanya Provinsi Gorontalo yang mempunyai tingkat penyerapan tenaga kerja tertinggi yaitu sekitar 5,7 persen dalam arti pertumbuhan ekonomi Provinsi
Gorontalo lebih berkualitas dibandingkan dua provinsi lainnya. Sementara itu, tiga provinsi dengan pertumbuhan ekonomi terendah, posisi terbawah ditempati
Aceh dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar -0,73 persen. Pertumbunan ekonomi provinsi ini negatif dalam arti selama kurun waktu 2002-2009 terjadi
penurunan tingkat pertumbuhan ekonominya. Posisi selanjutnya ditempati Kalimantan Timur dengan tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar 2,5 persen diikuti
Nusa Tenggara Barat sekitar 4,3 persen. Diantara ketiga provinsi ini hanya Provinsi Kalimantan Timur yang mempunyai tingkat penyerapan tenaga kerja
tertinggi yaitu sekitar 3,6 persen dalam arti pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur lebih berkualitas dibandingkan dua provinsi lainnya.
Bila angka nasional dipakai sebagai acuan maka ada beberapa provinsi mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja relatif
tinggi atau diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja nasional. Provinsi-provinsi inilah yang secara teori disebut dengan provinsi
―ideal‖ dalam arti pertumbuhan ekonomi yang dicapai diiringi dengan penyerapan tenaga kerja yang signifikan. Beberapa provinsi mempunyai pertumbuhan
ekonomi diatas rata-rata nasional tetapi mempunyai tingkat penyerapan tenaga kerja rendah dibawah rata-rata nasional. Beberapa provinsi ini diduga terjadi
anomali atau penyimpangan antara pertumbuhan ekonomi yang dicapai dengan tingkat penyerapan tenaga.
5.1.2 Elastisitas
Elastisitas tenaga kerja merupakan alat ukur yang sering digunakan dalam menganalisis data ketenagakerjaan dikaitkan dengan kualitas pertumbuhan
68 ekonomi. Secara teknis, elastisitas ini mengukur titik persentase percentage
point perubahan tenaga kerja akibat dari perubahan 1 titik persentase PDB
atau PDRB. Dalam bahasa lugas, elastisitas ini dapat diartikan sebagai daya ungkit pertumbuhan ekonomi terhadap pertumbuhan tenaga kerja.
Berdasarkan data tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat penyerapan tenaga kerja dapat dianalisis seberapa besar elastisitas tenaga kerja suatu
wilayah. Hasil yang diperoleh dari indikator ini mencerminkan apakah suatu wilayah atau provinsi mempunyai tingkat pertumbuhan yang berkualitas atau
tidak. Seperti yang disajikan pada Tabel 5.2 menunjukkan rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kurun waktu 2002-2009 sebesar 5,25 persen per tahun
dengan tingkat penyerapan tenaga kerja sebesar 1,94 persen per tahun. Jika angka terakhir dibandingkan dengan angka sebelumnya maka akan diperoleh angka
elastisitas tenaga kerja yaitu 0,37. Angka ini menunjukkan bahwa secara rata-rata kenaikan 1 persen PDB akan mengungkit 0,37 persen pertumbuhan penduduk
yang bekerja. Dengan demikian, pertumbuhan PDB 5 persen misalnya, akan mengungkit sekitar 1,85 persen tenaga kerja. Jika misalnya total tenaga kerja
berjumlah 100 juta orang maka pertambahannya karena ―daya ungkit‖ itu sekitar 1.850.000 orang 0,0185 x 100 juta.
Tabel 5.2. Rata-rata pertumbuhan PDRB, pertumbuhan tenaga kerja dan elastisitas tenaga kerja Indonesia 2002-2009
Catatan: Angka rata-rata diperoleh dari angka provinsi yang belum tentu sama dengan angka nasional yang dihitung secara terpisah. Angka elastisitas nasional
misalnya bukan 0,35 sebagaimana tampak pada Tabel 1 diatas melainkan 0,37. PDRB Provinsi Aceh 2002-2009 mengalami penurunan sehingga rata-rata laju
pertumbuhannya negatif. WilayahParameter
Pertumbuhan PDRB
Pertumbuhan Tenaga Kerja
Elastisitas Tenaga Kerja
Indonesia
Rata-rata Median
Minimum Maksimum
5,25 5,07
5,20 -0,73
7,44 1,94
2,47 2,32
0,25 5,68
0,37 0,35
0,42 -3,51
1,43
69 Angka pada tingkat nasional pada Tabel 5.2 tersebut perlu dibaca secara
hati-hati karena pertumbuhan PDRB, pertumbuhan tenaga kerja maupun elastisitas tenaga kerja sangat bervariasi antar provinsi. Ringkasan statistik pada
tingkat provinsi mengenai ini dapat dilihat pada Tabel 5.1 yang disajikan sebelumnya. Sementara pada Tabel 5.2 menunjukkan pertumbuhan PDRB per
tahun, rata-rata propinsi sekitar 5.07 persen tetapi dengan rentang yang sangat lebar yaitu antara -0,73 persen dan 7.44 persen. Demikian juga dengan elastisitas
yang rentangnya terletak antara minus 3,51 dan 1.43. Perhatian khusus perlu dilakukan pada dua provinsi yang mempunyai
tingkat elastisitas diatas satu yaitu Kalimantan Timur dan Maluku Utara masing masing sebesar 1,43 dan 1,10 persen per tahun. Elastisitas pada dua provinsi
tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan penyerapan tenaga kerja lebih besar dari tingkat pertumbuhan ekonomi wilayah provinsi. Sementara Aceh merupakan
provinsi dengan tingkat elastisitas terendah yaitu -3,51 persen. Elastisitas negatif karena selama kurun waktu 2002-2009 provinsi ini mempunyai tingkat
pertumbuhan ekonomi yang menurun. Sementara itu, Provinsi Gorontalo merupakan provinsi dengan tingkat elastisitas tenaga kerja tertinggi yaitu sebesar
0,79 persen. Angka ini menunjukan setiap 1 persen kenaikan PDRB akan mengungkit 0,79 persen pertumbuhan penduduk yang bekerja. Dengan demikian,
pertumbuhan PDB 7,19 persen misalnya, akan mengungkit sekitar 5,68 persen tenaga kerja. Jika misalnya total tenaga kerja berjumlah 450 ribu orang maka
pertambaha nnya karena ―daya ungkit‖ itu sekitar 25.560 orang 0,0568 x 450
ribu.
5.1.3 Plotting Kuadran